Thursday, February 18, 2010

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI CANGGIH IV

 Persyaratan Penguasaan Teknologi Canggih

 
Kembali kepada masalah pengembangan teknologi canggih, kita dituntut untuk dapat memiliki tenaga kerja yang menguasai keahlian menyeluruh dan rinci serta mampu mengikuti cara kerja yang bermutu tinggi. Mengapa? Sebabnya adalah bahwa proses nilai tambah pada komoditi ini senantiasa harus memperhatikan tiga hal, yaitu:

Pertama, kualitas produk hasil proses nilai tambah tersebut harus senantiasa memenuhi persyaratan minimum kualitas yang dituntut masyarakat pembeli di pasar dalam negeri, regional, dan internasional.

Kedua, dari komoditi teknologi canggih dituntut jadwal penyerahan yang ketat. Produk harus tiba di pasar pada waktunya, tidak terlambat, tidak pula terlalu cepat. Untuk itu, mata rantai perdagangan tidak boleh terlalu panjang.

Ketiga, harganya harus kompetitif. Produk yang dihasilkan harus dapat bersaing di pasar domestik, regional dan internasional.

Lantas tanggung jawab siapakah pemenuhan ketiga persyaratan itu? Kualitas produk ada di tangan para insinyur dan para ahli teknik di dalam perusahaan masing-masing. Keberhasilannya tergantung dari sistem yang dipergunakan dan pada sarana yang dimiliki.

Lain halnya dengan jadwal penyerahan produk. Masalah kedua ini tidak dapat diselesaikan hanya oleh para insinyur dan ekonom di dalam perusahaan itu sendiri, tetapi juga tergantung pada pengaturan lingkungan makro-ekonomi, khususnya pada efisiensi jalur-jalur perdagangan. Karena itu, mereka yang mengendalikan jalur-jalur perdagangan ikut bertanggung jawab atas penyelesaian masalah ini.

Masalah harga lebih kompleks lagi. Harga produk terutama tergantung pada tiga kelompok komponen biaya, yaitu: pertama, biaya pegawai; kedua biaya teknologi; dan ketiga, biaya material. Ketiga komponen biaya ini tidak mungkin dapat dikendalikan sendiri oleh para insinyur dan ekonom di dalam perusahaan itu. Seperti halnya dengan masalah jadwal, para penentu kebijaksanaan di luar perusahaan ikut bertanggung jawab atas penyelesaian harga.

Bagaimana prospek daya saing bagi produk teknologi Indonesia? Untuk memudahkan analisis masalah itu mari kita gunakan pra-anggapan bahwa ketiga golongan komponen biaya tersebut, termasuk segala biaya overhead langsung dan tidak langsung, seperti biaya manajemen, biaya pemasaran, dan sebagainya, mempunyai dampak yang sama besarnya pada harga produk yang dihasilkan. Dengan kata lain, bahwa sepertiga struktur harga produk ditentukan oleh biaya pegawai, sepertiga oleh biaya teknologi dan sepertiga oleh biaya material.

Seperti telah disinggung ketika kita membicarakan masalah alih teknologi di atas, fungsi biaya pegawai di Indonesia merupakan suatu fungsi maksimum yang bisa dihemat. Kita ketahui bahwa dengan segala overhead-nya, biaya pegawai Indonesia paling tinggi 10% dari biaya pegawai dengan mutu yang sama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Jepang. Ini berarti bahwa kalau kita dapat melakukan penghematan sebesar 90% dalam komponen, maka dampaknya pada total harga sebesar 30%.

Bagaimana dengan biaya teknologi? Berbeda dengan biaya pegawai, untuk sementara waktu, yaitu selama kita harus mengimpor dan mengalihkan teknologi, fungsi biaya teknologi adalah fungsi minimum yang harus dikeluarkan. Mengapa? Karena kita harus membayar royalti dan lain-lain biaya untuk penggunaan hak milik intelektual orang lain.

