Friday, December 31, 2010

Institute For Advanced Study at Indonesia


" School of Athens", Raphael, 1511, menggambarkan tokoh-tokoh filsafat terbesar dalam Renaissance, termasuk Socrates, Plato,
Aristoteles, dan Averroes.


(Bagaimana kalau kita juga mempelajari semua manusia-manusia terunggul yang pernah hidup sepanjang sejarah manusia? Para pemimpin terbesar, orang-orang jenius, dan pengusaha-pengusaha paling sukses di dunia?)


Apaan Sih?! "Filsafat"

Katanya Plato dalam karya besarnya "Republic", sebuah negara ideal adalah negara yang akan dipimpin oleh manusia-manusia terunggul, raja-raja yang bijaksana yang menguasai filsafat, Philosopher Kings. Mereka adalah pemimpin bijaksana yang tidak haus kekuasaan, memiliki kemampuan tinggi, tidak sedikitpun silau oleh harta benda, dan bekerja semata-mata demi kebesaran bangsanya. (Eko Laksono)

Tuesday, December 28, 2010

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI "TEPAT GUNA" DAN TEKNOLOGI PEDESAAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI "TEPAT GUNA"
DAN TEKNOLOGI PEDESAAN

Dalam keadaan mendesaknya masalah-masalah kehidupan kongkrit yang dihadapi bagian dunia yang masih terbelakang, tidak banyak gunanya menggolong-golongkan teknologi ke dalam 'teknologi sederhana,' 'teknologi menengah,' dan 'teknologi tinggi'. Jauh lebih berguna mempertanyakan teknologi manakah yang dapat memecahkan suatu masalah yang kongkrit, tanpa memperdulikan apakah teknologi yang tepat itu adalah teknologi primitif, menengah atau canggih, dan tanpa mempersoalkan di mana teknologi tersebut pertama kali dikembangkan.
Meskipun peluang ke arah transfer dan penguasaan aneka teknologi sangat dimungkinkan, tidak berarti bahwa semua teknologi akan dikembangkan di Indonesia. Setiap teknologi yang ditransfer dan dikembangkan harus di-sesuaikan dengan preferensi budaya, keadaan sosial, dan kondisi-kondisi lingkungan lainnya.
(B.J. Habibie)
Manusia tidak dapat dipisahkan dari teknologi. Tekno logi terkandung di dalam dirinya dan di dalam cara-cara hidupnya dalam masyarakat. Teknologi tidak dapat terlepas dari manusia: teknologi itu hanya ada karena diciptakan oleh manusia. Kemampuan berpikir manusia yang sistematis, analitis, mendalam dan jangka panjang menghasilkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan melahirkan teknologi, yaitu cara-cara berdasar ilmu untuk menghasilkan barang atau jasa. Manusia memanfaatkan teknologi untuk menyempurnakan proses nilai-tambah, yaitu proses mengubah bahan mentah dan barang-barang setengah jadi menjadi barang-barang jadi yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Teknologi penting karena merupakan penggerak utama proses nilai tambah tersebut.
Sedangkan proses nilai tambah itu sendiri merupakan proses kompleks yang berjalan terus-menerus dan hanya dapat dikatakan berhasil jika pemanfaatan mesin, keterampilan manusia, dan material sepenuhnya dapat diintegrasikan oleh teknologi sehingga menghasilkan produk barang dan jasa yang bernilai lebih tinggi dari nilai material dan masukan lainnya. Karena sifat integratif inilah maka dalam suatu proses ekonomi apa pun juga, teknologi merupakan unsur yang paling menentukan dalam proses nilai tambah. Semakin efisien dan produktif proses nilai tambah, semakin meningkat taraf hidupnya. Taraf hidup manusia yang meningkat melahirkan cara-cara berpikir, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang lebih maju lagi. Dan demikian seterusnya. Maka lahirlah suatu lingkaran peningkatan antara tingkat perkembangan teknologi karena taraf kehidupan manu- sia dan karena tingkat perkembangan teknologi.
Dari apa yang dikemukakan tadi dapat ditarik suatu kesimpulan sederhana tetapi cukup penting. Bahwa hadirnya teknologi dalam kehidupan manusia berarti hadirnya kemungkinan peningkatan kemampuan berproduksi dan peningkatan taraf kehidupan suatu masyarakat.
Ini berlaku bagi setiap manusia di semua masyarakat, baik di Eropa maupun di Asia, di Jepang maupun di Afrika, di Amerika Utara maupun di Amerika Latin, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Dengan demikian, setiap masyarakat di muka bumi ini memiliki kesempatan membangun dirinya sebagai bangsa, selama padanya disediakan teknologi. Karena itulah dalam berbagai kesempatan lain, saya kemukakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kunci penyempurnaan proses nilai tambah yang diperlukan setiap masyarakat dalam melaksanakan pembangunan bangsa.
Pengertian Teknologi "Tepat-Guna"
Seperti kita ketahui, teknologi dapat didefinisikan de-ngan berbagai cara. Namun dipandang dari maknanya yang terlebih umum istilah itu mencakup setiap pengetahun yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa. Pengetahuan ini dapat memacu kepada pengetahuan khas yang terkandung dalam suatu formula dalam rancang-bangun, cetakan-biru instrumen serta dalam mesin tertentu. Ia juga dapat bermakna pengetahuan serta pengelolaan umum pada berbagai tingkat, termasuk misalnya prosedur akuntansi, teknik-teknik pemasaran, aneka motode dan teknik organisasi, dan sebagainya yang relevan terhadap rancang-bangun dan pengoperasian garis-garis serta jaringan produksi.
Dua unsur yang mutlak penting dalam definisi teknologi secara umum, ialah :
Yang satu ialah pandangan bahwa bagaimana pun juga batasannya, teknologi berarti penjelmaan atau wujudnya pengetahuan manusia. Yang kedua ialah gagasan bahwa berbeda dari aneka jenis pengetahuan manusia lainnya, teknologi berarti pengetahuan terapan yang khusus berkait- an dengan produksi. Kedua gagasan itu membawa dua implikasi yang amat penting.
Yang satu ialah bahwa pengembangan dan pengalihan teknologi berarti pengembangan serta pengalihan pengetahuan serta ketrampilan manusia yang relevan dengan produksi barang dan/atau jasa. Yang kedua ialah bahwa karena produksi barang dan jasa sangat dipengaruhi oleh kebutuhan manusia serta pandangan manusia mengenai bagaimanakah rupanya kehidupan yang menyenangkan maka jenis-jenis teknologi yang dikehendaki manusia dan juga untuk dikembangkan, terutama ditentukan oleh budaya, tradisi serta tingkat kemajuan bendawi serta pandangan manusia bersangkutan berkenaan dengan kehidupan.
Saya ingin secara luas membincangkan kedua tema tersebut, karena keduanya merupakan dorongan utama bagi kebijakan kami berkenaan dengan soal alih teknologi dalam rangka program bantuan.
Karena yang menjadi inti teknologi adalah pengetahuan, ketrampilan manusia dalam menanggulangi masalah praktis berkenaan dengan produksi maka intisari dari pengembangan dan pengalihan teknologi adalah pengembangan dan pengalihan pengetahuan itu. Memang benar kemampuan manusia untuk memecahkan aneka masalah banyak akan bertambah dengan penggunaan mesin serta alat-alat. Namun mesin serta alat-alat itu tidak dapat secara tersendiri meningkatkan volume serta mutu barang dan jasa yang dihasilkan. Jangan lagi akan menentukan barang atau jasa yang manakah akan dihasilkannya serta berapa jumlahnya atau bagaimanakah mutunya, melainkan hanyalah ketram-pilan dan manusia yang menggunakan alat-alat dan mesin itu yang dapat menentukan apakah jumlah dan mutu barang atau jasa yang dihasilkan akan ditingkatkan.
Kesempatan selanjutnya kami pergunakan untuk mengemukakan pengertian teknologi dalam hubungannya dengan aspek masyarakat. Kita artikan teknologi sebagai penerapan ilmu pengetahuan untuk memproduksi barang-barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, teknologi juga menunjukkan cara-cara penggunaannya secara lebih efektif dan efisien. Suatu pengetahuan yang berhubungan dengan alat-alat, bahan-bahan, mesin atau perlengkapan yang sebenarnya untuk mendapatkan hasil-hasil yang diinginkan disebut "hardware technology"; sedangkan di pihak lain "software technology" berhubungan dengan ketrampilan teknik, jasa, prosedur di dalam disain pembuatan dan penggunaan dari "hardware technology" dimaksud.
Teknologi sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan ilmu teknik khususnya yang menyangkut "engineering". Jelas bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan unsur pokok dalam proses kemajuan dan modernisasi masyarakat.
Untuk menuju ke arah modernisasi masyarakat antara lain kita harus membuka diri terhadap berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari yang sederhana dan konservatif sampai pada teknologi yang tinggi sekalipun.
Pada hakekatnya ada dua jenis teknologi. Pertama, jenis teknologi yang berhubungan dengan pengembangan jenis industri di mana harus mengutamakan penyerapan tenaga kerja dan bahan-bahan setempat, maka teknologi industri harus disesuaikan dengan pertimbangan faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat. Artinya harus diadakan adaptasi dengan pertimbangan kenyataan dalam masyarakat sendiri (adaptasi teknologi).
Kedua, jenis teknologi maju (advanced technology) yang oleh masyarakat ilmiah kita sendiri belum dapat dilakukan pengembangan dan penguasaannya secara menyeluruh; sedangkan jenis teknologi inipun sangat kita perlukan. Sebabnya tak lain karena berbagai bidang yang vital untuk pembangunan kita hanya dapat digarap dengan teknologi maju.
Hal yang demikian sudah tentu berlaku dalam pengembangan sumber-sumber energi, sumber-sumber alam dan lain-lain peralatan teknik yang diperlukan bagi peningkatan kemampuan manusia dan penggunaan panca inderanya (umpamanya sensory, capability, power control) dan lain-lainnya lagi.
Arti Penting Teknologi
Bagi negara-negara berkembang, arti pentingnya teknologi kian terasa jika dikaitkan dengan adanya ledakan penduduk di satu sisi, dengan kenyataan masih tertinggalnya taraf hidup sebagaian besar rakyatnya dibandingkan dengan negara-negara maju.
Penduduk dunia saat ini telah melampaui angka lima milyar. Tetapi dari angka sebanyak itu, hanya sekitar 600 juta saja penduduk yang tinggal di negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Maka dapat dikatakan bahwa tidak lebih dari 12 persen penduduk dunia kini hidup di negara-negara maju berteknologi canggih dan menikmati tingkat hidup yang tinggi, sedangkan sebagian besar sisanya (88%) justru bercokol di negara-negara yang berpenghasilan menengah dan rendah.
Sementara itu, teknologi komunikasi dan pengangkutan modern telah menjadikan dunia semakin kecil. Teknologi telah menjadikan prasarana ekonomi dunia semakin lengkap. Jaringan informasi memungkinkan mengalirnya informasi dengan cepat dari satu bagian dunia ke bagian lain. Apa saja yang terjadi di dunia secara cepat dapat diketahui di mana pun. Sarana-sarana pengolah data dan analisa informasi memungkinkan dibuatnya kebijakan-kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perkembangan ekonomi dan taraf hidup masyarakat bagian dunia tertentu. Di samping itu, meluasnya jaringan perhu- bungan dan saling terkaitnya kehidupan bangsa yang satu dengan bangsa lainnya; dan dengan semakin terkaitnya kehidupan orang satu sama lainnya, kejadian perang, bencana alam, atau kejadian penting apa pun di sudut-sudut dunia tertentu akan mempengaruhi kehidupan di sudut dunia lainnya.
Perkembangan ini telah menjadikan delapan puluh delapan persen penduduk dunia, termasuk yang hidup di negara-negara berkembang, setidak-tidaknya lebih mengetahui mengenai apa yang dapat dimungkinkan oleh teknologi masa kini.
Di dalam dunia yang semakin mengecil ini semakin tidak realistis, dan bagi manusia berpendidikan dan beradab tinggi, dunia tersebut semakin tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk menganggap bahwa di dunia ini seolah-olah tidak ada orang atau bangsa yang miskin dan untuk menyaksikan kesengsaraan mereka dengan acuh tak acuh. Karena taraf hidup dan budaya manusia di negara-negara maju makin tinggi, seyogyanya makin besar pula rasa tanggungjawab mereka atas nasib manusia di negara-negara yang kurang maju, tanpa memandang warna kulit, kelamin, keturunan, dan agama.
Karena itu tidak ada alasan yang kuat untuk membatasi kesempatan penduduk dunia yang masih terkebelakang ini untuk menjangkau teknologi masa kini serta memanfaatkannya untuk mengatasi masalah kehidupan yang dihadapinya sekarang dan di masa depan. Kecuali teknologi yang berhubungan dengan masalah pertahanan-keamanan, tidak ada alasan yang kuat bagi masyarakat negara maju untuk bersikap tidak senang hati mengalihkan teknologinya pada negara lain, terutama pada negara sedang berkembang.
