Monday, February 28, 2011

KERJASAMA INTERNASIONAL UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI I

KERJASAMA INTERNASIONAL
UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
DAN INDUSTRI


Persyaratan penting yang erat kaitannya dengan upaya pemberantasan kemiskinan itu adalah masalah pembenahan infrastruktur sosial-ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang tidak adekuat akan mengurangi minat investasi dan pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Alasan mengapa Jepang dapat menutup kesenjangan antara Amerika Serikat dan Jepang sendiri, dan Jepang dapat menghasilkan output yang lebih baik, adalah karena Jepang memperhatikan aplikasi iptek yang sesungguhnya merupakan kunci bagi tercapainya pertumbuhan produktivitas kinerja nasional dengan kecepatan tinggi.

(B.J. Habibie)

Makin tampak dewasa ini, bahwa kita hidup dalam suatu sistem global yang sangat kompleks dan saling tergantung. Dalam sistem semacam itu, keberadaan suatu negara banyak begantung kepada hubungan-hubungan politik, ekonomi dan hubungan-hubungan fungsional lainnya dengan negara-negara lain.

Pada masa lalu, negara-negara biasanya saling bersaing untuk mendapatkan sumber kekayaan yang langka, agar dapat meningkatkan kekayaan, kekuasaan dan prestisenya. Kini, semua negara perlu saling bekerjasama, agar dapat memperkecil terjadinya konflik dan mendapatkan keun-tungan sebesar-besarnya bagi semua pihak yang terlibat.

Dengan berakhirnya Perang Dingin, kita perlu mengembangkan pendekatan-pendekatan baru untuk mempromosikan kerjasama internasional. Daripada mempertahankan sistem dikotomi atau membagi negara-negara menurut ideologinya, seperti terjadi sebelumnya, hubungan internasional kontemporer seharusnya lebih diarahkan untuk mendorong interaksi yang lebih konstruktif.

Menyadari bahwa di antara tantangan yang paling mendesak yang menghadang masyarakat dunia saat ini adalah akselerasi pembangunan dan pemberantasan kemiskinan, maka kita perlu mengatasi kesenjangan di antara negara-negara di dunia dan mengembangkan kerjasama serta kemitraan ekonomi internasional yang lebih tulus (genuine) demi kemajuan pembangunan bersama. Untuk itu, berbagai daya-upaya perlu dikerahkan untuk memperkuat upaya promosi lingkungan ekonomi internasional yang kondusif ke arah pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development).

Akhir-akhir ini orang banyak membicarakan masalah li-beralisasi ekonomi karena pada penghujung abad XXI mendatang blok-blok ekonomi dunia sudah sepakat akan melaksanakannya. Namun bagi kita, dalam konteks nasio-nal tidak akan ada liberalisasi sekurang-kurangnya sampai 25-50 tahun mendatang. Ini tidak berarti kita nasionalistis dan proteksionistis. Dalam 50 tahun merdeka, baru 27 tahun kita dapat mengalami kesempatan untuk memahami mekanisme ekonomi dan pengembangan prasarana ekonomi dan prasarana iptek. Sedangkan bangsa lain ratusan tahun telah mengalami kesempatan untuk mengerti, mengembangkan, menyesuaikan, dan mengkoreksi mekanisme ekonominya. Sasaran liberalisasi dalam konteks global adalah: siapa yang unggul akan dipakai dan yang tidak unggul akan tersisih.

Jadi kalau kita yang baru 27 tahun mengalami kesem-patan untuk membuat mekanisme ekonomi tiba-tiba dimasukkan bersama mereka yang sudah ratusan tahun mempersiapkan diri dan berpengalaman, dalam arena liberalisasi yang persis sama, bisa dibayangkan kita tentunya bakal mendapatkan kerugian, arus mundur, karena kekuatan mereka bukan saja dalam pengalaman dan teknologi tapi juga dalam ekonomi, daya tahan mereka lebih kuat, ketahanan nasional mereka lebih kuat karena mereka lebih lama mengalami kemerdekaan untuk membangun kekuatan sebaliknya kita tidak memiliki daya tahan seperti yang mereka miliki sehingga dalam pertandingan ini, kita bisa lekas lelah karena memang kurang persiapan, seperti orang yang ikut lomba lari cepat yang baru dilatih melawan orang yang sudah sering dilatih dalam beberapa tahun, tentu orang yang baru dilatih kalah.


