Monday, June 28, 2010

KONSEKUENSI DAN IMPLIKASI ALIH TEKNOLOGI

KONSEKUENSI DAN IMPLIKASI
ALIH TEKNOLOG
I

Dalam melaksanakan pembinaan serta pengembangan teknologi kita harus meningkatkan baik teknologi yang bersifat tradisional maupun (mengalihkan) teknologi yang mutakhir. Yang satu harus kita kuasai kembali, dan yang lainnya harus kita kuasai sebagai hal yang baru. Dalam berbuat kedua-duanya, tujuan pokoknya adalah meningkatkan nilai tambah yang sumber permodalannya berasal dari bumi Indonesia.
Sebagai konsekuensinya, tidak hanya negara-negara berkembang saja yang berkepentingan untuk mengalihkan teknologi dari negara-negara maju. Demi perluasan pasarnya, negara-negara maju sendiri berkepentingan untuk mengalihkan teknologinya ke negara-negara berkembang.2
Dari yang dikemukakan tadi dapat ditarik suatu kesim-pulan sederhana tapi cukup penting bahwa hadirnya teknologi dalam kehidupan. manusia berarti hadirnya kemungkinan peningkatan kemampuan berproduksi dan peningkatan taraf kehidupan dalam masyarakat.
B.J. Habibie
Meskipun peluang ke arah pengalihan dan penguasaan teknologi telah dimungkinkan, tidak berarti bahwa semua teknologi akan dikembangkan di Indonesia. Setiap teknologi yang dialihkan dan dikembangkan harus disesuaikan dengan preferensi budaya, keadaan sosial, dan kondisi-kondisi lingkungan lainnya. Seorang sarjana yang berpendidikan tinggi dalam bidangnya, bila ditempatkan di Alaska teknologinya akan disesuaikan dengan keadaan di Alaska, lain pula halnya bila ditempatkan misalnya di gurun pasir.
Demikian pula kalau ahli tersebut ditempatkan di Indonesia, dia harus mengembangkan teknologi dan mene-rapkannya, sesuai dengan keadaan Indonesia. Dalam kaitan ini, sikap hati-hati terhadap setiap masukan teknologi dari luar juga perlu dikembangkan. Sebab, ada kemungkinan bahwa sesuatu negara mau memberikan teknologinya kepada kita dengan tujuan eksperimen dari pengembangan teknologinya sebagaimana halnya terjadi di Timur Tengah, yang telah dipakai oleh beberapa negara sebagai laboratorium untuk menguji sistem persenjataan yang mereka kembangkan. Teknologi yang kita pilih haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat kita, dan diselaraskan de-ngan tujuan Pembangunan Nasional secara luas.
Kesimpulannya, dalam melaksanakan pembinaan serta pengembangan teknologi kita harus meningkatkan, baik teknologi yang bersifat tradisional maupun (mengalihkan) teknologi yang mutakhir. Yang satu harus kita kuasai kembali, yang lainnya harus kita kuasai sebagai hal yang baru. Dalam berbuat kedua-duanya, tujuan pokoknya adalah meningkatkan nilai tambah yang sumber permodalannya berasal dari bumi Indonesia.
Dalam berupaya demikian, kita harus sadar bahwa justru karena teknologi merupakan sebagian dari keseluruhan bidang kehidupan suatu bangsa, upaya kita dalam mengembangkan serta mengalihkan teknologi itu akan mengalami hambatan-hambatan yang bersifat kultural. Hal ini harus diperhitungkan serta diatasi secara seksama karena jika tidak, maka pengembangan teknologi akan membawa kere- takan-keretakan dalam keutuhan kebudayaan tersebut yang mungkin akan dapat menimbulkan keresahan-keresahan dalam masyarakat.
Kepentingan di Balik Alih Teknologi
Kami di Indonesia beranggapan bahwa pada hakikatnya alih teknologi adalah pengalihan pengetahuan dan keterampilan dari manusia kepada manusia. Selanjutnya kami berpendapat bahwa karena teknologi merupakan pengetahuan yang diterapkan, ia tidak mungkin dialihkan dengan hanya sekedar ceramah atau kuliah saja, melainkan bahwa agar berlangsung pengalihannya itu perlu diadakan latihan praktek. Pula agar teknologi dapat dialihkan secara efektif, ia harus dipindahkan, ia harus diterima dan yang lebih pen-ting, teknologi itu perlu dikembangkan berulang-ulang dalam keadaan dunia nyata.
