Friday, October 23, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL V

PT IPTN Akan Sanggup Bersaing 

Pabrik yang dalam tahap awal memulai operasinya de-ngan asembling bahan baku dan komponen yang diimpor, terjadi hampir di semua bidang industri. Demikian juga halnya di PT IPTN, di pabrik-pabrik tekstil dan pabrik-pabrik kendaraan bermotor. Maka pembangunan pabrik-pabrik farmasi, misalnya, yang pada tahap pertama perkembangannya, masih terbatas pada tingkat pembuatan formula-formula atau assembling, seperti yang telah terjadi sampai saat ini, adalah sejalan dengan pengembangan tingkat pertama dari industri-industri pada umumnya dan dengan demikian sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk merangsang proses industrialisasi dalam segala bidang di Indonesia.

Tetapi jangan dilupakan, asembling bahan baku atau komponen-komponen yang diimpor untuk membuat barang jadi, baru merupakan pelaksanaan tahap pertama dari perkembangan industri tersebut. Untuk perkembangan industri selanjutnya harus dipikirkan bagaimana mengganti, mengadakan atau memproduksi komponen-komponen tersebut di dalam negeri. Sebagai contoh, sekali lagi saya ambil Industri Pesawat Terbang Nusantara bahwa memang benar pada tahap pertama perkembangannya, dimulai dengan assembling pesawat dengan komponen-komponen yang seluruhnya diimpor dari CASA Spanyol, tetapi pada saat ini PT IPTN sudah dapat membuat sendiri seluruh komponen, bahkan beberapa komponen buatan PT IPTN diekspor ke Spanyol.

Semua perkembangan ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu relatif singkat, industri ini telah membuktikan dirinya sebagai suatu wahana yang tepat bagi transformasi bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang mampu mengembangkan industri maju dengan teknologi tinggi. Bahkan pengalaman menunjukkan bahwa wahana ini bukan saja layak, tetapi juga merupakan wahana yang secara ekonomi menguntungkan.

Membuat teknologi tinggi bukan seperti main sulap dengan lampu Aladdin, begitu dikehendaki langsung jadi. Bahwa saya dengan kawan-kawan bisa merekayasa tekno- logi tinggi dan membuat itu semua bukan baru sekarang. Saya tamat SLA tahun 1954, lalu masuk ITB, jadi saya sudah mempersiapkan diri sejak itu. Pada tahun 1955 saya menghadap Bung Karno. Pada kunjungan pertama, beliau memegang kepala saya, ini termasuk suatu kebetulan, sambil mengatakan: "Kamu yang akan mengisi kemerdekaan. Ini adalah masa depan." Dengan kata lain, ini sudah dibarengi dengan persiapan politik, dan ini dilanjutkan oleh Presiden RI ke-2, Soeharto, karena beliau yakin bahwa ini benar.

Sekarang saya ingin menjawab persoalan mengapa teknologgi tinggi, karena teknologi tinggi menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi daripada teknologi rendah. Sangat disayangkan jika kita tidak selalu membutuhkan teknologi tinggi karena tidak mungkin negara dan bangsa yang besar ini bisa survive tanpa pesawat terbang, helikopter, satelit, telekomunikasi, listrik, dan ini semua teknologi tinggi. Kalau bangsa Indonesia hanya menempati satu pulau seperti Singapura, sangat sulit hal ini diceritakan, jadi saya kira alasannya sudah cukup jelas.

Saya pun ditanya tentang pasar pesawat terbang. Tahukah kita bahwa jumlah F-27 dan F-28 yang pernah dijual dan diekspor oleh Fokker, pasar terbesarnya adalah Indo- nesia. Tahukah kita bahwa pasar terbesar pesawat Twin Otter adalah juga Indonesia. Persoalannya: apakah kita rela pasar kita yang harus kita bayar dengan kontan membuat anak bangsa lain semakin hari semakin pintar dan semakin sejahtera, sedangkan anak kita sendiri menjadi jagoan menggosok sepatu saja?

Jadi, saya kira cita-cita Proklamator dengan kawan-kawannya dan seluruh bangsa ini tidak lain ingin mencerminkan getaran jiwa bangsa Indonesia yang mau menentukan nasibnya sendiri, dan tidak mau menyerahkan nasibnya kepada orang lain.