Oleh sebab itu, selama kita harus mengimpor teknologi, teknologi di Indonesia tidak mungkin berharga lebih rendah dari teknologi luar negeri.

Baru setelah teknologi dapat dikembangkan sendiri di Indonesia, harganya dapat lebih rendah dari teknologi luar negeri. Sebabnya, karena teknologi diciptakan dan dikembangkan oleh manusia, dan seperti telah dikatakan di muka, biaya pegawai di Indonesia jauh lebih rendah dari biaya pegawai yang sederajat di luar negeri. Dan untuk itu, berbagai langkah memang telah dan sedang diambil untuk mengembangkan teknologi Indonesia sendiri.

Mengenai material untuk proses nilai tambah bertekno- logi canggih perlu dicatat hal-hal berikut:
Sepanjang material harus didatangkan dari luar negeri, maka harus dikeluarkan biaya overhead material yang mencakup biaya pengangkutan, asuransi, biaya gudang, dan biaya modal kerja yang tertanam di dalam persediaan material. Makin lama waktu yang dibutuhkan sebelum material dapat digunakan, makin tinggi pula biaya modal. Kecepatan arus material ke dalam proses produksi sangat menentukan persentase dampak biaya material pada harga barang.

Karena itu dalam upaya memperkecil biaya gudang dan biaya modal kerja, perusahaan-perusahaan Jepang, seperti Toyota di Toyota City, mengembangkan sistem penyerahan tepat waktu (just in time delivery) bagi material dan komponen di antara para penyedia yang kebanyakan berlokasi di Toyota City pula. Dalam sistem ini material dan komponen diantar oleh para penyedia ke pabrik tepat sebelum mereka masuk dalam proses produksi, tanpa dikemas dan tanpa melalui gudang. Dengan demikian biaya gudang dan kemasan dapat ditiadakan dan biaya asuransi dan biaya pengangkutan dapat diperkecil. Sistem ini mulai banyak diambil alih oleh perusahaan negara maju lainnya.

Biaya pengangkutan sulit diubah secara berarti. Jarak pabrik-pabrik di Indonesia dari tempat asal material sudah ditentukan oleh alam. Biaya asuransi dan biaya gudang juga sulit diperkecil. Satu-satunya komponen biaya yang dapat ditekan secara berarti adalah biaya modal kerja, yaitu dengan mempersingkat waktu yang diperlukan untuk material memasuki proses produksi.

Karena itu, kurva biaya material di Indonesia jelas bukan merupakan suatu fungsi maksimum tetapi suatu fungsi minimum pengeluaran. Ini berarti bahwa biaya material di Indonesia akan lebih besar daripada biaya material di luar negeri.

Timbul pertanyaan lain: komponen biaya manakah yang paling sensitif? Karena di antara ketiga golongan kelompok biaya tadi hanya kurva biaya pegawai saja yang merupakan kurva maksìmum, sedangkan kurva biaya golongan komponen dan biaya lainnya merupakan kurva minimum, maka penghematan hanya dapat dilakukan di kelompok komponen biaya pegawai. Dan seperti telah disebutkan, ini pun maksimum hanya dapat menghemat sebanyak 30% dari harga produk. Maka, jika kita tidak memikirkan hal secara rinci, tidak mungkin kita membuat produk produk teknologi tinggi yang dapat bersaing dengan produk-produk yang sama buatan luar negeri.

Faktor Situasi Ekonomi Dalam Negeri

 
Pembangunan nasional Indonesia memang tidak dapat dilepaskan dari keadaan ekonomi Indonesia dan keadaan ekonomi dunia. Selama beberapa tahun terakhir ini, ekonomi Indonesia telah merasakan dampak perkembangan yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan ekonomi-ekonomi negara maju. Dampak itu ada yang positif, dan banyak lagi yang negatif.

