Monday, March 12, 2012

TRANSFORMASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI IV



TRANSFORMASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI UNTUK HARI DEPAN BANGSA Bag III

Pembiayaan Transformasi Bangsa 
 
Proses transformasi Amerika Serikat sebagaimana dilukiskan di muka, dan pengalaman negara industri moderen lainnya seperti Jerman dan Jepang, menunjukkan bahwa pasar dalam negeri merupakan satu-satunya daya penggerak bagi transformasi suatu bangsa dari yang bertumpu pada ekonomi pertanian menjadi bangsa yang bertumpu pada pertanian dan industri. 

Hingga dewasa ini, di negara-negara tersebut, setiap perkembangan teknologi baru, baik berupa teknologi angkasa luar, teknologi energi, teknologi kesehatan dan lingkungan, serta teknologi komunikasi dan komputer, maupun teknologi lainnya yang diperlukan dalam rangka transformasi masyarakatnya, dibiayai dengan penjualan ke pasar domestik, termasuk pembelian pemerintah (government procurement). Indonesia tidak bisa merupakan perkecualian dari bangsa-bangsa lainnya di dunia ini. 

Karena itulah dalam konsepsi tentang transformasi teknologi dan industri negara-negara berkembang dipersyaratkan secara mutlak perlunya suatu pasar domestik bagi kemungkinan berlangsungnya transformasi tahap pertama, kedua dan ketiga. Dan mengapa pula dikemukakan bahwa syarat yang perlu dan cukup bagi suatu industri menjadi suatu wahana transformasi adalah adanya pasar dalam negeri yang dapat dikuasai? Ini berarti bahwa sumber pembiayaan bagi trans- formasi kita menjadi bangsa industri modern adalah dana yang dihimpun melalui penjualan ke pasar dalam negeri ditambah dengan modal yang disediakan oleh pihak-pihak yang bersedia ikut serta dalam usaha industrialisasi di Indonesia. 

Sebagaimana berlaku untuk bangsa-bangsa lain, terhadap pertanyaan "Apa yang menjadi penggerak usahanya menuju suatu kehidupan yang lebih baik bagi bangsanya?" Jawabannya tidak bisa tidak, "penggeraknya harus bangsa itu sendiri." Seluruh bangsa harus menjadi penggerak usaha kita dalam melaksanakan industrialisasi. Secara langsung atau tidak langsung, konsumsi barang dan jasa seluruh bangsa Indonesia harus diarahkan untuk menumbuhkan usaha industrialisasi, usaha transformasi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang modern.  

Dengan mengandalkan pasar dalam negeri yang besar dan makin tumbuh itu, akan terjadi peningkatan dalam kualitas hidup manusia melalui peningkatan kualitas kerja. Hal serupa telah terjadi di negara-negara yang sekarang merupakan negara industri maju. Kesempatan membuat produk berkualitas tinggi akan melahirkan kualitas kerja yang meningkat. 

Kualitas kerja yang tinggi akan meningkatkan pendapatan dan daya beli. Daya beli yang meningkat memperluas pasar, kesempatan kerja, dan produksi lebih lanjut. Ini berarti bahwa pelaksanaan secara konsekuen penggunaan pasaran dalam negeri sebagai penggerak industrialisasi akan menciptakan pendapatan dan pasar yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, penggunaan pasar dalam negeri akan menciptakan daya gerak yang makin besar bagi industrialisasi. 

Asalkan kita bersedia menjadi suatu masyarakat yang cinta pada dirinya sendiri, dan karena itu, bersedia berkorban untuk menumbuhkan industrinya sendiri, maka dengan disiplin teknologi dan industri modern yang diterapkan dalam industri wahana transformasi, industri wahana itu akan berkembang menjadi makin produktif, tumbuh menjadi makin efisien, dan dengan demikian, makin lama makin unggul. Perkembangan ke arah ini sudah makin jadi kenyataan.  

Produk dalam negeri makin mampu memenuhi kebutuhan kita terhadap peralatan angkutan darat, angkutan laut, angkutan udara dan sistem serta peralatan komunikasi, baik untuk keperluan sipil maupun untuk keperluan pertahanan-keamanan. Untuk armada angkatan laut, misalnya, diperkirakan dalam tahun 2000 dibutuhkan 286.640 ton. Jika setiap kapal rata-rata berbobot 400 ton, maka terdapat permintaan sebanyak 716 buah kapal yang dapat dipenuhi industri dalam negeri. Di bidang industri energi kesempatan bagi produksi dalam negeri juga besar. 

