Wednesday, April 18, 2012

TRANSFORMASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI V



Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kunci untuk pembangunan bangsa. Hanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa dapat berkembang menjadi sumber daya manusia terbarukan yang mempunyai potensi ekonomis. Hanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa akan berguna untuk dirinya sendiri dan untuk bangsa-bangsa lain dan tidak hanya menjadi beban pada dunia serta menjadi sumber ketegangan sosial dan pertikaian. Untuk dapat memindahkan dan menyesuaikan teknologi secara berhasil, manusia harus memecahkan sendiri perso- alan-persoalannya. 

Tidak mungkin manusia akan dapat berkembang dengan membiarkan persoalan-persoalan mereka dipecahkan oleh orang-orang dari negara lain yang teknologinya lebih maju. Melakukan hal ini mungkin merupakan jalan yang paling cepat untuk memecahkan persoalan yang bersangkutan. Tetapi cara ini sangat tidak berguna untuk mengembangkan kemampuan suatu bangsa merealisasikan potensi ekonominya. Suka tidak suka, satu-satunya pihak yang mampu mengembangkan manusia menjadi suatu bangsa besar adalah mereka itu sendiri, melalui usaha-usaha sendiri menyelesaikan problema mereka dengan penggunaan teknologi apa saja yang telah dikembangkan dan dipakai oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. 

Di lain pihak, pemaksaan swasembada mutlak dalam produksi dan teknologi juga sukar dibenarkan secara ekonomis dan politis. Berusaha mengembangkan sendiri setiap metodologi dan setiap teknologi untuk semua keperluan sangat mahal dilihat dari sudut waktu dan sumber-sumber daya. Dan walaupun rakyat negara bersangkutan dapat berkembang menjadi suatu bangsa yang ekonomis berdiri sendiri, strategi mengisolasi diri seperti ini sangat tidak membantu dalam menjalin hubungan mesra dan bersahabat dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. 

Satu-satunya jalan yang benar yang dapat ditempuh rakyat suatu negara dalam proses pembangunan bangsa menurut paham saya adalah sejak semula meletakkan dasar-dasar hubungan dengan rakyat negara-negara lain di dunia, baik mereka yang telah lebih maju dalam proses pernbangunan bangsanya maupun dengan yang masih sama-sama dalani fase-fase permulaan dari proses itu. Dengan bertindak demikian, negara bersangkutan akan bebas mencari ke seluruh dunia teknologi-teknologi yang cocok untuk pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya dan dengan begitu dapat mempercepat proses perubahannya menjadi suatu bangsa yang kuat. 

Dengan demikian dunia kita di masa depan akan dapat terdiri dari bangsa-bangsa yang kuat dan percaya pada diri sendiri, masing-masing berkepribadian sendiri dalam kebudayaan dan sistem politiknya akan tetapi semuanya sama-sama berpartisipasi serta memberikan sumbangannya pada pertumbuhan ekonomi dunia sehingga terciptalah suatu proses pemakmuran di seluruh dunia yang saling menunjang. 

Hanya melalui proses pembentukan suatu sistem internasional yang terdiri dari kesatuan-kesatuan yang sama-sama berhasil dengan caranya masing-masing membangun bangsanya dan dalam proses itu mampu menyerap teknologi-teknologi bangsa lain serta berhasil menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan bangsa-bangsa itu, dapat dijamin pertumbuhan suatu ekonomi dunia yang senantiasa berkembang. 

Sampai dimana kita dapat berhasil mencapai pertumbuhan bersama itu tergantung pada volume informasi yang ke antara negara dan negara kita, besarnya hubungan ekonomis, besarnya dan mendalamnya pengertian politik, meluasnya hubungan kultural, tingkat pertukaran teknologi, volume kerjasama ilmu pengetahuan, pendeknya, pada besarnya serta mendalamnya hubungan antar negara-negara di seluruh dunia Menuju Dimensi Baru Kehidupan Bangsa Mengingat adanya kendala-kendala bagi transformasi kita menjadi bangsa berteknologi dan berindustri modern, timbul pertanyaan: terlalu cepatkah kita melangkah ke arah transformasi teknologi dan industri? Pertanyaan itu penting dan perlu dijawab. Pada tanggal 14 November 1985 yang lalu, Presiden Soeharto memenuhi permintaan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk berbicara di Sidang FAO sebagai penghargaan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut atas keberhasilan Indonesia mengatasi kekurangan pangannya. 