Dilihat dari segi komoditi, struktur ekspor Indonesia masih sangat tergantung pada minyak dan gas bumi, ekspor tradisional komoditi pertambangan dan pertanian. Belakangan memang mulai tampak kemajuan pesat dalam ekspor produk-produk manufaktur, tapi dengan kandungan nilai tambah yang masih rendah.

Ditinjau dari segi mitra dagangnya, aktivitas perdaga- ngan Indonesia masih sangat tergantung pada pasar Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.

Dengan struktur perdagangan internasional seperti itu, jatuhnya harga-harga komoditi pertambangan dan pertanian di pasar dunia sejak tahun 1970-an, yang kemudian disusul dengan merosotnya harga minyak bumi sejak akhir 1980- an, telah mengakibatkan menciutnya nilai ekspor kita dengan dampaknya yang terasa berat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dan sepanjang kedua jenis komoditi andalan ekspor Indonesia itu terkait dengan dollar Amerika Serikat, dampak negatif tersebut diperkuat lagi dengan merosotnya nilai tukar mata uang Amerika Serikat terhadap mata uang Jepang dan Jerman, sehingga beban impor serta kewajiban-kewajiban membayar bunga dan cicilan hutang yang dinyatakan dalam mata uang Yen dan D-Mark menjadi sangat bertambah berat.

Menghadapi dampak positif dan negatif tersebut, tentu kita harus waspada dan prihatin. Kita mutlak harus melakukan penghematan termasuk di dalam hal-hal yang sebenarnya kita perlukan.
Jalan keluar yang paling mendasar dari kesulitan-kesulit- an ekonomi yang kita hadapi adalah peningkatan nilai tambah, produktivitas dan efisiensi dalam segenap pekerjaan kita, baik dalam skala makro maupun dalam skala mikro.
Ini berarti bahwa kita harus menemukan cara-cara untuk menekan semua biaya tambah agar, tahap demi tahap, ekonomi biaya tinggi kita dapat kita ubah menjadi ekonomi yang normal, dan pada akhirnya akan tercipta suatu perekonomian biaya rendah.

Tentu kita sadari sepenuhnya bahwa suatu ekonomi biaya rendah tidak akan tercapai dalam sekejap mata. Untuk mencapai keadaan itu dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang terperinci baik secara makro maupun secara mikro- ekonomi.
Dalam kaitan ini, sebagaimana telah beberapa kali saya sampaikan pada media massa, bahwa kita harus mengembangkan suatu dimensi baru dalam ekonomi dan ekspor Indonesia.
Jika minyak bumi dan gas alam kita namakan "dimensi pertama" dan komoditi pertanian ekspor tradisional kita beri nama "dimensi kedua", maka dimensi baru itu saya namakan "dimensi ketiga" yaitu komoditi non-migas teknologi canggih.
Produksi dan ekspor komoditi dimensi pertama dan kedua perlu tetap kita tingkatkan dengan menekan biaya tambah menjadi minimal dan meningkatkan nilai tambah secara maksimum. Berbarengan dengan itu perlu diupayakan peningkatan produksi dan ekspor komoditi teknologi tinggi. Dalam kerangka ini, adalah relevan untuk membicarakan kemungkinan pengembangan bermacam teknologi yang benar-benar tepat dan berguna dalam kerangka peningkatan produktivitas dan nilai tambah industri Indonesia.
Sebelum membicarakan mengenai penerapan teknologi khususnya teknologi canggih sebaiknya dijelaskan dulu apa yang dimaksud dengan teknologi dalam rangka pembangunan bangsa.

Manusia tidak dapat dipisahkan dari teknologi : teknologi terkandung di dalam dirinya dan di dalam cara-cara hidupnya dalam masyarakat. Sebaliknya teknologi tidak da- pat terlepas dari manusia : teknologi itu hanya ada karena diciptakan oleh manusia. Kemampuan berpikir manusia yang sistematis, analitis, mendalam dan jangka panjang menghasilkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan melahirkan teknologi, yaitu cara-cara berdasar ilmu untuk menghasilkan barang atau jasa. Manusia memanfaatkan teknologi untuk menyempurnakan proses-proses nilai tambah, yaitu proses untuk mengubah bahan mentah dan barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Teknologi penting karena merupakan penggerak utama proses nilai tambah tersebut.