Menurut studi yang dibuat oleh BPPT bekerjasama dengan perusahaan Bechtel, di tahun 2000 dibutuhkan antara 42.000 sampai 60.000 MW. Sekiranya 10% dari kebutuhan itu akan dipenuhi dengan tenaga nuklir, maka sedikitnya 6.000 MW sampai 7.000 MW akan dipenuhi dengan tenaga nuklir. Sekadar catatan, persediaan energi sekarang berjumlah antara 9.000 hingga 10.000 MW. Dengan memperhatikan perbedaan antara kebutuhan dan permintaan efektif, diperkirakan bahwa permintaan energi dalam negeri sampai tahun 2000 akan berjumlah ribuan MW. Padahal penyediaan 1 MW merupakan bisnis sejumlah 1,2 juta dolar Amerika. Bisa dibayangkan berapa milyar dolar devisa yang harus dialokasikan dalam sektor ini. Dan kita, 
bangsa Indonesia sendiri akan harus mem-bayar konsumsi energi itu. 

Terpulang pada kita sendiri apakah kita akan juga berperan sebagai produsen, walaupun untuk sebagian. Terpulang pada kita sendiri untuk ikut memainkan peranan yang wajar dalam kesempatan berusaha yang tersedia ini, sesuai dengan kemampuan. Produsen Indonesia dewasa ini diperkirakan akan mampu memenuhi 20% sampai 30% pasar energi dalam negeri. Ini berarti terbuka kesempatan berusaha untuk nilai sebesar 4 milyar dolar Amerika selama 15 tahun. Atau berarti terbuka peluang usaha untuk suatu volume basis sebesar 700 juta dolar atau 700 milyar rupiah setiap tahunnya. 

Namun yang lebih penting, ini juga berarti suatu kesempatan belajar bagi produsen Indonesia untuk menyempurnakan kete-rampilan dalam salah satu wahana transformasi teknologi bangsa. Kesempatan nyata memenuhi pasaran dalam negeri juga terdapat di dalam bidang industrti wahana transformasi lainnya. Dengan tetap akan dikembangkannya sektor pertanian harus ditingkatkan pula produksi pupuk, produksi racun hama, dan sarana produksi pertanian lainnya. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia akan telap membelanjakan modal swasta dan pemerintahnya untuk mendirikan dan mengoperasikan pabrik pupuk, pabrik racun hama, dan pabrik sarana produksi pertanian. 

Pasar dalam negeri untuk pabrik petrokimia, pabrik kertas, pabrik gula dan pabrik lainnya juga akan meluas. Tetap akan dikembangkannya sektor pertanian juga berarti meluasnya pasar dalam negeri untuk industri mesin pertanian. Namun kemampuan kita memanfaatkan dengan baik semua kesempatan nyata ini tergantung pada kendala ma- nusia. Itulah yang akan dibahas selanjutnya. Kendala Manusia Terbatasnya manusia Indonesia yang terampil dan yang berorientasi ke nilai-nilai masyarakat modern merupakan kendala yang paling kritis. 

Mengatasi kendala ini merupakan tantangan paling berat dan paling lama dalam perju-angan kita menjadi bangsa Indonesia modern. Proses industrialisasi membutuhkan tenaga terampil di segala lapisan tenaga kerja: tenaga pimpinan, manajerial, dan teknis, pada semua tingkat. Saya gunakan perkataan "keterampilan" ini dalam arti yang luas, meliputi kemahiran seseorang melaksanakan teknik-teknik dan norma bekerja yang berlaku di dalam bidang spesialisasinya; dan mencakup semua bidang keahlian dan semua tingkat keahlian. Kemahiran teknis saja tidak cukup. 

Proses industrialisasi juga bertumpu pada nilai-nilai tertentu. Manusia Indonesia modern harus makin menghayati nilai-nilai efisiensi, produktivitas dan disiplin kerja. Manusia Indonesia harus makin berorientasi pada prestasi. Manusia Indonesia harus makin sadar bahwa peningkatan dalam taraf hidupnya tergantung pada kinerjanya (performance), baik diukur menurut jumlah maupun mutu. Manusia Indonesia harus makin berprinsip bahwa standar mutu kehidupannya tergantung pada apa yang ada dalam dirinya dan bukan pada 
kekayaan alam yang berlimpah, iklim tropis yang menguntungkan, dan faktor-faktor lain di lingkungannya. 