Dunia telah mencatat bahwa Indonesia yang pada tahun 1968 baru menghasilkan 11,7 ton beras, pada tahun 1984 telah berhasil menaikkan produksi berasnya sebesar 121% menjadi 25,8 juta ton, dan pada tahun 1985 meningkat lagi menjadi sekitar 26,3 juta ton. Kebutuhan beras per kapita per hari manusia adalah 400 gram. Jika pada tahun l969, produksi beras Indonesia berjumlah 290 gram per kapita per hari, pada tahun 1983 dapat dihasilkan 420 gram per kapita per hari dan di tàhun 1984, 410 gram per kapita per hari. Kita swasembada beras. Sementara itu, produksi gula per kapita per hari pun meningkat dari 17 gram pada tahun 1969 menjadi 29 gram di tahun 1984. Sedangkan produksi minyak sawit per kapita per hari telah meningkat dari 45 gram tahun 1969 menjadi 17 gram tahun 1984. 

Di samping itu telah diperoleh juga kemajuan pesat di bidang kesehatan dan keluarga berencana serta pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Ini berarti bahwa pada saat ini, beberapa sasaran pokok awal pembangunan nasional telah tercapai. Dengan kata lain, telah dicapai banyak kemajuan dalam usaha kita mengembangkan potensi bangsa Indonesia menjadi sumber daya manusia yang berpotensi ekonomi. Dalam pada itu, stabilitas ekonomi, moneter dan politik tetap terpelihara; cadangan devisa Indonesia cukup besar. Kredibilitas Indonesia di dunia internasional cukup tinggi. 

Upaya peningkatan kesejahteraan ini dikejar beriringan dengan usaha menerapkan pola-pola pemerataan pendapatan sesuai dengan konsep keadilan. Konsep ini didasarkan pada pemikiran bahwa pada prinsipnya semua manusia mengandung potensinya sendiri-sendiri yang perlu dikembangkan sehingga semua anggota masyarakat dapat berperan serta dalam proses peningkatan kemakmuran masyarakatnya sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 

Ketimpangan yang mencolok dalam pembagian pendapatan adalah tidak adil dan merupakan sumber keresahan sosial yang mengganggu mantapnya kehidupan bersama dalam masyarakat dan negara. Jika bertambah dengan laju pertumbuhan 2,9% per tahun, tenaga kerja Indonesia yang menurut Sensus 1980 berjumlah 52,4 juta jiwa pada tahun 1980, di tahun 2000 akan berjumlah 93,8 juta jiwa. Dengan mengikuti metoda elastisitas kesempatan kerja, maka dengan menggunakan berbagai praanggapan mengenai laju pertumbuhan ekonomi dan elastisitas kesempatan kerja sektoral tertentu dapat diperkirakan bahwa di tahun 2000 tingkat pengangguran terbuka akan berjumlah sekitar antara 9,9% sampai 19,6%. Laju pertumbuhan sektor-sektor industri dan jasa harus ditingkatkan sehingga dapat menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin. Tentu, secara aritmatis dapat dikatakan bahwa dengan mengurangi tingkat produktivitas, daya serap sektor-sektor tersebut akan makin besar. 

Namun produktivitas rendah juga berarti pendapatan rendah; dan bertentangan dengan rasa keadilan. Maka dengan telah tercapainya beberapa sasaran pokok awal pembangunan nasional pada satu pihak, dan dengan mengingat masih besarnya masalah kesempatan kerja di kemudian hari, sudah semakin urgen ditingkatkan usaha transformasi teknologi dan industri kita sehingga semua sektor, terutama sektor industri dan jasa, menjadi makin moderen. Dan dengan demikian tidak saja mampu menye-rap tenaga kerja sebesar mungkin tetapi juga dapat menyediakan pekerjaan yang produktif dan berpenghasilan tinggi. Tidak ada jalan lain yang sesuai dengan semangat perjuangan nasional kita kecuali bergerak ke suatu dimensi baru kehidupan nasional kita, yaitu Indonesia modern. Setiap perubahan digerakkan oleh suatu aspirasi. 

