Tuesday, November 15, 2011

SUMBERDAYA MANUSIA UNTUK PEMBANGUNAN NILAI TAMBAH Bag. II



Proses Pengembangan Nilai Tambah Pribadi 


Upaya untuk mencapai kualitas sumber daya manusia seperti yang diharapkan itu dalam proses pengembangannya meliputi dua aspek; yaitu pengembangan formal dan pengembangan non-formal. Dan di dalam kedua wilayah pengembangan itu perlu dibedakan antara dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu pengajaran dan pelatihan (opleiding atau onderwijs) yang berlangsung di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya, serta proses pembudayaan (opvoeding), yang berlangsung sedini mungkin di dalam lingkungan keluarga.

Kedua-duanya merupakan sisi yang berbeda dari keping yang sama. Pembudayaan menyangkut upaya menjadikan manusia sebuah pribadi yang baik, yang taat pada agama, seorang warga masyarakat yang baik, anggota bangsa yang baik, dan warga negara yang baik. Pembudayaan bermaksud menjadikan manusia yang berbudi baik, mengetahui budaya dan tradisi daerahnya dan dapat menghayati keanekaragaman budaya-budaya sebagai unsur redundansi yang merupakan sumber kekuatan kebudayaan Indonesia.

Sedangkan pengajaran langsung berkenaan dengan upaya untuk menjadikan manusia mampu berpikir secara analitis, sistematis, logis, pragmatis dan bergerak berdasarkan prinsip dan falsafah ilmiah yang telah teruji dan dibuktikan benar sesuai dengan hukum alam. Apakah di dalam bidang sosiologi, rekayasa, pertanian, biologi, elektronika, ataupun dirgantara.

Kedua-duanya perlu memperoleh perhatian yang sama besarnya. Kedua-duanya perlu berada dalam keadaan keseimbangan. Tanpa pembudayaan yang baik, manusia yang memperoleh pengajaran yang setinggi apapun sehingga merupakan manusia yang sangat pandai dan terampil tidak akan tergerak untuk mengamalkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat dalam siklus peningkatan taraf hidup manusia dan peningkatan mutu ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebaliknya, tanpa pengajaran yang sepadan, seseorang yang telah memperoleh pembudayaan yang sangat tinggi sekalipun sehingga tumbuh menjadi manusia yang sangat sopan dan berbudi luhur tidak akan sanggup menjalankan peranan sesuai dengan yang diharapkan.

Itu berarti, setelah melewati proses pembudayaan ma- nusia harus memasuki proses pengajaran (pelatihan). Dalam kaitannya dengan proses yang terkahir ini, upaya pengembangan sumberdaya manusia perlu ditujukan kepada peningkatan mutu sumber daya tersebut dengan mem-pertinggi pengetahuan dan keterampilannya, baik di dalam mengelola maupun dalam menerapkan dan mengintegrasikan teknologi.

Keterampilan ini tidak cukup diperoleh hanya dengan observasi, partisipasi dalam seminar, lokakarya, ataupun dengan membuat satu-dua buah produk saja. Keterampilan yang langgeng dan semakin tinggi hanya dapat diraih melalui pelaksanaan secara terus-menerus proses-proses nilai tambah dengan mendesain dan memproduksi barang yang secara teknologis bermutu dan secara ekonomis layak jual.

Keterampilan yang saya maksudkan di juga dalam arti yang luas, meliputi semua bidang keahlian dan semua tingkat keahlian; mencakup keterampilan seseorang professor dalam mempraktekkan dan mengajarkan keahliannya; mencakup keterampilan seseorang dokter umum, ahli bedah, manajer, ahli hukum, ahli bahasa, ahli komputer; mencakup ahli penjualan, ahli pendidikan, ahli psikologi, ahli ilmu sosial, ahli komunikasi, insinyur, ahli las; dan mencakup juga tukang jaga, tukang sapu dan sebagainya.

Pengelolaan sumberdaya manusia dengan tujuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan itu perlu dilakukan secara pragmatis dengan memberikan kesempatan untuk terus-menerus berkembang dalam bidangnya masing- masing. Pengelolaan sumber daya manusia dengan cara demikian harus didasarkan pada landasan pendidikan yang kuat.

Pendidikan ini harus mempunyai relevansi yang nyata dengan program-program yang dilakukan di dalam laboratorium dan pusat penelitian serta dengan proses-proses nilai tambah yang berlangsung di pabrik-pabrik dan satuan-satuan usaha lainnya, baik di sektor industri, sektor pertanian maupun di sektor-sektor yang mengkaitkan kedua sektor tersebut.

Lebih penting lagi, pendidikan tersebut sangat perlu untuk tidak berhenti setelah tenaga terdidik tersebut meninggalkan lembaga pendidik formal baik lembaga pendidikan dasar, menengah maupun lembaga pendidikan tinggi. Harus diusahakan agar para tenaga terdidik tetap mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi di bidang spesialisasinya, sekalipun mereka telah keluar dari lingkungan lembaga pendidikan.

Oleh karena itu, proses pengembangan SDM dalam kerangka peningkatan nilai tambah itu terdiri dari dua tahap. Yaitu (a) proses persiapan, yang lazimnya dikenal dengan proses pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai pendidikan keahlian rendah dan menengah atau ke perguruan tinggi; dan (b) proses penyempurnaan, yang berlangsung semenjak ia bekerja.

Untuk tahap persiapan proses nilai tambah individual, dibutuhkan suatu sistem pendidikan yang rasional dan efektif. Sedangkan untuk tahap penyempurnaan dibutuhkan apa yang dinamakan "wahana-wahana transformasi teknologi dan industri".