Hanya dengan mentalitas atau orientasi nilai demikian kita dapat menjadi bangsa yang unggul. Bagi banyak negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang dan berbagai negara Eropa, proses pembentukan bangsa itu memakan waktu bertahun-tahun, malahan berabad-abad, kadang kala diselingi dengan berbagai revolusi. Dan sebagai suatu catatan penting, perlu saya kemukakan di sini bahwa perjuangan negara-negara sedang berkembang dari Selatan untuk mencapai berbagai macam tatanan internasional baru (new international order) pada dasarnya adalah suatu perjuangan melunakkan kondisi-kondisi historis yang pada saat ini mengurangi kecepatan ataupun menghambat kemungkinan tercapainya sukses dari usaha-usaha mereka dalam pembangunan bangsa dalam arti yang saya uraikan tadi. 

Negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang baru diberi kesempatan 50 tahun untuk secara bebas menentukan sendiri identitasnya dan mengembangkan sendiri potensinya sebagai suatu kesatuan ekonomi, kultural dan politik, tidak bisa diharapkan dapat berdiri atas dasar yang sama dengan negara-negara yang telah melewati ratusan tahun dalam pembangunan bangsanya. 

Persoalannya ialah apakah kita lebih menyukai dan akan merasa lebih enak hidup dalam suatu dunia yang penuh dengan ketidak-samaan, keti- dak-pastian dan ketidak-amanan atau apakah kita akan merasa lebih aman hidup dalam suatu dunia yang terdiri dari negara-negara yang merasa dirinya mantap, kurang lebih sama kuat dan yang saling berhubungan satu sama lain dalam jalinan ekonomi, politik, dan kultural yang saling menguntungkan. 

Kaitan Riset dan Produksi Satu hal jelas: untuk dapat menjadi suatu negara-bangsa yang merdeka secara ekonomis, negara itu harus mampu menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukannya sendiri atau yang diperlukan oleh dunia pada umumnya sehingga kelebihan produksinya dapat ditukarkannya dengan barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukannya tapi tidak mampu dihasilkannya sendiri. Pemilikan sumber-sumber daya alam seperti energi, mineral, lahan, sumber-sumber hasil pertanian, dan lain-lain, sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan ini. 

Tetapi ini bukanlah kuncinya. Tanpa ketramplian untuk mendapatkan, memiliki serta mengembangkan teknologi, pemilikan sumber-sumber alam dalam jumlah yang berlimpah-limpah pun tidak merupakan jaminan tercapainya kedudukan sebagai suatu bangsa. Sebaliknya, jika kemampuan untuk memperoleh dan mengembangkan teknologi itu ada, maka langkanya sumber-sumber alam bukanlah merupakan halangan dalam pembangunan bangsa. Inilah yang dibuktikan oleh Jepang. 

Sebagaimana semakin dipahami oleh kita di Indonesia, Jepang adalah suatu bukti nyata dari kemampuan suatu negara yang sangat kekurangan dalam sumber-sumber alam untuk menjadi suatu kekuatan ekonomi karena mempunyai tenaga kerja yang berkeahlian tinggi, yang sangat tekun dan rajin dan mampu menyerap dan mengembangkan teknolo- gi-teknologi yang diperlukan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan di seluruh dunia. 


Sumber: Prof. B.J. Habibie 

Foto: Oleh: Ruhiyat dan Arip Nurahman 

"Perkembangan Industri dan penciptaan lapangan kerja baru membutuhkan infrastruktur yang memadai" ~Arip, Universitas Pendidikan Indonesia~

Friday, March 2, 2012

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN PEDESAAN III

Teknologi untuk Pedesaan 

Pada hakekatnya pembangunan merupakan suatu proses modernisasi yang menyangkut perubahan-perubahan dalam sikap mental dan peningkatan kemampuan kita untuk membuka diri terhadap berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari yang sederhana dan konservatif sampai kepada teknologi tinggi. Ini berarti bahwa peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sarana penting untuk mempercepat proses pembangunan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan evaluasi tentang potensi pembangunan, yaitu sumber daya manusia, alam energi dan lingkungan untuk selanjutnya dimanfaatkan bagi pembangunan.

Sesungguhnya khasanah ilmu pengetahuan dapat kita peroleh dari lingkungan kita sendiri ataupun diimpor dari luar negeri dalam suatu pandangan yang bersistem. Apabila ilmu pengetahuan bersifat universal, maka teknologi yang diterapkan haruslah bersifat khas; yaitu sesuai dengan kebutuhan setempat pada waktu tertentu.

