Wednesday, October 28, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL VI

Misi BPIS 
Selain PT IPTN, pada saat ini terdapat delapan industri lain yang keberadaannya merupakan wahana bagi trans- formasi bangsa, dan semua industri tersebut adalah industri strategis. Maka untuk mengelola pengembangan seluruh industri tersebut dibentuk Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). Dalam hal ini, BPIS harus dapat menjalankan misi yang diemban sesuai dengan tantangan yang sedang dan akan dihadapi oleh seluruh industri strategis tersebut yang bernaung di dalamnya. Misi BPIS tercermin dalam sepuluh amanat saya sebagai berikut:
  1. BPIS akan bekerja lebih terpadu, produktif dan efisien dalam mengelola keadaan dan perkembangan industri-industri strategis yang tergabung di dalamnya agar secara terpadu, sinkron, serta simultan dapat meningkatkan peranannya dalam mentransformasikan Bangsa Indonesia menjadi bangsa modern yang menguasai teknologi apapun juga dan secanggih apapun serta ilmu pengetahuan untuk pembangunan umumnya, khususnya industri dan pertanian.
  2. Agar semua industri yang tergabung di dalamnya pada waktu ini dan di masa depan dapat mengembangkan dan melaksanakan 4 tahap industrialisasi dalam waktu yang singkat secara mandiri. Secara mandiri berarti bahwa kita secara sistematis tidak menggantungkan diri lagi kepada siapapun juga kecuali kepada bangsa kita sendiri.
  3. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas produk dan produktivitas prestasi perusahaan yang merupakan unsur penting bagi peningkatan produktivitas prestasi nasional.
  4. Meningkatkan penjualan produk-produknya masing-masing di pasaran domestik dan internasional melalui tindakan yang sinkron dan bersamaan, terkoordinir dan terarah.
  5. Mengadakan lintas-informasi perusahaan dalam segala bidang khususnya dalam bidang penelitian dan pengembangan produk baru.
  6. Memperhatikan bersama proses pembentukan kader secepat mungkin, untuk memenuhi peningkatan kebutuhan bangsa yang sedang membangun dan tuntutan zaman modern.
  7. Menciptakan kesempatan dan membantu pembentukan industri menengah dan kecil yang menguasai teknologi maju untuk mendukung industri strategis.
  8. Meningkatkan kerjasama dengan semua laboratorium, baik yang dimiliki perusahaan-perusahaan swasta, BUMN maupun lembaga-lembaga departemental dan non-departemental umumnya di PUSPIPTEK, agar melalui peningkatan kerjasama tersebut, pelaksanaan riset akan dan harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan industri strategis khususnya, dan umumnya industri-industri penunjang dan industri-industri yang akan timbul karena adanya industri strategis tersebut. Dengan demikian pemanfaatan dana menjadi lebih produktif dan efisien dan menghasilkan karya-karya yang nyata di mana diharapkan leadtime antara pemanfaatan ilmu pengetahuan dan hasilnya sampai ke dalam pasaran akan menjadi sesingkat-singkatnya.
  9. Ikut berperan aktif dalam meningkatkan mutu hasil pendidikan pada pendidikan rendah, menengah dan tinggi dalam bidang rekayasa umumnya dan bidang-bidang teknologi apa saja yang berhubungan dengan transformasi industri bangsa kita. Oleh karena itu dialog pimpinan industri strategis dan riset-riset yang dilaksanakan di Perguruan Tinggi, di Lembaga Non Departemen/Departemen dan Swasta serta PUSPIPTEK harus ditingkatkan karena melalui dialog tersebut akan bisa diharapkan peningkatan kualitas pendidikan kita yang sangat menentukan untuk pembangunan bangsa.
  10. Ikut berperan aktif meningkatkan cadangan devisa bangsa melalui substitusi impor dan ekspor non-migas.
Seperti halnya negara-negara sedang berkembang yang lain, Indonesia pun menghadapi kesulitan berupa terbatasnya tenaga terampil, persediaan dana yang tak seberapa, dan fasilitas yang kurang memadai. Dengan demikian, optimasi sumberdaya dan kebebasan ilmiah merupakan tonggak kebijakan yang perlu ditempuh.

PT IPTN SEBAGAI PENDORONG KEMAJUAN IPTEK DAN EKONOMI 

Karena alasan geografis, dan karena pemilikan sumber daya alam dan manusianya, kita merasa bahwa akan tidak bijaksana bagi kita untuk tetap merupakan suatu ekonomi yang berlandaskan pertanian dan bahan mentah saja. Dan berkeyakinan bahwa pengembangan industri manufaktur beserta pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi dan prasarana ekonomi yang diperlukan untuk itu, merupakan suatu hal yang mutlak perlu dan mungkin untuk dilakukan.43 Semua itu tiada lain merupakan upaya kita untuk dapat meningkatkan nilai tambah setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemakmuran berdasarkan Pancasila.


Pada kesempatan ini, ingin saya nyatakan suatu keyakinan, bahwa dengan tekad, komitmen dan dedikasi kita semua, insya Allah, pada tahun 2026 nanti, yaitu lima puluh tahun setelah Indonesia mulai memanfaatkan teknologi canggih dalam penyelenggaraan proses nilai tambahnya, Bangsa Indonesia akan sudah dapat di sejajarkan dengan bangsa-bangsa maju lainnya pada saat itu.

Dibandingkan dengan panjang umur rata-rata orang Indonesia, lima puluh tahun merupakan waktu yang cukup lama. Namun di dalam proses perjuangan hidup suatu bangsa, lima puluh tahun itu hanya sekejap mata. Memang, bangsa-bangsa lain yang dewasa ini telah maju, seperti misalnya Amerika Serikat, Jerman Barat dan Jepang, memerlukan waktu lebih dari seratus tahun untuk mencapai tingkat kemajuan, penguasaan teknologi dan kesejahteraan seperti yang dimilikinya dewasa ini. Namun itu tidak berarti bahwa kita Bangsa Indonesia juga memerlukan waktu yang sama.

Bahwa Bangsa Indonesia akan sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya baru dalam masa Pembangunan Nasional Jangka Panjang Duapuluh Lima Tahun Ketiga, tentu secara implisit berarti bahwa kita sudah menjadi sebuah negara industri sebelum akhir abad ini. Telah menjadi negara industri tentu tidak sama dengan telah menjadi negara maju. Korea, misalnya, walaupun telah tergolong negara industri baru, pada saat ini belum sama dengan Jepang. Demikian pula kita sendiri. Setelah menjadi negara industri, kita akan memerlukan waktu untuk sepenuhnya setara dengan negara-negara maju.

Yang harus disadari adalah bahwa untuk mengejar kemajuan saat ini, kita harus berkembang dengan kecepatan yang cukup tinggi. Karena negara-negara maju tidak berhenti; mereka tetap dinamis dengan kecepatan berubah yang sangat tinggi. Kita perlu menyadari dan berani menghadapi konsekuensi-konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan. Kita harus menyadari langkah kebijaksanaan yang perlu diambil untuk menghadapi perkembangan yang akan datang. Kita harus berani melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem ekonomi, sosial dan bahkan, bilamana perlu, dalam sistem politik kita.

Ini berarti setiap kita dituntut untuk senatiasa mengembangkan gagasan-gagasan baru, ukuran-ukuran baru, karya-karya baru dan visi pengembangan yang jauh melesat karya ke masa depan. Dan menghindarkan diri dari kebiasaan untuk melakukan kerja-kerja non-produktif serta terkungkung pada konsep-konsep baku atau ukuran-ukuran lama yang bersifat konvensional.

Optimisme ke arah itu masih layak dipancangkan, sebab sejauh mengambil contoh perkembangan yang terjadi di Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT IPTN), perkembangan semakin mengarah pada perbaikan dan penyem- purnaan. Meskipun belum sepenuhnya efisien dan produktif, belakangan ini kemampuan produksi dan organisasi produksi PT IPTN dan perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya dalam wahana industri penerbangan telah memperoleh pengakuan dunia internasional.

Semoga dengan prestasi-prestasi yang diraih dalam wahana industri penerbangan ini bisa mendorong prestasi di sektor-sektor lainnya, dalam rangka memperkuat basis keunggulan Indonesia menuju masa depan bangsa yang lebih maju, mandiri dan sejahtera.

Friday, October 23, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL V

PT IPTN Akan Sanggup Bersaing 

Pabrik yang dalam tahap awal memulai operasinya de-ngan asembling bahan baku dan komponen yang diimpor, terjadi hampir di semua bidang industri. Demikian juga halnya di PT IPTN, di pabrik-pabrik tekstil dan pabrik-pabrik kendaraan bermotor. Maka pembangunan pabrik-pabrik farmasi, misalnya, yang pada tahap pertama perkembangannya, masih terbatas pada tingkat pembuatan formula-formula atau assembling, seperti yang telah terjadi sampai saat ini, adalah sejalan dengan pengembangan tingkat pertama dari industri-industri pada umumnya dan dengan demikian sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk merangsang proses industrialisasi dalam segala bidang di Indonesia.

Tetapi jangan dilupakan, asembling bahan baku atau komponen-komponen yang diimpor untuk membuat barang jadi, baru merupakan pelaksanaan tahap pertama dari perkembangan industri tersebut. Untuk perkembangan industri selanjutnya harus dipikirkan bagaimana mengganti, mengadakan atau memproduksi komponen-komponen tersebut di dalam negeri. Sebagai contoh, sekali lagi saya ambil Industri Pesawat Terbang Nusantara bahwa memang benar pada tahap pertama perkembangannya, dimulai dengan assembling pesawat dengan komponen-komponen yang seluruhnya diimpor dari CASA Spanyol, tetapi pada saat ini PT IPTN sudah dapat membuat sendiri seluruh komponen, bahkan beberapa komponen buatan PT IPTN diekspor ke Spanyol.

Semua perkembangan ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu relatif singkat, industri ini telah membuktikan dirinya sebagai suatu wahana yang tepat bagi transformasi bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang mampu mengembangkan industri maju dengan teknologi tinggi. Bahkan pengalaman menunjukkan bahwa wahana ini bukan saja layak, tetapi juga merupakan wahana yang secara ekonomi menguntungkan.