Dalam kondisi kian mendesaknya masalah kehidupan kongkrit yang dihadapi bagian dunia yang masih terkebelakang, tidak banyak gunanya menggolong-golongkan teknologi ke dalam "teknologi sederhana", "teknologi menengah", "teknologi tinggi" atau "teknologi tepat" dan "teknologi canggih" sebagaimana sering dilakukan oleh orang yang sehari-harinya justru tidak bekerja dengan teknologi dan yang mendasarkan klasifikasinya semata-mata berdasarkan observasi mereka terhadap pekerjaan orang lain yang setiap harinya bergelut dengan teknologi.
Kesimpulan bahwa teknologi yang tepat bagi bangsa-bangsa tertentu di Asia, Afrika atau Amerika Latin yang taraf hidupnya sekarang relatif masih primitif adalah teknologi yang primitif pula, juga tidak banyak menolong bangsa-bangsa yang masih "primitif" itu.
Mengatakan bahwa untuk pemetaan dan inventarisasi sumber daya alamnya, bangsa bertingkat hidup "primitif" tidak boleh menggunakan penginderaan jarak jauh karena terlalu maju baginya adalah menghukum bangsa tersebut untuk tetap primitif. Mengatakan bahwa bagi mereka teknologi yang cocok untuk menanggulangi penyakit adalah teknologi kesehatan yang primitif berarti mengekalkan kesengsaraannya. Mengatakan bahwa untuk meramalkan cuaca, memberantas hama, mengatasi bencana alam, memperoleh air bersih, meningkatkan produktivitas pertanian pangan, dan sebagainya, bangsa bertingkat hidup primitif sebaiknya hanya menggunakan teknologi primitif pula justru memperkuat lingkaran setan ketidaktahuan dan kemis- kinan.
Jauh lebih berguna untuk mempertanyakan teknologi manakah yang dapat memecahkan suatu masalah kongkret tanpa memperdulikan apakah teknologi yang tepat, dalam arti berguna untuk memecahkan masalah itu, adalah teknologi primitif, menengah, maju atau canggih; dan tanpa mempersoalkan di mana teknologi tersebut pertama kali dikembangkan.
Jauh lebih baik membangun untuk percaya bahwa de-ngan persiapan dan pembinaan yang matang, kemampuan masyarakat mana pun dapat ditingkatkan sehingga sanggup melakukan lompatan dalam daya penalaran dan daya kha-yalnya untuk menguasai ilmu dan teknologi yang paling canggih sekalipun; yang tepat dan berguna baginya untuk memecahkan persoalan-persoalan kongkrit yang dihadapinya dalam kehidupannya sehari-hari, dan untuk menyempurnakan proses nilai tambahnya.
Jelas dari apa yang telah dikemukakan tadi bahwa teknologi canggih bukan suatu hak istimewa yang diperuntukkan bagi bangsa-bangsa yang telah maju.
Terlebih lagi jika diingat bahwa skenario pembagian kerja dunia sekarang ini telah berubah dari apa yang berlaku sebelum munculnya negara merdeka baru sekitar akhir Perang Dunia Kedua. Pada zaman itu, pembagian kerja dunia relatif sederhana. Di daerah-daerah terkebelakang, tenaga kerja murah dimanfaatkan untuk mengolah sumber daya alam menjadi bahan baku bagi industri di belahan negara maju, yang kemudian diolah menjadi produk-produk yang dipasarkan ke negara atau daerah lain termasuk penyedia bahan mentah tadi. Pengolahan bahan mentah menjadi produk final dilakukan dengan teknologi yang lebih maju dan menggunakan tenaga kerja yang lebih terampil dan karenanya, lebih mahal. Sebagian nilai tambah yang terbentuk digunakan untuk penelitian dan pengembangan dalam rangka menyempurnakan teknologi dan mengembangkan teknologi baru. Melalui teknologi baru dan yang disempurnakan itu produktivitas dan efisiensi proses nilai tambah dapat ditingkatkan, biaya produksi dapat ditekan, ragam produk dapat diperluas dan mutunya dapat semakin ditingkatkan.
Baiklah saya ajukan suatu contoh dalam sektor pertanian. Untuk mengembangkan teknologi pertanian di Indo- nesia tidaklah cukup pemanfaatan sesempurnanya beasiswa untuk belajar di negara-negara maju mempelajari ilmu pertanian di perguruan tinggi. Jenis pendidikan formal semacam ini memang penting. Namun yang mutlak perlu untuk pengembangan teknologi pertanian di Indonesia adalah kemampuan para ahli ilmu dan teknologi pertanian untuk menerapkan serta mengembangkan metoda misalnya me-ngenai penggunaan radio-isotop untuk memandulkan serangga yang digiarakan bersama dengan insektisida, obat pemandulan kimiawi (chemosterilants) dan feromon kelamin dalam suatu program menyeluruh untuk pemantrasan serangga dalam rangka penyelengaraan program produksi bahan pangan, serta untuk mengembangkan aneka teknologi dan prosedur yang kompatibel dengan karakteristik arah dimana hendak diterapkan aneka teknologi yang serba canggih itu.
Upaya Indonesia
Memang benar bahwa pendidikan tinggi formal berdasarkan beasiswa di negara-negara yang maju akan dapat memperdalam pengetahuan teori dan aneka metode ilmiah. Namun bila berbagai teknologi itu hendak dialihkan dari negara maju ke negara yang berkembang, maka akan jelas bahwa praktek yang kongkrit dalam hal menerapkan teknologi itu di lokasi di mana terdapat masalah kongkrit sungguh khusus diperlukan. Dalam contoh khusus ini, akan diperlukan praktek bagi ilmuwan Indonesia untuk menentukan melalui eksperimen jenis-jenis isotop, rentang intensitas radiasi serta dosis yang cocok bagi serangga serta ciri-ciri khas ekologi daerah di mana perlu dilakukan pengendalian atau pembasmian jenis hama tertentu.
Sekalipun masih terbatas jumlah serta kemampuan masing-masing pada dasarnya kalangan ilmuwan dan ahli teknologi di negara-negara ASEAN sudah mampu untuk mengetahui masalah yang dihadapinya dan untuk merancang proyek-proyek guna menanggulangi masalah-masalah itu. Yang kurang hanyalah pengalaman serta peluang untuk melakukan percobaan dengan teknologi, aneka prosedur, alat-alat, perlengkapan dan mesin jenis mutakhir. Maka pengalaman serta peluang bereksperimen itulah yang dibutuhkan.
Pengalaman serta peluang untuk mengujicoba aneka teknologi mutakhir yang telah dikembangkan di negara-negara yang maju dibutuhkan agar para ilmuwan, para ahli teknologi, manajer produksi serta para insinyur, di negara-negara yang berkembang akan mampu dengan lebih efektif dan efisien menanggulangi segala masalah kongkrit yang kami hadapi dalam memberi sumbangan kepada usaha pembangunan bangsa dan negara.
Sungguh akan mengesankan bahwa pengelolaan semacam ini penting, negera saya dapat mengirim para ilmuwan dan insinyur Indonesia ke luar negeri untuk mempelajari cara bagaimana teknologi maju diterapkan untuk memecahkan masalah di negeri-negeri asing itu. Namun akan me-ngesankan pula dan akan lebih besar manfaatnya bila untuk tujuan yang sama pemerintah kami dalam rangka bantuan teknis dalam berbagai bidang, kaum ilmuwan dan insinyur luar negeri bersama dengan pengalaman, aneka alat perlengkapan, mesinnya datang ke negeri kami untuk bersama-sama dengan para ilmuwan serta insinyur Indonesia mengadakan eksperimen dengan penerapan serta untuk mengembangkan penerapan teknologi mutakhir itu untuk turut menanggulangi aneka masalah serta bereksperimen dengan menerapkan teknologi itu dalam menanggulangi masalah yang serupa di luar negeri.
Saya yakin pula bahwa akan menarik hati bagi kaum ilmuwan Indonesia bila mereka akan mampu pula menerapkan teknologi yang baru untuk menanggulangi masalah samacam itu. Dan saya yakin pula atas kegunaan pengalaman yang diperolehnya dalam membina kemampuan bangsa Indonesia untuk menanggulangi masalah, sebagaimana yang diperolehnya melalui proyek-proyek penelitian bersama, akan jauh lebih besar daripada pengetahuan yang diraihnya melalui pendidikan formal.
Sebagaimana telah saya tegaskan tadi untuk pengalihan teknologi harus dilakukan secara efektif, teknologi itu diterima lalu diterapkan. Artinya proses alih teknologi itu hanya dapat kita pandang telah selesai bila di negeri yang menerima pergaulan kaum ilmuwan mendapat pengalaman dalam menerapkan teknologi itu untuk menanggulangi aneka masalah yang kongkrit serta telah dibina kemampuan ilmuwan di negeri itu untuk lebih lanjut mengembangkan teknologi yang diterima pengalihannya itu.
Saya beranggapan bahwa suatu program penelitian bersama akan merupakan mekanisme alih-teknologi yang sungguh efektif dan seharusnya diselenggarakan lebih sering serta pada skala yang cukup besar dalam rangka program bantuan luar negeri yang berlansung sampai dewasa ini. Dan inilah hasil yang dianut negara kita sekarang.
Kami menghimbau negara-negara maju agar mereka menyerahkan kepada kami masalah-masalah yang kami pandang perlu ditanggulangi dalam rangka keseluruhan upaya pembangunan negeri kami, dan janganlah tergoda untuk memaksakan jenis teknologi tertentu yang telah terbukti sangat sesuai untuk menanggulangi masalah-masalah yang telah mereka alami dalam lingkungan negeri sendiri. Dalam pada itu, kami telah menganjurkan kepada kaum ilmuwan dan teknisi bangsa kami bahwa bila mereka ingin agar suatu jenis teknologi tertentu dialihkan ke Indonesia, mereka harus bersedia secara konsisten berupaya memecahkan aneka masalah tertentu dengan menerapkan teknologi itu agar memperoleh pengalaman yang diperlukan untuk menguasai dan mengembangkan lagi teknologi bersangkutan.
Namun, bagi kita sebagai ilmuwan dan ahli teknologi, adalah sangat penting untuk menyadari betapa perlunya teknologi harus diselaraskan dengan kebudayaan. Jika hal ini kita renungkan, akan tampak bahwa memang sewajarnya demikian karena pada dasarnya, teknologi merupakan sebagian dari kebudayaan. Ini berarti bahwa dalam usaha kita meningkatkan serta mengalihkan teknologi perlu pula kita kembangkan serta memantapkan kemampuan derap kebudayaan lingkungannya.
Dalam berusaha demikian, kita harus sadar bahwa justru karena teknologi merupakan sebagian dari keseluruhan suatu bangsa, upaya-upaya kita dalam mengembangkan serta mengalihkan teknologi itu akan mengalami hambatan-hambatan yang bersifat kultural. Hal ini harus diperhitungkan serta diatasi secara seksama karena jika tidak, maka pengembangan teknologi akan membawa keretakan-keretakan dalam keutuhan kebudayaan tersebut yang mungkin akan dapat menimbulkan keresahan-keresahan dalam rnasyarakat.
Selanjutnya saya beralih pada aspek lainnya dari pendekatan kita terhadap pengembangan teknologi sebagai bagian dari pembangunan nasional pada umumnya.
Kita semua adalah ilmuwan. Apapun bidang spesialisasi kita masing-masing. Sebagai ilmuwan kita mempunyai satu hal yang sama, yaitu: sistematika dalam melakukan penelitian ilmiah dan sistematika dalam mengadakan analisa secara obyektif. Dan kita sama-sama mengetahui bahwa dalam mencari penyelesaian suatu analisa, kita harus dapat mem- beda-bedakan antara masalah-masalah yang merupakan problem lingkungan.
Ini berarti, bahwa sebagai ilmuwan, kita harus dapat membedakan masalah-masalah mana memerlukan suatu jawaban yang bersifat umum atau menyeluruh ("General Solution") dan problema-problema yang menghendaki penyelesaian yang bersifat spesifik ("Solution at the boundary"). Berlandaskan pada kesadaran itu, kita juga mengetahui bahwa penyelesaian umum yang kita dapati pada suatu problema yang bersifat umum pada prinsipnya betul tidak hanya untuk Indonesia, tetapi akan berlaku umum sebagai kebenaran universal pada problema-problema yang serupa di manapun ia timbul, seperti problema di bidang teknologi energi, teknologi alat-alat angkutan, teknik-teknik pembatasan kelahiran dan sebagainya.
Kita juga mengetahui bahwa terdapat problema yang bersifat timbul karena dan melekat pada suatu lingkungan ("environment specific"). Pada problema-problema ini maka dalam proporsi tertentu, sifat dari lingkungannya dapat sangat menentukan penyelesaiannya.
Teknologi untuk Menjawab Kebutuhan
Penyelesaian problema yang bersifat spesifik lingkungan tersebut dengan sendirinya mempunyai nilai kebenaran yang terbatas pada problema yang mempunyai kondisi-kondisi lingkungan yang identik. Sebaliknya, dengan sendirinya problem-problem yang mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda menghendaki jawaban-jawaban yang bersifat spesifik dan berlainan. Misalnya, masalah pencukupan beras di Sulawesi Selatan mempunyai penyelesaian yang berlainan dari masalah pencukupan beras di Jawa Tengah.
