Friday, October 2, 2009

PENGALIHAN TEKNOLOGI: PT IPTN SEBAGAI MODEL I


"PT. IPTN akan membantu mengupayakan agar ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetap ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan bangsa. Program kegiatan PT IPTN tidak hanya berdampak intern pada karyawannya saja, tetapi juga mempunyai pengaruh ke luar yang luas tidak saja pada perusahaan-perusahaan nasional lainnya yang berkaitan dengannya, tetapi juga pada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada dunia pendidikan yang merupakan pusat-pusat keunggulan kehidupan bangsa. 

Dengan program kegiatan dan rencana investasi yang ditentukan diharapkan pada abad mendatang PT IPTN sudah akan semakin mampu untuk bertumbuh dan berkembang secara setara dengan perusahaan unggul lainnya di dalam suatu lingkungan dunia internasional yang semakin canggih, serta semakin mantap dalam menunjang transformasi Bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang memanfaatkan teknologi canggih untuk industri menuju masyarakat yang dicita-citakan."
~Prof. B.J. Habibie~

Pada saat ini jumlah penduduk Indonesia sudah mendekati 186 juta, dan pada tahun 2000 diperkirakan akan mencapai kurang lebih 210 juta, dan pada tahun 2030 penduduk Indonesia akan menjadi kira-kira 260 juta orang. 

Lantas, timbul persoalan: dapatkah kita memberikan proses nilai tambah pribadi pada setiap manusia Indonesia mulai waktu sekolah sampai pensiun? 


Katakanlah kalau setengah dari 260 juta atau 130 juta orang membutuhkan lapangan pekerjaan dan pendidikan, dapatkah kita hanya menyediakan dengan pertanian dan agraria dari kekayaan alam? Saya telah memeriksa data, malah angka yang menunjukkan manusia Indonesia mencari lapangan pekerjaan setahun mencapai 2,4 juta orang.

Lantas dapatkah kita memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka hanya melalui usaha tradisional? Dengan cadangan minyak yang ada, dan dengan produksi minyak yang kita keluarkan setiap hari, maka 20 tahun lagi cadangan minyak kita habis. Memang kita punya cadangan gas alam yang cukup besar di Natuna, kita termasuk pemilik cadangan gas alam yang paling besar. 


Jika kita ekspor seluruhnya dengan angka yang berlaku sekarang ini, ternyata dalam 50 tahun cadangan itu baru akan habis. Dapatkah kita mempertanggung jawabkan kepada anak cucu kita kalau kita terlalu konservatif dan tidak berani menantang dan mengambil terobosan untuk tidak hanya tergantung pada kekayaan alam? Tetapi yang lebih penting sesungguhnya kita ingin me-ngembangkan kekayaan Indonesia yang paling berharga, yakni manusia yang terbaharukan. 


Kita setuju bahwa kita harus memikirkan hari sekarang dan juga hari besok tetapi jangan kita lupa meletakkan batu-batu pertama untuk hari jauh ke depan. Mungkin anda bertanya: mengapa saya ditugaskan oleh Bapak Presiden tepatnya pada tanggal 24 Januari 1974 untuk mempersiapkan industri yang paling canggih dalam hal ini industri pesawat terbang? Pada waktu itu saya pernah membaca artikel yang mengatakan bahwa kita tidak perlu mendirikan industri pesawat terbang, sebaiknya kalau kita membutuhkan pesawat terbang, kita membeli saja, itu lebih murah. 


Memang kalau dahulu kita biasa membeli pesawat terbang atau membeli kapal atau membeli apa saja yang kita butuhkan untuk prasarana ekonomi kita, dan untuk itu kita melihat hanya tiga kriteria, pertama teknis, kedua finansial, ketiga delivery time, itu saja. 

Teknis; apa yang memenuhi pasaran yang kita butuhkan. Finansial: cara pembayaran apakah yang paling baik, kalau bisa kita membeli dengan pinjaman lunak (soft loan). Dan ketiga adalah schedule: penyerahan pesawat jangan terlambat karena kita butuhkan selekas mungkin, jadi harus sesuai dengan rencana. 