Membuat teknologi tinggi bukan seperti main sulap dengan lampu Aladdin, begitu dikehendaki langsung jadi. Bahwa saya dengan kawan-kawan bisa merekayasa tekno- logi tinggi dan membuat itu semua bukan baru sekarang. Saya tamat SLA tahun 1954, lalu masuk ITB, jadi saya sudah mempersiapkan diri sejak itu. Pada tahun 1955 saya menghadap Bung Karno. Pada kunjungan pertama, beliau memegang kepala saya, ini termasuk suatu kebetulan, sambil mengatakan: "Kamu yang akan mengisi kemerdekaan. Ini adalah masa depan." Dengan kata lain, ini sudah dibarengi dengan persiapan politik, dan ini dilanjutkan oleh Presiden RI ke-2, Soeharto, karena beliau yakin bahwa ini benar.

Sekarang saya ingin menjawab persoalan mengapa teknologgi tinggi, karena teknologi tinggi menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi daripada teknologi rendah. Sangat disayangkan jika kita tidak selalu membutuhkan teknologi tinggi karena tidak mungkin negara dan bangsa yang besar ini bisa survive tanpa pesawat terbang, helikopter, satelit, telekomunikasi, listrik, dan ini semua teknologi tinggi. Kalau bangsa Indonesia hanya menempati satu pulau seperti Singapura, sangat sulit hal ini diceritakan, jadi saya kira alasannya sudah cukup jelas.

Saya pun ditanya tentang pasar pesawat terbang. Tahukah kita bahwa jumlah F-27 dan F-28 yang pernah dijual dan diekspor oleh Fokker, pasar terbesarnya adalah Indo- nesia. Tahukah kita bahwa pasar terbesar pesawat Twin Otter adalah juga Indonesia. Persoalannya: apakah kita rela pasar kita yang harus kita bayar dengan kontan membuat anak bangsa lain semakin hari semakin pintar dan semakin sejahtera, sedangkan anak kita sendiri menjadi jagoan menggosok sepatu saja?

Jadi, saya kira cita-cita Proklamator dengan kawan-kawannya dan seluruh bangsa ini tidak lain ingin mencerminkan getaran jiwa bangsa Indonesia yang mau menentukan nasibnya sendiri, dan tidak mau menyerahkan nasibnya kepada orang lain.

Apakah anak cucu kita langsung berpikir liberal begini? Tidak! Sementara itu, pewujudan/pelaksanaan pikiran itu harus ditempuh secara konsisten dan profesional, karena hanya melalui konsistensi, profesonialisme dan dedikasi yang tinggi serta bekerja secara disiplin sebagaimana ditunjukkan oleh para karyawan PT IPTN, insya Allah kita bisa melaksanakan itu semua dengan baik sesuai dengan harapan rakyat.

Sejajar dengan kegiatan-kegiatan teknis, PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara selalu siap menjalankan tugas-tugas komersiilnya seperti melaksanakan penjualan, penyelenggaraan dukungan produk, penyediaan suku-cadang dan pemberian pelayanan purna-penjualan dalam rangka pemasaran pesawat di pasar dalam dan luar negeri.

Memang benar bahwa pertumbuhan yang sangat cepat ini telah dapat dicapai di bawah perlindungan pasaran domestik karena semenjak ditetapkannya industri ini sebagai wahana pada tahun 1980 impor pesawat-pesawat yang sama jenisnya dengan tipe pesawat yang dibuat PT IPTN telah dibatasi. Namun perlu diingat bahwa perlindungan ini telah dapat menghasilkan terjadinya suatu standardisasi di bidang usaha ini untuk pertama kali dalam sejarahnya. Standardisasi itulah yang kini memungkinkan PT IPTN beroperasi pada skala produksi yang dapat membuat hasil-hasil produksinya dan dapat bersaing di pasaran internasional. Dan saya percaya bahwa pada akhirnya persaingan bebaslah yang merupakan wasit yang paling baik untuk menilai keberhasilan di dalam dunia usaha, pada saatnya Indonesia akan terbuka pasaran Indonesia untuk persaingan internasional sebagaimana Indonesia pun akan memasuki pasaran dunia dengan semua hasil-hasil produksinya.

Apabila di dalam dasawarsa pertama, pemasaran pro- duk-produk PT IPTN ditujukan pada pasar dalam negeri, maka di dalam dasawarsa yang akan datang ini, penjualan ke dalam negeri insya Allah akan diimbangi dengan pemasaran ekspor umumnya, khususnya ke wilayah Asia-Pasifik, ASEAN, dan Timur Tengah.

Dengan 17 CN-235 yang sudah diserahkan kepada pembelinya, ditambah 71 lainnya yang sudah di menangkan dalam tender, maka total semua yang yang sudah dime- nangkan adalah 88 pesawat terbang, atau jumlah total pesanan untuk CN-235 kini sudah mencapai 170 pesawat terbang. Setiap pesawat terbang harga dasarnya adalah 10 juta dollar, jadi seluruhnya bernilai US$1,7 biliun. Coba kita untuk ekspor kayu atau rotan atau gaplek sebanyak itu se-karang, saya tidak mau disalah mengertikan bahwa saya menghina komoditi alam tidak!

Saya kembali ceriterakan itu semua hanya untuk memberikan motivasi betapa pentingnya pasar domestik untuk perkembangan bangsa menjadi bangsa yang modern. Ternyata dalam waktu singkat kita sudah dapat menyerahkan 300 pesawat terbang, yang semula untuk pasaran domestik, dan bahkan sekarang kita sudah mengekspor dan setelah itu kita memberikan lapangan pekerjaan untuk 16 ribu orang.

Dengan perkataan lain, program kerja dan investasi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara tidak saja ditujukan kepada sasaran menempatkan dirinya sebagai suatu bisnis yang berdaya saing internasional dan yang mampu menghasilkan laba bagi pemegang saham dan pajak bagi negara dalam suatu bidang usaha di luar minyak dan gas bumi dan di luar bidang non-migas tradisional sekaligus.

Saya masih ingat waktu peluncuran CN-235 saya lihat beberapa surat kabar nasional membuat suatu karikatur "kapal terbang tidak bermotor"; ada yang mengatakan masa hanya peluncuran saja, pesawat terbang itu tidak terbang. Tapi saya maklum karena orang yang menulis itu tidak pernah memahami pengertian roll-out. Tidak ada in- dustri pesawat terbang di manapun yang meroll-out (meluncurkan) pesawat produksinya, lantas langsung pesawat itu terbang. Mengapa? Karena pesawat itu harus diuji lebih dahulu.

Waktu saya lihat karikatur itu saya tidak marah, ma-lahan menjadi sedih karena orang itu tidak mengerti. Ada yang mengatakan: The airplane never flies. Tetapi, ketika mereka melihat terbang perdananya mereka kaget juga, kenapa bisa juga bangsa kita membuat begini. Mereka heran. Tetapi tiba-tiba mereka kemudian berkata: You never sell the airplane. Tahun 1986 pesawat terbang itu mendapat sertifikasi dari FAA melalui Spanyol saya jelaskan mengapa melalui Spanyol padahal pesawat itu milik Indonesia dan Spanyol.34 Pertama kalau suatu pesawat terbang atau sesuatu yang dimanfaatkan oleh umum mau dimasukkan ke dalam pasar domestik dari negara tertentu, maka produk tersebut harus mendapatkan izin kelaikan supaya orang yang memanfaatkannya tidak mengalami kecelakaan. Kedua, karena semua pesawat terbang atau helikopter atau kapal atau mobil semua harus masuk asuransi.

Ini termasuk proses biaya tambah yang akan meminimumkan costnya dengan risiko yang sekecil mungkin, kalau misalnya pesawat terbang atau mobil itu tidak laik, maka orang tidak mau mengambil asuransi yang tinggi. Tapi jika pesawat terbang itu baik dan hebat dia mau membuat insurance karena dia memang mencari untung. Masalahnya kalau kita mau memasukkan pasaran mana saja termasuk pasaran Amerika, kita membutuhkan sertifikat kela- ikan, tetapi untuk bisa mendapatkannya, kita harus sudah mengikat bilateral airworthiness agreement (BAA) atau perjanjian bilateral dalam bidang kelaikan udara. Persoalannya menjadi antara G-to-G, pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan atau Dirjen Perhubungan Udara dengan Dirjen Perhubungan Udara AS atau Direktur Kelaikan Udarat Indonesia dengan Direktur Kelaikan Udara Amerika Serikat. Dan, pada akhir 1986, kita mendapat sertifikasi dari FAA.


Saya rasa siapapun bisa berpikir secara ekonomis, berdasarkan semua ini apa salahnya kita ambil saluran Spanyol, karena itu kita ajukan sertifikasi FAA melalui Spanyol. Tetapi kita harus mengetahui untuk mendapatkan izin laik udara suatu pesawat terbang itu ada beberapa syarat teknis yang harus dipenuhi. Harus sudah mendapat izin laik terbang di negara yang bersangkutan yang membuat pesawat terbang itu. 60% CN 235 dibuat di Bandung, hanya 40% di Madrid. Semua pesawat terbang yang dijual oleh Spanyol 60% buatan kita karena kita lebih unggul pada kualitas dan biaya. Di dalam hal itu jadi berarti apa dijual melalui Spanyol tokh milik kita juga yang dijual, apakah kita perlu tunggu lewat Indonesia?. Nanti kita bisa-bisa kehilangan kesempatan.36 Ada yang mengatakan produk Indonesia kualitasnya jelek karena itu tidak mendapat sertifikasi ini saya dengar juga tapi saya tidak bodoh untuk ber- diskusi dengan orang bodoh.
Pada tahun 1986 PT IPTN mendapatkan sertifikasi dari Boeing. Ini berarti PT IPTN dikualifikasikan oleh Boeing sebagai salah satu perusahaan yang membuat produk yang bisa dimanfaatkan di dalam semua pesawat terbang yang dibuat oleh Boeing.

Nilai tambah paling tinggi seperti tadi saya katakan kita kejar, dari 1 unit kalau bisa, misalkan, dinaikkan menjadi harganya 1 juta, kalau kita mengeluarkan 1 unit terus harganya hanya jadi dua kali lipat, tiga kali lipat apa yang dibagi? Apa yang mau dibuat pemerataan. Jadi kita harus kejar nilai tambah yang besar. Dan makin banyak teknologi yang canggih makin besar nilai tambahnya. Dalam hal ini PT IPTN mendapatkan order dari Boeing untuk membuat primary structure, bukan sekunder dan tersier. Saya baca salah satu surat kabar yang mengatakan salah satu saingan yang terbesar dari PT IPTN adalah RRC, karena RRC sudah mendapatkan ratusan ribu order roda dan sebagainya. Dia lupa bahwa komponen struktur sekunder dan tersier nilai tambahnya tidak setinggi seperti komponen struktur primer yang dibuat PT IPTN. Bukan karena RRC itu bodoh, RRC pintar dan punya banyak orang, tapi RRC tidak bisa mendapatkan teknologi canggih dan mesin-mesin yang canggih karena ada larangan mesin canggih dari Amerika atau dari dunia NATO diberikan kepada negara komunis.