Agar teknologi itu dapat dialihkan secara efektif, maka pendidikan formal di negara berkembang harus berlangsung sebagaimana di negara yang sudah maju berdasarkan berbagai program beasiswa atau darmasiswa. Sekalipun ini sungguh penting namun belumlah mencukupi. Yaitu karena pokoknya pengembangan teknologi adalah pengembangan kemampuan penduduk negara yang berkembang untuk menerapkan metodologi serta prosedur yang berlaku secara universal terhadap masalah-masalah yang kongkret di lingkungan masyarakatnya sendiri dan untuk lebih menyempurnakan metodologi dan prosedur itu agar mampu meme- cahkan masalah secara sesuai dengan lingkungan alam, sosial dan budaya di mana dijumpai aneka masalah, yang perlu dipecahkan karena alih teknologi secara efektif dari negara-negara yang maju adalah menciptakan peluang kongkrit untuk melaksanakannya.
Pernyataan di atas memberikan sugesti tentang kemungkinan negara berkembang (baca: Indonesia) untuk melakukan program alih teknologi, bahkan yang tercanggih sekali- pun. Namun, bahwa proses pengalihan teknologi dari seseorang, sebuah kelompok, sebuah organisasi, kumpulan organisasi dan sebuah masyarakat menuju orang, kelompok, organisasi, kumpulan organisasi, dan masyarakat lain itu tidak dengan sendirinya dapat dilakukan dengan begitu saja.
Agar proses itu bisa berhasil, perlu ditunjukkan sikap yang sesuai, perlu diserasikan antara kepentingan pengalih dan penerima teknologi, dan perlu dilakukan persiapan-persiapan yang matang guna mengatasi kendala-kendala, baik di pihak pengalih maupun di pihak penerima.
Kedua belah pihak harus bersikap bersahabat. Teknologi tidak mungkin dipindahkan hanya dengan menyelenggarakan konperensi-konperensi internasional yang setelah men- caci-maki negara maju pemilik teknologi, mengeluarkan suatu resolusi bahwa teknologi negara maju harus secepatnya dialihkan ke negara berkembang dengan cuma- cuma.
Cara-cara demikian tidak saja tidak menghormati, tetapi bahkan menganggap tidak ada pengorbanan waktu, tenaga, modal, sumber daya dan hal-hal tak ternilai dengan uang lainnya yang dilakukan pemilik teknologi untuk mengembangkannya. Cara-cara demikian juga sama sekali tidak memberikan perangsang pada pemilik teknologi untuk mengalihkannya. Sikap bersahabat merupakan landasan bagi upaya menyerasikan kepentingan kedua belah pihak.
Dilihat secara umum, perangsang paling besar bagi pemilik teknologi untuk mau mengalihkan apa yang dimiliki- nya adalah terbukanya peluang bagi perluasan pasar, peningkatan volume penjualan serta meningkatnya dana bagi penelitian dan pengembangan untuk memajukan teknologi lebih lanjut. Dan proses pengalihan ini dimungkinkan jika terdapat kerjasama penelitian dan pengembangan antara pihak pengalih dan pihak penerima teknologi.
Di samping itu, lazimnya pihak pemilik teknologi mempunyai beberapa kepentingan khusus sebagai berikut:
Pertama, guna mengkompensasikan pengorbanan waktu, tenaga, keahlian dan sumber-sumber daya langka lainnya untuk meguasai suatu teknologi, pemilik teknologi berkepentingan untuk diberi balas jasa langsung dan tidak langsung atas pengalihan teknologi tersebut. Balas jasa langsung lazimnya berupa uang jasa lisensi dan royalti. Sebagai bentuk balas jasa tidak langsung, kepadanya dapat diperlihatkan bahwa teknologinya dimanfaatkan secara baik-baik sehingga pihak penerima teknologi tidak saja menjadi lebih kuat dan lebih terampil, tetapi juga menjadi lebih bertenaga beli sehingga dengan peningkatan pembelian barang dan jasa dari pihak pengalih teknologi, dapat ikut menyumbang pada pembiayaan penelitian dan pengem- bangannya.