Sampai di situ saja pandangan kita, karena kita sudah dimanjakan bahwa kita punya banyak kekayaan alam. Tetapi kita harus ingat bahwa kekayaan alam yang paling penting hanya bisa dimanfaatkan sebagai potensi ekonomi jika manusia telah mengalami proses nilai tambah pribadi dan setelah itu bisa ikut berperan serta dalam proses nilai tambah dan proses biaya tambah materi.


Kalau tidak, manusia itu tetap merupakan problem sosial dan tidak merupakan potensi ekonomi, dan kita harus tahu tidak begitu saja manusia bisa dikembangkan. Kita lihat misalnya tahun 1976, waktu industri pesawat terbang PT IPTN dimulai, karyawan PT IPTN hanya 500 orang dan kurang lebih 17 insinyur, sekarang sudah mencapai 16.000 karyawan dan 2000 insinyur. Karyawan itu mengalami proses nilai tambah tersendiri, termasuk insinyurnya juga.

 Lantas, saudara bertanya: kalau begitu apa hasilnya? Setiap hari dan bahkan setiap menit saya bertanya pada diri saya sendiri demikian juga. Dan saya tahu ja-wabannya bahwa saya harus memberikan penghasilan kepada mereka. Jika keterampilan para tenaga muda ini hendak dikembangkan secara signifikan, maka mereka tidak cukup hanya disosialisasikan ke dalam proses-proses produksi padat karya saja, tetapi juga harus diperkenalkan ke dalam proses-proses produksi yang berteknologi tinggi. 

 Mengingat kelemahan sektor swasta untuk memikirkan secara sungguh-sungguh upaya penciptaan sumberdaya manusia berkualitas tinggi ini, pemerintah merasa perlu untuk menyediakan suatu wahana bagi kader-kader muda untuk tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang inovatif dan berketerampilan tingkat tinggi. Itulah salah satu alasan mengapa kita terdorong untuk membangun industri-industri strategis. Selain bertujuan ekonomis, pendirian industri-industri ini tiada lain dalam rangka turut mempersiapkan tenaga-tenaga unggulan sebagai basis keunggulan kompetitif bangsa Indonesia di masa depan. 


Dalam hal ini kita harus melihat masalah itu dengan kaca mata yang obyektif. Dalam waktu 18 tahun, apa yang telah terjadi setelah teknologi canggih masuk secara profesional di bumi Indonesia dengan berdirinya Industri Pesawat Terbang Nusantara. Dalam 18 tahun itu, kita telah bisa menyediakan dalam bidang teknologi canggih sebesar 16 ribu orang dan bahkan sasarannya adalah pada abad mendatang PT IPTN akan mempekerjakan 60 ribu karyawan. Mereka bukan orang yang diam saja. Mereka membuat proses nilai tambah dengan mengontrol kualitas, biaya dan jadual hingga sekarang telah menghasilkan produk nyata berupa lebih dari 300 pesawat terbang dan helikopter untuk pasar domestik. Bukan itu saja, perusahaan itu sudah mengekspor NC-212 dan CN-235 untuk pasar internasional.

Saya rasa tidak tepat pendapat orang lain yang menganggap bahwa teknologi canggih itu tidak tepat untuk bangsa Indonesia. Saya mau menggaris-bawahi, apakah kayu atau rotan, apakah minyak, apakah kelapa sawit, semua itu penting? 

Semua kita harus ekspor untuk mendapatkan pendapatan non-migas lebih banyak, tapi jangan hanya itu, kita jangan menutup pintu semua yang berbau canggih untuk proses nilai tambah. Untuk mendapatkan devisa, kita harus meningkatkan produktivitas termasuk dalam bidang prasarana ekonomi dengan memanfaatkan teknologi tepat-guna, yang kebetulan juga termasuk teknologi canggih. Saya bisa mengambil kesimpulan dengan suatu kemauan yang bulat dan tekad dan kesadaran bahwa kita sama de-ngan bangsa lain, bahwa teknologi tidak datang sendiri, tetapi harus direbut. 