Marilah kita kupas setiap tahap proses nilai tambah individual manusia itu satu persatu.

Dalam proses persiapannya menjadi pekerja produktif, setiap orang manusia harus menjalani suatu proses untuk melatih interaksi antara panca indera dengan otaknya; interaksi antara panca indera dan otaknya dengan sistem dan lingkungannya; dan untuk melatih reaksi manusia terhadap problema-problema dan masyarakatnya.

Proses ini lazimnya dimulai sejak manusia itu berumur lima tahun, dan berlangsung terus selama sekitar duapuluh sampai duapuluh empat tahun jika yang bersangkutan berkeinginan memperoleh gelar doktor dalam bidang tertentu.

Kecuali bagi orang-orang yang luar biasa pandainya, proses ini tidak dapat diperpendek secara berarti. Lama proses tidak dapat diperpendek dengan menuntut orang bekerja lebih keras sampai, katakanlah, 24 jam sehari. Dan mutu proses itupun tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik langsung seperti kurikulum serta perlengkapan pendidikan, maupun tidak langsung seperti keadaan ekonomi, lingkungan sosial, keadaan gizi, falsafah hidup, kehidupan beragama, bernegara dan sebagainya.

Setelah tahap persiapan, maka manusia Indonesia harus menjalani tahap kedua, yaitu tahap penyempurnaan proses nilai tambah individualnya. Ia harus bekerja. Di dalam tahap inilah seseorang menyempurnakan dirinya, mengaktualisasikan potensinya dan berproduksi. Tahap inilah yang menjadikannya sempurna atau optimum dalam mental, ke-terampilan, dan keahliannya sehingga menjadi unggul dalam bidangnya.

Pengetahuan yang diperoleh manusia di dalam proses persiapan hanyalah memberikan landasan baginya untuk berkembang lebih lanjut menjadi manusia yang terampil di dalam bidangnya. Ini meliputi keterampilan baik di dalam menerapkan dan mengintegrasikan teknologi, maupun di dalam mengelola penerapan dan integrasi teknologi itu.

Di samping manusia menginginkan pengakuan prestasinya berupa pangkat, status dan penghargaan non-material lainnya, ia juga membutuhkan penghargaan material berupa penghasilan yang memuaskan. Dan hal ini hanya dapat dilaksanakan bila hasil kerjanya sebagai tenaga ahli secara langsung atau tidak langsung terkait dengan proses nilai-tambah.

Orang berbeda satu sama lain dalam kemampuannya menjalani tahap penyempurnaan ini. Ada yang berhenti berproduksi dan melakukan inovasi pada saat ia berumur empatpuluh tahun. Hanya sampai disitulah penyempurna- annya. Ia sudah jenuh pada umur semuda itu. Sebaliknya, ada orang yang tidak henti-hentinya berpikir, bekerja, berproduksi, dan menghasilkan bahkan sampai berusia sangat lanjut. Usaha dan karyanya tidak berhenti pada saat pensiun.

Masalah pendidikan sangat kritis. Usaha menjadikan seseorang terdidik bertaraf sarjana, apakah ahli ekonomi, atau ahli pemerintahan, atau seorang insinyur, atau ahli hukum, atau dokter, membutuhkan suatu usaha berkualitas yang konsisten tinggi sepanjang waktu bertahun-tahun; sekurang-kurangnya 16 atau 18 tahun.

Ada kalanya terdapat anak-anak yang sangat pandai, dan dapat menyelesaikan proses ini dalam waktu lebih singkat dari itu. Namun pada umumnya, proses ini tidak mungkin dipersingkat menjadi katakanlah, sembilan atau sepuluh tahun saja.

Seandainya proses ini membutuhkan waktu selama 18 tahun, maka proses tahap kedua dapat dimulai pada saat seseorang berumur 24 tahun. Dan jika orang tersebut bekerja sampai katakanlah, umur 64 tahun, yakni batas usia kerja, maka proses tahap kedua berjalan selama 40 tahun.

Dalam waktu 40 tahun ini, rata-rata, orang hanya mampu terus-menerus meningkatkan produktivitasnya dalam masa 25 tahun pertama saja. Dalam waktu 15 tahun berikutnya, produktivitasnya akan mendatar kalau tidak menurun, walaupun ada kalanya seseorang dapat mempertahankan produktivitasnya hingga umur 70 tahun.

Kenyataan sekarang adalah bahwa kita bahkan tidak mampu mencapai rata-rata itu. Banyak orang baru selesai menjalani tahap pertama pada umur 28 atau 30 tahun. Banyak orang yang sudah mulai mendatar produktivitasnya mulai umur 40 atau 45 tahun. Ini berarti, banyak orang yang tidak produktif.

Justeru karena itu, kita harus melaksanakan proses pendidikan atau proses persiapan nilai tambah individual ma-nusia itu dengan produktifitas dan dengan mutu yang tinggi. Kita tidak boleh bereksperimen. Kita tidak boleh ber-eksperimen dalam pendidikan. Dan kita tidak boleh ber-eksperimen di dalam memilih bidang-bidang industri tempat manusia Indonesia menyempurnakan dirinya menjadi ma-nusia yang unggul.


Sumber:

Prof. B.J. Habibie


Foto:

Oleh: Arip Nurahman

"Pendidikan terbaik dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat serta disempurnakan dalam proses pembelajaran di sekolah"
~Arip, Universitas Pendidikan Indonesia~