Kedua, hak milik pemilik teknologi atas teknologi yang dikembangkannya itu perlu dilindungi. Tersedianya kerangka peraturan perundang-undangan yang cukup memberi jaminan perlindungan hak milik intelektual dan hak paten merupakan salah satu hal yang perlu dipersiapkan pihak penerima teknologi.
Ketiga, pengalih teknologi mengharapkan bahwa peng-alihan teknologinya tidak akan berakibat kehilangan pekerjaan. Untuk memenuhi harapan ini perlu dilakukan pembagian kerja antara pengalih dan penerima teknologi ber- dasarkan pertimbangan faktor-faktor makro dan mikro ekonomis ke dua belah pihak. Menurut saya pribadi, empat puluh sampai enam puluh persen dari proses nilai tambah dilakukan di pihak penerima teknologi, sedangkan sisanya dilakukan di pihak pengalih teknologi. Dengan demikian keduanya akan saling mengisi dan saling menyumbang pada biaya penelitian dan pengembangan kemitraannya.
Di samping pembagian kerja dalam proses nilai tambah perlu juga dilakukan pembagian pasar. Kepada pengalih teknologi harus dijamin bahwa penerima teknologi tidak akan menyainginya di dalam pasarnya sendiri, sedangkan penerima teknologi perlu diberi hak tunggal pemasaran di dalam pasar domestiknya dan/atau wilayah yang berde-katan dengan pasar domestiknya.
Akhirnya, pemilik teknologi hanya akan mengalihkan teknologinya jika ia yakin bahwa antara pihaknya dan pihak penerima akan terjalin hubungan kerjasama jangka panjang yang saling menguntungkan. Hanya dalam keadaan demikian ia tergerak untuk berbagi pengetahuan dan sumber daya ekonominya.
Di lain pihak, pihak penerima teknologi juga mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang mencakup:
Pertama, ia perlu diberi jaminan bahwa teknologi yang diperolehnya dengan berbagai persyaratan pembagian kerja dan pembagian pasar itu memang merupakan teknologi mutakhir (state of the art technology).
Kedua, penerima teknologi perlu dijamin bahwa dengan membayar uang jasa tertentu, ia akan selalu memperoleh informasi terakhir mengenai perkembangan-perkembangan terbaru dalam teknologi mutakhir tersebut.
Ketiga, sumberdaya ekonomi dan manusia pihak penerima teknologi perlu diikutsertakan dalam pengembangan lebih lanjut teknologi tadi.
Dan keempat, seperti halnya di pihak pengalih teknologi, juga pihak penerima teknologi harus yakin bahwa antara pihaknya dan pihak pengalih akan dapat dijalin hubungan kerjasama jangka panjang yang saling menguntungkan.
Akhirnya, agar proses pengalihan teknologi berhasil, perlu dilakukan persiapan yang matang. Umumnya dapat dikatakan bahwa persiapan berupa resolusi, deklarasi, memorandum saling pengertian dan keputusan saja tidak cukup. Jauh lebih bermanfaat jika persiapan yang dilakukan ditujukan pada upaya mengatasi beberapa kendala tertentu, baik di pihak penerima maupun di pihak pengalih teknologi.
Kendala Alih Teknologi
Kendala tersebut sebagian bersifat internal, lainnya lagi bersifat eksternal. Kendala internal utama yang dihadapi penerima teknologi ialah bahwa pada umumnya, tenaga kerja yang dimilikinya baru saja menyelesaikan pendidikan formal dan kurang berpengalaman dalam praktek. Selain itu, proses nilai tambah yang dilaksanakan pihak penerima belum lagi terpadu benar sebagaimana halnya di dalam organisasi-organisasi modern pihak pengalih teknologi. Di negara maju, para karyawan biasanya sudah mengetahui benar mengenai pekerjaannya dan keterkaitan antara pekerjaannya dengan pekerjaan lain dalam pabrik. Tidak demikian halnya di negara-negara berkembang. Karena itu pabrik-pabrik di negara berkembang perlu melakukan investasi tambahan dalam prasarana, sarana, pendidikan dan pelatihan, dalam sistem dan prosedur kerja, dan sebagainya dalam upaya mengubah dirinya menjadi apa yang dinamakan "pembawa teknologi". Semua ini jelas berdampak pada biaya produksi.