Daya geraknya adalah jiwa manusia: yang tergerak oleh aspirasi masyarakat yang menghendaki kehidupan baru. Sedang aspirasi itu sendiri timbul dari adanya kesengsaraan dalam hidupnya. Demikian juga halnya dengan revolusi perjuangan nasional kita yang lahir dari semangat bangsa yang hidup sengsara dan tertindas di bawah belenggu penjajahan, dan karena itu mendambakan suatu kehidupan baru, yang tidak mungkin bisa diraihnya dalam konstelasi masyarakat pada masa penjajahan. Semangat bangsa itu dipersiapkan pada zaman Boedi Oetomo 1908, dilanjutkan dalam zaman Sumpah Pemuda 1928, lantas bergerak maju menuju Proklamasi Kemerdekaan 1945 dan berlanjut terus hingga kini. Semangat itu adalah semangat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. 

Tugas kita sebagai pemikir adalah memberi bentuk nyata pada semangat itu. Kita harus mempunyai ideal-ideal, bukan untuk diri kita tetapi untuk bangsa kita. Kita wajib bermimpi tentang masa depan bangsa kita. Kita wajib bermimpi tentang kehidupan yang lebih baik untuk seluruh bangsa kita. Tetapi sebagai orang yang berpendidikan, kita harus sadar bahwa mewujudkan impian itu membutuhkan kerja keras. Melakukan transformasi teknologi dan industri berarti bergerak ke arah dimensi baru dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Cepat atau lambat dimensi baru bangsa Indonesia itu akan diakui dunia internasional. Dimensi inilah yang sering tidak terlihat jika mengadakan perhitungan mikro dan makro ekonomi yang lazim digunakan untuk menilai layak-tidaknya pendirian industri. 

Memang, bergerak ke dimensi baru dalam kehidupan suatu bangsa mengandung risiko: risiko pemikiran baru, risiko inovasi dalam pemikiran. Sebagai bangsa, kita harus pandai melakukan kedua macam pemikiran: berpikir untung-rugi, biaya-manfaat dan berpikir baru. Menggunakan analisis biaya-manfaat sangat berguna untuk menghindari dilakukannya investasi yang merugikan. Sedang melakukan inovasi memang dapat mendatangkan kerugian besar. Namun, menghindar dari kemungkinan rugi juga dapat berarti melepaskan kesempatan beralih ke dimensi baru dan tetap terpaku pada posisi lama yang jelas akan merugikan dari sudut idealisme dan semangat perjuangan. 

Untuk mencapai tingkat kemahiran industri yang memadai secara internasional diperlukan waktu: waktu untuk mengikuti suatu kurva belajar (learning curve). Hidup tidak mungkin menggantungkan harapan pada jatuhnya jenius dari langit. Lazimnya, Meister von Himmel gefallen tidak ada. Pada umumnya, semua manusia di dunia ini harus menjalani suatu proses belajar, belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan dan keberhasilan sendiri. Dan dalam belajar, lazimnya dibutuhkan energi yang lebih banyak dan investasi lebih besar dari energi dan investasi yang dilakukan oleh yang sudah mahir. Pendekatan kita kepada wahana transformasi industri harus dan akan selalu pragmatis. 

Namun, di dalam wahana yang sedang ditumbuhkan itu, kita berada dalam gerakan ke atas. Dan seperti galibnya, suatu gerakan ke atas selalu membutuhkan energi yang lebih banyak. Untuk itu, masyarakat seyogyanya rela memberi pada industri-industri nasionalnya yang sedang tumbuh, waktu untuk belajar, waktu untuk memperoleh pengalaman, membuat kesalahan, dan mengatasi berbagai penyakit anak. Di tahun 1994, kita mulai memasuki era tinggal landas. 

Di tahun 2026, industri-industri wahana transformasi Indonesia insya Allah sudah akan beroperasi dengan sangat efisien, produktif, dan optimum. Pada saat itu, daya penggerak industrialisasi kita tidak akan terbatas pada pasaran domestik kita saja. Daya penggerak industrialisasi kita akan mencakup pula pasaran regional dan pasaran internasional. Apakah suatu hal yang berlebihan jika para produsen Indonesia diberi waktu sesingkat itu untuk mengejar dimensi baru kehidupan bangsanya?