Jadi, pembangunan memerlukan penerapan ilmu pengetahuan yang mutakhir, namun teknologi harus dapat melembaga di dalam masyarakat. Salah satu ciri khas yang terpenting dari teknologi tepat guna seperti yang dicantumkan dalam GBHN ialah padat karya, yaitu yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Penelitian, pengembangan serta pemasyarakatan teknologi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dan saling berkaitan satu sama lainnya. Ini berarti bahwa teknologi yang diterapkan bagi pemba-ngunan Indonesia merupakan paduan proses politik, ekonomi, sosial dan budaya, di samping proses teknologi itu sendiri.

Seperti telah diketahui sedikit-dikitnya dari 140 juta penduduk Indonesia, 81,20% bermukim di pedesaan. Dari prosentase tersebut + 63% dari rakyat Indonesia bekerja dan menggantungkan dari pada sumber penghidupan di pedesaan. Oleh karena itu teknologi tepat guna sering dianalogkan dengan teknologi pedesaan.

Oleh karena itu, falsafah yang harus mendasari upaya pengembangan teknologi pedesaan adalah falsafah memodernkan masyarakat pedesaan tanpa ia kehilangan identitasnya, tanpa ia kehilangan tradisi dan cara hidupnya. Hanya jika pekerja yang berasal dari lingkungan pedesaan dapat dibiasakan menggunakan teknologi-teknologi baru, termasuk yang modern, untuk lebih menyempurnakan pengetahuan dan nilai-nilai tradisionalnya, agar keutuhan kehidupan di desa dapat diamankan sambil dapat dilancarkan industrialisasi yang dengan segala manfaat dan kerugiannya, sehingga dapat membawa masyarakat termasuk lingkungan pedesaan pada taraf hidup yang lebih tinggi.

Potensi yang terbesar adalah sumber daya manusia de-ngan segala imaginasinya untuk menjinakkan teknologi guna memanfaatkan sumber kekayaan alam yang tersedia itu. Kita membangun untuk manusia, demikian pula teknologi. Dengan penerapan ilmu pengetahuan dalam pembangunan, ia harus melihat manusia sebagai dasar dan sekaligus modal pembangunan.

Sebagian besar dari sumber kekayaan alam Indonesia belum terjamah oleh tangan bangsa Indonesia sendiri. Selain itu besarnya penduduk di daerah tersebut dapat merupakan suatu potensi yang berguna bagi pembangunan akan tetapi sekaligus juga bisa merupakan beban berat bagi kita, apabila kita tidak pandai-pandai memanfaatkannya.

Perlunya upaya pengembangan teknologi di pedesaan barangkali akan tampak lebih jelas jika diingat bahwa pada setiap masyarakat, umumnya berlaku suatu tendensi bagi masyarakat pedesaan untuk bergerak menuju kota-kota mencoba mencari pekerjaan di sektor industri. Karena sektor pertanian pada suatu saat tertentu tidak lagi mampu memberikan pekerjaan dan penghasilan yang cukup bagi penduduk desa. Ini berarti bahwa sektor industri akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja yang berasal dari lingkungan pedesaan. Selanjutnya, ini berarti bahwa pola pengembangan industrialisasi dan pola kehidupan di kota-kota tidak dapat dilepaskan dari pengaruh asal-usul para pekerjanya tersebut.


Karena sumber pencaharian pokok di pedesaan adalah pertanian dan karena usaha pertanian sangat dibatasi oleh lingkungannya, maka para pekerja yang berasal dari desa cenderung mempunyai adat-istiadat dan kebiasaan hidup sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan lingkungannya masing-masing. Padahal, kehidupan di kota, di sektor industri dan sektor jasa dilandaskan pada prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan yang cenderung bersifat lebih universal. Dan pembenturan antara kedua macam cara dan kebiasaan hidup ini dapat menimbulkan keretakan dalam keutuhan cara-cara dan kebiasaan hidup pedesaan yang dibawa serta oleh para pekerja yang berasal dari lingkungan pedesaan itu.