Lazimnya, negara-negara berkembang mengandalkan diri pada murahnya biaya tenaga kerja. Dalam keadaan tertentu, memang biaya tenaga kerja negara berkembang termasuk overhead-nya hanya sekitar 10% dari biaya tenaga kerja di negara maju. Namun demikian, produktivitas dan efisiensi tenaga kerja negara berkembang tidak setinggi te-naga kerja di negara maju yang sudah berpengalaman. Dan kita tidak boleh melupakan bahwa biaya tenaga kerja hanya sebagian dari keseluruhan biaya produksi.
Katakanlah bahwa di sini diambil angka kasar rata-rata saja total biaya produksi manufaktur dapat dibagi ke dalam biaya tenaga kerja sebanyak 33,33%,dari total biaya, biaya material dan komponen asal pihak ketiga (vendor items) sebanyak 43,33% dari total, dan biaya jam-mesin (machine hours) sebanyak (sisanya) 23,33% dari total. Komposisi biaya ini berarti bahwa dengan biaya tenaga kerja hanya 10% dari biaya tenaga kerja di negara maju, biaya tenaga kerja di negara berkembang maksimum hanya dapat dihemat sebanyak 30% total biaya, asalkan biaya material dan vendor items dan biaya jam-mesin sama besarnya dengan biaya-biaya serupa di negara maju.
Namun ini jarang sekali terjadi. Tidak mungkin biaya material dan komponen asal pihak ketiga di negara berkembang lebih rendah daripada di negara maju. Sebabnya ba-nyak. Salah satu yang utama adalah jauhnya jarak antara pabrik dan sumber-sumber material dan vendor items di luar negeri serta kurang efisiennya sistem pengangkutan dalam negeri, yang menyebabkan jangka waktu tenggang lebih panjang dari jangka waktu tenggang di negara maju. Selain itu, karena berbeda dari negara-negara industri maju tertentu seperti Jepang dan Amerika Serikat, di negara-negara berkembang sistem pengadaan tepat waktu (just in time supply system) belum ada, tingkat persediaan material dan komponen asal pihak ketiga harus lebih tinggi, kadang-kadang sampai 3 bulan produksi.
Lambat atau cepat, tergantung pada kecepatan peningkatan kemampuan perencanaan dan pengendalian produksi serta keterampilan karyawannya, kekalahan komparatif negara berkembang di dalam biaya material dan komponen asal pihak ketiga akan berkurang. Namun sebaliknya, lambat atau cepat pula, keunggulan komparatifnya di bidang biaya tenaga kerja akan terhapus. Tenaga kerjanya akan menuntut upah yang lebih tinggi. Tingkat aspirasinya meningkat. Ia lebih terampil dan berpengalaman. Semua itu tercermin dalam kenaikan paket balas jasanya. Memang itulah tujuan pembangunan. Dengan demikian, pada suatu saat, biaya-biaya produksi dan harga-harga produk manufaktur akan sama di seluruh dunia.
Pengalaman menunjukkan bahwa di dalam jangka waktu tertentu, dengan perencanaan produksi yang tepat, biaya-biaya material dan vendor items yang semula tinggi dapat semakin ditekan sehingga maksimal 10% lebih tinggi dari biaya-biaya serupa di negara-negara maju. Bahkan, dengan semakin mantapnya produksi, semakin banyak pula produsen komponen dan bahan material yang pindah ke negara-negara berkembang. Dengan perkembangan itu, biaya-biaya akan dapat direndahkan lebih lanjut sehingga mendekati biaya-biaya material dan vendor items di negara-negara maju.
Jelaslah bahwa kecuali biaya-biaya material, vendor items, dan jam-mesin yang lebih tinggi ini dapat dikompensasi oleh penghematan di dalam biaya tenaga kerja seba-nyak maksimal 30%, tidak ada alasan ekonomis untuk berproduksi di negara berkembang. Harga hasil produksi akan lebih tinggi dari harga barang serupa yang diproduksi luar negeri. Karenanya, perusahaan perlu disubsidi oleh masyarakat pembeli.