Jadi, kita harus tahu bahwa dalam tempo 12 tahun saja PT IPTN sudah membuat pesawat terbang dan helikopter bahkan sudah mengekspor komponen untuk industri pesawat terbang raksasa, Boeing. Tahun 1986 waktu PT IPTN mendapat pengakuan dari Boeing sebagai qualified bidder, dan mendapatkan order sebesar US$ 7.000 setelah kita menyelesaikan order itu, mendapatkan order berikutnya senilai US$ 30 juta.


Dan Dr. Yamada, Direktur Utama Kawasaki Heavy Industry, yang membuat pesawat terbang berkata kepada saya: "Yang Anda peroleh dari Boeing itu punya saya". Dr. Yamada protes kepada Boeing, Boeing meminta maaf. Hal ini dilakukan karena PT IPTN memberikan harga yang sangat kompetitif, sementara yen makin kuat saja.37 Boeing memberikan subkontrak waktu itu antara 22 s/d 27 milyar US Dollar sampai pada kurang lebih 3.000 perusahaan yang qualified untuk Boeing, diantaranya 60% dari Amerika Serikat, 31% dari Kanada, dan Eropa 9%.

Mitsubishi Heavy Industry dan Kawasaki baru 10 tahun yang lalu mendapatkan Boeing dan General Dynamic qualification untuk membuat primary structure. Mereka sudah jauh, lebih seratus tahun bekerja, dan pernah membuat Hayabusa, dan lain-lain. Jepang ketinggalan karena tidak boleh membuat pesawat terbang setelah kalah perang, dan sekarang mengejar kemajuan.

Tadi saya singgung sedikit bahwa Indonesia adalah suatu negara yang tidak menguasai proses nilai tambah dan biaya tambah dengan memanfaatkan high technology untuk prasarana ekonomi dan juga untuk kebutuhan dasar manusia.

Kebutuhan dasar manusia mendapat prioritas yang lebih tinggi dari prasarana ekonomi. Tadi dikatakan kalau kita dahulu mau membeli pesawat terbang apakah pesawat terbang militer atau komersial kita selalu pertama menilai hal-hal teknis, apakah memenuhi persyaratan kita atau tidak, kedua persoalan finansial, apakah pembayarannya bisa menggunakan soft loan atau kredit ekspor, ketiga soal jadwal. Sekarang kita tambah kriterianya, yaitu pihak penjual harus memberikan offset. Artinya, kalau kita membeli pesawat terbang F-16, kita sebut angka supaya enak menghitungnya misalnya 100 juta US Dollar, maka kita tahu bah- wa dari 100 juta US Dollar maksimum mungkin harus didaur ulang (recycle) dalam ekonomi kita untuk lapangan pekerjaan di bidang kedirgantaraan. Karena itu saat kita dahulu membeli 12 pesawat terbang F-16 seharga lebih kurang 350 s/d 400 juta US dolar, kita meminta offset senilai 35%.

Siapa yang memberikan offset yang paling tinggi kita beli produknya. Kepada industri pesawat terbang kita minta memberikan pekerjaan pembuatan primary structure, Prancis memberikan 25%, Amerika 35%, maka kita ambil Amerika. Tetapi kita harus tahu bahwa dari 12 pesawat ter- bang dengan 35% offset untuk primary structure itu kita tidak membuat untuk 12 pesawat. Saya telah menanda-tangani offset dengan General Dynamic untuk membuat primary structure untuk 400 pesawat tempur Angkatan Udara Amerika Serikat F-16. Dalam hal ini kita untung dalam ketrampilan.

Dulu kita hanya memikirkan membeli dengan soft loan, sekarang kita memikirkan lapangan pekerjaan, kesempatan bekerja untuk anak cucu kita untuk menjadi lebih pandai, lebih trampil, lebih potensial, mempunyai kualitas lebih tinggi dan nanti akan terus menjalar, dan ini sudah berhasil sekarang antara lain melalui implementasi berbagai program produksi dan subkontrak di IPTN.

Itu kemajuan satu langkah lagi, kita tidak memikir me-ngenai marketing berkait dengan penjualan atau pembelian. Hanya dengan compatibility kita bisa merebut teknologi canggih itu.

Tidak ada satu orang di dunia bisa mengatakan bahwa produksi dalam negeri kita jelek karena produksi dalam negeri kita ternyata dimanfaatkan oleh General Dynamic untuk kapal terbang tempur yang paling canggih di dunia yaitu F-16 dari Amerika Serikat. Tidak hanya itu saja, ternyata komponen pesawat terbang buatan PT IPTN juga dimanfaatkan oleh semua pesawat terbang dari Boeing. PT IPTN mendapatkan 30 paket pembuatan flap untuk 200 pesawat terbang. Semua paket tersebut diselesaikan PT IPTN tepat pada waktunya dengan quality dan cost seperti yang dijanjikan.

Usaha untuk memajukan sektor industri terus diupayakan searah dengan program industrialisasi di tanah air. Demikian pula halnya dengan program riset untuk menunjang kegiatan industri dengan bekerjasama dengan luar negeri. Dalam kerjasama ini dilakukan pertukaran timbal balik para sarjana ke dua negara yang dilakukan sesuai dengan pelaksanaan program riset bersama yang telah di-sepakati sebelumnya. Titik tolak untuk memiliki program riset bersama adalah selalu pemanfaatan ekonomis dari hasil-hasil riset yang diharapkan untuk keuntungan ke dua belah pihak.
Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa :
  1. Pada saat ini suatu proses reorientasi telah terjadi di bidang ilmu pengetahuan, riset dan teknologi. Proses tersebut pada masa mendatang akan meningkat pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
  2. Intensifikasi hubungan antara ilmu pengetahuan dan pembangunan ekonomi dapat terlaksana menurut model Perusahaan/Pabrik Pesawat Terbang PT IPTN, di mana insinyur-insinyur muda dan ahli-ahli kejuruan Indonesia secara terprogram, terarah, dan bertahap dapat langsung berpartisipasi dalam proses industrialisasi Indonesia.
  3. Pada tingkat antar-negara, perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani merupakan contoh efektif dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
  4. Reorientasi kerjasama dengan pihak luar negeri di bidang ilmu pengetahuan, riset dan teknologi harus berlandaskan kepentingan ekonomi ke dua belah pihak. Oleh karena itu pembangunan kapasitas riset secara bersama harus dikonsep untuk jangka waktu panjang.
  5. Partisipasi dunia usaha kedua belah pihak perlu makin dilibatkan dalam perumusan dan pilihan program riset bersama, sehingga pemanfaatan hasil-hasilnya untuk perkembangan ekonomi dapat dijamin.
Pengalihan teknologi seperti dalam kasus PT IPTN merupakan bukti nyata bagi peranan ilmu pengetahuan sebagai jembatan antar bangsa. Beberapa aktivitas dan proyek yang saya gambarkan tadi sekadar contoh di mana sedang dilakukan investasi-investasi pada tingkat yang diperlukan agar Indonesia dapat mengembangkan dan mengubah struktur ekonominya menjadi sistem ekonomi yang lebih seimbang dan berproduktivitas prestasi tinggi seperti yang telah digambarkan di atas.


Bersambung

Sunday, October 18, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL IV

PT IPTN Sebagai Model Alih Teknologi 

Dari contoh PT IPTN yang memproduksi berbagai jenis pesawat terbang dan helikopter, dapat kita lihat bahwa alih teknologi dan keahlian teknis dapat diperoleh dari luar ne-geri secara berencana dan terarah.

Berdasarkan program pengalihan teknologi tersebut, pada mulanya pesawat-pesawat itu didatangkan secara built-up. Tetapi pesawat-pesawat berikutnya didatangkan secara CKD dan dirakit di Bandung. Sehingga jam kerja bangsa Indonesia makin lama makin meningkat dengan jumlah pesawat terbang dan helikopter yang diproduksi oleh PT IPTN. Dalam pada itu, atas dasar "progressive manufacturing plan" bagian-bagian pesawat terbang yang dibuat di Indonesia pun makin banyak digunakan, sehingga setelah empat tahun jumlah jam kerja bangsa Indonesia pada hasil-hasil PT IPTN telah mencapai sekitar 60%, dan dalam sepuluh tahun telah mencapai 100%.

Pengalihan teknologi atas dasar progressive manufacturing plan ini, tidak saja menjamin mutu standard internasional yang diperlukan bagi hasil industri bernilai tinggi, tetapi memberikan kesempatan kerja bagi putera-putera Indonesia dengan gaji yang dapat diandalkan. Sudah tentu dalam proses ini tak pernah dipikirkan untuk membuat sendiri bagian-bagian yang sensitif (rawan) seperti motor, avionik, elektronik dan lain sebagainya. Seperti halnya juga dengan pabrik-pabrik pesawat terbang lain, bagian-bagian ini lebih menguntungkan kalau dipasok oleh perusahaan-perusahaan khusus lain.

Proses pengalihan teknologi menurut contoh PT IPTN tentu hanya dapat terlaksana karena adanya pengertian dari perusahaan-perusahaan yang menjadi partner kita di luar negeri. Mereka bersedia bekerjasama untuk kepentingan ekonomi kedua belah pihak. Dengan cara ini PT IPTN sampai saat ini telah menjual sebanyak 325 unit pesawat terbang dan helikopter di Indonesia dan negara-negara sahabat (1980, red).

Seperti telah sering saya utarakan, bahwa salah satu jalan utama untuk menuju pemerataan dalam pembangunan ialah melalui penerapan teknologi yang mampu memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan nilai tambah dalam proses produksi oleh dan untuk bangsa Indonesia.

Untuk memperjelas hal ini, saya ajukan dua model. Model pertama ialah model PT IPTN yang boleh dikatakan merupakan proses peningkatan jam kerja dan nilai tambah bangsa Indonesia melalui suatu proyek antara suatu perusahaan swasta di luar negeri, masing-masing yang membuat pesawat terbang NC-212 dan NBO-105, melalui program yang kita sebut progressive manufacturing plan tadi.

Pada saat mula beroperasi, nilai-tambah yang diproduksi PT IPTN hanya berjumlah 10 persen dari nilai hasil produksinya. Dewasa ini persentase tersebut telah meningkat menjadi 100 persen. Mutu hasil produksi PT IPTN sama dengan mutu produksi mereka. Ini berarti bahwa PT IPTN telah mencapai kemampuan bersaing di pasaran inter- nasional.