Lebih daripada itu, masalah pencukupan beras di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah kalau dibayangkan sebagai suatu kesatuan teoritis akan mempunyai penyelesaian yang secara kualilatif berbeda dari penyelesaian masalah pencukupan beras di daerah itu masing-masing. Ini menjadi demikian karena sistem yang berlaku antara Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah sebagai suatu kesatuan mempunyai kondisi lingkungan yang secara kualitatif berbeda dari kondisi bagi Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah masing-masing. Sebabnya adalah harus diperhitungkan pula interaksi antara kondisi-kondisi di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah.
Ini berarti bahwa masalah beras di Indonesia, atau lebih luas lagi masalah pangan di Indonesia, dan masalah-masalah nasional lainnya, tidak dapat diselesaikan secara terperinci dengan menyelesaikan masalah-masalah tersebut sebagaimana muncul di setiap satu lokasi atau daerah, tetapi harus diselesaikan secara integral.
Teknologi untuk Pedesaan
Pada hakekatnya pembangunan merupakan suatu proses modernisasi yang menyangkut perubahan-perubahan dalam sikap mental dan peningkatan kemampuan kita untuk membuka diri terhadap berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari yang sederhana dan konservatif sampai kepada teknologi tinggi. Ini berarti bahwa peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sarana penting untuk mempercepat proses pembangunan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan evaluasi tentang potensi pembangunan, yaitu sumber daya manusia, alam energi dan lingkungan untuk selanjutnya dimanfaatkan bagi pembangunan.
Sesungguhnya khasanah ilmu pengetahuan dapat kita peroleh dari lingkungan kita sendiri ataupun diimpor dari luar negeri dalam suatu pandangan yang bersistem. Apabila ilmu pengetahuan bersifat universal, maka teknologi yang diterapkan haruslah bersifat khas; yaitu sesuai dengan kebutuhan setempat pada waktu tertentu.
Jadi, pembangunan memerlukan penerapan ilmu pengetahuan yang mutakhir, namun teknologi harus dapat melembaga di dalam masyarakat. Salah satu ciri khas yang terpenting dari teknologi tepat guna seperti yang dicantumkan dalam GBHN ialah padat karya, yaitu yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Penelitian, pengembangan serta pemasyarakatan teknologi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dan saling berkaitan satu sama lainnya. Ini berarti bahwa teknologi yang diterapkan bagi pemba-ngunan Indonesia merupakan paduan proses politik, ekonomi, sosial dan budaya, di samping proses teknologi itu sendiri.
Seperti telah diketahui sedikit-dikitnya dari 140 juta penduduk Indonesia, 81,20% bermukim di pedesaan. Dari prosentase tersebut + 63% dari rakyat Indonesia bekerja dan menggantungkan dari pada sumber penghidupan di pedesaan. Oleh karena itu teknologi tepat guna sering dianalogkan dengan teknologi pedesaan.
Oleh karena itu, falsafah yang harus mendasari upaya pengembangan teknologi pedesaan adalah falsafah memodernkan masyarakat pedesaan tanpa ia kehilangan identitasnya, tanpa ia kehilangan tradisi dan cara hidupnya. Hanya jika pekerja yang berasal dari lingkungan pedesaan dapat dibiasakan menggunakan teknologi-teknologi baru, termasuk yang modern, untuk lebih menyempurnakan pengetahuan dan nilai-nilai tradisionalnya, agar keutuhan kehidupan di desa dapat diamankan sambil dapat dilancarkan industrialisasi yang dengan segala manfaat dan kerugiannya, sehingga dapat membawa masyarakat termasuk lingkungan pedesaan pada taraf hidup yang lebih tinggi.
Potensi yang terbesar adalah sumber daya manusia de-ngan segala imaginasinya untuk menjinakkan teknologi guna memanfaatkan sumber kekayaan alam yang tersedia itu. Kita membangun untuk manusia, demikian pula teknologi. Dengan penerapan ilmu pengetahuan dalam pembangunan, ia harus melihat manusia sebagai dasar dan sekaligus modal pembangunan.
Sebagian besar dari sumber kekayaan alam Indonesia belum terjamah oleh tangan bangsa Indonesia sendiri. Selain itu besarnya penduduk di daerah tersebut dapat merupakan suatu potensi yang berguna bagi pembangunan akan tetapi sekaligus juga bisa merupakan beban berat bagi kita, apabila kita tidak pandai-pandai memanfaatkannya.
Perlunya upaya pengembangan teknologi di pedesaan barangkali akan tampak lebih jelas jika diingat bahwa pada setiap masyarakat, umumnya berlaku suatu tendensi bagi masyarakat pedesaan untuk bergerak menuju kota-kota mencoba mencari pekerjaan di sektor industri. Karena sektor pertanian pada suatu saat tertentu tidak lagi mampu memberikan pekerjaan dan penghasilan yang cukup bagi penduduk desa. Ini berarti bahwa sektor industri akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja yang berasal dari lingkungan pedesaan. Selanjutnya, ini berarti bahwa pola pengembangan industrialisasi dan pola kehidupan di kota-kota tidak dapat dilepaskan dari pengaruh asal-usul para pekerjanya tersebut. Karena sumber pencaharian pokok di pedesaan adalah pertanian dan karena usaha pertanian sangat dibatasi oleh lingkungannya, maka para pekerja yang berasal dari desa cenderung mempunyai adat-istiadat dan kebiasaan hidup sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan lingkungannya masing-masing. Padahal, kehidupan di kota, di sektor industri dan sektor jasa dilandaskan pada prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan yang cenderung bersifat lebih universal. Dan pembenturan antara kedua macam cara dan kebiasaan hidup ini dapat menimbulkan keretakan dalam keutuhan cara-cara dan kebiasaan hidup pedesaan yang dibawa serta oleh para pekerja yang berasal dari lingkungan pedesaan itu.
Gejala pertama yang perlu diperhatikan ialah tingkat pertumbuhan yang tinggi dari penduduk, pola penyebaran penduduk yang pincang antara Jawa dan luar Jawa. Gejala selanjutnya ialah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya tingkat pendapatan, tidak meratanya pembagian pendapatan, rendahnya gizi, tingginya morbiditas, banyaknya pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan formal dan melek huruf, kurang lebih 60% dari warga desa hidup dalam pemukiman yang kurang memenuhi segi-segi ukuran kesehatan dan sebagainya. Kesemuanya itu menciptakan apa yang dinamakan sindrom "kemiskinan dan kemelaratan". Kunci dari keseluruhan itu terletak pada manusia Indonesia sendiri dan lingkungan yang mendukungnya.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa untuk merubah suatu potensi menjadi suatu kenyataan dan ke luar dari dilema di atas, diperlukan input teknologi, ketrampilan teknis, ketrampilan manajemen yang disertai kerja keras, disiplin tinggi dan perubahan sikap mental bangsa.
Teknologi Peningkatan Produktivitas Pedesaan
Sekarang kita mencari daya upaya untuk mencapai dua tujuan yang saling melengkapi: (1) Meningkatkan produktivitas sektor pertanian sehingga mencapai tingkat yang akan menyediakan pangan serta hasil budidaya lainnya untuk keperluan keluarga petani dalam persentase yang kurang sementara persentase yang lebih tinggi untuk kaum bukan petani dengan tingkat konsumsi per kapita yang lebih tinggi; dan (2) Meningkatkan tingkat produktivitas dari pekerjaan non-pertanian di daerah pedesaan untuk tenaga yang berlebihan akibat peningkatan produktivitas usaha pertanian.
Pada waktu itu dihasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, bahwa setiap usaha untuk meningkatkan produktivitas daerah pedesaan membutuhkan cara pendekatan sistemis yang melibatkan pertimbangan secara terpadu bukan saja mengenai teknologi pertanian namun juga tentang ketersediaan aneka sumber daya energi, air dan aneka sarana produksi pertanian lainnya; serta masukan yang dibutuhkan perindustrian dan sebagainya, dan mengenai pengangkutan; serta juga mengenai aneka upaya untuk meningkatkan asimilasi budaya dan sosial terhadap manajemen; serta mengenai pola-pola pemukiman penduduk, dan sebagainya. Kedua, bahwa pada masing-masing sistem itu akan dapat dicapai penyempurnaan dengan menerapkan teknologi yang lebih layak dengan menggunakan sumber daya genetika yang disempurnakan cara-cara budidaya yang lebih sempurna, budidaya berjenjang (terracing) dan teknik pengairan yang disempurnakan serta juga dengan menerapkan teknologi panen yang tepat guna dapatlah dicapai peningkatan produktivitas pertanian serta meningkatkan pendapatan kaum penduduk. Penyempurnaan pemukiman daerah pedesaan akan dapat dicapai dengan disempurnakannya jasa kesehatan, sarana pendidikan, serta penyempurnaan fasilitas komunikasi dan sebagainya.
Dan ketiga, telah disimpulkan bahwa karena diperlukan pendekatan gaya sistemis terhadap masalah ini perlu dicari dua lokasi, yang satu di pulau Jawa dan yang lainnya di daerah transmigrasi untuk memantau dan mengkaji penerapan pendekatan sistemis itu untuk meningkatkan produktivitas daerah pedesaan.
Motivasi yang melatarbelakangi minat serta peranserta Pemerintah berkenaan dengan soal produktivitas daerah pedesaan itu. Pada tingkat abstraksi yang lebih umum, usaha pembangunan nasional di Indonesia ini ditujukan kepada peningkatan standar kehidupan, memperluas lingkupan lokasi seluruh kegiatan pembangunan, dan mengusahakan pemerataan pembagian pendapatan rakyat, serta meningkatkan kestabilan ekonomi dan politik yang merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan usaha pembangunan di segala bidang.
Dalam usaha mencapai beraneka sasaran kami itu, kami dihadapkan dengan kenyataan bahwa hampir 80% penduduk kita berkediaman di daerah pedesaan dan melakukan kegiatan yang rendah tingkat produktivitasnya, baik dalam hal tanaman pangan, peternakan, dan budidaya bahan baku untuk keperluan industri pedesaan. Dan bahwa produktivitas rendah memberikan pendapatan yang rendah pula, sedangkan pendapatan yang rendah itu berarti daya-beli yang rendah pula, yang menimbulkan tingkat penghidupan yang rendah.
Maka kami berhasrat mendobrak lingkaran setan dari tingkat pembangunan yang rendah dengan secara nalar memperkenalkan serta memanfaatkan teknologi yang lebih maju. Namun dengan teknologi yang lebih sempurna tidak selalu harus dimaksudkan apa yang disebut orang "tekno- logi tepat-guna"., yaitu jenis teknologi yang serba primitif yang konon lebih sesuai untuk daerah yang agak terbelakang. Sebagaimana sudah saya tegaskan pada kesempatan lain teknologi yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas di daerah pelosok yang serba terpencil tidak usah terpencil pula dari tingkat ilmu pengetahuan tingkat tinggi. Dan berdasarkan pada pandangan inilah kami telah mengadakan penggunaan eksperimental dari cara-cara fotovoltaik untuk membangkitkan tenaga listrik untuk keperluan pengairan desalinasi (mempertawarkan air asin) dan komunikasi di daerah pedesaan. Cara yang lain untuk pembangkitan tenaga listrik ialah dengan cara gasifikasi ataupun umumnya gasifikasi segala macam limbah pertanian juga sedang diujicoba.
Dalam segala usaha kami ini, tujuannya ialah membuat masyarakat pedesaan menjadi swasembada pada tingkat konsumsi dan standar penghidupan yang lebih tinggi dan dengan demikian memperluas pasaran untuk segala jenis barang produksi perindustrian baik di dalam atau di dekat daerah pedesaan.
Sementara itu tenaga kerja yang tidak lagi terpakai dalam sektor pertanian, karena telah ditingkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian, akan diserap oleh sektor industri, yang kegiatannya meningkat dengan bertambah pasarannya di daerah pedesaan. Dengan penerapan strategi semacam inilah, kita harap akan dapat dilaksanakan transformasi penduduk daerah pedesaan menjadi penduduk dengan tingkat produktivitas serta pendapatan yang lebih tinggi. Jika upaya ini berhasil mencapai tujuan, maka strategi ini akan mentransformasi 80% dari penduduk Indonesia menjadi dasar yang ampuh untuk pembangunan sektor perindustrian Indonesia yang ingin kami pacu.
Dengan ikhlas saya ingin memperkenalkan teknologi yang lebih maju di daerah pedesaan untuk menjadi pertimbangan untuk diterapkan di setiap subsistem daerah pemukiman pedesaan, termasuk : pertanian industri pedesaan, sektor perindustrian umum, pembangkitan tenaga listrik, perumahan, pendidikan, jawatan kesehatan pedesaan, komunikasi dan lain sebagainya. Sungguh mutlak penting bahwa semua ini dilaksanakan secara sistematis dan terpadu, karena sekadar mengalihkan tenaga kerja dari sektor pertanian hanya dengan meningkatkan teknologi pertanian, tanpa pada bersamaan waktu diciptakan kegiatan ekonomis lainnya dengan menerapkan teknologi yang lebih sempurna hanya akan berakibat timbulnya masalah sosial yang lain.10
Dalam keseluruhannya itu yang terpenting dalam melaksanakan program-program pembangunan ialah kemampuan dan ketrampilan manusia-manusia Indonesia itu sendiri dalam upaya mengelola sumber-sumber alam secara ekonomis dan berencana dengan memperhatikan lingkungan hidupnya.