Sumber: Prof. B.J. Habibie
Foto oleh: Arip Nurahman
Lokasi: Desa Bangunharja
"Semoga dengan merencanakan masa depan kita dapat menujunya"
~Arip~

Monday, April 2, 2012

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN PEDESAAN IV

Teknologi Pedesaan dan Sistem Nilai 
Berbicara tentang masalah teknologi pedesaan, sebenarnya berbicara mengenai salah satu cara untuk membangun dan mengembangkan organisasi dan sistem sosial pedesaan. Desa bukanlah sekadar tempat yang rendah tingkat teknologinya, yang miskin dan terkebelakang penduduknya dan yang terbatas kemungkinan-kemungkinan perkembangannya. Desa justru adalah akar kehidupan kita. Keutuhan dan ketahanan desa adalah justru pangkal keutuhan dan daya tahan kehidupan bangsa.

Oleh karena itu, jika kita berbicara tentang persoalan- persoalan di desa tidaklah cukup kita berbicara tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat desa akan keperluan-keperluan dasar hidupnya, seperti: makanan dan minuman yang cukup dan bergizi, perumahan yang sehat dan aman, pendidikan yang meningkatkan taraf pe-ngetahuan dan keterampilan, pakaian yang kuat dan layak, jasa kesehatan dan sebagainya. Tidak cukup pula hanya berbicara tentang peningkatan penggunaan sumber-sumber daya alam di dalam dan di sekitar desa untuk peningkatan kehidupan perekonomiannya.

Semua ini memang perlu kita persoalkan dan perlu mendapatkan perhatian secara seksama. Tetapi semua ini merupakan hal-hal yang sudah jelas dengan sendirinya. Kita harus melangkah jauh dari itu. Jika kita berbicara tentang persoalan pedesaan haruslah kita menganalisis sesuatu yang lebih mendalam dan lebih mendasar. Kita harus menganalisis hal-hal yang mendasar bagi identitas, dan keutuhan kehidupan di desa-desa seperti digagaskan tadi, yang merupakan landasan bagi identitas dan keutuhan kehidupan bangsa kita. Hal-hal inilah yang harus kita pelajari. Hal-hal inilah yang harus kita analisis dan kita dalami. Hal-hal inilah yang harus kita jadikan landasan pengembangan segala teknologi di pedesaan. Dan, karena kebanyakan sumber daya manusia di kota-kota berasal dari desa, hal itu pun harus kita analisis dan dalami sebagai landasan pengembangan teknologi di perkotaan.

Usaha mengembangkan teknologi pedesaan, yang dilandasi falsafah membantu unsur-unsur asli kehidupan pedesaan tumbuh dengan lebih kokoh dan lebih cepat mengan- dung beberapa segi tertentu.

Dalam hal ini, ada beberapa nilai yang berasal dari kehidupan pedesaan yang hingga kini masih kita pandang perlu untuk dilestarikan, seperti misalnya, nilai kekeluargaan. Perhatikan struktur kamar-kamar di dalam perumahan di desa-desa. Perhatikan betapa struktur ini mencerminkan cara hidupnya yang berasaskan kebersamaan antara ang- gota-anggota keluarga. Peranan teknologi dalam hal ini adalah justru untuk melestarikan asas kebersamaan antara anggota keluarga ini dan bukan malah menumbuhkan individualisme atau kolektivisme (commune) seperti yang berlaku pada masyarakat modern di luar Indonesia.


Yang perlu dilakukan adalah pengembangan desain baru, pemanfaatan cara-cara komunikasi modern, pengembangan sistem-sistem informasi baru, serta sistem-sistem organisasi baru sehingga asas kehidupan bersama berdasarkan kekeluargaan dapat dipertahankan terus bahkan dapat bekerja dengan lebih sempurna. Dengan perkatan lain, janganlah demi memungkinkan penerapan teknologi-teknologi baru, cara-cara hidup dan tata nilai kehidupan pedesaan dipaksakan berubah. Justru sebaliknya, perlu ditempuh berlandaskan hasil-hasil riset yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang bersifat universal, perlu dikembangkan dan diterapkan teknologi-teknologi baru, termasuk tekno- logi modern, sehingga nilai-nilai tradisional kehidupan pedesaan dapat berlangsung terus atau malahan dapat diwujudkan secara lebih sempurna.