Model kedua ialah bentuk-bentuk kerjasama di bidang riset dan teknologi, seperti yang telah kita tandatangani dengan Amerika Serikat, Jerman Barat dan Perancis yang di kemudian hari ingin kita perluas dengan negara Jepang. Intisari model ke dua ini terletak pada kemungkinan kegiat- an riset dan teknologi secara bersama-sama dan untuk kepentingan ekonomi ke dua belah pihak.

Dalam pada itu, tercatat perkembangan yang cukup menggembirakan pada model pertama itu, yaitu pada akhir 1982 PT IPTN telah dapat menyelesaikan disain dan prototipe pesawat terbang yang dibuat sendiri, bermesin 2 dan berkapasitas 35 penumpang.

Apakah artinya faset dari model pertama ini?

Jawabnya:
  1. Program yang jelas harus ada.
  2. Ia harus dipersiapkan secara konsisten.
  3. Pesawat-pesawat pertama didatangkan secara built-up.
  4. Mulai dari pesawat ke tiga dan seterusnya, jam-kerja bangsa Indonesia, langkah demi langkah terus ditingkatkan sehingga tercapai 100% dari total man-hours yang diperlukan per pesawat.
  5. Pemerintah memberikan perlindungan pasar dalam negeri sehingga penjualan terus meningkat.
  6. Akhirnya dengan kondisi yang berlaku sekarang, perkembangan PT IPTN sebagai suatu industri pesawat terbang yang dapat diandalkan di kawasan Asia Pasifik secara realistis dapat diharapkan. 

PT IPTN akan membantu mengupayakan agar ilmu dan teknologi akan tetap ditujukan kepada pembangunan bangsa. Terlihat dalam arah perkembangan sepuluh tahun yang lalu dan sepuluh tahun mendatang bahwa kegiatan PT Industri Pesawat Terbang Nusantara tidak hanya berdampak intern pada karyawannya saja, tetapi juga mempunyai pengaruh ke luar yang luas tidak saja pada perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengannya, tetapi juga pada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada dunia pendidikan yang merupakan pusat-pusat keunggulan kehidupan bangsa.

Dalam dasawarsa yang akan datang, pelaksanaan produksi dalam negeri atas dasar teknologi canggih serta integrasi teknologi ke dalam wujud produk baru akan diting- katkan dan disempurnakan dengan semakin mempertinggi produktivitas dan efisiensi.

Upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi ini mengharuskan dilaksanakannya peningkatan disiplin serta penyesuaian mental, tidak saja di dalam tubuh PT Industri Pesawat Terbang Nusantara sendiri, tetapi juga di dalam perusahaan-perusahaan yang terkait dengan PT IPTN dalam wahana industri penerbangan.

Ini memang merupakan tantangan besar yang harus dihadapi secara ulet, sabar, konsisten dan pantang menyerah. Yang kita hadapi adalah suatu usaha untuk mengubah visi dan mentalitas bangsa, yang tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian kita harus terus bergiat untuk mentransformasikan diri kita menjadi bangsa yang menghayati dan menerapkan nilai-nilai kemajuan, nilai-nilai efisiensi dan produktivitas. Jika proses transformasi itu mem- tuhkan waktu satu-dua generasi. Dan kalau kita melakukan transformasi bangsa itu mulai saat kita tinggal landas pada tahun 1994, maka perubahan mentalitas bangsa yang menunjang terbentuknya masyarakat industri dan pertanian modern baru akan dapat dimantapkan sekitar tahun 2026.

Batas waktu hingga tahun tersebut mungkin terlihat panjang. Tapi sesungguhnya amat pendek. Jarak waktu yang kita butuhkan untuk mensejajarkan diri dengan bang- sa-bangsa lain yang telah maju sungguh lebih singkat dibandingkan dengan waktu transformasi yang tersedia bagi negara-negara maju. Karena bangsa-bangsa lain terus bergerak maju, maka tak ada jalan lain bagi kita kecuali dengan melakukan proses evolusi yang dipercepat (accelerated evolution). Dan itu hanya dimungkinkan jika kita sungguh-sungguh memperhatikan masalah pengem-bangan sumber daya manusia.

Saya sampaikan itu semua untuk memberikan motivasi. Dan saya rasa kawan-kawan yang sekitar saya yang ikut, dalam industri strategis, industri Hankam, perguruan tinggi dalam bidang engineering yang juga swasta, sama saja. Mereka juga melaksanakan itu.

Bersambung

Sunday, October 11, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL III



Perkembangan Pesat PT IPTN 

Semua itu telah dituangkan dalam suatu skenario dengan konsepsi yang jelas. Saya yakin bahwa semua tantangan dapat diatasi dan segala kemacetan dapat didobrak dalam pembangunan nasional. Konsepsi yang jelas itu dapat saya berikan contoh dengan rencana perkembangan PT IPTN. Dimulai dengan karyawan sebanyak 500 (lima ratus) orang, dan dalam kurun 17 tahun, jumlah karyawannya meningkat menjadi 16.000 orang, atau 32 kali lebih besar dari tahun pertama. Dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggungjawab PT IPTN, Direktorat Teknologi badan usaha milik negara ini telah dapat mengembangkan sejumlah 1200 orang karyawan.
Begitu pun juga investasinya terus berkembang. Sarana produksinya secara bertahap telah juga diperluas sesuai dengan tuntutan masa depan. Ini merupakan pencerminan cepatnya laju pertumbuhan dalam kesempatan kerja yang dapat diperoleh di dalam lapangan usaha ini. Dan ini berarti bahwa PT IPTN nantinya akan lebih besar daripada pabrik pesawat terbang Fokker di Belanda.

Empat tahun setelah berdiri, tepatnya pada tanggal 21 Februari 1980 didirikan sebuah perusahaan patungan bernama AIRTEC, berkedudukan di Madrid, Spanyol dengan saham 50% dimiliki oleh PT IPTN dan 50% oleh CASA. Tujuan perusahaan ini adalah melakukan rancangan pesawat CN-235 dan melakukan pengembanggan lebih lanjut hingga pesawat tersebut memperoleh sertifikat internasi-onal dan dapat dipasarkan secara nasional dan internasional.

Melalui program-program kegiatan itulah putera-puteri Indonesia dalam kurun waktu kurang lebih 13 tahun (1986, red) telah membuktikan dirinya mampu mengalihkan, menyerap, dan mengembangkan teknologi-teknologi yang paling mutakhir; tidak saja di dalam industri pesawat terbang tetapi juga di dalam industri-industri pembuatan kompo- nen-komponen pesawat terbang; tidak saja teknologi di bidang rekayasa (engineering), tetapi juga di bidang manajemen, bidang pemasaran, bidang sistem, bidang komputer, dan sebagainya.

Dan semua teknologi ini diserap, dikembangkan, dan dikuasai secara serasi dan seimbang satu dengan lainnya sesuai dengan keperluan-keperluan nyata untuk mewujudkan suatu produk yang utuh dengan misi tertentu yang jelas dalam batas-batas waktu yang telah ditentukan.

Melalui Pameran Kedirgantaraan Indonesia 1986 yang telah diselenggarakan di Jakarta dan hasil-hasil karya lainnya, kemampuan produksi dan organisasi produksi PT IPTN dan perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya dalam wahana industri penerbangan telah memperoleh pengakuan dunia internasional.

Pengakuan itu meliputi berbagai segi yaitu pertama, pengakuan kemampuan membuat atas dasar lisensi produk-produk teknologi canggih; kedua, pengakuan kemampuan merancang dan membuat pesawat-pesawat baru; dan ketiga, pengakuan kemampuan membuat bagian pesawat, baik dalam bentuk imbal-produksi (off-set) maupun untuk ekspor.
Dengan pengakuan itu maka ruang gerak Bangsa Indonesia di dalam pengadaan barang-barang hasil produksi teknologi tinggi semakin diperluas.

Kini, pilihan Indonesia tidak lagi hanya terbatas pada alternatif-alternatif yang menyangkut teknologi, harga, dan kemungkinan pembelanjaan.

Selama ini, kepada Bangsa Indonesia juga sudah dipercayakan oleh perusahaan terkemuka dari negara maju untuk menangani program produksi sebagian dan produksi atas dasar subkontrak, baik berupa imbal-produksi (offset) dalam menghasilkan produk-produk yang dibeli Bangsa Indonesia antara lain dengan perusahaan Amerika Serikat General Dynamics, dengan Messerschmitt Bolkow Blohm dari Jerman Barat dan perusahaan Inggris British Aerospace, maupun di dalam produksi barang-barang untuk dipasarkan di pasar luar negeri, sebagaimana sedang dirundingkan dengan perusahaan Amerika Serikat, Boeing.

N-250: Kemandirian Pengembangan Teknologi 

Sekarang mari kita berbicara tentang N-250. Seperti kita ketahui, lama sekali kita mempersiapkan pesawat itu. N-250 tidak jadi dalam satu hari saja. Bahkan secara fisik tidak bisa dikatakan dipersiapkan baru dengan beridirinya IPTN. Pertama, berdasarkan keputusan Presiden Soekarno, atau pemerintahnya, banyak yang ditugaskan untuk belajar ilmu dirgantara serta ilmu maritim yang high-tech ke luar negeri pada tahun 1950an. Dan Mandataris MPR Presiden Soeharto yang mengamankan dan mengembangkannya.

Seperti halnya Bung Karno dan generasinya adalah penggali Pancasila. Setelah Pancasila mendapat gangguan berapa kali, yang mengamankannya kalau saya boleh katakan adalah Pak Harto. Pak Harto bukan saja mengamankan tetapi juga mengamalkan, memasyarakatkan dan menerapkan serta mengembangkan yang berarti juga menyempurnakannya. Saya jelaskan tentang Pancasila ini karena ada kesejajaran dengan teknologi.

Kita tahu bahwa dalam anatomi kebudayaan, teknologi itu adalah bagian terpadu dari budaya. Dalam hal ini, ma- nusia Indonesia juga mempunyai bibit-bibit unggul. Namun belum mempunyai kesempatan untuk mekar dan berkembang. Karena 350 tahun ada yang memanipulasinya untuk mekar. Dalam 350 tahun itu kita begitu dikocok dan begitu dihina secara langsung atau tidak langsung, sehingga kita sendiri dan orang tua kita hampir-hampir saja tidak percaya lagi bahwa kita ini sama dengan bangsa-bangsa lain.