Pengendalian Pasar Domestik
Pasar internasional tidak dapat dikendalikan pemerintah perusahaan penerima teknologi. Karena itu jika perusahaan penerima teknologi sejak berproduksi harus bersaing di pasar internasional, kontinuitas produksi, dan karenanya, pemantapan penguasaan teknologi yang bersangkutan, tidak dapat dijamin. Sebaliknya, pasar dalam negeri dapat dikendalikan oleh pemerintah perusahaan penerima teknologi. Dengan pe-ngendalian pasar dalam negeri, kontinuitas permintaan akan barang tersebut lebih terjamin. Kelanggengan proses produksi dapat lebih dipastikan. Proses pengalihan dan pe-nguasaan teknologi dapat berlangsung dengan lebih mantap. Pengembangan lebih lanjut teknologi tersebut lebih terjamin.
Kriteria kedua hanya dapat dipenuhi dengan tersedianya pasar dalam negeri yang dapat dikendalikan. Oleh karena itu, untuk jangka waktu tertentu perlu adanya upaya-upaya perlindungan, hingga saatnya benar-benar bisa bersaing di pasar bebas.
Kini, keadaan telah berubah. Pasar produk-produk teknologi canggih seperti jam tangan, radio, alat pemotret, alat perekam, kendaraan bermotor, pesawat terbang, kapal, satelit komunikasi, pabrik semen, pabrik pupuk dan lain sebagainya tidak dapat lagi hanya dibatasi pada negara-negara maju. Karena biaya yang diperlukan untuk mendapatkan tenaga terampil, perangkat lunak dan perangkat keras, serta dana penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi lebih lanjut terlalu besar. Pasar harus diperluas sehingga mencakup negara-negara berkembang. Melalui pembelian aneka produk, penduduk dunia yang berpenghasilan rendah perlu diikutsertakan dalam pembiayaan penelitian dan pengembangan industri teknologi canggih.
Namun penduduk dunia yang berpenghasilan rendah itu hanya dapat menjadi pasar yang besar dan penyumbang dana yang berarti untuk penelitian dan pengembangan industri teknologi tinggi, jika pendapatan dan daya belinya meningkat. Peningkatan daya beli melalui pemberian pinjaman komersial, lunak, bahkan sangat lunak tidak cukup berarti dibandingkan dengan peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktivitas dan penyempurnaan pro- ses nilai tambah. Sedangkan penyempurnaan proses nilai tambah itu sendiri hanya dapat terjadi jika terdapat upaya-upaya peningkatan teknologi.
Sebagai konsekuensinya, tidak hanya negara-negara berkembang saja yang berkepentingan untuk mengalihkan teknologi dari negara-negara maju. Demi perluasan pasarnya, negara-negara maju sendiri berkepentingan untuk mengalihkan teknologinya ke negara-negara berkembang. Peningkatan taraf hidup masyarakat negara berkembang tidak saja merupakan kepentingan negara berkembang itu sendiri, tetapi juga menjadi kepentingan negara maju. Teknologi yang paling canggih sekali pun tidak dapat lagi dijadikan milik sendiri negara maju.
Pergeseran orientasi ini belum menjadi pengetahuan umum. Baik di negara maju maupun di negara berkembang sendiri masih cukup banyak orang yang berpendapat bahwa kemakmuran suatu bangsa sangat tergantung pada tersedianya sumber daya alam. Namun sejarah ekonomi dan industri modern telah menyajikan pengalaman Jepang dan Korea Selatan sebagai dua contoh nyata yang menunjukkan bahwa tanpa memiliki sumber daya alam yang berarti, suatu negara tetap dapat meningkatkan kemakmurannya dengan mengandalkan sumber daya manusia yang terampil dan teknologi yang tepat dan berguna mulai dari teknologi se-derhana sampai teknologi canggih. Dengan teknologi-teknologi itu, tenaga manusia dapat ditingkatkan menjadi suatu sumber daya bernilai tinggi yang selalu terbaharukan untuk proses nilai tambah. Melalui proses perkembangan ini, Jepang dan Korea tidak hanya dapat meningkatkan taraf hidup rakyatnya sendiri tetapi dapat pula memberi sumbangan pada peningkatan taraf hidup dunia. Pengalaman juga menunjukkan betapa beberapa negara yang kaya de-ngan sumberdaya alam dan hanya mengandalkan sumberdaya alamnya tanpa memperhatikan peningkatan teknologi dan pengembangan sumberdaya manusianya menjadi suatu potensi ekonomi, ternyata tidak mampu membangun dirinya dan memberikan sumbangan pada kemakmuran dunia.