Gejala pertama yang perlu diperhatikan ialah tingkat pertumbuhan yang tinggi dari penduduk, pola penyebaran penduduk yang pincang antara Jawa dan luar Jawa. Gejala selanjutnya ialah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya tingkat pendapatan, tidak meratanya pembagian pendapatan, rendahnya gizi, tingginya morbiditas, banyaknya pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan formal dan melek huruf, kurang lebih 60% dari warga desa hidup dalam pemukiman yang kurang memenuhi segi-segi ukuran kesehatan dan sebagainya. Kesemuanya itu menciptakan apa yang dinamakan sindrom "kemiskinan dan kemelaratan". Kunci dari keseluruhan itu terletak pada manusia Indonesia sendiri dan lingkungan yang mendukungnya.

Tidak dapat diragukan lagi bahwa untuk merubah suatu potensi menjadi suatu kenyataan dan ke luar dari dilema di atas, diperlukan input teknologi, ketrampilan teknis, ketrampilan manajemen yang disertai kerja keras, disiplin tinggi dan perubahan sikap mental bangsa.

Teknologi Peningkatan Produktivitas Pedesaan 
Sekarang kita mencari daya upaya untuk mencapai dua tujuan yang saling melengkapi:
(1) Meningkatkan produktivitas sektor pertanian sehingga mencapai tingkat yang akan menyediakan pangan serta hasil budidaya lainnya untuk keperluan keluarga petani dalam persentase yang kurang sementara persentase yang lebih tinggi untuk kaum bukan petani dengan tingkat konsumsi per kapita yang lebih tinggi; dan
(2) Meningkatkan tingkat produktivitas dari pekerjaan non-pertanian di daerah pedesaan untuk tenaga yang berlebihan akibat peningkatan produktivitas usaha pertanian.

Pada waktu itu dihasilkan beberapa kesimpulan.

Pertama, bahwa setiap usaha untuk meningkatkan produktivitas daerah pedesaan membutuhkan cara pendekatan sistemis yang melibatkan pertimbangan secara terpadu bukan saja mengenai teknologi pertanian namun juga tentang ketersediaan aneka sumber daya energi, air dan aneka sarana produksi pertanian lainnya; serta masukan yang dibutuhkan perindustrian dan sebagainya, dan mengenai pengangkutan; serta juga mengenai aneka upaya untuk meningkatkan asimilasi budaya dan sosial terhadap manajemen; serta mengenai pola-pola pemukiman penduduk, dan sebagainya.

Kedua, bahwa pada masing-masing sistem itu akan dapat dicapai penyempurnaan dengan menerapkan teknologi yang lebih layak dengan menggunakan sumber daya genetika yang disempurnakan cara-cara budidaya yang lebih sempurna, budidaya berjenjang (terracing) dan teknik pengairan yang disempurnakan serta juga dengan menerapkan teknologi panen yang tepat guna dapatlah dicapai peningkatan produktivitas pertanian serta meningkatkan pendapatan kaum penduduk. Penyempurnaan pemukiman daerah pedesaan akan dapat dicapai dengan disempurnakannya jasa kesehatan, sarana pendidikan, serta penyempurnaan fasilitas komunikasi dan sebagainya.

Dan ketiga, telah disimpulkan bahwa karena diperlukan pendekatan gaya sistemis terhadap masalah ini perlu dicari dua lokasi, yang satu di pulau Jawa dan yang lainnya di daerah transmigrasi untuk memantau dan mengkaji penerapan pendekatan sistemis itu untuk meningkatkan produktivitas daerah pedesaan.

Motivasi yang melatarbelakangi minat serta peranserta Pemerintah berkenaan dengan soal produktivitas daerah pedesaan itu. Pada tingkat abstraksi yang lebih umum, usaha pembangunan nasional di Indonesia ini ditujukan kepada peningkatan standar kehidupan, memperluas lingkupan lokasi seluruh kegiatan pembangunan, dan mengusahakan pemerataan pembagian pendapatan rakyat, serta meningkatkan kestabilan ekonomi dan politik yang merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan usaha pembangunan di segala bidang.


Dalam usaha mencapai beraneka sasaran kami itu, kami dihadapkan dengan kenyataan bahwa hampir 80% penduduk kita berkediaman di daerah pedesaan dan melakukan kegiatan yang rendah tingkat produktivitasnya, baik dalam hal tanaman pangan, peternakan, dan budidaya bahan baku untuk keperluan industri pedesaan. Dan bahwa produktivitas rendah memberikan pendapatan yang rendah pula, sedangkan pendapatan yang rendah itu berarti daya-beli yang rendah pula, yang menimbulkan tingkat penghidupan yang rendah.