Dengan kata lain, tidak perlu dan tidak boleh teknologi pedesaan diartikan seolah-olah merupakan teknologi "kampungan". Jangan lagi dikira bahwa pemecahan masalah-masalah di pedesaan dapat dicapai hanya dengan memakai teknologi-teknologi yang produktivitasnya rendah. Sebaliknya, perlu dipikirakan bagaimana memanfaatkan teknolo- gi yang paling mutakhir bagi penyelesaian masalah di lingkungan pedesaan.
Dalam segala kegiatan itu, sifat serta mekanisme proses alih teknologi pada setiap peristiwa harus diberi perhatian penuh. Harus diusahakan keseimbangan antara segala usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan, dengan upaya untuk merancang mesin yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Saya yakin bahwa berkat keahlian serta pengalaman selama ini, akan dapat mencapai keputusan yang cukup matang, mengenai campuran yang lebih sesuai antara teknologi lokal yang telah disempurnakan dengan teknologi maju yang disesuaikan pula. Saya sadar bahwa tantangan yang kita hadapi cukup berat, namun saya yakin pula akan sanggup menanggulanginya.
Teknologi Pedesaan dan Sistem Nilai
Berbicara tentang masalah teknologi pedesaan, sebenarnya berbicara mengenai salah satu cara untuk membangun dan mengembangkan organisasi dan sistem sosial pedesaan. Desa bukanlah sekadar tempat yang rendah tingkat teknologinya, yang miskin dan terkebelakang penduduknya dan yang terbatas kemungkinan-kemungkinan perkembangannya. Desa justru adalah akar kehidupan kita. Keutuhan dan ketahanan desa adalah justru pangkal keutuhan dan daya tahan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, jika kita berbicara tentang persoalan- persoalan di desa tidaklah cukup kita berbicara tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat desa akan keperluan-keperluan dasar hidupnya, seperti: makanan dan minuman yang cukup dan bergizi, perumahan yang sehat dan aman, pendidikan yang meningkatkan taraf pe-ngetahuan dan keterampilan, pakaian yang kuat dan layak, jasa kesehatan dan sebagainya. Tidak cukup pula hanya berbicara tentang peningkatan penggunaan sumber-sumber daya alam di dalam dan di sekitar desa untuk peningkatan kehidupan perekonomiannya.
Semua ini memang perlu kita persoalkan dan perlu mendapatkan perhatian secara seksama. Tetapi semua ini merupakan hal-hal yang sudah jelas dengan sendirinya. Kita harus melangkah jauh dari itu. Jika kita berbicara tentang persoalan pedesaan haruslah kita menganalisis sesuatu yang lebih mendalam dan lebih mendasar. Kita harus menganalisis hal-hal yang mendasar bagi identitas, dan keutuhan kehidupan di desa-desa seperti digagaskan tadi, yang merupakan landasan bagi identitas dan keutuhan kehidupan bangsa kita. Hal-hal inilah yang harus kita pelajari. Hal-hal inilah yang harus kita analisis dan kita dalami. Hal-hal inilah yang harus kita jadikan landasan pengembangan segala teknologi di pedesaan. Dan, karena kebanyakan sumber daya manusia di kota-kota berasal dari desa, hal itu pun harus kita analisis dan dalami sebagai landasan pengembangan teknologi di perkotaan.
Usaha mengembangkan teknologi pedesaan, yang dilandasi falsafah membantu unsur-unsur asli kehidupan pedesaan tumbuh dengan lebih kokoh dan lebih cepat mengan- dung beberapa segi tertentu.
Dalam hal ini, ada beberapa nilai yang berasal dari kehidupan pedesaan yang hingga kini masih kita pandang perlu untuk dilestarikan, seperti misalnya, nilai kekeluargaan. Perhatikan struktur kamar-kamar di dalam perumahan di desa-desa. Perhatikan betapa struktur ini mencerminkan cara hidupnya yang berasaskan kebersamaan antara ang- gota-anggota keluarga. Peranan teknologi dalam hal ini adalah justru untuk melestarikan asas kebersamaan antara anggota keluarga ini dan bukan malah menumbuhkan individualisme atau kolektivisme (commune) seperti yang berlaku pada masyarakat modern di luar Indonesia. Yang perlu dilakukan adalah pengembangan desain baru, pemanfaatan cara-cara komunikasi modern, pengembangan sistem-sistem informasi baru, serta sistem-sistem organisasi baru sehingga asas kehidupan bersama berdasarkan kekeluargaan dapat dipertahankan terus bahkan dapat bekerja dengan lebih sempurna. Dengan perkatan lain, janganlah demi memungkinkan penerapan teknologi-teknologi baru, cara-cara hidup dan tata nilai kehidupan pedesaan dipaksakan berubah. Justru sebaliknya, perlu ditempuh berlandaskan hasil-hasil riset yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang bersifat universal, perlu dikembangkan dan diterapkan teknologi-teknologi baru, termasuk tekno- logi modern, sehingga nilai-nilai tradisional kehidupan pedesaan dapat berlangsung terus atau malahan dapat diwujudkan secara lebih sempurna.
Jelaslah, bahwa pengembangan teknologi pedesaan harus kita pandang sebagai upaya yang lebih luas dan lebih mendalam daripada usaha memperkenalkan teknik-teknik sederhana yang lebih maju dari yang dipergunakan sekarang demi peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan, demi meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan energi setempat dan demi pengembangan industrialisasi di lingkungan pedesaan.
Memang hal tersebut sangat berguna dan karenanya perlu dilakukan. Namun bukan itu yang menjadi sasaran utama pengembangan teknologi pedesaan.
Sasaran utama pengembangan teknologi pedesaan adalah mengamankan identitas serta meningkatkan daya tahan kehidupan pedesaan. Sasaran utama pengembangan teknologi pedesaan adalah untuk, dengan menggunakan segala teknologi termasuk teknologi yang paling mutakhir, memungkinkan masyarakat pedesaan berkembang tanpa kehilangan identitasnya. Upaya mengembangkan teknologi pedesaan haruslah kita dekati sebagai upaya untuk, dengan teknologi-teknologi yang modern sekalipun, membantu unsur-unsur asli kehidupan pedesaan tumbuh dengan lebih cepat dan lebih kokoh sehingga tanpa kehilangan identitasnya, masyarakat pedesaan dapat lebih maju dan berkembang mengatasi tantangan-tantangan dan pukulan-pukulan terhadap dirinya.
Apa yang berlaku bagi nilai-nilai kehidupan di pedesaan berlaku pula pada pengetahuan empiris tradisional dan teknologi tradisional di pedesaan. Pengembangan teknologi pedesaan seyogyanya ditujukan pada sasaran untuk lebih menyempurnakan teknologi tradisional tersebut dan membuatnya lebih efektif dan lebih efisien, dan bukan ditujukan untuk mengganti teknologi tradisional tersebut dengan teknologi-teknologi baru.
Dapat saya menggunakan dua contoh berikut. Tidak perlu heran bahwa di mana-mana di Indonesia, bambu merupakan bahan bangunan yang banyak sekali dipakai. Bahwa bambu memang merupakan material yang bermutu tinggi dengan mudah dapat ditunjukkan dengan memakai penalaran ilmiah modern. Dipandang dari sudut daya tahan terhadap tegangan tertentu bambu lebih rendah mutunya dibandingkan dengan baja atau aluminium. Tetapi dipandang dari sudut rasio antara tegangan dan berat jenis, jelas bahwa bambu lebih tinggi mutunya daripada kedua bahan lainnya tadi. Bahwa bambu mempunyai persoalan-persoalan tersendiri berhubungan dengan kesehatan karena dapat dimasuki tikus merupakan persoalan lain. Itu merupakan persoalan konstruksi. Bahwa bambu lekas lapuk memang merupakan suatu masalah. Tetapi baja pun terkena korosi dan oleh karena itu perlu diproses secara khusus. Dan kalau terhadap baja kita carikan cara-cara pengawetannya, mengapa bambu tidak kita carikan cara-cara serupa supaya tidak terpengaruh cuaca dan karena itu tidak lekas lapuk?
Tidakkah mungkin untuk memproses bambu dengan misalnya, epoxy resin, sehingga dapat tahan jauh lebih lama? Inilah yang perlu dilakukan dalam rangka pengembangan teknologi pedesaan sebagai salah satu contoh bagaimana teknologi maju dapat digunakan justru untuk melestarikan yang tradisional atau membuat yang tradisional berfungsi dengan lebih baik.
Pemanfaatan energi surya merupakan contoh lain bagi falsafah yang sama. Kita sama-sama mengetahui bahwa sejak dahulu kala energi surya dipergunakan di lingkungan pedesaan. Tidak wajar untuk berpikir bahwa jika secara tradisional penduduk pedesaan itu sudah memakai energi matahari untuk pengeringan, ia pun dapat diperkenalkan pada cara-cara baru untuk menggunakan energi tersebut dengan lebih efektif dan lebih efisien. Misalnya saja kita rintis pengembangan "desa surya", yakni suatu desa yang memanfaatkan energi surya secara optimal baik untuk keper- luan bersama maupun untuk keperluan pribadi keluarga penduduk pedesaan.
Perlu disampaikan di sini bahwa saya mendapat laporan mengenai berbagai penelitian yang menunjang teknologi industri serta pengembangan energi perbakuan, dalam hal ini Ethanol, yang telah dilaksanakan di laboratorium Penelitian BERDC dalam waktu yang singkat ini.
Hasil penelitian itu ternyata telah menghasilkan penelitian yang cukup berarti. Untuk produksi Ethanol dengan bahan baku ubi kayu dan karbohidrat pada umumnya ongkos produksi yang terbesar berasal dari ongkos energi (dalam bentuk uap) dan biaya Enzyme yang diperlukan untuk hidrolisa pati menjadi gula.
Untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan berbagai penelitian proses dan berhasil menurunkan temperatur proses dan waktu hidrolisa hingga dapat mengurangi biaya energi. Demikian pula dengan berbagai percobaan yang telah berhasil mengurangi jumlah pemakaian enzyme hingga dapat diturunkan menjadi setengahnya. Sedangkan dalam proses fermentasi telah diadakan penelitian yang bertujuan mengurangi waktu fermentasi dengan hasil yang optimal. Selanjutnya di laboratorium mikrobiologi sedang dilakukan penelitian untuk seleksi dan isolasi mikroba lokal yang dapat menghasilkan Enzyme Amylase. Dari sekitar Desa Sulusuban saja sementara ini telah dapat diketemukan dua mikroba yang dapat menghasilkan enzyme dimaksud dan penelitian dalam hal ini masih terus dikembangkan. Bersamaan dengan itu juga dilakukan penelitian untuk seleksi dan isolasi mikroba lokal yang menghasilkan Enzyme Cellulase. Hal ini penting mengingat Negara kita kaya akan sumber bahan yang mengandung Cellulase seperti limbah kayu dan sebagainya, yang dengan adanya Enzyme Cellulase tersebut dikemudian hari dapat dimanfaatkan secara optimal.
Sementara itu, pengembangan biomassa untuk bahan baku ethanol ini memerlukan adanya perkebunan energi. Dan seperti kita ketahui, perkebunan energi tersebut membutuhkan lahan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Sebagai suatu negara agraris yang memiliki tanah pertanian yang luas, Indonesia merupakan tempat yang ideal untuk pe-ngembangan perkebunan energi yang dikaitkan dengan percepatan pengembangan wilayah transmigrasi.
Lapangan kerja di Indonesia harus dipersiapkan dengan memberikan proyeksi mekanisme pendidikan dan latihan kerja yang terpadu dengan teknologi dan ketrampilan. Penyediaan lapangan kerja akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan fasilitas kerja yang dikaitkan dengan perkembangan sektor industri. Khususnya untuk pengembangan industri ethanol di wilayah-wilayah transmigrasi akan dapat memberikan banyak keuntungan yang meliputi antara lain: (a) memberi kesempatan kerja; (b) meningkatkan taraf hidup para petani/transmigran; dan (c) mendorong pertumbuhan industri-industri penunjang.
Perlu pula disebutkan di sini bahwa penelitian mengenai pengolahan limbah industri untuk mencegah pencemaran lingkungan dan biogas yang dihasilkan nantinya dapat di-pergunakan sebagai bahan bakar sehingga dapat mengu-rangi ongkos produksi.
Selanjutnya oleh para peneliti juga telah diadakan penelitian dalam bidang agronomi. Pada saat ini, mereka sedang mengkaji varietas-varietas unggul ubi kayu maupun ubi jalar yang cocok untuk kondisi tanah Sulusuban, dalam rangka menunjang kebutuhan bahan baku serta optimasi biaya produksi "pilot plant".