Apakah anak cucu kita langsung berpikir liberal begini? Tidak! Sementara itu, pewujudan/pelaksanaan pikiran itu harus ditempuh secara konsisten dan profesional, karena hanya melalui konsistensi, profesonialisme dan dedikasi yang tinggi serta bekerja secara disiplin sebagaimana ditunjukkan oleh para karyawan PT IPTN, insya Allah kita bisa melaksanakan itu semua dengan baik sesuai dengan harapan rakyat.

Sejajar dengan kegiatan-kegiatan teknis, PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara selalu siap menjalankan tugas-tugas komersiilnya seperti melaksanakan penjualan, penyelenggaraan dukungan produk, penyediaan suku-cadang dan pemberian pelayanan purna-penjualan dalam rangka pemasaran pesawat di pasar dalam dan luar negeri.

Memang benar bahwa pertumbuhan yang sangat cepat ini telah dapat dicapai di bawah perlindungan pasaran domestik karena semenjak ditetapkannya industri ini sebagai wahana pada tahun 1980 impor pesawat-pesawat yang sama jenisnya dengan tipe pesawat yang dibuat PT IPTN telah dibatasi. Namun perlu diingat bahwa perlindungan ini telah dapat menghasilkan terjadinya suatu standardisasi di bidang usaha ini untuk pertama kali dalam sejarahnya. Standardisasi itulah yang kini memungkinkan PT IPTN beroperasi pada skala produksi yang dapat membuat hasil-hasil produksinya dan dapat bersaing di pasaran internasional. Dan saya percaya bahwa pada akhirnya persaingan bebaslah yang merupakan wasit yang paling baik untuk menilai keberhasilan di dalam dunia usaha, pada saatnya Indonesia akan terbuka pasaran Indonesia untuk persaingan internasional sebagaimana Indonesia pun akan memasuki pasaran dunia dengan semua hasil-hasil produksinya.

Apabila di dalam dasawarsa pertama, pemasaran pro- duk-produk PT IPTN ditujukan pada pasar dalam negeri, maka di dalam dasawarsa yang akan datang ini, penjualan ke dalam negeri insya Allah akan diimbangi dengan pemasaran ekspor umumnya, khususnya ke wilayah Asia-Pasifik, ASEAN, dan Timur Tengah.

Dengan 17 CN-235 yang sudah diserahkan kepada pembelinya, ditambah 71 lainnya yang sudah di menangkan dalam tender, maka total semua yang yang sudah dime- nangkan adalah 88 pesawat terbang, atau jumlah total pesanan untuk CN-235 kini sudah mencapai 170 pesawat terbang. Setiap pesawat terbang harga dasarnya adalah 10 juta dollar, jadi seluruhnya bernilai US$1,7 biliun. Coba kita untuk ekspor kayu atau rotan atau gaplek sebanyak itu se-karang, saya tidak mau disalah mengertikan bahwa saya menghina komoditi alam tidak!

Saya kembali ceriterakan itu semua hanya untuk memberikan motivasi betapa pentingnya pasar domestik untuk perkembangan bangsa menjadi bangsa yang modern. Ternyata dalam waktu singkat kita sudah dapat menyerahkan 300 pesawat terbang, yang semula untuk pasaran domestik, dan bahkan sekarang kita sudah mengekspor dan setelah itu kita memberikan lapangan pekerjaan untuk 16 ribu orang.

Dengan perkataan lain, program kerja dan investasi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara tidak saja ditujukan kepada sasaran menempatkan dirinya sebagai suatu bisnis yang berdaya saing internasional dan yang mampu menghasilkan laba bagi pemegang saham dan pajak bagi negara dalam suatu bidang usaha di luar minyak dan gas bumi dan di luar bidang non-migas tradisional sekaligus.