Maka kami berhasrat mendobrak lingkaran setan dari tingkat pembangunan yang rendah dengan secara nalar memperkenalkan serta memanfaatkan teknologi yang lebih maju. Namun dengan teknologi yang lebih sempurna tidak selalu harus dimaksudkan apa yang disebut orang "tekno- logi tepat-guna"., yaitu jenis teknologi yang serba primitif yang konon lebih sesuai untuk daerah yang agak terbelakang.

Sebagaimana sudah saya tegaskan pada kesempatan lain teknologi yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas di daerah pelosok yang serba terpencil tidak usah terpencil pula dari tingkat ilmu pengetahuan tingkat tinggi. Dan berdasarkan pada pandangan inilah kami telah mengadakan penggunaan eksperimental dari cara-cara fotovoltaik untuk membangkitkan tenaga listrik untuk keperluan pengairan desalinasi (mempertawarkan air asin) dan komunikasi di daerah pedesaan. Cara yang lain untuk pembangkitan tenaga listrik ialah dengan cara gasifikasi ataupun umumnya gasifikasi segala macam limbah pertanian juga sedang diujicoba.
Dalam segala usaha kami ini, tujuannya ialah membuat masyarakat pedesaan menjadi swasembada pada tingkat konsumsi dan standar penghidupan yang lebih tinggi dan dengan demikian memperluas pasaran untuk segala jenis barang produksi perindustrian baik di dalam atau di dekat daerah pedesaan.

Sementara itu tenaga kerja yang tidak lagi terpakai dalam sektor pertanian, karena telah ditingkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian, akan diserap oleh sektor industri, yang kegiatannya meningkat dengan bertambah pasarannya di daerah pedesaan. Dengan penerapan strategi semacam inilah, kita harap akan dapat dilaksanakan transformasi penduduk daerah pedesaan menjadi penduduk dengan tingkat produktivitas serta pendapatan yang lebih tinggi. Jika upaya ini berhasil mencapai tujuan, maka strategi ini akan mentransformasi 80% dari penduduk Indonesia menjadi dasar yang ampuh untuk pembangunan sektor perindustrian Indonesia yang ingin kami pacu.

Dengan ikhlas saya ingin memperkenalkan teknologi yang lebih maju di daerah pedesaan untuk menjadi pertimbangan untuk diterapkan di setiap subsistem daerah pemukiman pedesaan, termasuk : pertanian industri pedesaan, sektor perindustrian umum, pembangkitan tenaga listrik, perumahan, pendidikan, jawatan kesehatan pedesaan, komunikasi dan lain sebagainya. Sungguh mutlak penting bahwa semua ini dilaksanakan secara sistematis dan terpadu, karena sekadar mengalihkan tenaga kerja dari sektor pertanian hanya dengan meningkatkan teknologi pertanian, tanpa pada bersamaan waktu diciptakan kegiatan ekonomis lainnya dengan menerapkan teknologi yang lebih sempurna hanya akan berakibat timbulnya masalah sosial yang lain.

Dalam keseluruhannya itu yang terpenting dalam melaksanakan program-program pembangunan ialah kemampuan dan ketrampilan manusia-manusia Indonesia itu sendiri dalam upaya mengelola sumber-sumber alam secara ekonomis dan berencana dengan memperhatikan lingkungan hidupnya.

Dengan kata lain, tidak perlu dan tidak boleh teknologi pedesaan diartikan seolah-olah merupakan teknologi "kampungan". Jangan lagi dikira bahwa pemecahan masalah-masalah di pedesaan dapat dicapai hanya dengan memakai teknologi-teknologi yang produktivitasnya rendah. Sebaliknya, perlu dipikirakan bagaimana memanfaatkan teknolo- gi yang paling mutakhir bagi penyelesaian masalah di lingkungan pedesaan.

Dalam segala kegiatan itu, sifat serta mekanisme proses alih teknologi pada setiap peristiwa harus diberi perhatian penuh. Harus diusahakan keseimbangan antara segala usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan, dengan upaya untuk merancang mesin yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah.

Saya yakin bahwa berkat keahlian serta pengalaman selama ini, akan dapat mencapai keputusan yang cukup matang, mengenai campuran yang lebih sesuai antara teknologi lokal yang telah disempurnakan dengan teknologi maju yang disesuaikan pula. Saya sadar bahwa tantangan yang kita hadapi cukup berat, namun saya yakin pula akan sanggup menanggulanginya.

Bersambung