Sedangkan proses nilai tambah itu sendiri merupakan proses kompleks yang berjalan terus-menerus dan hanya dapat dikatakan berhasil jika pemanfaatan mesin, keterampilan manusia, dan material sepenuhnya dapat diinteg- rasikan oleh teknologi sehingga menghasilkan produk barang dan jasa yang bernilai lebih tinggi dari nilai material dan masukan lainnya. Karena sifat integratif inilah maka dalam suatu proses ekonomi apa pun juga, teknologi merupakan unsur yang paling menentukan dalam proses nilai tambah. Semakin efisien dan produktif proses nilai tambah, semakin meningkat taraf hidup manusia. Taraf hidup ma- nusia yang meningkat melahirkan cara-cara berpikir, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang lebih maju lagi. Dan de- mikian seterusnya.
Maka lahirlah suatu lingkaran peningkatan antara tingkat perkembangan teknologi karena taraf kehidupan ma-nusia dan taraf kehidupan manusia karena tingkat perkembangan teknologi.

Dari yang dikemukakan tadi dapat ditarik suatu kesimpulan sederhana tapi cukup penting bahwa hadirnya teknologi dalam kehidupan. manusia berarti hadirnya kemungkinan peningkatan kemampuan berproduksi dan peningkatan taraf kehidupan dalam masyarakat itu.

Ini berlaku bagi setiap manusia yang bermasyarakat, baik di Eropa maupun di Asia, baik di Jepang maupun di Afrika, baik di Amerika Utara maupun di Amerika Latin, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang.

Ini berarti bahwa setiap masyarakat di muka bumi ini memiliki kesempatan membangun dirinya sebagai bangsa, asal dan selama padanya disediakan teknologi.

Prasarana ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi canggih. Tidak ada Palapa tanpa teknologi canggih, tidak ada ground station tanpa teknologi canggih, tidak ada telepon swichting digital yang tanpa teknologi canggih, tidak ada kapal, tidak ada mobil, tidak ada power station yang murah operasinya tanpa teknologi canggih, tidak ada pesawat terbang atau helikopter tanpa teknologi canggih. Jadi kalau kita apriori sudah hobi terhadap teknologi canggih, yang di kejar hanya teknologi canggih maka itu salah. Perkiraan itu meleset total.

Tidak ada pertumbuhan ekonom di dunia termasuk Indonesia kalau prasarana ekonomi tidak berfungsi, apakah itu prasarana ekonomi perhubungan, telekomunikasi, energi, itu semua yang namanya prasarana ekonomi. Tidak berfungsi ekonomi suatu bangsa termasuk Indonesia, jika kita tidak memanfaatkan telepon, telefax dan telex. Telepon dan telex di Indonesia hanya bisa dimanfaatkan dengan adanya Satelit Palapa dan stasiun bumi.

Tidak ada analisis dari Bank Indonesia, Departemen Keuangan ataupun perusahaan-perusahaan lain yang begitu akurat, yang bisa menentukan perkembangan ekonomi, jikalau tidak dimanfaatkan model matematika ekonometri dan memanfaatkan komputer sampai kepada super komputer kalau perlu, dan itu adalah teknologi canggih. Tidak akan ada pula analisis tentang ekspor apakah migas, nonmigas atau ekspor apa saja dari Indonesia ke negara lain jika tidak ada arus informasi cepat dari pasaran ke dalam manufacturing resources, supaya manajer bisa mengambil kebijaksanaan dengan cepat dan tepat. Itu semua bisa terjadi dengan memanfaatkan teknologi canggih.

Bersambung

No comments:

Post a Comment