Saya masih ingat waktu peluncuran CN-235 saya lihat beberapa surat kabar nasional membuat suatu karikatur "kapal terbang tidak bermotor"; ada yang mengatakan masa hanya peluncuran saja, pesawat terbang itu tidak terbang. Tapi saya maklum karena orang yang menulis itu tidak pernah memahami pengertian roll-out. Tidak ada in- dustri pesawat terbang di manapun yang meroll-out (meluncurkan) pesawat produksinya, lantas langsung pesawat itu terbang. Mengapa? Karena pesawat itu harus diuji lebih dahulu.

Waktu saya lihat karikatur itu saya tidak marah, ma-lahan menjadi sedih karena orang itu tidak mengerti. Ada yang mengatakan: The airplane never flies. Tetapi, ketika mereka melihat terbang perdananya mereka kaget juga, kenapa bisa juga bangsa kita membuat begini. Mereka heran. Tetapi tiba-tiba mereka kemudian berkata: You never sell the airplane. Tahun 1986 pesawat terbang itu mendapat sertifikasi dari FAA melalui Spanyol saya jelaskan mengapa melalui Spanyol padahal pesawat itu milik Indonesia dan Spanyol.34 Pertama kalau suatu pesawat terbang atau sesuatu yang dimanfaatkan oleh umum mau dimasukkan ke dalam pasar domestik dari negara tertentu, maka produk tersebut harus mendapatkan izin kelaikan supaya orang yang memanfaatkannya tidak mengalami kecelakaan. Kedua, karena semua pesawat terbang atau helikopter atau kapal atau mobil semua harus masuk asuransi.

Ini termasuk proses biaya tambah yang akan meminimumkan costnya dengan risiko yang sekecil mungkin, kalau misalnya pesawat terbang atau mobil itu tidak laik, maka orang tidak mau mengambil asuransi yang tinggi. Tapi jika pesawat terbang itu baik dan hebat dia mau membuat insurance karena dia memang mencari untung. Masalahnya kalau kita mau memasukkan pasaran mana saja termasuk pasaran Amerika, kita membutuhkan sertifikat kela- ikan, tetapi untuk bisa mendapatkannya, kita harus sudah mengikat bilateral airworthiness agreement (BAA) atau perjanjian bilateral dalam bidang kelaikan udara. Persoalannya menjadi antara G-to-G, pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan atau Dirjen Perhubungan Udara dengan Dirjen Perhubungan Udara AS atau Direktur Kelaikan Udarat Indonesia dengan Direktur Kelaikan Udara Amerika Serikat. Dan, pada akhir 1986, kita mendapat sertifikasi dari FAA.


Saya rasa siapapun bisa berpikir secara ekonomis, berdasarkan semua ini apa salahnya kita ambil saluran Spanyol, karena itu kita ajukan sertifikasi FAA melalui Spanyol. Tetapi kita harus mengetahui untuk mendapatkan izin laik udara suatu pesawat terbang itu ada beberapa syarat teknis yang harus dipenuhi. Harus sudah mendapat izin laik terbang di negara yang bersangkutan yang membuat pesawat terbang itu. 60% CN 235 dibuat di Bandung, hanya 40% di Madrid. Semua pesawat terbang yang dijual oleh Spanyol 60% buatan kita karena kita lebih unggul pada kualitas dan biaya. Di dalam hal itu jadi berarti apa dijual melalui Spanyol tokh milik kita juga yang dijual, apakah kita perlu tunggu lewat Indonesia?. Nanti kita bisa-bisa kehilangan kesempatan.36 Ada yang mengatakan produk Indonesia kualitasnya jelek karena itu tidak mendapat sertifikasi ini saya dengar juga tapi saya tidak bodoh untuk ber- diskusi dengan orang bodoh.
Pada tahun 1986 PT IPTN mendapatkan sertifikasi dari Boeing. Ini berarti PT IPTN dikualifikasikan oleh Boeing sebagai salah satu perusahaan yang membuat produk yang bisa dimanfaatkan di dalam semua pesawat terbang yang dibuat oleh Boeing.