Atas dasar pemikiran itulah maka pimpinan bangsa ini tahun 1950 langsung menugaskan putra-putri Indonesia untuk belajar di bidang dirgantara dan maritim. Saya bukan gelombang pertama, gelombang pertama dikirim tahun 1950, gelombang kedua tahun 1951, gelombang ketiga tahun 1952, gelombang keempat tahun 1954. Saya gelombang keempat.

Gelombang sebelum saya sudah berusaha mendirikan industri dirgantara Lembaga Industri Pesawat Terbang. Saya ditugaskan sepuluh tahun setelah perintisnya meninggal. Tetapi juga ada Komando Pelaksana Industri Pesawat Terbang.

Setelah lulus saya tidak boleh pulang dulu. Presiden Soeharto memerintahkan untuk tetap tinggal di Jerman. Tapi pada 1971 Presiden Soeharto mengingatkan agar saya siap-siap. Baru pada akhir Pelita I diperintahkan untuk pulang. Lalu mulai Repelita II April 1974 telah membantu Presiden dalam bidang yang saya tekuni. Dan dengan hal ini penting untuk melihat bahwa hasil karya ini bukan hasil tujuh tahun atau 19 tahun dengan adanya IPTN. Datangnya bukan mulai dari adanya Kepres sejak saya kembali, tapi mulai saat bangsa ini bisa berpikir di luar konteks sekadar memerdekakan bangsa.

Orang-orang dari luar negeri mengakui bahwa karya ini bukan hanya karya bangsa Indonesia melainkan karya umat manusia yang datang dari Indonesia. Ini sebabnya mengapa ketika kita hendak membuka perakitan di Amerika Serikat, 26 kota melamar untuk bisa dipilih menjadi tempat perakitan N-250. Mengapa? Karena mereka yakin pesawat tersebut pesawat unggul. Karena mereka berbicara produk unggul itu bukan produk satu bangsa tapi seluruh umat manusia.

N-250 ini hendaklah dilihat sebagai karya generasi penerus. Mereka merekayasa dan membuat N-250. Usia mereka rata-rata di bawah 40 tahun. Jika media massa menokohkan The Man of Indonesia Merdeka 50 Tahun, yang layak menerima penokohan itu adalah mereka yang membanggakan dan menjadi harapan bangsa.

Banyak di antara mereka tidak pandai berbicara, tapi otaknya dinamis. Misalnya yang ahli masalah fly-by-wire atau yang lainnya. Mereka bekerja sampai jam 2 malam, mereka tidur hanya 2 jam dalam 24 jam. Itu terjadi bukan hanya satu hari tapi berbulan-bulan. Karena itu saya makin yakin pada mereka. Bila perlu saya pasang badan saya untuk dijadikan perisai bagi pejuang-pejuang yang kita banggakan itu.

Biasanya penerbangan perdana merupakan rahasia per- usahaan. Tapi karena maknanya jauh lebih luas daripada persoalan teknis, maka kami buka untuk masyarakat. Ba-nyak anggota kabinet menyampaikan komentar spontan bahwa setelah N-250 berhasil terbang, mereka akan berdiri tegak ke manapun.

Banyak kalangan yang kurang percaya dengan N-250. Tapi dengan suksesnya penerbangan perdana, saya kira mereka akan berbondong-bondong kemari untuk mengeta- hui lebih jauh.

Kelahiran N-250 diwarnai kontroversi karena masyarakat kita sangat heterogen. Mereka yang mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan tinggi terbatas. Saya kira hal itu juga disebabkan tidak diberinya kesempatan selama penjajahan 350 tahun. Kontroversi itu normal saja. Buat saya hal itu bukan ancaman tapi tantangan.
Masalah dana untuk pengembangan N-2130, berdasarkan perkiraan saat ini, total investasi untuk proyek N-2130 mencapai US$ 2 milyar. Pembiayaannya tidak berasal dari pemerintah. Kami mengandalkan penjualan saham perusahaan yang akan membuat pesawat N-2130 tersebut kepada orang Indonesia. Kalau misalnya harga persaham US$ 1.000, kami hanya perlu menjual dua juta saham. Harus diingat bahwa jumlah orang Indonesia yang termasuk kelas menengah ke atas makin banyak.

Kami berupaya untuk mendapatkan sertifikasi dari berbagai badan penerbangan, baik dalam negerimaupun inter- nasional. Diperkirakan Juni 1997 N-250 mendapatkan ser- tifikasi dari lembaga penerbangan dalam negeri dan akhir Desember 1997 memeperoleh sertifikasi FAA. Dengan demikian, diharapkan pada kuartal pertama 1998 sudah bisa dilaksanakan penyerahan pertama.

Produksi N-250 di AS tidak akan mendahului produksi di Bandung. Karena di AS hanya ada fasilitas perakitan. Karena itu, AMRAI sangat tergantung pada Bandung. Ka- mi akan memperluas fasilitas produksi dengan tambahan lahan 10 hektar.

Untuk AMRAI kami mendapatkan lahan 15 hektar di Alabama yang prasarananya seperti listrik, telepon dan sebagainya sudah disediakan. Bukan itu saja, di sana bahkan penghargaan diberikan kepada kami dengan memberi nama khusus sebuah tempat: Gatotkoco Drive. Dan kami hanya bayar sewa tanah US$1 permeter pertahun.

Tentang pemasaran pesawat ini persoalannya bukan terletak pada pesawatnya melainkan pada dukungan pembia- yaannya. Karena itu Departemen Keuangan, Bank Indone- sia, dan BPIS sedang merancang pembentukan sebuah per- usahaan leasing tidak hanya untuk penjualan pesawat tapi juga seluruh produk BUMNIS seperti Palindo Jaya atau Argo Bromo.

Yang perlu dimengerti adalah bahwa perusahaan leasing itu bukan institusi sosial. Perusahaan itu tidak mensubsidi industri pesawat terbang melainkan merupakan perusahaan pencari untung. Sebagai contoh, kami kini sedang berunding dengan Gulf Stream Airline dari AS yang ingin membeli 10 unit N-250. Persoalannya bukan pada pesawat tapi pada tidak adanya pembiayaan. Untuk mengekspor N-250 bantuan perusahaan leasing sangat penting.

Kembali pada rencana pembentukan perusahaan leasing, apakah nanti seluruh sahamnya dimiliki swasta, itu tergantung pada pemerintah. Buat kami yang terpenting bukan siapa yang memiliki saham melainkan kami bisa mendapatkan cash money. Kalau ditanya: mengapa Menteri Keuangan terlibat dalam proses itu, karena dia merupakan wakil pemerintah sebagai pemegang saham BUMNIS.

Perusahaan leasing ini didirikan untuk memberikan fasilitas kepada customer untuk membeli produk dari BPIS. Sebagai contoh, Mitsubishi Corporation yang punya bank untuk wadah dalam memberikan pelayanan kredit bagi holdingnya itu sendiri. Nama bank itu Mitsubishi Bank. Sedangkan Daimler Benz, walaupun tidak punya bank, tapi sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Deutsche Bank. Jadi, sama saja. Yang memberikan pelayanan kredit ke Daimler Benz adalah Deutzsche Bank.


Dalam kaitan ini, ada beberapa alternatif. Bisa saja nanti BPIS memiliki bank sendiri. Tapi persoalannya syarat untuk membuat bank itu macam-macam dan perlu proses panjang. Padahal, saya perlu cepat-cepat menjual produk BPIS. Ada cara lain, misalnya bank BUMN yang ada ikut dalam pembiayaan selaku leasing company. Kalau menjual produk dengan nilai kecil-kecil umpamanya pembelian satu pesawat terbang yang harganya cuma 15 juta dollar AS, ditangani oleh BPIS sendiri. Tapi kalau pembelian satu armada yang harganya 140 juta dollar AS, BPIS bisa membuat konsorsium dengan bank lain.

Inti persoalannya, bahwa tidak ada satu pun pembeli saat ini yang mau membeli suatu produk kalau itu harus dibayar tunai. Sekarang orang belanja di toko atau makan di restoran saja sudah pakai kartu kredit. Coba saja satu res- toran menulis di depannya "Harus Bayar Tunai", tak bakal laku. Tapi kalau restoran itu menerima pembayaran dengan kartu kredit, banyak yang mau makan di situ. Bayangkan beli makanan sekarang orang lebih suka pakai kartu kredit, apalagi beli pesawat terbang atau kapal laut. Sebab, orang belum tentu punya uang kontan. Mungkin orang hanya punya uang pas-pasan sehingga untuk memperoleh satu produk dia hanya bisa membayar dengan kredit bank. Masalah seperti ini yang menjadi kelemahan BPIS. Kita tidak punya bank yang mau memberi pelayanan jasa seperti itu.

Untuk mengatasi hal ini, sebenarnya saya sudah menulis surat kepada Menteri Keuangan. Sudah ada jawaban dan sudah mendapatkan izin. Tapi tidak bergulir, dalam arti, tidak ada inisiatif dari perbankan pemerintah atau swasta nasional untuk siap mendukung penjaulan produk BPIS dengan fasilitas kredit dari bank kita.

Kendati demikian, tidak berarti BUMNIS rugi terus karena kesulitan penjualan. Bukan rugi. Setiap pesawat terbang, kapal laut atau kereta api yang dibuat an sich pada dirinya untung. Cuma jumlah penjualannya tidak mencukupi. Karena konsumen tidak mau beli dengan bayar kontan. Konsumen mau beli dengan fasilitas kredit. Karena itu, kalau BPIS punya bank yang menjadi finance service sebenarnya kita tidak punya masalah. Apalagi, dilihat dari segi pasasar maupun teknologi, produk BPIS pasti unggul. Saya yakin banyak yang meminatinya tapi terbentur masalah dukungan bank. Dan saya sudah teriak-teriak tapi tidak ada yang tertarik. Itulah sebabnya mengapa kita membuat pab- rik perakitan di Amerika Serikat dan Jerman, sebab mereka membuat simbiose dengan perbankan di sana.

Selain itu, sekarang ini IPTN sedang bernegosiasi de- ngan Uni Emirat Arab untuk membuat joint venture. UEA yang pertama menawari. Semula UEA minta offset, tapi karena UEA tidak punya pabrik dan SDM yang memadai, akhirnya UEA tertarik untuk membentuk leasing company. Bahkan tadinya UEA minta supaya kita mau memberikan hak kepadanya untuk membiayai 100% seluruh produk yang dijual BPIS. Kita tengah bernegosiasi dalam hal ini.