Jelaslah, bahwa pengembangan teknologi pedesaan harus kita pandang sebagai upaya yang lebih luas dan lebih mendalam daripada usaha memperkenalkan teknik-teknik sederhana yang lebih maju dari yang dipergunakan sekarang demi peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan, demi meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan energi setempat dan demi pengembangan industrialisasi di lingkungan pedesaan.

Memang hal tersebut sangat berguna dan karenanya perlu dilakukan. Namun bukan itu yang menjadi sasaran utama pengembangan teknologi pedesaan.

Sasaran utama pengembangan teknologi pedesaan adalah mengamankan identitas serta meningkatkan daya tahan kehidupan pedesaan. Sasaran utama pengembangan teknologi pedesaan adalah untuk, dengan menggunakan segala teknologi termasuk teknologi yang paling mutakhir, memungkinkan masyarakat pedesaan berkembang tanpa kehilangan identitasnya. Upaya mengembangkan teknologi pedesaan haruslah kita dekati sebagai upaya untuk, dengan teknologi-teknologi yang modern sekalipun, membantu unsur-unsur asli kehidupan pedesaan tumbuh dengan lebih cepat dan lebih kokoh sehingga tanpa kehilangan identitasnya, masyarakat pedesaan dapat lebih maju dan berkembang mengatasi tantangan-tantangan dan pukulan-pukulan terhadap dirinya.

Apa yang berlaku bagi nilai-nilai kehidupan di pedesaan berlaku pula pada pengetahuan empiris tradisional dan teknologi tradisional di pedesaan. Pengembangan teknologi pedesaan seyogyanya ditujukan pada sasaran untuk lebih menyempurnakan teknologi tradisional tersebut dan membuatnya lebih efektif dan lebih efisien, dan bukan ditujukan untuk mengganti teknologi tradisional tersebut dengan teknologi-teknologi baru.
Dapat saya menggunakan dua contoh berikut. Tidak perlu heran bahwa di mana-mana di Indonesia, bambu merupakan bahan bangunan yang banyak sekali dipakai. Bahwa bambu memang merupakan material yang bermutu tinggi dengan mudah dapat ditunjukkan dengan memakai penalaran ilmiah modern.


Dipandang dari sudut daya tahan terhadap tegangan tertentu bambu lebih rendah mutunya dibandingkan dengan baja atau aluminium. Tetapi dipandang dari sudut rasio antara tegangan dan berat jenis, jelas bahwa bambu lebih tinggi mutunya daripada kedua bahan lainnya tadi. Bahwa bambu mempunyai persoalan-persoalan tersendiri berhubungan dengan kesehatan karena dapat dimasuki tikus merupakan persoalan lain. Itu merupakan persoalan konstruksi. Bahwa bambu lekas lapuk memang merupakan suatu masalah. Tetapi baja pun terkena korosi dan oleh karena itu perlu diproses secara khusus. Dan kalau terhadap baja kita carikan cara-cara pengawetannya, mengapa bambu tidak kita carikan cara-cara serupa supaya tidak terpengaruh cuaca dan karena itu tidak lekas lapuk?

Tidakkah mungkin untuk memproses bambu dengan misalnya, epoxy resin, sehingga dapat tahan jauh lebih lama? Inilah yang perlu dilakukan dalam rangka pengembangan teknologi pedesaan sebagai salah satu contoh bagaimana teknologi maju dapat digunakan justru untuk melestarikan yang tradisional atau membuat yang tradisional berfungsi dengan lebih baik.

Pemanfaatan energi surya merupakan contoh lain bagi falsafah yang sama. Kita sama-sama mengetahui bahwa sejak dahulu kala energi surya dipergunakan di lingkungan pedesaan. Tidak wajar untuk berpikir bahwa jika secara tradisional penduduk pedesaan itu sudah memakai energi matahari untuk pengeringan, ia pun dapat diperkenalkan pada cara-cara baru untuk menggunakan energi tersebut dengan lebih efektif dan lebih efisien. Misalnya saja kita rintis pengembangan "desa surya", yakni suatu desa yang memanfaatkan energi surya secara optimal baik untuk keper- luan bersama maupun untuk keperluan pribadi keluarga penduduk pedesaan.