Nilai tambah paling tinggi seperti tadi saya katakan kita kejar, dari 1 unit kalau bisa, misalkan, dinaikkan menjadi harganya 1 juta, kalau kita mengeluarkan 1 unit terus harganya hanya jadi dua kali lipat, tiga kali lipat apa yang dibagi? Apa yang mau dibuat pemerataan. Jadi kita harus kejar nilai tambah yang besar. Dan makin banyak teknologi yang canggih makin besar nilai tambahnya. Dalam hal ini PT IPTN mendapatkan order dari Boeing untuk membuat primary structure, bukan sekunder dan tersier. Saya baca salah satu surat kabar yang mengatakan salah satu saingan yang terbesar dari PT IPTN adalah RRC, karena RRC sudah mendapatkan ratusan ribu order roda dan sebagainya. Dia lupa bahwa komponen struktur sekunder dan tersier nilai tambahnya tidak setinggi seperti komponen struktur primer yang dibuat PT IPTN. Bukan karena RRC itu bodoh, RRC pintar dan punya banyak orang, tapi RRC tidak bisa mendapatkan teknologi canggih dan mesin-mesin yang canggih karena ada larangan mesin canggih dari Amerika atau dari dunia NATO diberikan kepada negara komunis.

Jadi, kita harus tahu bahwa dalam tempo 12 tahun saja PT IPTN sudah membuat pesawat terbang dan helikopter bahkan sudah mengekspor komponen untuk industri pesawat terbang raksasa, Boeing. Tahun 1986 waktu PT IPTN mendapat pengakuan dari Boeing sebagai qualified bidder, dan mendapatkan order sebesar US$ 7.000 setelah kita menyelesaikan order itu, mendapatkan order berikutnya senilai US$ 30 juta.


Dan Dr. Yamada, Direktur Utama Kawasaki Heavy Industry, yang membuat pesawat terbang berkata kepada saya: "Yang Anda peroleh dari Boeing itu punya saya". Dr. Yamada protes kepada Boeing, Boeing meminta maaf. Hal ini dilakukan karena PT IPTN memberikan harga yang sangat kompetitif, sementara yen makin kuat saja.37 Boeing memberikan subkontrak waktu itu antara 22 s/d 27 milyar US Dollar sampai pada kurang lebih 3.000 perusahaan yang qualified untuk Boeing, diantaranya 60% dari Amerika Serikat, 31% dari Kanada, dan Eropa 9%.

Mitsubishi Heavy Industry dan Kawasaki baru 10 tahun yang lalu mendapatkan Boeing dan General Dynamic qualification untuk membuat primary structure. Mereka sudah jauh, lebih seratus tahun bekerja, dan pernah membuat Hayabusa, dan lain-lain. Jepang ketinggalan karena tidak boleh membuat pesawat terbang setelah kalah perang, dan sekarang mengejar kemajuan.

Tadi saya singgung sedikit bahwa Indonesia adalah suatu negara yang tidak menguasai proses nilai tambah dan biaya tambah dengan memanfaatkan high technology untuk prasarana ekonomi dan juga untuk kebutuhan dasar manusia.

Kebutuhan dasar manusia mendapat prioritas yang lebih tinggi dari prasarana ekonomi. Tadi dikatakan kalau kita dahulu mau membeli pesawat terbang apakah pesawat terbang militer atau komersial kita selalu pertama menilai hal-hal teknis, apakah memenuhi persyaratan kita atau tidak, kedua persoalan finansial, apakah pembayarannya bisa menggunakan soft loan atau kredit ekspor, ketiga soal jadwal. Sekarang kita tambah kriterianya, yaitu pihak penjual harus memberikan offset. Artinya, kalau kita membeli pesawat terbang F-16, kita sebut angka supaya enak menghitungnya misalnya 100 juta US Dollar, maka kita tahu bah- wa dari 100 juta US Dollar maksimum mungkin harus didaur ulang (recycle) dalam ekonomi kita untuk lapangan pekerjaan di bidang kedirgantaraan. Karena itu saat kita dahulu membeli 12 pesawat terbang F-16 seharga lebih kurang 350 s/d 400 juta US dolar, kita meminta offset senilai 35%.