Singkat kata, usaha pengembangan teknologi di pedesaan seyogyanya berpegang pada falsafah penyempurnaan nilai-nilai, cara-cara hidup serta pengetahuan empiris yang tradisional di desa-desa dengan menggunakan teknologi yang lebih maju, termasuk yang modern sekalipun jika memang hal itu yang diperlukan

Sunday, November 28, 2010

TEKNOLOGI DAN KEBUDAYAAN

TEKNOLOGI DAN KEBUDAYAAN

Itulah proses interaksi antara ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Kebudayaan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi memperkaya kebudayaan. Mereka yang mampu menguasai ketiga landasan tadi dengan sendirinya akan lebih mampu meningkatkan dan menyempurnakan nilai kebudayaannya.
Di dalam melaksanakan pengembangan, pengendalian dan pemanfaatan Iptek, kebudayaan manusia merupakan salah satu unsur yang teramat penting. Kebudayaan manusia, termasuk karakter dan mentalitasnya, merupakan faktor penentu apakah Iptek bisa dimanfaatkan secara efisien atau tidak, produktif atau tidak. Dan faktor kebudayaan pula yang mempengaruhi cepat-lambatnya imbas pemanfatan Iptek dalam mendorong peningkatan taraf hidup suatu bangsa.
(B.J. Habibie)
Sangat penting untuk kita sadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin dapat dipandang terlepas dari kebudayaan. Tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dilahirkan oleh dan hanya mungkin berkembang dengan baik dan sempurna di dalam suatu masyarakat yang berbudaya tinggi dan merdeka.
Zaman modern adalah zaman di mana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bahagian yang semakin penting dari kebudayaan suatu bangsa.
Kebudayaan bangsa kita yang merupakan suatu kesatuan dalam keanekaragaman yang dilambangkan dalam semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", merupakan kebudayaan yang sangat kaya karena berakar di dalam kebudayaan ratusan suku bangsa dengan bahasa, adat istiadat, kesenian, kesusastraan, serta ilmu dan teknologinya masing-masing yang telah hidup dan berkembang selama ratusan tahun.
Khasanah kebudayaan yang sedemikian tinggi itu merupakan tempat persemaian yang subur bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika pada saat ini perkembangan Iptek kita belum mencapai kemajuaan yang diharapkan, itu tak lain karena bangsa Indonesia terlalu lama hidup dalam cengkraman penjajahan yang membodohkan dan menelantarkan. Untuk itu, kita harus segera melakukan lompatan yang tinggi, agar di dalam waktu yang singkat bisa mengaktualisasikan potensi kebudayaan bangsa itu, untuk dapat mengejar kemajuan bangsa-bangsa yang telah maju.
Karena bangsa kita baru merdeka selama 45 tahun, maka kita harus berhasil melakukan lompatan yang tinggi untuk di dalam waktu yang singkat mengejar kemajuan bangsa-bangsa yang telah merdeka ratusan tahun.
Lompatan tinggi itu harus kita lakukan, dan insya Allah akan tercapai, tanpa meninggalkan akar-akar kebudayaan kita, tanpa melepaskan kaitan dengan identitas kita sebagai bangsa. Suatu upaya pengembangan iptek yang tidak mengindahkan lingkungan kebudayaannya adalah keme-wahan yang tidak ada artinya, suatu kemubaziran yang membuang-buang tenaga dan sumberdaya, yang pada akhirnya akan membawa korban bangsanya sendiri.
Oleh karena itu, perlu digarisbawahi bahwa betapun tingginya prestasi kita dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, prestasi tersebut tidak boleh terlepas dari akar-akar dan unsur-unsur utama kebudayaan bangsa kita, yang disatukan dalam wadah Bhineka Tunggal Ika dan merupakan kekuatan tersendiri.
Dalam kaitan ini kita perlu membuang anggapan bahwa kebudayaan Indonesia merupakan kendala bagi pengembangan Iptek. Sebaliknya, kita harus memandang itu sebagai batu tumpuan. Pernyataan ini bukannya tanpa alasan. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil produk manusia yang dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di dalam proses peningkatan taraf hidup, iptek sendiri dikembangkan dan disempurnakan lebih lanjut. Proses ini merupakan siklus yang tidak ada hentinya. Ma-nusia menghasilkan Iptek, lalu memanfaatkan Iptek tersebut untuk meningkatkan taraf hidupnya; sementara itu, di dalam taraf hidup yang telah meningkat, manusia meningkatkan lebih lanjut taraf ilmu pengetahuan dan teknologinya. Demikian seterusnya.
Di dalam melaksanakan pengembangan, pengendalian dan pemanfaatan Iptek, kebudayaan manusia merupakan salah satu unsur yang teramat penting. Kebudayaan manusia, termasuk karakter dan mentalitasnya, merupakan faktor penentu apakah Iptek bisa dimanfaatkan secara efisien atau tidak, produktif atau tidak. Dan faktor kebuda-yaan pula yang mempengaruhi cepat-lambatnya imbas pemanfaatan Iptek dalam mendorong peningkatan taraf hidup suatu bangsa.
Oleh karena itu, dalam setiap upaya pengembangan Iptek di Indonesia hendaknya diusahakan agar siklus-siklus peningkatan Iptek dan taraf hidup masyarakat berlangsung sesuai dengan aspirasi kita sendiri, sesuai dengan aspirasi perjuangaan Bangsa Indonesia, sebelum dan setelah kemerdekaan. Kita perjuangkan agar siklus-siklus tersebut berlangsung secara merata di seluruh pelosok tanah air.
Selain teknologi yang kita pilih harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, teknologi itu pun harus dapat meningkatkan nilai tambah (added value) secara maksimal dan menurunkan added cost seminimal mungkin (secara mendalam hal ini akan diuraikan pada bagian selanjutnya).
Teknologi tradisional belum tentu menjamin tingkat hidup yang layak. Dengan teknologi maju diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sekaligus menjamin tingkat hidup yang lebih tinggi. Namun demikian, baik teknologi tradisional maupun teknologi maju, di samping harus membantu meningkatkan taraf hidup, kedua-duanya harus dapat menjamin kelestarian lingkungan pada proses produksi maupun konsumsi.
Implikasi dari keinginan-keinginan tersebut mengisyaratkan bahwa pengembangan Iptek di Indonesia harus disesuaikan dengan keadaan sosial, keadaan alam dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, di dalam melakukan pemilihan dan pengembangan teknologi hendaknya kita bersikap hati-hati. Ada kemungkinan bahwa sesuatu negara mau memberikan teknologi kepada kita dengan tujuan eksperimen dari pengembangan teknologinya, sebagaimana halnya de-ngan daerah Timur Tengah telah dipakai oleh beberapa negara sebagai laboratorium pengujian sistem persenjataan yang mereka miliki.
Karena itulah, di dalam melakukan lompatan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan dan sedang kita laksanakan untuk meraih keberhasilan yang setara dengan bangsa-bangsa lain misalnya di dalam industri dirgantara, industri perkapalan, dan industri komunikasi dan informasi, industri energi , termasuk nuklir, ada sesuatu yang tidak boleh dikorbankan, yaitu kebudayaan.
Ilmu pengetahuan bersumber dari kebudayaan, dan karena itu harus selalu berhubungan dengan kebudayaan. Di samping itu, ilmu pengetahuan itu melahirkan bermacam-macam teknologi. Tidak ada satu teknologi yang dilahirkan oleh hanya satu ilmu pengetahuan. Lazimnya suatu teknologi untuk melaksanakan proses nilai tambah dilahirkan oleh sekurang-kurangnya dua atau lebih disiplin ilmu pengetahuan.
Proses nilai tambah tidak akan terjadi jika tidak ada teknologi. Teknologi tidak akan dikembangkan jika tidak ada ilmu pengetahuan. Dan keduanya harus berakar pada pada nilai-nilai dan unsur-unsur utama kebudayaan. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak berakar pada kebudayaan akan melahirkan masalah-masalah yang tidak terduga dan dapat bertentangan dengan perkembangan proses nilai tambah, bahkan akan menurunkan produktivitas pelaksanaan proses nilai tambah.
Secara lebih mendasar lagi, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada proses nilai tambah akan melahirkan berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan hanya oleh ilmu dan teknologi, antara lain :
  • Masalah apa yang diperbuat dengan nilai tambah yang diciptakan;
  • Masalah siapa yang menentukan pembagiannya di antara anggota masyarakat;
  • Masalah berdasarkan apa ditentukan pembagian itu;
  • Masalah peran yang harus dimainkan oleh pemerintah yang mewakili kepentingan seluruh masyarakat, baik anggota yang lemah maupun yang kuat.
Kesemua masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan sempurna jika jawabannya berakar pada nilai-nilai dan unsur-unsur utama kebudayaan. Di dalam masyarakat Indonesia tidak mungkin dapat diberikan jawaban yang sempurna atas masalah-masalah tersebut jika cara menjawab dan jawabannya hanya merupakan salinan dari penyelesaian yang diberikan manusia berbudaya lain dengan nilai-nilai dasarnya yang lain pula.
Ada dua macam unsur utama di setiap kebudayaan.
Yang pertama adalah unsur yang khas dari suatu masyarakat; yang kedua adalah unsur yang bersifat universal. Di dalam bahasa ilmu pasti, yang pertama dinamakan unsur yang variant dan yang kedua, itulah yang disebut invariant.
Satu unsur penting dalam menentukan berhasil-tidaknya ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara efisien dan produktif untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Kebudayaan manusia, termasuk karakter dan mentalitas manusia itulah yang menentukan apakah manusia dapat secara efisien atau produktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kebudayaan manusia yang akan menentukan apakah manusia secara cepat dapat menaikkan taraf hidupnya melalui pemanfaatan teknologi.
Kita di Indonesia tentunya mengusahakan agar siklus-siklus peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan taraf hidup manusia Indonesia berlangsung sesuai dengan aspirasi kita sendiri, sesuai dengan aspirasi perjuangan Bangsa Indonesia, sebelum kemerdekaan dan setelah ke-erdekaan. Kita perjuangkan agar siklus-siklus tersebut berlangsung secara merata ke seluruh pelosok tanah air Indonesia.
Hubungan Iptek dan Kebudayaan
Manusia sebagai pemeran utama dalam proses ini perlu disiapkan secara sistematis dan sedini mungkin. Kita harus mempersiapkan sebaik-baiknya agar pelaksanaan proses ini berlangsung secara serasi dengan kebudayaan manusia yang diilhami oleh agama yang dianutnya. Hanya dengan demikian dapat dikembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan dampak pada proses nilai tambah pribadi dan proses nilai tambah materi, yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan taraf hidup manusia, baik di dalam perangkat lunak maupun di dalam perangkat keras dan perangkat otak. Persiapan itu harus dilaksanakan sedini mungkin. Ini berarti bahwa pengembangan manusia perlu mendapatkan perhatian khusus dan perhatian utama dari pimpinan bangsa.
Kita semua menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi memang memainkan peranan yang menentukan dalam pembentukan masyarakat dan peranan yang menentukan tingkat dan mutu kehidupan sehari-hari. Sebabnya adalah karena ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan tiga landasan yang penting di dalam kehidupan masyarakat.
Pertama, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan landasan hidup berupa tingkat pemenuhan kebutuhan dasar anggota masyarakat meliputi pangan dan gizi, kesehatan dan harapan hidup, pendidikan, serta lingkungan hidup.
Kedua, ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan dikembangkannya sistem informasi dan komunikasi, evaluasi dan analisis yang lengkap, makro dan mikro dan mencakup seluruh anggauta masyarakat sehingga dapat secara merata memberikan informasi di bidang apa saja yang penting bagi kehidupan dan kebudayaan suatu bangsa. Kemampuan inilah yang menjadi landasan bagi kemungkinan suatu bangsa dan masyarakat untuk memajukan kesejahteraan dan taraf hidupnya. Manusia tanpa informasi merupakan makhluk yang tidak dapat mengembangkan potensinya dan karena itu tidak dapat berkembang dan kehilangan artinya.
Ketiga, manusia yang sehat dan sejahtera dan yang kaya akan informasi akan dengan cepat dapat memanfaatkan dan mengembangkan semua ilmu dan teknologi yang diperlukannya untuk memperbaiki nasibnya dan meningkatkan mutu kehidupannya. Penggerak untuk perkembangan ini adalah sifat khas manusia sebagai satu-satunya makhluk di bumi ini yang mempunyai hasrat konsumsi yang selalu meningkat ("rising demands"), baik konsumsi akan perangkat keras, maupun konsumsi akan perangkat lunak dan perangkat otak. Manusia memiliki ciri khas ini karena berdaya imaginasi, berketerampilan dan mampu membentuk suatu visi atau wawasan. Dengan kemampuannya mengembangkan ilmu dan teknologi dan mencapai peningkatan-peningkatan di dalam penghasilannya, maka manusia sekaligus juga menentukan pasar akan barang dan jasa di dunia ini, karena hanya manusialah yang menentkan besar pasar, baik pasar perangkat keras, perangkat lunak, maupun pasar perangkat otak.