Apabila seseorang harus lari sedangkan dia menghadapi suatu hambatan sehingga dia terus harus loncat, maka ener- ginya akan cepat habis dan untuk sampai ke garis finish memerlukan waktu lebih lama. Sama halnya dengan bila kita punya arus air yang harus mengalir tapi setiap kali air mengalir membentur bendungan, maka akan lebih lama air itu mengalir, karena dia dihadapkan pada hambatan atau hlangan, maka agar air mengalir cepat, bendungan atau hambatan itu harus ditiadakan. Dalam ekonomi bendungan atau hambatan itu disebut kendala ekonomi dan hal itu hanya akan merugikan proses pembangunan. Karena itu harus dilaksanakan deregulasi agar proses pembangungan berjalan lebih efisien. Selain itu juga harus dilaksanakan proteksi, agar industri nasional dapat menjual produknya kepada masyarakat dan dapat bertumbuh dengan sehat. Perlu diketahui bahwa 60% produk Jepang dibeli oleh rakyatnya sendiri, karena mereka mampu membelinya. Pasar domestik sebenarnya merupakan satu-satunya kekuatan yang harus diandalkan dan dapat diandalkan untuk meningkatkan kualitas output ekonomi itu sendiri.

Kendati demikian, dalam menghadapi liberalisasi dalam konteks ekonomi makro global kita harus siap, kalau tidak kita akan diisolasi. Akan tetapi, di negeri sendiri jangan kita melakukan liberalisasi, yang boleh kita lakukan adalah deregulasi. Deregulasi tidak sama dengan liberalisasi. Sasaran deregulasi adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam proses pembangunan nasional.

Dengan demikian, deregulasi berarti mengurangi pera-turan yang ada. Dahulu ketika belum berlaku deregulasi, misalnya, untuk mendapatkan izin diperlukan waktu 3 bulan, tapi setelah ada deregulasi hal itu hanya memakan waktu 3 hari, dengan mengeluarkan kendala yang terlihat dan tidak terlihat.

Meskipun terdapat perbedaan yang nyata di antara dan di dalam negara-negara, khususnya di antara negara-negara kaya dan miskin, kedua belah pihak yang berbeda ini tidak boleh menjadi penyebab terjadinya konfrontasi. Pengkotakan negara kaya dan miskin tidak dapat dihilangkan hanya dengan, misalnya satu pihak mencoba memenangkan persaingan kekuasaan melawan pihak lainnya, seperti yang terjadi di masa lampau. Kita seharusnya mulai mengadakan diskusi internasional mengenai isu pembangunan berdasarkan minat dan kepentingan yang sama dengan tanggung jawab yang sama pula. Dengan melakukan hal itu, kita bisa mengadakan tukar-menukar pendapat yang lebih realistik dan jujur di antara seluruh bagian masyarakat internasional.

Dalam rangka mengembangkan kerjasama internasional yang produktif dan efektif, terutama antara negara-negara kaya di Utara dan negara-negara berkembang di Selatan (dialog Utara-Selatan), adalah penting bagi negara-negara berkembang sendiri untuk mengkonsolidasikan posisi mereka terlebih dahulu, melalui kerjasama antar negara-negara berkembang (kerjasama Selatan-Selatan) secara lebih erat. Dalam hal ini, negara-negara berkembang perlu merencanakan strategi bersama untuk menghadapi persoalan-persoalan yang ada dalam sistem internasional, guna menentukan isu-isu mana yang patut dibicarakan dengan negara-negara maju, dan untuk mengintegrasikan pelbagai aspek pembangunan dalam suatu perspektif global.


Untuk melaksanakan kerjasama Selatan-Selatan yang lebih efektif, negara-negara berkembang juga harus berusaha keras untuk menangani persoalan-persoalan kemiskinan, kelemahan-kelemahan infrastruktur ekonomi dan persoalan-persoalan sosial lainnya yang muncul dalam proses pembangunan.