Ada yang pernah mengatakan: "Curi saja teknologi canggih itu". Bagaimana kita mau mencuri, diberi dengan begitu saja belum tentu Saudara mengerti? Di dalam hal itu sebenarnya teknologi itu bukan dicuri, tetapi kita harus membangun manusianya, mendidik supaya mengalami proses nilai tambah tersendiri. Sesudah itu kita mengadakan perundingan dengan kekuatan pasar domestik untuk merebut tahap demi tahap dan membebaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain. Itu caranya. Industri pesawat terbang hanya merupakan pendobrak pembuka mata kita semua, bahwa kita putra-putra Indonesia sama saja dengan orang Jepang, sama saja dengan orang Jerman, sama saja dengan orang Amerika. 


Yang kita belum dapatkan adalah kesempatan, pengembangan terus menerus, pengalaman, dan pengertian di dalam negeri kita. Jangan kita mau terlalu tergesa-gesa, mereka juga menjadi maju karena perjuangan yang panjang, bukan satu dekade, bukan satu generasi, melainkan dalam beberapa generasi. Sejak orde baru, baru saja kita menyelesaikan Repelita V. Itu hanya bisa karena beberapa persyaratan sudah dipenuhi. Karena dahulunya kita sudah membangun, saya me- ngatakan lihat 20 tahun yang lalu, Indonesia mengalami inflasi dengan rata-rata mungkin 800%. 


Sekarang kita bicara satu digit. Saya sampaikan, hanya dengan keadaan lingkungan begitu, saya bisa berbicara mengenai CN-235. Tetapi kalau keadaan demikian saya tinggal diam, tunggu sampai masalah datang, itu juga tidak dibenarkan. Kita memang harus mau memanfaatkan potensi sendiri dari proses- nya secara obyektif, dan disamping mendapatkan data-data masukan dari makro ekonomi untuk ditransfer menjadi inisiatif dalam makro ekonomi untuk melaksanakan proses nilai tambah dan biaya tambah terpadu dan terarah dan secara rasional.


Yang perlu kita perhatikan bahwa tidak mungkin saya atau semua insinyur dan ekonom bisa membangun perusahaan, jika stabilitas dan keamanan ekonomi tidak terjamin, stabilitas ekonomi yang transparan dan konstan berkembang dengan konsisten. Berdasarkan itu dibuat perencanaan mikro. Itu dilaksanakan oleh putra-putra terbaik, mereka penting, tapi kewajiban putra-putra yang lain juga penting untuk menjadikan mereka lebih kuat, dengan menghasilkan nilai tambah. Nilai tambah yang lebih besar. Jika saya ditanya, kapan kira-kira bangsa Indonesia bisa seperti bangsa Jerman, Amerika atau Jepang, menguasai proses nilai tambah dan biaya tambah?

Saya jawab, bangsa Indonesia yang maju seperti itu akan ada dalam dua generasi sejak masuknya manajemen nilai-tambah dan biaya tambah dan implementasinya, secara profesional dengan memanfaatkan teknologi canggih di bumi Indonesia.


Kalau saya mempelajari segala aktivitas dalam ekonomi, itu baru ada setelah kita mendirikan Industri Pesawat Terbang Nusantara tahun 1976. Sebelumnya kita belum kenal. Adapun dua generasi kalau kita berikan assuransi: satu generasi ada 25 tahun, maka dua generasi adalah 50 tahun. Jadi, 50 tahun ditambah tahun 1976, maka pada tahun 2026 itu akan tercapai. Ketika saya sampaikan ini kepada wartawan, mereka tertawa, dan mereka bilang saya sangat pesimistis. Tetapi mari kita lihat apa yang terjadi di PUSPIPTEK dan PT IPTN. Anda tahu taksiran kita hanya 20 tahun lagi kita sudah sampai di situ.

Saya bilang tidak usah kita muluk-muluk. Kalau pun masih 39 tahun lagi saya berterima kasih. Tadi saya mengambil contoh Industri Pesawat Terbang Nusantara. Sebenarnya bisa saja saya mengambil contoh PT PAL, PT INKA, industri otomotif, satelit telekomunikasi, alat-alat kedokteran, atau alat-alat yang lain.