Itulah proses interaksi antara ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Kebudayaan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi memperkaya kebudayaan. Mereka yang mampu menguasai ketiga landasan tadi dengan sendirinya akan lebih mampu meningkatkan dan menyempurnakan nilai kebudayaannya.
Oleh karena itu, dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, kita harus memanfaatkan semua perangkat yang ada, perangkat lunak, perangkat keras, dan perangkat otak, yang dimiliki manusia dan menyesuaikannya dengan kebudayaan manusia tersebut sehingga peningkatan taraf hidup manusia dapat berlangsung dengan lebih cepat dan produktif.
Dan perlu digarisbawahi bahwa betapapun tingginya prestasi kita dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, prestasi tersebut tidak boleh terlepas dari akar-akar dan unsur-unsur utama kebudayaan bangsa kita, yang disatukan dalam wadah Bhineka Tunggal Ika dan merupakan kekuatan tersendiri.
Sarana Pengembangan Iptek dan Kebudayaan
Pengembangan ini terdiri dari dua aspek, yaitu pengembangan formal dan pengembangan non-formal. Dan di dalam pengembangan formal dan non-formal itu perlu dibedakan antara dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu pengajaran dan pelatihan yang berlangsung di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya, dan pembudayaan yang berlangsung sedini mungkin di dalam lingkungan keluarga.
Kedua-duanya merupakan sisi yang berbeda dari keping yang sama. Pembudayaan menyangkut upaya menjadikan manusia suatu pribadi yang baik, yang taat pada agama, seorang warga masyarakat yang baik, anggota bangsa yang baik, dan warga negara yang baik. Pembudayaan bermaksud menjadikan manusia yang berbudi baik, mengetahui budaya dan tradisi daerahnya dan dapat menghayati keanekaragaman budaya sebagai unsur redundansi yang merupakan sumber kekuatan kebudayaan Indonesia. Pengajaran langsung berkenaan dengan menjadikan manusia mampu berpikir secara analitis, sistematis, logis, pragmatis dan bergerak berdasarkan prinsip dan falsafah ilmiah yang telah teruji dan dibuktikan benar sesuai dengan hukum alam, apakah di dalam bidang sosiologi, rekayasa, pertanian, biologi, elektronika, dirgantara, dan sebagainya.
Kedua-duanya perlu memperoleh perhatian yang sama besarnya. Kedua-duanya perlu berada dalam keadaan keseimbangan. Tanpa pembudayaan yang baik, manusia yang memperoleh pengajaran yang setinggi apapun sehingga merupakan manusia yang sangat pandai dan terampil, tidak akan tergerak untuk mengamalkan ilmunya untuk kepen-tingan masyarakat dalam siklus peningkatan taraf hidup manusia dan peningkatan mutu ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, tanpa pengajaran yang sepadan, seseorang yang telah memperoleh pembudayaan yang sangat tinggi sehingga tumbuh menjadi manusia yang sangat sopan dan berbudi luhur, tidak akan sanggup menjalankan peran- an demikian itu.
Lazimnya digunakan perkataan "Pendidikan" sebagai padanan "Pembudayaan", namun menurut hemat kami, kata "pendidikan" tidak mengandung arti setajam sebagaimana halnya "pembudayaan".
Di samping itu, perlu pula diingat bahwa pengembangan ilmu pengetahuan serta penerapan teknologi tertentu di suatu wilayah akan mempunyai akibat terhadap adat-istiadat, perilaku kebudayaan serta lingkungan hidup setempat. Maka dalam usaha pelestarian kebudayaan ataupun usaha peningkatan ketahanan kebudayaan dan adat-istiadat setempat, di dalam lingkungan universitas di wilayah perlu pula dikembangkan disiplin ilmu pengetahuan yang perlu dikuasai untuk mencegah terkikisnya kekayaan kebudayaan setempat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru di tengah-tengahnya.
Berdasarkan pemikiran tadi, kita harus berani menilai kembali dan bertanya: apakah Bangsa Indonesia (insinyurnya dan umat Islam di Indonesia khususnya) sudah dipersiapkan, dikembangkan, dan diberi kemampuan untuk berkembang melalui pendidikan formal dan non-formal yang mengandung unsur-unsur pembudayaan dan penga-jaran sebagai sisi-sisi keping pendidikan yang silang? Kita harus berani bertanya itu pada diri kita. Dan kita harus berani memberikan jawabannya.
Kita harus berani melakukan penyesuaian yang diperlukan. Dan arah penyesuaian itu adalah memberikan rangkaian yang seimbang pada pembudayaan, pengajaran, dan jenjang pendidikan. Yang dirasakan kurang adalah pendi-dikan agama pada kurikulum sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi itu perlu ditambah. Seandainya dirasakan masih kurang memadai, pengajaran matematika, fisika, biologi, pada kurikulum pendidikan pesantren perlu ditingkatkan. Kita perlu mengusahakan agar pada setiap jenjang pendidikan, kedua unsur tersebut berada di dalam keseimbangan. Dan hal itu perlu kita lakukan pada keseluruhan mata rantai kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan yang kita berikan pada manusia Indonesia.
Hal ini merupakan salah satu unsur utama di dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kepentingan peningkatan taraf hidup ma-nusia dalam suatu masyarakat
Yang kelihatan adalah yang kita sadari. Kita masyarakat Indonesia tidak ada lagi yang melarat. Tidak yang miskin secara materi dan ideologi. Rakyat Indonesia merasa bebas bisa berkembang. Itu yang mau kita capai. Untuk menghadapi itu tidak seperti yang tadi saya katakan hanya karya atau kepentingan dari satu golongan saja, golongan pendidikannya tetapi dari seluruh piramida tersebut.
Itulah interpretasi saya, yang diberikan kepercayaan oleh Bapak Presiden, Mandataris MPR untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi pengembangan itu hanya mungkin jika ada kaitannya dengan manusia yang telah mengalami nilai tambah pribadi.
Pembahasan tentang tema pembangunan, sebaiknya kita mulai dengan melakukan pengkajian terhadap falsafah yang melandasi pembangunan itu sendiri, sebab jika kita renungkan secara seksama, segala hal yang dibuat, dibangun dan dikembangkan oleh manusia, baik yang berwujud suatu konstruksi fisik maupun yang berupa struktur sosial, senantiasa mencerminkan suatu falsafah tertentu. Semua kons- truksi manusia, baik konstruksi fisik maupun realitas sosial disusun dengan memenuhi norma-norma dan prinsip-prinsip yang sesuai dengan tata nilai ataupun falsafah manusia pembuatnya.
Konstruksi pesawat terbang atau konstruksi sarana fisik yang lain, misalnya, selalu dilakukan dengan mengikuti sekurang-kurangnya tiga buah prinsip: pertama, prinsip keamanan bagi manusia pemakainya ( life save); kedua, prinsip keamanan terhadap penjalaran retak-retak dalam materialnya sehingga keutuhan material bisa terjaga (crack growth save) ; dan ketiga, prinsip yang secara implisit telah mengandung kedua prinsip tadi, yaitu prinsip aman terhadap kegagalan menjalankan fungsi (fail save).
Apa yang berlaku bagi konstruksi fisik, juga terjadi dalam konstruksi sosial. Di dalam suatu organisasi sosial atau kehidupan masyarakat, misalnya, berlaku prinsip bahwa suatu organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga betapa pun beratnya pukulan-pukulan yang dihadapi oleh organisasi tersebut, masih tetap mampu melindungi dan menjaga kepentingan para anggota yang dilayaninya.
Sejalan dengan itu, bila terhadap suatu konstruksi fisik kita harus senantiasa memonitor terjadinya retakan-retakan dalam material sekecil apa pun. Demikian juga halnya terhadap konstruksi sosial. Kita harus selalu waspada terhadap kemungkinan adanya pelbagai gangguan; rongrongan terhadap sumberdaya, falsafah serta warga masyarakat yang menjadi "material dasar" bagi suatu organisasi sosial. Dalam hal ini, organisasi pun harus dijaga supaya berprinsip aman terhadap kegagalan dalam menjalankan fungsinya, antara lain dengan cara mempersiapkan sistem-sistem cadangan yang dapat dikerahkan jika sistem utama gagal dan harus diperbaiki kembali.
Singkat kata, jika dalam konstruksi fisik saja kita harus menerapkan suatu falsafah tertentu, apalagi dalam suatu struktur sosial. Di dalam membangun dan mengembangkan struktur sosial, kita dituntut untuk menerapkan dan mewujudkan suatu falsafah pembangunan yang benar-benar mencerminkan nilai-nilai dasar yang sesuai dengan cita-cita luhur bangsa.
Malahan, menurut pandangan saya, suatu masyarakat barulah dapat disebut suatu bangsa jika masyarakat itu telah mampu mengembangkan identitas bersama serta falsafah hidupnya; sanggup mengembangkan cara-cara hidup serta cara-cara kerjasama yang khas; dan dapat merealisasikan potensi ekonomi, potensi kebudayaan serta potensi politiknya sebagai suatu kesatuan nasional yang khas.
Sehubungan dengan itu, kita harus meningkatkan kebiasaan berpikir dan bertindak berlandaskan falsafah tertentu, yang dikembangkan menjadi prinsip-prinsip dan kemudian melembaga menjadi suatu sistem yang redundan; dalam arti, mampu tetap berfungsi karena senantiasa ditopang oleh jumlah dukungan yang lebih banyak dari yang mutlak diperlukan.
Sebaliknya, dasar-dasar falsafah perjuangan bangsa yang kita miliki bersama, yang dikembangkan sepanjang sejarah oleh para pejuang bangsa, perlu terus-menerus disempurnakan oleh generasi-generasi berikutnya, sehingga sistem-sistem yang melembagakan falsafah dan prinsip-prinsip dasar perjuangan bangsa tersebut bisa tetap relevan dengan tantangan zaman.
Kebangkitan Nasional :
Upaya Penyempurnaan Kebudayan
Bila pada kebangkitan nasional 20 Mei 1908, 87 tahun lalu sasaran Boedi Oetomo adalah Jawa dan Bali, sekarang sasaran kita seluruh kawasan Nusantara. Kita mengetahui bahwa setelah 20 tahun berdirinya Boedi Oetomo, sasarannya tidak saja terbatas pada Jawa dan Bali tetapi perlu untuk seluruh kawasan Nusantara. Kalau pada waktu itu hasilnya Bapak-bapak kita menghadapi masalah bahasa, dan sebagainya sehingga yang mereka perjuangkan adalah apa yang ada pada waktu itu. Kalau saya bisa berbahasa Indonesia dan berkomunikasi dengan siapapun juga dengan bahasa Indonesia, itu norma. Kalau saya harus berkomunikasi dalam bahasa Batak, atau Bugis atau Jawa, itu bukan norma. Jadi yang kita hadapi dalam kebangkitan nasional tahap kedua ini, norma-normanya lain. Kalau dahulu musuhnya jelas adalah Belanda, atau mereka yang berfikir atau menunjang pikiran Belanda. Sedangkan sekarang musuh yang kita hadapi mungkin ada dalam diri kita sendiri yang belum begitu mengerti perjuangan bangsanya, cita-cita bangsanya dan belum bisa mengendalikan pribadinya agar supaya bisa mengisi kemerdekaannya dengan karya-karya yang nyata.
Jadi akibat Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan, dan Angkatan '45 menghadapi penjajah dan terjadi perang kemerdekaan, bukan hanya hasil karya perjuangan fisik, tetapi semuanya memerangi dan menghadapi musuh yang nyata, yang kelihatan dan tidak kelihatan.
Pada tahun 1908. Boedi Utomo diproklamasikan di mana-mana dengan tujuan agar bangsa kita mau belajar dan membaca walaupun kemudian Boedi Oetamo pada tahun 1920 hanya terkonsentrasi pada bahasa Jawa atau bahasa Indonesia dan terbatas pada orang di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Dan Sumpah Pemuda pun aktivitasnya diarahkan agar bangsa kita mau membaca melawan buta huruf serta agar manusia Indonesia merata bisa mendapatkan proses nilai tambah pribadi, bisa lebih pintar dan menendang keluar kekuatan penjajah itu.
Jadi saya rasa sudah cukup jelas interpretasi saya sebagai seorang yang berkecimpung dalam bidang teknologi. Sekarang kita memasuki era Kebangkitan Nasional Tahap Kedua. Apa yang saya artikan kebangkitan nasional tahap kedua itu ialah : "mengisi kemerdekaan dengan karya-karya nyata, memikirkan proses nilai tambah, proses nilai tambah pribadi, dan proses nilai tambah materi. Proses nilai tambah pribadi adalah proses nilai tambah dari setiap manusia yang melalui jenjang pendidikan sekolah sehingga pribadinya meningkat nilainya.