Daripada saya sorak-sorak di sini tapi tidak ada tang- gapan, lebih baik saya membuat patungan dengan UEA. Karena tidak ada jalan lain, terpaksa saya mau patungan dengan UEA karena butuh uang cash untuk membuat dan menjual pesawat. Kalau jalan ini tidak ditempuh kita rugi. Selain itu, belum lama ini ada seorang teman Pak Bustanil Arifin dari Amerika Serikat yang dulu membantu finance beras, dia mau ikut berpartisipasi dalam joint venture dengan UEA. Bayangkan orang asing saja begitu. Tapi dari Indonesia tidak ada.


Bersambung

Monday, October 5, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL II


Arah Perkembangan PT IPTN 

Dalam melaksanakan amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara agar diletakkan kerangka landasan bagi bertumbuh dan berkembangnya Bangsa Indonesia untuk dapat di atas kekuatan sendiri mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka melalui berbagai usaha untuk menghadirkan teknologi canggih, PT Industri Pesawat Terbang Nusantara bersama industri lain telah berupaya untuk ikut menumbuhkan sektor industri yang kuat agar dapat melengkapi sektor pertanian yang tangguh.

Dalam usaha ini ditempuh suatu proses transformasi teknologi dan industri yang terdiri dari empat tahap.

Tahap pertama yang paling mendasar adalah penggunaan teknologi canggih atas dasar lisensi dalam produksi dalam negeri pesawat-pesawat terbang seperti NC-212-100 "Aviocar" dan helikopter NBO-105, NBell-412, dan NAS-332 Super Puma. Tahap ini telah dimulai sejak 1976.

Tahap kedua adalah integrasi teknologi-teknologi canggih dalam desain dan pembuatan produk-produk baru. Dalam hal ini, PT IPTN melakukan rancang bangun pesawat terbang CN-235 bersama-sama dengan CASA (Construc- ciones Aeronauticas SA), Spanyol.

Pengembangan tahap kedua industri ini dimulai 1980 dengan didirikannya Aircraft Technologies Corporation (AIRTEC), sebuah perusahaan patungan antara PT IPTN dan CASA dengan masing-masing memiliki saham limapuluh persen. Maksud pendirian AIRTEC adalah untuk me- rancang dan membuat beberapa prototipe pesawat terbang yang sama sekali baru, yaitu CN-235.

Tahap ketiga adalah pengembangan teknologi berupa penyempurnaan teknologi yang telah ada dan pengem-bangan teknologi baru dalam rangka usaha merancang dan membuat produk-produk masa depan. Dalam hal ini, PT IPTN merancang dan memproduksi sendiri pesawat terbang N-250, pesawat penumpang komuter dengan kecepatan tinggi dalam daerah subsonik secepat 330 knot dan jarak terbang 800 nm yang dirancang bangun seluruhnya oleh putra-putri Indonesia dalam rangka kerjasama internasional dengan perusahaan dirgantara terkemuka seperti Boeing, Allison, Collins, Messier Bugatti, Auxilec, Dowty, Lucas, BGT, Liepher-Lucas, Avio, dan lainnya sebagai pelopor pelaksanaan skenario ekonomi abad mendatang untuk menghasilkan produk unggul yang mengintegrasikan karya-karya unggul umat manusia untuk dipersembahkan dalam pasar global sebagai produk unggul berkualitas tinggi dengan biaya rendah.

Peluncuran N-250, yang mempergunakan teknologi fly-by-wire telah dilaksanakan 10 Nopember 1994 baru lalu, sedangkan uji terbang untuk mendapatkan sertifikasi FAA dimulai Agustus 1995.

 
N-250, pesawat abad XXI berteknologi paling mutakhir ini, akan merupakan wahana melalui mana putera-puteri Indonesia akan berperanserta secara aktif guna meningkatkan pengalaman dan keterampilannya, dalam memecahkan masalah-masalah kompleks dalam bidang material, bidang aerodinamika, bidang konstruksi, bidang elektronika, kebisingan, dan sebagainya.

Selanjutnya dalam pengembangan industri pesawat terbang mungkin PT IPTN akan menempuh program berupa pengembangan pesawat jet buatan Indonesia seperti pesawat penumpang berkapasitas lebih besar, pesawat pelatih, serta pesawat tempur.

Tahap keempat adalah melakukan penelitian dasar secara besar-besaran. Dasawarsa mendatang bagi PT IPTN akan merupakan dasawarsa peningkatan pelaksanaan tahap pengembangan penelitian dasar.

Apabila dalam melaksanakan tahap produksi lisensi dan integrasi teknologi, PT IPTN merupakan ujung tombak bagi kemajuan bermacam-macam perusahaan-perusahaan penghasil prasarana, sarana, komponen dan material yang terkait dengan proses-proses nilai-tambah PT IPTN, maka di dalam tahap pengembangan teknologi sekarang ini, PT IPTN tidak hanya akan membantu memberi arah bagi kemajuan perusahaan-perusahaan tersebut, tetapi juga akan ikut mengembangkan berbagai laboratorium di PUSPIPTEK, Serpong, seperti Laboratorium Uji Konstruksi, Laboratorium Aerodinamika, Gasdinamika dan Getaran, La- boratorium Elektronika, Laboratorium Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi, dan Laboratorium Propulsi, serta dapat ikut memajukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan perguruan tinggi.

Di dalam pelaksanaan penelitian dasar, dengan sendirinya titik berat kegiatan akan beralih ke laboratoria dan sarana-sarana penelitian di PUSPIPTEK dan perguruan tinggi. Tidak pada tempatnya PT IPTN mempunyai peran utama di sini. Ini tidak berarti bahwa PT IPTN sama sekali tidak mempunyai fungsi. Melalui inovasi-inovasi yang melahirkan pesanan-pesanan pekerjaan pada laboratorium dan sarana penelitian dan pengembangan di PUSPIPTEK dan Perguruan Tinggi, PT IPTN akan berperan sebagai pemberi arah dan sebagai pihak yang ikut menjamin bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan berkembang memisahkan diri bagaikan dalam menara gading.

PT IPTN akan membantu mengupayakan agar ilmu pe-ngetahuan dan teknologi akan tetap ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan bangsa.
Hal ini dapat dilihat dari arah perkembangan program kegiatan PT IPTN yang tidak hanya berdampak intern pada karyawannya saja, tetapi juga mempunyai pengaruh ke luar yang luas tidak saja pada perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengannya, tetapi juga pada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada dunia pendidikan yang merupakan pusat-pusat keunggulan kehidupan bangsa.

Dengan perkataan lain, program kerja dan investasi PT IPTN tidak saja ditujukan kepada sasaran menempatkan dirinya sebagai suatu bisnis yang berdaya saing internasional dan yang mampu menghasilkan laba bagi pemegang saham dan pajak bagi negara dalam suatu bidang usaha di luar minyak dan gas bumi dan di luar bidang non-migas tradisional sekaligus.

Di samping ditujukan pada sasaran yang sangat penting itu sebagai layaknya suatu badan usaha milik negara, program dan investasi perusahaan ini juga ditujukan pada sasaran membina perusahaan-perusahaan nasional lainnya, sasaran meningkatkan lapangan pekerjaan, dan sasaran mengembangkan suatu modal nasional bagi pembangunan berupa kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sambil mengupayakan membuka cakrawala penglihatan dan harapan masa depan bangsa.

PT IPTN Menyandang Misi Ekotekhan 
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Industri Pesawat Terbang Nusantara ini hanya dapat berhasil jika mendapatkan dukungan dan pengamanan dari seluruh bangsa lndonesia, dari pimpinan nasional, pemerintah baik sipil maupun militer, seluruh lapisan masyarakat dan pihak pengusaha swasta.

Sesuai dengan falsafah berawal dari akhir dan berakhir dengan awal, PT IPTN bukan hanya persoalan angkatan bersenjata, tetapi merupakan persoalan pembangunan dan pertahanan seluruh bangsa.

Dalam rangka pengalihan teknologi ke Indonesia dan untuk kepentingan pembangunan nasional baik ditinjau dari sudut ekonomi, teknologi, maupun pertahanan, pendirian PT IPTN adalah sangat tepat dan benar. Karena itu untuk pendirian industri tersebut saya laksanakan tanpa ragu-ragu dan saya dapat mempertanggung-jawabkannya. Faktor yang membuat saya tidak ragu-ragu ialah tendensi industri-industri pesawat terbang besar di dunia untuk menghasilkan pesawat-pesawat yang lebih besar belakangan ini.

Perusahaan-perusahaan pembuat pesawat terbang Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, Amerika Serikat dan Rusia mengalihkan produksinya untuk menghasilkan pesawat- pesawat yang lebih besar, misalnya, perusahaan Fokker membuat F-27 dan kemudian F-28, dan merencanakan pembuatan pesawat terbang yang lebih besar lagi. Dengan tendensi ini pemenuhan kebutuhan pesawat terbang yang lebih kecil akan menjadi sukar atau mahal sekali.

Sedang pesawat terbang kecil dan sederhana ini masih diperlukan Indonesia mungkin sampai tahun 2000. Pemakaian pesawat terbang kecil dan sederhana ini akan lebih murah bagi kita untuk pengangkutan di daerah terpencil saperti di Kalimantan, Irian Jaya, karena pembuatan jalan-jalan dan jembatan akan lebih mahal. Pesawat-pesawat kecil akan mahal sekali kalau dibeli dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan pesawat-pesawat besar, karena sarana-sarananya seperti hanggar, enjinering dan teknologinya disesuaikan dengan produksi pesawat terbang besar, sehingga overhead cost-nya akan tinggi, kalau menghasilkan pesawat-pesawat kecil.

Di negara-negara maju mungkin masih akan dihasilkan pesawat terbang kecil tetapi ini adalah pesawat-pesawat eksekutif dan sport yang tidak sesuai dengan kebutuhan di Indonesia. Alasan yang kedua untuk mendirikan industri ini ialah untuk memperkuat bargaining position kita pada saat kita melakukan pembelian pesawat terbang besar dari negara-negara maju.

Umum berlaku bahwa pembelian pesawat terbang dari negara lain, negara pambeli tidak membayarnya 100% dengan uang tetapi sebagian dengan manhour. Negara pembeli pesawat akan mengirimkan seharga yang disetujui, katakan 30% dari harga pembelian dengan parts atau komponen-komponen pesawat terbang yang dibutuhkan oleh negara penjual pesawat terbang. Hal ini menjadi mungkin kalau negara pembeli sanggup dan diakui dapat menghasilkan parts dengan standard internasional. Dengan cara ini negara pembeli akan mendapatkan bagian pekerjaan dari pembeliannya, dan memberi pekerjaan kepada karyawannya, keuntungan serta overhead yang seharusnya dibayar kepada negara penjual akan tinggal pada negara pembeli.