Perlu disampaikan di sini bahwa saya mendapat laporan mengenai berbagai penelitian yang menunjang teknologi industri serta pengembangan energi perbakuan, dalam hal ini Ethanol, yang telah dilaksanakan di laboratorium Penelitian BERDC dalam waktu yang singkat ini.

Hasil penelitian itu ternyata telah menghasilkan penelitian yang cukup berarti. Untuk produksi Ethanol dengan bahan baku ubi kayu dan karbohidrat pada umumnya ongkos produksi yang terbesar berasal dari ongkos energi (dalam bentuk uap) dan biaya Enzyme yang diperlukan untuk hidrolisa pati menjadi gula.

Untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan berbagai penelitian proses dan berhasil menurunkan temperatur proses dan waktu hidrolisa hingga dapat mengurangi biaya energi. Demikian pula dengan berbagai percobaan yang telah berhasil mengurangi jumlah pemakaian enzyme hingga dapat diturunkan menjadi setengahnya. Sedangkan dalam proses fermentasi telah diadakan penelitian yang bertujuan mengurangi waktu fermentasi dengan hasil yang optimal. Selanjutnya di laboratorium mikrobiologi sedang dilakukan penelitian untuk seleksi dan isolasi mikroba lokal yang dapat menghasilkan Enzyme Amylase. Dari sekitar Desa Sulusuban saja sementara ini telah dapat diketemukan dua mikroba yang dapat menghasilkan enzyme dimaksud dan penelitian dalam hal ini masih terus dikembangkan. Bersamaan dengan itu juga dilakukan penelitian untuk seleksi dan isolasi mikroba lokal yang menghasilkan Enzyme Cellulase. Hal ini penting mengingat Negara kita kaya akan sumber bahan yang mengandung Cellulase seperti limbah kayu dan sebagainya, yang dengan adanya Enzyme Cellulase tersebut dikemudian hari dapat dimanfaatkan secara optimal.

Sementara itu, pengembangan biomassa untuk bahan baku ethanol ini memerlukan adanya perkebunan energi. Dan seperti kita ketahui, perkebunan energi tersebut membutuhkan lahan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Sebagai suatu negara agraris yang memiliki tanah pertanian yang luas, Indonesia merupakan tempat yang ideal untuk pe-ngembangan perkebunan energi yang dikaitkan dengan percepatan pengembangan wilayah transmigrasi.

Lapangan kerja di Indonesia harus dipersiapkan dengan memberikan proyeksi mekanisme pendidikan dan latihan kerja yang terpadu dengan teknologi dan ketrampilan. Penyediaan lapangan kerja akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan fasilitas kerja yang dikaitkan dengan perkembangan sektor industri. Khususnya untuk pengembangan industri ethanol di wilayah-wilayah transmigrasi akan dapat memberikan banyak keuntungan yang meliputi antara lain: (a) memberi kesempatan kerja; (b) meningkatkan taraf hidup para petani/transmigran; dan (c) mendorong pertumbuhan industri-industri penunjang.

Perlu pula disebutkan di sini bahwa penelitian mengenai pengolahan limbah industri untuk mencegah pencemaran lingkungan dan biogas yang dihasilkan nantinya dapat di-pergunakan sebagai bahan bakar sehingga dapat mengu-rangi ongkos produksi.

Selanjutnya oleh para peneliti juga telah diadakan penelitian dalam bidang agronomi. Pada saat ini, mereka sedang mengkaji varietas-varietas unggul ubi kayu maupun ubi jalar yang cocok untuk kondisi tanah Sulusuban, dalam rangka menunjang kebutuhan bahan baku serta optimasi biaya produksi "pilot plant".

Singkat kata, usaha pengembangan teknologi di pedesaan seyogyanya berpegang pada falsafah penyempurnaan nilai-nilai, cara-cara hidup serta pengetahuan empiris yang tradisional di desa-desa dengan menggunakan teknologi yang lebih maju, termasuk yang modern sekalipun jika memang hal itu yang diperlukan