Dalam tahap tinggal landas atau kebangkitan nasional kedua ini, membaca itu normal. Bahasa Indonesia itu normal. Tapi yang belum normal dan harus dijadikan normal adalah membaca bahasa ilmu pasti, membaca ilmu alam dan mekanika. Kalau dulu 1908 Boedi Oetomo mempersilakan membaca alfabet, sekarang harus bisa membaca ilmu pasti dengan logikanya secara merata. Tanpa itu kita ketinggal- an. Tidak terkecuali apakah dia ahli sastra, ahli hukum, jur- nalistik, insinyur, dokter, semuanya memanfaatkan komputer. Dasarnya, semua ilmu pasti. Konsekuensinya apa? Menghadapi tinggal landas dan memasuki tahap kedua kebangkitan nasional kita harus berani meninjau kembali program pendidikan kita, dan mengadakan koreksi seperlunya karena memang dunia itu mengecil dan hanya manusia yang bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia itu yang terus-menerus meningkatkan kualitas hidupnya dan menjadi mandiri dan tidak tergantung kepada siapapun juga. Tidak ada ahli politik, ahli hukum yang bisa hidup tanpa komputer. Sekarang saja orang memakai Personal Computer untuk mengetik surat dan sebagainya. Sekretaris yang modern harus bisa memakai Personal Computer tersebut. Di sini kita lihat persamaan dan perbedaan 1908 dengan 1990, dan terlebih lagi kalau kita memasuki tinggal landas pada tahap kedua kebangkitan nasional itu.
Sekarang saya jelaskan melalui contoh-contoh yang nyata apa yang sekarang harus kita perhatikan dan apa yang sekarang sedang kita laksanakan di dalam konsep Kebangkitan Nasional tahap kedua itu. Bagi saya kebangkitan nasional itu mungkin hanya ada dua tahap. Tahap I, yang sudah jelas bahwa kita sudah menyatakan satu bahasa, satu nusa, dan satu bangsa. Tahap II, mengisi kemerdekaan de-ngan kesejahteraan yang merata dalam segala bidang dari Sabang sampai Merauke untuk manusia Indonesia.
Untuk itu saya mencoba menjelaskan apa yang harus dan apa yang sedang kita laksanakan dalam mempersiapkan tahap terakhir Kebangkitan Nasional kedua tersebut. Tadi, Bapak Harmoko menyebut mengenai kapal. Kapal yang baru saja diresmikan Bapak Presiden nampaknya sangat sederhana. Kapal ini dinamakan oleh Bapak Presiden "Maruta Jaya". Kapal ini bukan kapal biasa, kapal ini adalah kapal layar, bukan seperti kapal layar Phinisi. Kalau Phinisi itu kapal layar sebesar 80 ton, 90 ton, paling tinggi 150 ton. Tadi yang diresmikan Bapak Presiden adalah kapal layar 900 ton, jadi 10 kali kapal Phinisi tersebut. Kalau kapal Phinisi kecepatannya kira-kira 4 atau 5 knot, sedangkan kapal Maruta Jaya kecepatannya 8-10 knot. Kalau kapal Phinisi dibuat dari kayu, maka Maruta Jaya dibuat dari baja. Kapal ini adalah kapal yang baru saja kita kembangkan, persisnya dimulai pada tahun 1978 yang lalu.
Saya jelaskan, bahwa kalau tadi saya katakan kapal Maruta Jaya tersebut akan menghubungkan seluruh kepulauan Indonesia tanpa memanfaatkan bahan bakar minyak, tetapi memanfaatkan angin dan cahaya matahari. Cahaya matahari itu akan melalui photo voltaic untuk mengisi baterai-baterai dan baterai tersebut dimanfaatkan untuk penerangan dan memberikan navigasi kepada kapal tersebut, dan kalau lagi tak ada angin maka dijadikan motor untuk menggerakkan kapal tersebut.
Kalau anginnya sedang banyak maka propeler yang ada di belakang kapal tersebut diubah seperti pada kapal pe-rang, bukan menjadi propeler untuk menggerakkan tapi menjadi turbin air. Turbin ini bisa menggerakkan generator yang mengisi baterai di dalam kapal Maruta Jaya tersebut.
Kapal ini panjangnya 63 meter, lebar 12 meter, tiang layar tinggi 38 meter, tiang layarnya ada 3 buah kapal ini dirancang bangun oleh insinyur-insinyur Indonesia. Dalam perjalanan dari Surabaya ke Jakarta persisnya 70 jam, aman. Itu yang kecil kita buat. Sasarannya 3.000 ton. Yang baru selesai adalah 900 ton.
Kapal zaman Portugis, zaman Belanda, VOC, itu kecil. Sama dengan Phinisi sekarang ini, karena dibuat dari kayu. Kayu tak bisa dibuat lebih besar daripada 150 ton. Tidak bisa, karena ada masalah-masalah kekuatan rangka yang akan dihadapi. Sekarang ini misalnya bentuk Maruta Jaya dihitung dengan komputer di Jerman dan di Indonesia, diuji dalam terowongan angin, ditest di dalam towing tank dan dua kali dibuat tipe yang hanya 100 ton. Setelah itu kita membangun yang ke dua. Seluruhnya itu terjadi tahun 1978, dan baru hari ini diresmikan oleh Bapak Soeharto meminta saya untuk masuk ke fase selanjutnya, membuat yang 2.000 ton, cukup besar. Maruta Jaya yang kedua nanti dua kali lebih besar dari yang pertama, panjangnya kira-kira 80 meter dan lebar 14 meter, dan kecepatannya 10 - 15 knot.
Perlu kita ketahui bahwa di dunia ini tidak ada satu negara atau satu perusahaan apakah di Eropa, Jepang atau Amerika, yang membuat kapal sebesar ini. Karena kapal-kapal yang pernah mereka buat adalah kapal layar untuk antar-benua yang tonasenya paling besar 150 ton. Jadi ini memperlihatkan bahwa putra-putri Indonesia sekarang ini telah berhasil bekerja secara sistematis, yang telah mempersembahkan kepada Bapak Presiden dan seluruh bangsa Indonesia, sebuah karya dengan sifat-sifatnya yang telah saya uraikan tadi, yaitu sebuah kapal untuk mengangkut container, semi container ataupun general cargo.
Bahkan sasaran program yang ingin dilaksanakan sekarang bukan saja 2.000 ton untuk container, semi container ataupun general cargo tapi sudah 3.000 ton. Jadi semua itu kita laksanakan agar kita pada menjelang abad yang akan datang, sudah swasembada untuk transportasi dan tak tergantung dengan bahan bakar minyak.
Saya diminta Bapak Presiden memikirkan bagaimana kawasan nusantara ini dapat terus dihubungkan satu sama lainnya, andaikata bahan bakar minyak kita habis. Bagaimana kita mengangkut barang-barang secara murah dan teratur dari satu pulau ke pulau yang lain.
Kita mengetahui bahwa bahan bakar minyak kita itu terbatas 10 - 15 tahun lagi kita sulit dengan swasembada bahan bakar minyak lagi. Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang begitu besar. Kita tidak bisa membuat jembatan antar pulau Sumatera dengan Kalimantan, antar-Jawa-Kalimantan, antar Jawa-Bali.
BPPT saat ini sedang mempersiapkan pemikiran pembuatan jembatan antar - pulau Sumatera dengan Jawa dan jembatan terowongan. Terowongan itu kalau terjadi, 50 - 60 km panjangnya. Sekarang sedang dikaji dan sudah selesai disainnya, juga membuat jembatan Surabaya - Madura yang panjangnya 1,8 km atau 2 km. Itu akan terjadi. Karena apa? Pembangunan daerah Surabaya ini jangan dikembangkan ke arah Selatan mengambil lahan-lahan subur yang sangat diperlukan untuk pertanian, tetapi ke Utara di mana Madura itu lahannya kurang subur. Oleh karena itu nanti dengan jembatan tersebut, kawasan Surabaya akan berkembang ke Utara.23 Nantinya Pelabuhan Surabaya akan terletak di Madura. Dan pengkajiannya sudah selesai.
Sekarang saya ingin berbicara tentang energi. Sebelum transistor, mereka pakai tabung-tabung dengan radio yang besar. Dengan sistem tabung-tabung memerlukan energi banyak sekali. Kalau dipegang panas, dan lekas rusak. Sekarang satu tabung yang besar dliganti dengan transistor yang mungkin sebesar kuku saja. Akibatnya menyedot energi lebih sedikit dan radionya menjadi kecil. Kualitasnya secara keseluruhan lebih baik daripada tabung. Lagi pula tidak rusak. Itu terjadi pada tahun 1967. Tahun 1970-an ditemukan integrated circuit. Melalui integrated circuit itu bisa disimulasikan apa yang dilaksanakan transistor itu, sehingga pada waktu itu mereka sudah merasa hebat, dalam transistor itu bisa dimuat equivalent integrated circuit dengan sebanyak 32 transistor. Itu saja sudah hebat.
Kebangkitan Nasional Kedua: Tinggal Landas
Kita perlu merenungkan kembali hal yang sering diucapkan Bapak Presiden Soeharto bahwa Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua hendaknya juga merupakan Kebangkitan Nasional Kedua bagi Bangsa kita.
Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia tanggal 20 Mei tahun 1908 yang mencanangkan pemberantasan buta huruf, secara nyata telah berhasil menggerakkan perjuangan nasional bangsa lndonesia, sehingga dapat menghasilkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, terwujudnya Orde Baru mulai tahun 1966, serta dilaksanakannya Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun pertama mulai tahun 1969.
Di dalam proses tinggal landas yang akan kita selenggarakan di dalam masa Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Tahap Kedua, Bangsa Indonesia harus benar-benar membebaskan dirinya dari buta huruf ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana telah dikemukakan tadi. Harus kita awali dengan secara sadar mengembangkan sisi pembuda-yaan dan sisi pengajaran sebagai dua unsur pendidikan yang perlu seimbang satu dengan lainnya di dalam setiap jenjang pendidikan dan di dalam semua jenis pendidikan umum.
Di dalam kaitan teknologi dan kebudayaan, seperti tadi saya sudah menjelaskan mengenai elektronik, komputer, telekomunikasi perhubungan dan sebagainya. Mungkin saya harus menjelaskan juga mengenai pangan, dalam hubungannya dengan bioteknologi, karena ini termasuk disiplin ilmu yang harus kita kuasai pula. Sampai sekarang kita lihat di tempat-tempat percobaan (laboratorium), sudah biasa mengembangkan secara rutin produk-produk baru dengan mengadakan silangan-silangan dengan produk-produk yang telah ada. Tapi masih sedikit manusia Indonesia yang mengorek genetika dan mengadakan manipulasi sehingga terjadi produk yang bukan hasil dari persilangan apakah dalam pertanian, peternakan, ataukah kedokteran. Hanya beberapa orang saja yang mengerti. Ini akan memerlukan revolusi tersendiri.
Saya berikan contoh. Tahun lalu saya pergi ke Italia. Di situ saya bertemu dengan para ilmuwan dari perusahaan kecil yang kerjanya hanya menjual bibit-bibit saja. Dan bibit yang dia buat itu hanya khusus bibit-bibit tertentu misalnya strawberry (arbei). Perusahaan ini dipimpin oleh seorang doktor wanita, usianya 38 tahun , mempunyai tim dengan 25 orang sebagian besar wanita. Pemimpin perusahaan itu doktor di bidang bioteknologi
Dia melakukan pertama "manipulasi genetik". Dia mengubah sifat dari tumbuhan atau buah sedemikian rupa sehingga menguntungkan untuk ekonomi. Setelah itu kalau "manipulasi genetik" berhasil, berkembang biaknya bukan dari bibitnya tapi dengan tissue culture (kultur jaringan). Ia berkembang, dan mengembangkan beberapa jenis arbei. Ada yang kuning, merah, setengah hijau, dan ada yang oranye. Ada yang besar dan ada yang kecil. Semuanya itu persis seperti induknya, ada yang manis, ada yang kecut. Tapi yang jelas dia kuasai hampir 90% arbei di seluruh Eropa. Karena dari kultur jaringan satu tanaman yang dikembangkan dari manipulasi genetik diambil selnya dari sel satu ini kemudian dikembangkan dari manipulasi genetik diambil selnya dari sel satu ini kemudian dikembangkan menjadi beberapa tumbuh-tumbuhan yang baru yang semuanya sifatnya persis induknya.
Lain pula misalnya seperti hukum Mendel. Silangnya bibit bisa terjadi buah yang sifatnya bermacam-macam. Dia membutuhkan dua tahun untuk mempersiapkan bibitnya, dan dia menguasai 100 juta bibit. Dia menguasai pasar bibit di seluruh Eropa. Padahal ini hanya karya dari ilmuwan 25 wanita yang muda-muda. Ini suatu revolusi di ambang pintu dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dia juga membuat dari bermacam-macam buah-buahan dan tanaman. Barangkali nanti pada suatu hari dia juga dapat mencoba mengembangkan pada binatang-binatang, dan sebagainya. Sehingga di Jerman pun dibuat undang-undang di mana dilarang mengadakan bioteknologi dan mengadakan eksperimen dengan manusia. Karena dikhawatirkan dari satu sel manusia, misal dari kulitnya, sel kulit biasa bisa dibuat dua atau tiga manusia yang rupanya sama. Itu bisa membahayakan, dan itu masih jauh. Tapi bisa saja itu terjadi dan akan mengakibatkan konflik-konflik sosial dan agama dan sebagainya. Bioteknologi inipun mendapatkan perhatian dari pada bangsa Indonesia.