Siapa yang memberikan offset yang paling tinggi kita beli produknya. Kepada industri pesawat terbang kita minta memberikan pekerjaan pembuatan primary structure, Prancis memberikan 25%, Amerika 35%, maka kita ambil Amerika. Tetapi kita harus tahu bahwa dari 12 pesawat ter- bang dengan 35% offset untuk primary structure itu kita tidak membuat untuk 12 pesawat. Saya telah menanda-tangani offset dengan General Dynamic untuk membuat primary structure untuk 400 pesawat tempur Angkatan Udara Amerika Serikat F-16. Dalam hal ini kita untung dalam ketrampilan.

Dulu kita hanya memikirkan membeli dengan soft loan, sekarang kita memikirkan lapangan pekerjaan, kesempatan bekerja untuk anak cucu kita untuk menjadi lebih pandai, lebih trampil, lebih potensial, mempunyai kualitas lebih tinggi dan nanti akan terus menjalar, dan ini sudah berhasil sekarang antara lain melalui implementasi berbagai program produksi dan subkontrak di IPTN.

Itu kemajuan satu langkah lagi, kita tidak memikir me-ngenai marketing berkait dengan penjualan atau pembelian. Hanya dengan compatibility kita bisa merebut teknologi canggih itu.

Tidak ada satu orang di dunia bisa mengatakan bahwa produksi dalam negeri kita jelek karena produksi dalam negeri kita ternyata dimanfaatkan oleh General Dynamic untuk kapal terbang tempur yang paling canggih di dunia yaitu F-16 dari Amerika Serikat. Tidak hanya itu saja, ternyata komponen pesawat terbang buatan PT IPTN juga dimanfaatkan oleh semua pesawat terbang dari Boeing. PT IPTN mendapatkan 30 paket pembuatan flap untuk 200 pesawat terbang. Semua paket tersebut diselesaikan PT IPTN tepat pada waktunya dengan quality dan cost seperti yang dijanjikan.

Usaha untuk memajukan sektor industri terus diupayakan searah dengan program industrialisasi di tanah air. Demikian pula halnya dengan program riset untuk menunjang kegiatan industri dengan bekerjasama dengan luar negeri. Dalam kerjasama ini dilakukan pertukaran timbal balik para sarjana ke dua negara yang dilakukan sesuai dengan pelaksanaan program riset bersama yang telah di-sepakati sebelumnya. Titik tolak untuk memiliki program riset bersama adalah selalu pemanfaatan ekonomis dari hasil-hasil riset yang diharapkan untuk keuntungan ke dua belah pihak.
Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa :
  1. Pada saat ini suatu proses reorientasi telah terjadi di bidang ilmu pengetahuan, riset dan teknologi. Proses tersebut pada masa mendatang akan meningkat pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
  2. Intensifikasi hubungan antara ilmu pengetahuan dan pembangunan ekonomi dapat terlaksana menurut model Perusahaan/Pabrik Pesawat Terbang PT IPTN, di mana insinyur-insinyur muda dan ahli-ahli kejuruan Indonesia secara terprogram, terarah, dan bertahap dapat langsung berpartisipasi dalam proses industrialisasi Indonesia.
  3. Pada tingkat antar-negara, perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani merupakan contoh efektif dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
  4. Reorientasi kerjasama dengan pihak luar negeri di bidang ilmu pengetahuan, riset dan teknologi harus berlandaskan kepentingan ekonomi ke dua belah pihak. Oleh karena itu pembangunan kapasitas riset secara bersama harus dikonsep untuk jangka waktu panjang.
  5. Partisipasi dunia usaha kedua belah pihak perlu makin dilibatkan dalam perumusan dan pilihan program riset bersama, sehingga pemanfaatan hasil-hasilnya untuk perkembangan ekonomi dapat dijamin.
Pengalihan teknologi seperti dalam kasus PT IPTN merupakan bukti nyata bagi peranan ilmu pengetahuan sebagai jembatan antar bangsa. Beberapa aktivitas dan proyek yang saya gambarkan tadi sekadar contoh di mana sedang dilakukan investasi-investasi pada tingkat yang diperlukan agar Indonesia dapat mengembangkan dan mengubah struktur ekonominya menjadi sistem ekonomi yang lebih seimbang dan berproduktivitas prestasi tinggi seperti yang telah digambarkan di atas.


Bersambung

No comments:

Post a Comment