Selama ini kita baru dalam tahap membeli pesawat terbang atau alat-alat perindustrian lainnya. Pemikiran kita hanya tertuju pada harganya saja atau added costnya saja. Kita belum memikirkan partisipasi dalam pembuatannya. Hal seperti di atas perlu juga diterapkan di Indonesia, tetapi tentunya dengan memenuhi ketentuan, bahwa kita telah mempunyai industri yang telah diakui secara internasional, dan dapat menghasilkan parts dengan standard yang telah ditentukan. Untuk itu perlu investasi besar, investasi perangkat keras misalnya hanggar, permesinan, peralatan dan sarana-sarana lainnya, demikian juga perangkat lunak merupakan keahlian dan ketrampilan dalam berbagai bidang.

Untuk ini perlu tenaga-tenaga pekerja di-upgrade, dilatih di dalam dan di luar negeri. Di dalam pemindahan teknologi, mungkin timbul pertanyaan kenapa dimulai dengan industri penerbangan? Tujuan kita yaitu maksimumisasi added value dan industri ini dapat memberi nilai tambah yang tinggi. Kalau nilai tambah pembuatan Mercedes kurang lebih dua kali dari nilai tambah pembuatan Volkswagen, maka added value dalam pembuatan pesawat terbang akan berjumlah puluhan kali dari added value pembuatan mobil Mercedes.

Mengenai perkembangan pemasaran pesawat terbang, apabila dalam dasawarsa pertama, pemasaran produk-produk PT IPTN ditujukan pada pasar dalam negeri, maka dalam dasawarsa mendatang, penjualan ke dalam negeri akan diimbangi dengan pemasaran ekspor umumnya, khususnya ke wilayah Asia-Pasifik, ASEAN, dan Timur Te-ngah. Upaya merealisasikan hal ini sedang ditempuh. Namun jelas bahwa kegiatan PT IPTN dalam dasawarsa ber-ikutnya tidak hanya akan dibatasi pada produksi dan integrasi teknologi.

Kalau pada saat ini PT IPTN dapat mempekerjakan 16.000 orang tenaga kerja dengan standard internasional maka yang menikmatinya bukan hanya mereka, karena industri ini juga membuka kesempatan untuk usaha subkontrak dalam bidang elektronika, avionika, karoseri dan barang-barang lain untuk pesawat terbang. Hal ini berarti industri pesawat terbang Nusantara dapat memberi suatu multiplier effect yang luas.
Di samping ditujukan pada sasaran yang sangat penting itu sebagai layaknya suatu badan usaha milik negara, program dan investasi perusahaan ini juga ditujukan pada sasaran membina perusahaan-perusahaan nasional lainnya, sasaran meningkatkan lapangan pekerjaan, dan sasaran mengembangkan suatu modal nasional bagi pembangunan berupa kemampuan ilmu dan teknologi, sambil mengupayakan membuka cakrawala penglihatan dan harapan masa depan bangsa.

Bahkan dalam tahap pertama pengembangannya telah dapat dibawa berkembang berbagai jenis usaha melalui kaitan-kaitan ke depan dan ke belakang. Dewasa ini PT IPTN telah berkembang menjadi pusaran bagi sebanyak seratus enambelas buah perusahaan domestik. Di antara mereka, ada yang mulai beroperasi dengan lima orang dan sekarang telah berkembang menjadi duaratus orang. Lainnya ada yang kini telah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan asing dalam memasok berbagai komponen yang dibutuhkan PT IPTN. Maka pertumbuhan apa yang saya telah namakan wahana kesembilan yang tidak terlihat telah pula dimulai.

Dari satu sudut, perusahaan-perusahaan ini memang dapat dipandang sebagai sekadar merupakan penyedia barang dan jasa. Namun sebenarnya, mereka merupakan inti sekelompok perusahaan yang kelak di kemudian hari dapat berkembang menjadi pelaksana-pelaksana proses nilai-tambah yang hasilnya menjadi masukan bagi proses nilai tambah berteknologi canggih pada PT IPTN. Dengan diselenggarakannya proses pengembangan ini secara terarah dan terkendalikan, maka secara bertahap dapat dikembangkan wahana industri penerbangan terdiri dari PT IPTN didukung oleh kurang lebih empat ratus perusahaan lainnya, sebagai salah satu dari kedelapan wahana transformasi teknologi dan industri Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang menguasai teknologi dan industri modern.

Seperti saya jelaskan berkali-kali, untuk merebut, me-nguasai, mengembangkan, dan mengendalikan serta memanfaatkan teknologi canggih diperlukan sumberdaya ma-nusia yang handal dalam jumlah yang memadai. Untuk itu, jika Amerika Serikat dengan 270 penduduknya untuk unggul di bidang teknologi canggih (industri militer dan dirgantara) hanya memerlukan 2,8% penduduknya; Jerman untuk unggul di bidang industri baja, petrokimia dan mobil hanya membutuhkan 3,5%. Dan Jepang untuk unggul di bidang otomotif dan elektronik hanya perlu 1,5%; maka bagi Indonesia, jika telah ada 1 persen saja dari seluruh penduduknya yang bergelut di bidang teknologi canggih, bisa dianggap telah memadai.


Bersambung

Friday, October 2, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL I


"PT. IPTN akan membantu mengupayakan agar ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetap ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan bangsa. Program kegiatan PT IPTN tidak hanya berdampak intern pada karyawannya saja, tetapi juga mempunyai pengaruh ke luar yang luas tidak saja pada perusahaan-perusahaan nasional lainnya yang berkaitan dengannya, tetapi juga pada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada dunia pendidikan yang merupakan pusat-pusat keunggulan kehidupan bangsa. 

Dengan program kegiatan dan rencana investasi yang ditentukan diharapkan pada abad mendatang PT IPTN sudah akan semakin mampu untuk bertumbuh dan berkembang secara setara dengan perusahaan unggul lainnya di dalam suatu lingkungan dunia internasional yang semakin canggih, serta semakin mantap dalam menunjang transformasi Bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang memanfaatkan teknologi canggih untuk industri menuju masyarakat yang dicita-citakan."
~Prof. B.J. Habibie~

Pada saat ini jumlah penduduk Indonesia sudah mendekati 186 juta, dan pada tahun 2000 diperkirakan akan mencapai kurang lebih 210 juta, dan pada tahun 2030 penduduk Indonesia akan menjadi kira-kira 260 juta orang. 

Lantas, timbul persoalan: dapatkah kita memberikan proses nilai tambah pribadi pada setiap manusia Indonesia mulai waktu sekolah sampai pensiun? 


Katakanlah kalau setengah dari 260 juta atau 130 juta orang membutuhkan lapangan pekerjaan dan pendidikan, dapatkah kita hanya menyediakan dengan pertanian dan agraria dari kekayaan alam? Saya telah memeriksa data, malah angka yang menunjukkan manusia Indonesia mencari lapangan pekerjaan setahun mencapai 2,4 juta orang.

Lantas dapatkah kita memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka hanya melalui usaha tradisional? Dengan cadangan minyak yang ada, dan dengan produksi minyak yang kita keluarkan setiap hari, maka 20 tahun lagi cadangan minyak kita habis. Memang kita punya cadangan gas alam yang cukup besar di Natuna, kita termasuk pemilik cadangan gas alam yang paling besar. 


Jika kita ekspor seluruhnya dengan angka yang berlaku sekarang ini, ternyata dalam 50 tahun cadangan itu baru akan habis. Dapatkah kita mempertanggung jawabkan kepada anak cucu kita kalau kita terlalu konservatif dan tidak berani menantang dan mengambil terobosan untuk tidak hanya tergantung pada kekayaan alam? Tetapi yang lebih penting sesungguhnya kita ingin me-ngembangkan kekayaan Indonesia yang paling berharga, yakni manusia yang terbaharukan. 


Kita setuju bahwa kita harus memikirkan hari sekarang dan juga hari besok tetapi jangan kita lupa meletakkan batu-batu pertama untuk hari jauh ke depan. Mungkin anda bertanya: mengapa saya ditugaskan oleh Bapak Presiden tepatnya pada tanggal 24 Januari 1974 untuk mempersiapkan industri yang paling canggih dalam hal ini industri pesawat terbang? Pada waktu itu saya pernah membaca artikel yang mengatakan bahwa kita tidak perlu mendirikan industri pesawat terbang, sebaiknya kalau kita membutuhkan pesawat terbang, kita membeli saja, itu lebih murah. 


Memang kalau dahulu kita biasa membeli pesawat terbang atau membeli kapal atau membeli apa saja yang kita butuhkan untuk prasarana ekonomi kita, dan untuk itu kita melihat hanya tiga kriteria, pertama teknis, kedua finansial, ketiga delivery time, itu saja. 

Teknis; apa yang memenuhi pasaran yang kita butuhkan. Finansial: cara pembayaran apakah yang paling baik, kalau bisa kita membeli dengan pinjaman lunak (soft loan). Dan ketiga adalah schedule: penyerahan pesawat jangan terlambat karena kita butuhkan selekas mungkin, jadi harus sesuai dengan rencana. 


Sampai di situ saja pandangan kita, karena kita sudah dimanjakan bahwa kita punya banyak kekayaan alam. Tetapi kita harus ingat bahwa kekayaan alam yang paling penting hanya bisa dimanfaatkan sebagai potensi ekonomi jika manusia telah mengalami proses nilai tambah pribadi dan setelah itu bisa ikut berperan serta dalam proses nilai tambah dan proses biaya tambah materi.


Kalau tidak, manusia itu tetap merupakan problem sosial dan tidak merupakan potensi ekonomi, dan kita harus tahu tidak begitu saja manusia bisa dikembangkan. Kita lihat misalnya tahun 1976, waktu industri pesawat terbang PT IPTN dimulai, karyawan PT IPTN hanya 500 orang dan kurang lebih 17 insinyur, sekarang sudah mencapai 16.000 karyawan dan 2000 insinyur. Karyawan itu mengalami proses nilai tambah tersendiri, termasuk insinyurnya juga.

 Lantas, saudara bertanya: kalau begitu apa hasilnya? Setiap hari dan bahkan setiap menit saya bertanya pada diri saya sendiri demikian juga. Dan saya tahu ja-wabannya bahwa saya harus memberikan penghasilan kepada mereka. Jika keterampilan para tenaga muda ini hendak dikembangkan secara signifikan, maka mereka tidak cukup hanya disosialisasikan ke dalam proses-proses produksi padat karya saja, tetapi juga harus diperkenalkan ke dalam proses-proses produksi yang berteknologi tinggi. 