Dukungan Peraturan Perundangan
Di samping kendala internal, penerima teknologi juga menghadapi kendala eksternal berupa sikap masyarakat dan pemerintah. Dewasa ini, melalui sistem pendidikan dan sistem pernyataan kehendak masyarakatnya, struktur kelembagaan, sikap kerja, dan perangkat peraturan perundang- undangan negara-negara berkembang masih mencerminkan orientasi masyarakatnya pada agraria, pada perdagangan, dan jasa. Orientasi pada industri masih belum begitu tercermin. Padahal, masyarakat yang dituju adalah masyarakat yang berorientasi pada agraria, pedagangan, jasa dan industri. Inilah hambatan eksternal terbesar penerima teknologi di negara-negara berkembang dewasa ini.
Jika peraturan-peraturan pemerintah tidak dipersiapkan dengan matang dan tidak menunjang proses peningkatan produksi melalui pengalihan teknologi, jerih payah para manajer, para karyawan, para penemu teknologi, para wira usahanya dalam upayanya menjalin kerjasama yang baik dengan pihak pengalih teknologi akan sia-sia. Penghe-matan internal dalam biaya produksi akan ditiadakan oleh meningkatnya "biaya eksternal", karena hambatan dan ke-terlambatan yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal.
Oleh sebab itu, perlu pula dilakukan penyempurnaan di dalam lingkungan eksternal satuan-satuan usaha, terutama dalam tatanan peraturan perundang-undangan dan dalam orientasi masyarakat umumnya.
Tidak hanya pemerintah negara penerima teknologi yang harus menyempurnakan dirinya, tetapi pemerintah negara pengalih teknologi pun patut lebih menunjang proses alih teknologi ini, dengan menerapkan peraturan-peraturan perpajakan, ketenagakerjaan, dan kredit yang sesuai dengan program-program bantuan keuangan dan bantuan teknisnya. Pemerintah negara pengalih teknologi bahkan dapat memberikan insentif pada satuan-satuan usaha yang mencari kesempatan mengalihkan teknologinya ke satuan-satuan usaha di negara berkembang dalam mengejar skenario masa depan ekonomi dunia yang dilukiskan tadi. Negara-negara berkembang yang berhasrat menerima teknologi dan mempunyai kebijaksanaan serta pandangan masa depan ekonomi yang sesuai dengan negara-negara donor, perlu pula diberi rangsangan. Rangsangan ini dapat berupa bantuan pendidikan, bantuan tenaga teknis, pem-berian jaminan, dan sebagainya.
Semua ini harus dipersiapkan. Tanpa persiapan matang, pengalihan teknologi hanya bagaikan menuang air ke dalam ember berlubang. Seandainya semua yang digambarkan tadi dilakukan secara baik, maka teknologi-teknologi baru akan teralihkan. Produktivitas dan produksi akan meningkat.18
Yang berbeda pada saat itu adalah volume produksi, volume penjualan, volume lapangan kerja dan tingkat upah. Semua akan jauh meningkat. Tingkat kemakmuran semua bangsa akan jauh meningkat.
Pembagian Kerja Internasional.