Tetapi cara menurunkan hukum itu harus dilakukan secara sistematis, secara metodik, ilmu pengetahuan dan objektif. Dari situ kelihatan bahwa proses nilai tambah materi dan proses nilai tambah pribadi tidak bisa terlepas daripada kebudayaan suatu bangsa dan masyarakat. Tapi juga tidak benar dan tidak dibenarkan jika hanya menitikberatkan kebudayaan saja, dan terus berfilsafat dan tak mau mengadakan investasi di bidang Iptek melalui pemasukan cara-cara pendidikan yang baru.
Ditinjau secara keseluruhan, hasil proses nilai tambah dan biaya tambah tersebut merupakan karya nyata sebuah bangsa untuk digunakannya sendiri dan atau digunakan bangsa-bangsa lain.
Dalam penyelenggaraan proses itu telah terbukti bahwa teknologi tidak hanya dibutuhkan untuk mengendalikan mutu, biaya dan jadwal sehingga dapat dihasilkan produk-produk dengan mutu yang sesuai dengan spesifikasi, de-ngan biaya yang serendah-rendahnya, dan pada jadwal yang telah disepakati. Ketiga hal tersebut memang sangat pen-ting. Tetapi tidak hanya ketiga hal itu yang menentukan daya saing produk di pasar. Yang paling menentukan daya saing produk di pasar adalah produktivitas yang merupakan gabungan antara produktivitas pekerja dan produktivitas barang dan modal sehingga dengan masukan tertentu dapat diproduksi hasil yang setinggi-tingginya. Gabungan antara produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal yang dinamakan produktivitas multi-faktor ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Untuk memperoleh produktivitas yang tinggi peranan ilmu dan teknologi sangat penting. Namun ilmu pengetahuan dan teknologi saja tidak cukup.
Sejarah dan teori ekonomi menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas secara nyata diperhatikan keseimbangan yang telah dikemukakan tadi, yaitu keseim- bangan antara pembudayaan dan pengajaran sebagai dua sisi dari keping pendidikan yang sama. Untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi daripada masukan yang bersifat budaya berupa kesediaan kerja keras, naluri ketelitian dan kecermatan, wawasan jangka panjang, kebanggaan akan pekerjaan yang bermutu dan lain-lain motivasi budaya serupa itu.
Hanya dengan masukan budaya ini produktivitas multifaktor akan dapat ditingkatkan menjadi produktivitas prestasi, baik produktivitas prestasi perorangan, maupun secara kelompok berupa produktivitas prestasi perusahaan, atau lebih agregatif lagi, berupa produktivitas prestasi nasional. Namun itu pun tidak cukup untuk melestarikan daya saing orang, perusahaan, dan bangsa. Yang perlu dikejar adalah peningkatan produktivitas prestasi perorangan, perusahaan, dan nasional.30 Hal ini harus segera dimulai.
Peningkatan produktivitas prestasi tidak hanya perlu dilakukan di dalam perusahaan-perusahaan atau di dalam satuan-satuan ekonomi saja. Peningkatan produktivitas prestasi perlu dilakukan di dalam semua kesatuan baik jasa-jasa seperti sekolah, rumah sakit, atau panti-panti asuhan, maupun jasa-jasa pemerintah seperti ketertiban, keamanan, pemeliharaan lingkungan, dan sebagainya.
Di sini pun diperlukan peningkatan dan pertumbuhan produktivitas prestasi. Dan di sini pun kaum Muslimin harus mempelopori, menjadi contoh dan teladan. Sasarannya adalah pendiriannya Pusat Peningkatan Pertumbuhan Produktivitas Prestasi Nasional.
Peranan Dunia Industri dan Dunia Pendidikan
Guna mempersiapkan diri sebaik-baiknya menghadapi persaingan ekonomi antar bangsa di dalam abad ke XXI nanti, manusia Indonesia perlu dibekali dengan materi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam persaingan tersebut.
Mengingat hal ini, kami menyarankan agar perguruan tinggi dan sekolah kejuruan di Indonesia memberikan perhatian lebih banyak pada aspek-aspek paedagogi pendidikan yaitu pada masalah-masalah yang berhubungan dengan bagaimana proses pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi dapat berlangsung dengan seefektif dan seefisien mungkin. Dan kedua agar dunia pelaksana pembangunan baik swasta maupun pemerintah diberikan peranan yang sebesar-besarnya di dalam penentuan materi atau substansi ilmu pengetahuan yang diajarkan dan diteliti di kalangan universitas dan sekolah kejuruan. Menurut hemat kami, tidak dibenarkan bahwa para ahli paedagogi ikut menentukan apalagi sangat menentukan di dalam menetapkan materi yang perlu diajarkan. Jauh lebih tepat jika substansi dan susunan mata kuliah ilmu pengetahuan yang diberikan di perguruan tinggi dan sekolah kejuruan ditentukan oleh mereka yang di dalam hidup sehari-harinya perlu memecahkan masalah-masalah yang menyangkut perkembangan atau pun kelangsungan hidup perusahaan atau negara, baik masalah-masalah yang dihadapi sekarang, nanti atau jauh di masa depan.
Namun, bagi kita sebagai ilmuwan dan ahli teknologi, adalah sangat penting untuk menyadari betapa perlunya teknologi harus diselaraskan dengan kebudayaan. Jika hal ini kita renungkan, akan tampak bahwa memang sewajarnya demikian, karena pada dasarnya teknologi merupakan sebagian dari kebudayaan. Ini berarti bahwa dalam usaha kita meningkatkan serta mengalihkan teknologi perlu pula kita kembangkan serta mantapkan kemampuan derap kebudayaan lingkungannya.
Sebaliknya, perlu pula kita sadari bahwa banyak tradisi yang telah membudaya mempunyai landasan empiris tertentu yang perlu diselidiki sebelum dengan serta-merta kita menolaknya sebagai sesuatu yang tidak modern. Kita tidak boleh lupakan bahwa banyak tradisi merupakan hasil pengembangan teknik-teknik secara eksperimental selama berabad-abad yang kemudian diturunkan kepada generasi berikutnya melalui magang sehingga perlu menyelidiki kembali landasan-landasan teoretisnya sebelum kita serta merta mengesampingkannya sebagai tidak mutakhir. Contohnya adalah teknologi konstruksi rumah, cara-cara pengobatan, serta teknologi persenjataan yang tradisional.
Di samping itu, perlu pula diingat bahwa pengembangan ilmu pengetahuan serta penerapan teknologi tertentu di suatu wilayah akan mempunyai akibat terhadap adat-istiadat, perilaku kebudayaan serta lingkungan hidup setempat. Maka dalam usaha pelestarian kebudayaan ataupun usaha peningkatan ketahanan kebudayaan dan adat- istiadat setempat, di dalam lingkungan universitas di wilayah perlu pula dikembangkan disiplin ilmu pengetahuan yang perlu dikuasai untuk mencegah terkikisnya kekayaan kebudayaan setempat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru di tengah-tengahnya.
Dalam berusaha demikian, kita harus sadar bahwa justru karena teknologi merupakan sebagian dari keseluruhan suatu bangsa, upaya-upaya kita dalam mengembangkan serta mengalihkan teknologi itu akan mengalami hambatan-hambatan yang bersifat kultural. Hal ini harus diperhitungkan serta diatasi secara seksama karena jika tidak, maka pengembangan teknologi akan membawa keretakan-keretakan dalam keutuhan kebudayaan tersebut yang mungkin akan dapat menimbulkan keresahan-keresahan dalam masyarakat.
Di sini terlihat kenyataan bahwa sebagian terbesar bangsa Indonesia, yang dipersatukan dengan sarana dan wahana teknologi mutakhir dalam kehidupan serta pekerjaannya sehari-hari, menyumbangkan bagiannya pada nilai tambah produksi nasional dengan menggunakan teknologi-teknologi yang sederhana. Ini berarti bahwa kita mempunyai kewajiban untuk meningkatkan teknologi-teknologi yang dipergunakan oleh sebagian terbesar bangsa Indonesia, melalui upaya-upaya dengan cara mengalihkan teknologi baru dari luar negeri.
Upaya-upaya ini harus dilakukan secara bertahap karena teknologi yang sekarang diterapkan di lingkungan pedesaan dan di kampung-kampung dalam lingkungan perkotaan sangat erat hubungannya, bahkan merupakan bagian dari tradisi-tradisi, dan adat kebiasaan. Pendeknya dari kebudayaan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Ini berarti bahwa usaha-usaha untuk meningkatkan serta mengalihkan teknologi dalam lingkungan tersebut harus dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu dan dengan cara-cara yang selaras dengan daya serap budaya lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, teknik dan cara memotong padi tidak hanya merupakan masalah teknologi belaka, ia sangat erat hubungannya dengan pola-pola kebudayaan yang mengatur hak dan kewajiban antara penduduk desa satu sama lain serta kepercayaan-kepercayaan tentang hubungan antara manusia serta makhluk gaib lainnya. Kita tidak boleh dengan begitu saja menerapkan sistem pemotongan padi dengan menggunakan traktor serta alat-alat besar lainnya yang menggaduhkan jika kepercayaan setempat menegaskan, bahwa hal itu merusak hubungan yang turun-temurun antara para anggota masyarakat desa pemilik sawah dan anggota lainnya yang tidak memiliki sawah.
Kenyataan sosiologis bahwa kemajuan teknologi dapat dihambat oleh pola-pola pemikiran yang telah membudaya, merupakan suatu fakta yang bersifat mondial. Ia terdapat di mana-mana di dunia ini.
Kita lihat misalnya penggunaan kereta api sebagai alat pengangkutan modern pernah ditentang di Jerman dengan alasan bahwa pengangkutan dengan kecepatan yang melebihi tigapuluh kilo meter per jam akan mengakibatkan berbagai gangguan fisiologis maupun psikologis bagi manusia. Sementara itu, penggunaan pesawat udara supersonik sebagai alat angkut, sekarang menghadapi tantangan berbagai pihak dengan alasan bahwa pada ketinggian terbang duapuluh tiga kilometer di udara, pesawat terbang semacam itu akan merusak lapisan ozon yang merupakan pengatur besi radiasi sinar ultra violet dari tata surya ke bumi dan sebaliknya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain memang ada perbedaan-perbedaan yang bersifat kualitatif. Ada kebudayaan yang dilandaskan kepada pemikiran yang tidak berubah-ubah dan yang diturunkan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya dari generasi ke generasi. Ada juga kebudayaan lainnya yang lebih berlandaskan pada pemikir- an yang rasional dan kritis. Namun, bagi kita sebagai ilmuwan dan ahli teknologi, adalah sangat penting untuk menyadari betapa perlunya penyelarasan teknologi dengan kebudayaan. Jika hal ini kita renungkan, akan tampak bahwa memang sewajarnya demikian karena pada dasarnya, teknologi merupakan sebagian dari kebudayaan. Ini berarti bahwa dalam upaya kita meningkatkan serta mengalihkan teknologi perlu pula kita kembangkan serta mantapkan kemampuan dan derap-laju kebudayaan di sekitarnya.
Sebaliknya, perlu pula kita sadari bahwa banyak tradisi- tradisi yang telah membudaya mempunyai landasan-landasan empiris tertentu yang perlu diselidiki sebelum dengan serta-merta kita tolak sebagai sesuatu yang tidak modern. Kita tidak boleh melupakan bahwa banyak tradisi merupakan hasil pengembangan teknik-teknik secara eksperimental selama berabad-abad yang kemudian diturunkan kepada generasi berikutnya melalui magang sehingga kita perlu menyelidiki kembali landasan-landasan teoretisnya sebelum kita dengan serta merta mengesampingkannya sebagai tidak mutakhir. Contohnya adalah teknologi konstruksi rumah, cara-cara pengobatan, dan teknologi persenjataan yang bersifat tradisional.
Tidak bertanggung jawab kiranya, jika kita dengan begitu saja mengesampingkan teknologi-teknologi tradisional ini tanpa meneliti kembali landasan-landasan teoritisnya. Karena berbuat demikian akan sama artinya dengan berupaya membuat suatu karya ilmiah tanpa memeriksa kembali bahan-bahan referensi.
Kesimpulannya, dalam melaksanakan pembinaan serta pengembangan teknologi kita harus meningkatkan, baik teknologi yang bersifat tradisional maupun (mengalihkan) teknologi yang mutakhir. Yang satu harus kita kuasai kembali, yang lainnya harus kita kuasai sebagai hal yang baru. Dalam berbuat kedua-duanya, tujuan pokoknya adalah meningkatkan nilai tambah yang sumber permodalannya berasal dari bumi Indonesia.
Dalam berupaya demikian, kita harus sadar bahwa justru karena teknologi merupakan sebagian dari keseluruhan bidang kehidupan suatu bangsa, upaya kita dalam mengembangkan serta mengalihkan teknologi itu akan mengalami hambatan-hambatan yang bersifat kultural. Hal ini harus diperhitungkan serta diatasi secara seksama karena jika tidak, maka pengembangan teknologi akan membawa keretakan-keretakan dalam keutuhan kebudayaan tersebut yang mungkin akan dapat menimbulkan keresahan-keresahan dalam masyarakat.