Tapi falsafahnya harus sama, seperti telah saya jelaskan di depan. Itu semua hanya mungkin kalau kita bersatu bahasa dan berdedikasi, serta tidak saling mau menjadi pahlawan sendiri. Kita mementingkan pahlawan, kita mencari apa kesa-lahan yang belum dilaksanakan, manusia itu tidak sempurna, lalu kita perbaiki, dan secara konstruktif lebih kita galakkan segala bidang pembangunan di bumi Indonesia ini. Dengan mengingat luas serta komposisi geografis negara Indonesia serta perlu ditingkatkannya keutuhan politik dan ditumbuhkannya kesatuan ekonomi, maka keseluruhan industri alat-alat pengangkutan memenuhi syarat untuk berperan sebagai wahana transformasi teknologi dan industri Indonesia.

Ini meliputi industri pesawat terbang
(1); industri maritim dan perkapalan
(2); serta industri alat-alat transportasi darat: kereta api serta industri otomotif
(3). Setiap industri wahana transformasi mencakup berbagai sub-industri. Industri pembuatan baling-baling pesawat terbang, kerangka roda pesawat terbang dan avionik merupakan bagian dari wahana industri penerbangan.

Di samping meliputi industri pembuat mobil berbagai jenis serta industri pembuat gerbong kereta api, wahana industri alat transportasi darat juga mencakup industri ban mobil, accu, peredam kejut, pegas daun, chassis, mesin bensin dan solar, sistem kemudi, transmisi, gandar, serta industri poros penggerak. Industri berikutnya yang memenuhi persyaratan adalah industri elektronika serta telekomunikasi (4).


Keempat jenis industri inilah yang merupakan wahana paling tepat untuk pengalihan serta pengembangan semua teknologi yang diperlukan dalam jangka waktu dua puluh tahun melalui ketiga tahap sebagaimana telah dilukiskan di muka, bahkan melalui tahap keempat. Berbicara tentang sektor industri yang lebih strategis. Kita melihat bahwa di samping kesempatan-kesempatan yang dibuka oleh pembangunan industri, pertambangan dan sektor jasa pengangkutan umumnya, telah diciptakan pula suatu pasar bagi pesawat terbang berpenumpang sekitar 100 orang, karena diperlukan untuk mengganti pesawat-pesawat McDonnel-Douglas DC-9 dan Fokker F-28, mulai tahun 1990-an hingga tahun 2000.


Ini merupakan motivasi bagi PT IPTN untuk merancang bangun dan mengembangkan pesawat N-250 yang dirancang untuk 50 penumpang, dengan menggunakan bahan komposit dan teknologi mutakhir lainnya. Semua program yang dilakukan oleh PT IPTN menerapkan falsafah "mulai dengan akhir dan berakhir dengan awal", yaitu memulai dengan produksi produk akhir dan berakhir pada produksi komponen.


Tingginya intensitas perhubungan, penerbangan dan pelayaran diikuti oleh permintaan yang kian meningkat akan sarana telekomunikasi. Karena sifat geografisnya, telekomunikasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari telekomunikasi satelit. Satelit tidak hanya penting sebagai sarana jasa komunikasi, tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan penyatuan bangsa Indonesia dengan bahasa, budaya dan adatnya yang beraneka ragam.


Dalam kaitan ini, memang benar PT IPTN belum merupakan peserta di dalam produksi satelit-satelit Palapa-A, Palapa-B dan Palapa-C buatan Hughes. Namun demikian, PT IPTN merencanakan untuk ikut di dalam definisi, integrasi dan produksi Palapa-D.

Lepas dari itu, upaya untuk meningkatkan perangkat telekomunikasi ini telah mendorong PT INTI dan perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya untuk bergiat dalam produksi peralatan telepon serta dalam produksi bersama sistem switching berdasarkan lisensi dari perusahaan-perusahaan internasional.


Bersambung

No comments:

Post a Comment