Pembagian kerja secara internasional akan berbeda sama sekali dari yang berlaku beberapa puluh tahun yang lalu. Pembagian kerja akan jauh lebih seimbang dan akan dirasakan jauh lebih adil; tidak lagi ada negara-negara yang hanya berperan sebagai penyedia bahan mentah dan sebagai pasar produk-produk manufaktur, sedang negara-negara tertentu lainnya meraih nilai tambah produksi dan memajukan teknologi yang mendasarinya. Pembagian kerja internasi-onal didasarkan pertimbangan politik, ekonomi dan sosial yang lain dari yang sekarang berlaku. Bagian penduduk dunia yang tergolong maju akan meningkat dari 12% menjadi 88% sedangkan bagian penduduk dunia yang tergolong miskin akan menurun menjadi 12%. Semua bangsa akan menyumbang pada kemajuan teknologi dan peningkatan kemakmuran lebih lanjut untuk manfaat bersama.19
Dunia demikian itu akan merupakan tempat tinggal yang jauh lebih baik daripada dunia kita sekarang. Hubungan antar-bangsa akan lebih serasi. Keterpaduan ekonomi dan sosial antar negara akan lebih tinggi. Kerjasama antar-negara akan jauh lebih banyak. Masing-masing akan dapat menyumbang lebih besar pada kerjasama, baik kerjasama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun dalam produksi, pemasaran dan ekonomi pada umumnya.
Tanda-tanda perkembangan ke arah itu saat ini sudah nampak. Volume perdagagan antara negara-negara maju satu sama lain dan antara negara-negara maju dan negara-negara industri baru jauh lebih besar dibanding antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang penghasil bahan-bahan mentah. 

Negara-negara berkembang manakah yang dapat meningkatkan produksi hasil-hasil teknologi canggih melalui pengalihan teknologi tersebut? Menurut hemat saya, yang akan mampu melaksanakan hal ini adalah negara-negara berkembang yang selain memahami benar proses penga-lihan dan pengembangan teknologi canggih untuk proses nilai tambah, juga memiliki kestabilan ekonomi, kestabilan politik serta pasar domestik yang terkendalikan.
Walaupun mengerti proses peningkatan produksi melalui pengalihan teknologi, negara-negara berkembang yang tidak memiliki kestabilan politik, tidak memiliki kestabilan ekonomi dan tidak menguasai suatu pasar domestik yang cukup besar, sukar meningkatkan dan meluaskan produksi melalui peningkatan teknologi. Sebabnya sederhana, bahwa upaya meningkatkan produksi melalui pengalihan teknologi canggih memerlukan usaha-usaha yang konsisten dan cermat dengan menerapkan program-program produksi tertentu. Program-program tersebut bersifat khas karena memerlukan persyaratan (dibahas dalam uraian mengenai tahap-tahap dan wahana transformasi teknologi dan industri, red).
Di sini terlihat kenyataan bahwa sebagian terbesar bangsa Indonesia, yang dipersatukan dengan sarana dan wahana teknologi mutakhir dalam kehidupan serta pekerjaannya sehari-hari, menyumbangkan bagiannya pada nilai tambah produksi nasional dengan menggunakan teknologi-teknologi yang sederhana. Ini berarti bahwa kita mempu-nyai kewajiban untuk meningkatkan teknologi-teknologi yang dipergunakan oleh sebagian terbesar bangsa Indonesia, melalui upaya-upaya dengan cara mengalihkan teknologi baru dari luar negeri. 

Di satu pihak kita harus memanfaatkannya, dan untuk itu perlu penguasaan teknologi yang paling mutakhir sekalipun dalam usaha memperkokoh kerangka bagi kesatuan dan persatuan wilayah Nusantara sebagai kesatuan politik, kesatuan ekonomi dan kesatuan pertahanan. Misalnya de-ngan penggunaan sistem komunikasi satelit domestik serta sistem dan sarana perhubungan modern lainnya, tanpa me- ngabaikan kewajiban kita untuk meningkatkan peranan serta tenaga-tenaga ahli, modal maupun komponen-komponen hasil produksi dari bahan-bahan Indonesia. Tegasnya, kewajiban kita untuk meningkatkan nilai tambah asal Indonesia dalam pembangunan prasarana yang memanfaatkan teknologi mutakhir tersebut. 

Usaha-usaha pembangunan yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia berbeda dengan usaha-usaha pemba- ngunan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain di dunia, dengan ditandai oleh heterogennya tingkat serta pola kehidupan bangsa Indonesia, yang tersebar antara ribuan pulau di dalam wilayah Nusantara, serta ditandai pula oleh beraneka ragamnya wajah pembangunan yang terjadi di negeri ini.