 Mengingat kelemahan sektor swasta untuk memikirkan secara sungguh-sungguh upaya penciptaan sumberdaya manusia berkualitas tinggi ini, pemerintah merasa perlu untuk menyediakan suatu wahana bagi kader-kader muda untuk tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang inovatif dan berketerampilan tingkat tinggi. Itulah salah satu alasan mengapa kita terdorong untuk membangun industri-industri strategis. Selain bertujuan ekonomis, pendirian industri-industri ini tiada lain dalam rangka turut mempersiapkan tenaga-tenaga unggulan sebagai basis keunggulan kompetitif bangsa Indonesia di masa depan. 


Dalam hal ini kita harus melihat masalah itu dengan kaca mata yang obyektif. Dalam waktu 18 tahun, apa yang telah terjadi setelah teknologi canggih masuk secara profesional di bumi Indonesia dengan berdirinya Industri Pesawat Terbang Nusantara. Dalam 18 tahun itu, kita telah bisa menyediakan dalam bidang teknologi canggih sebesar 16 ribu orang dan bahkan sasarannya adalah pada abad mendatang PT IPTN akan mempekerjakan 60 ribu karyawan. Mereka bukan orang yang diam saja. Mereka membuat proses nilai tambah dengan mengontrol kualitas, biaya dan jadual hingga sekarang telah menghasilkan produk nyata berupa lebih dari 300 pesawat terbang dan helikopter untuk pasar domestik. Bukan itu saja, perusahaan itu sudah mengekspor NC-212 dan CN-235 untuk pasar internasional.

Saya rasa tidak tepat pendapat orang lain yang menganggap bahwa teknologi canggih itu tidak tepat untuk bangsa Indonesia. Saya mau menggaris-bawahi, apakah kayu atau rotan, apakah minyak, apakah kelapa sawit, semua itu penting? 

Semua kita harus ekspor untuk mendapatkan pendapatan non-migas lebih banyak, tapi jangan hanya itu, kita jangan menutup pintu semua yang berbau canggih untuk proses nilai tambah. Untuk mendapatkan devisa, kita harus meningkatkan produktivitas termasuk dalam bidang prasarana ekonomi dengan memanfaatkan teknologi tepat-guna, yang kebetulan juga termasuk teknologi canggih. Saya bisa mengambil kesimpulan dengan suatu kemauan yang bulat dan tekad dan kesadaran bahwa kita sama de-ngan bangsa lain, bahwa teknologi tidak datang sendiri, tetapi harus direbut. 


Ada yang pernah mengatakan: "Curi saja teknologi canggih itu". Bagaimana kita mau mencuri, diberi dengan begitu saja belum tentu Saudara mengerti? Di dalam hal itu sebenarnya teknologi itu bukan dicuri, tetapi kita harus membangun manusianya, mendidik supaya mengalami proses nilai tambah tersendiri. Sesudah itu kita mengadakan perundingan dengan kekuatan pasar domestik untuk merebut tahap demi tahap dan membebaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain. Itu caranya. Industri pesawat terbang hanya merupakan pendobrak pembuka mata kita semua, bahwa kita putra-putra Indonesia sama saja dengan orang Jepang, sama saja dengan orang Jerman, sama saja dengan orang Amerika. 


Yang kita belum dapatkan adalah kesempatan, pengembangan terus menerus, pengalaman, dan pengertian di dalam negeri kita. Jangan kita mau terlalu tergesa-gesa, mereka juga menjadi maju karena perjuangan yang panjang, bukan satu dekade, bukan satu generasi, melainkan dalam beberapa generasi. Sejak orde baru, baru saja kita menyelesaikan Repelita V. Itu hanya bisa karena beberapa persyaratan sudah dipenuhi. Karena dahulunya kita sudah membangun, saya me- ngatakan lihat 20 tahun yang lalu, Indonesia mengalami inflasi dengan rata-rata mungkin 800%. 


Sekarang kita bicara satu digit. Saya sampaikan, hanya dengan keadaan lingkungan begitu, saya bisa berbicara mengenai CN-235. Tetapi kalau keadaan demikian saya tinggal diam, tunggu sampai masalah datang, itu juga tidak dibenarkan. Kita memang harus mau memanfaatkan potensi sendiri dari proses- nya secara obyektif, dan disamping mendapatkan data-data masukan dari makro ekonomi untuk ditransfer menjadi inisiatif dalam makro ekonomi untuk melaksanakan proses nilai tambah dan biaya tambah terpadu dan terarah dan secara rasional.


Yang perlu kita perhatikan bahwa tidak mungkin saya atau semua insinyur dan ekonom bisa membangun perusahaan, jika stabilitas dan keamanan ekonomi tidak terjamin, stabilitas ekonomi yang transparan dan konstan berkembang dengan konsisten. Berdasarkan itu dibuat perencanaan mikro. Itu dilaksanakan oleh putra-putra terbaik, mereka penting, tapi kewajiban putra-putra yang lain juga penting untuk menjadikan mereka lebih kuat, dengan menghasilkan nilai tambah. Nilai tambah yang lebih besar. Jika saya ditanya, kapan kira-kira bangsa Indonesia bisa seperti bangsa Jerman, Amerika atau Jepang, menguasai proses nilai tambah dan biaya tambah?

Saya jawab, bangsa Indonesia yang maju seperti itu akan ada dalam dua generasi sejak masuknya manajemen nilai-tambah dan biaya tambah dan implementasinya, secara profesional dengan memanfaatkan teknologi canggih di bumi Indonesia.


Kalau saya mempelajari segala aktivitas dalam ekonomi, itu baru ada setelah kita mendirikan Industri Pesawat Terbang Nusantara tahun 1976. Sebelumnya kita belum kenal. Adapun dua generasi kalau kita berikan assuransi: satu generasi ada 25 tahun, maka dua generasi adalah 50 tahun. Jadi, 50 tahun ditambah tahun 1976, maka pada tahun 2026 itu akan tercapai. Ketika saya sampaikan ini kepada wartawan, mereka tertawa, dan mereka bilang saya sangat pesimistis. Tetapi mari kita lihat apa yang terjadi di PUSPIPTEK dan PT IPTN. Anda tahu taksiran kita hanya 20 tahun lagi kita sudah sampai di situ.

Saya bilang tidak usah kita muluk-muluk. Kalau pun masih 39 tahun lagi saya berterima kasih. Tadi saya mengambil contoh Industri Pesawat Terbang Nusantara. Sebenarnya bisa saja saya mengambil contoh PT PAL, PT INKA, industri otomotif, satelit telekomunikasi, alat-alat kedokteran, atau alat-alat yang lain.


Tapi falsafahnya harus sama, seperti telah saya jelaskan di depan. Itu semua hanya mungkin kalau kita bersatu bahasa dan berdedikasi, serta tidak saling mau menjadi pahlawan sendiri. Kita mementingkan pahlawan, kita mencari apa kesa-lahan yang belum dilaksanakan, manusia itu tidak sempurna, lalu kita perbaiki, dan secara konstruktif lebih kita galakkan segala bidang pembangunan di bumi Indonesia ini. Dengan mengingat luas serta komposisi geografis negara Indonesia serta perlu ditingkatkannya keutuhan politik dan ditumbuhkannya kesatuan ekonomi, maka keseluruhan industri alat-alat pengangkutan memenuhi syarat untuk berperan sebagai wahana transformasi teknologi dan industri Indonesia.

Ini meliputi industri pesawat terbang
(1); industri maritim dan perkapalan
(2); serta industri alat-alat transportasi darat: kereta api serta industri otomotif
(3). Setiap industri wahana transformasi mencakup berbagai sub-industri. Industri pembuatan baling-baling pesawat terbang, kerangka roda pesawat terbang dan avionik merupakan bagian dari wahana industri penerbangan.

Di samping meliputi industri pembuat mobil berbagai jenis serta industri pembuat gerbong kereta api, wahana industri alat transportasi darat juga mencakup industri ban mobil, accu, peredam kejut, pegas daun, chassis, mesin bensin dan solar, sistem kemudi, transmisi, gandar, serta industri poros penggerak. Industri berikutnya yang memenuhi persyaratan adalah industri elektronika serta telekomunikasi (4).


Keempat jenis industri inilah yang merupakan wahana paling tepat untuk pengalihan serta pengembangan semua teknologi yang diperlukan dalam jangka waktu dua puluh tahun melalui ketiga tahap sebagaimana telah dilukiskan di muka, bahkan melalui tahap keempat. Berbicara tentang sektor industri yang lebih strategis. Kita melihat bahwa di samping kesempatan-kesempatan yang dibuka oleh pembangunan industri, pertambangan dan sektor jasa pengangkutan umumnya, telah diciptakan pula suatu pasar bagi pesawat terbang berpenumpang sekitar 100 orang, karena diperlukan untuk mengganti pesawat-pesawat McDonnel-Douglas DC-9 dan Fokker F-28, mulai tahun 1990-an hingga tahun 2000.


Ini merupakan motivasi bagi PT IPTN untuk merancang bangun dan mengembangkan pesawat N-250 yang dirancang untuk 50 penumpang, dengan menggunakan bahan komposit dan teknologi mutakhir lainnya. Semua program yang dilakukan oleh PT IPTN menerapkan falsafah "mulai dengan akhir dan berakhir dengan awal", yaitu memulai dengan produksi produk akhir dan berakhir pada produksi komponen.


Tingginya intensitas perhubungan, penerbangan dan pelayaran diikuti oleh permintaan yang kian meningkat akan sarana telekomunikasi. Karena sifat geografisnya, telekomunikasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari telekomunikasi satelit. Satelit tidak hanya penting sebagai sarana jasa komunikasi, tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan penyatuan bangsa Indonesia dengan bahasa, budaya dan adatnya yang beraneka ragam.


Dalam kaitan ini, memang benar PT IPTN belum merupakan peserta di dalam produksi satelit-satelit Palapa-A, Palapa-B dan Palapa-C buatan Hughes. Namun demikian, PT IPTN merencanakan untuk ikut di dalam definisi, integrasi dan produksi Palapa-D.

Lepas dari itu, upaya untuk meningkatkan perangkat telekomunikasi ini telah mendorong PT INTI dan perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya untuk bergiat dalam produksi peralatan telepon serta dalam produksi bersama sistem switching berdasarkan lisensi dari perusahaan-perusahaan internasional.


Bersambung