Pembenahan Infrastruktur Ekonomi

Persyaratan penting yang erat kaitannya dengan upaya pemberantasan kemiskinan itu adalah masalah pembenahan infrastruktur sosial-ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang tidak adekuat akan mengurangi minat investasi dan pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pembenahan infrastruktur membutuhkan sejumlah besar dana yang seringkali tidak dapat dipenuhi oleh negara-negara berkembang sendiri. Bantuan luar negeri memainkan peranan yang sangat berarti dalam pengembangan infrastruktur di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, suatu dialog internasional semestinya dapat menemukan cara yang lebih baik agar pengembangan infrastruktur di negara-negara berkembang menjadi proyek yang menarik bagi investor-investor asing.

Infrastruktur fisik perlu dibangun, diperbarui, atau di- upgrade, dan bank-bank mempunyai peranan penting dalam pendanaan proyek-proyek ini. Bagi bank di mana saja, kurun waktu 10 tahun mendatang kemungkinan akan menyediakan kesempatan yang unik untuk meninggalkan predikatnya sebagai "babble banking" menjadi bank yang lebih positif. "Babble banking" membumbung tinggi di tahun 1980-an ketika bank-bank bergerak cepat menuju globalisasi, yang lebih didorong oleh ketatnya persaingan ketimbang oleh demand yang sesungguhnya. Akibatnya, bermilyar-milyar dana perbankan mengalir ke dalam pembangunan real estate yang bersifat spekulatif di seluruh dunia, dan khususnya di Jepang, dana tersebut masuk ke bursa saham.


Sementara itu, infrastruktur publik yang sesungguhnya amat dibutuhkan negara-negara berkembang dalam jumlah yang banyak selama akhir 1990-an dan tahun-tahun berikutnya kurang memiliki akses terhadap dana perbankan. Jalan raya, jembatan, pelabuhan, jalan kereta api, sistem telepon, pusat-pusat listrik untuk tidak menyebut sesuatu yang kurang glamor semacam penyediaan air, pipa pembuangan limbah dan saluran air, atau bahkan untuk sesuatu yang kurang tampak (intangible) seperti upaya pember-sihan udara dan polusi air bukanlah proyek-proyek yang diminati para investor. Bagaimanapun proyek tersebut harus didanai, dan ada konsensus luas mengenai kebutuhan yang mendesak untuk memulai suatu program yang luas dan massif dalam rangka menyediakan dan memperbaharui infrastruktur di negara-negara berkembang.

Ada perkiraan kasar yang menyebutkan bahwa negara-negara berkembang harus mengeluarkan dana tambahan sebanyak 2% dari GDP-nya per tahun untuk pembaharuan infrastruktur pada tahun-tahun mendatang. Untuk Asia, bahkan memerlukan tambahan sebanyak 5% dari GDP mereka. Melihat pentingnya persoalan ini, ternyata tidak terdapat cukup data yang akurat mengenai jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai masalah ini.

Ada masalah lain yang menghadang. Kebutuhan terhadap rekonstruksi infrastruktur kelihatannya membawa te-kanan yang berat terhadap pasar tenaga kerja dan sumberdaya lainnya di negara berkembang, justru ketika fase lepas landas industrinya telah dicapai, seperti halnya di negara-negara Asia Tenggara. Akibatnya, hal ini bisa meningkatkan tekanan pada harga dan juga akan mendorong munculnya era baru dalam inflasi.

Salah satu pendekatan yang menjanjikan, sejauh berka-itan dengan upaya mengatasi masalah untuk memperoleh modal swasta asing yang berjangka panjang dan sumber-sumber swasta dalam negeri lainnya yang berkaitan dengan masalah pengembangan infrastruktur di negara-negara berkembang adalah apa yang disebut dengan formula "BOT" (Built, Operate, and Transfer). Mengenai hal ini baik World Bank maupun Asian Development Bank telah membantu memformulasikannya. BOT dipandang sebagai salah satu cara untuk menjembatani kesenjangan yang terjadi di negara-negara berkembang: yaitu antara membiayai perusahaan-perusahaan penghasil barang-barang ekspor atau membiayai proyek-proyek infrastruktur yang terutama menghasilkan barang-barang untuk pasar dalam negeri.

Beberapa Indikator Pertumbuhan dan Proyeksi

Pada 1969, ekspor total Indonesia adalah US$ 854 juta, dan pada 1994 meningkat 44.61 kali (US$ 38.100 juta ). Pada 25 tahun mendatang, peningkatan diproyeksikan menjadi lebih dari US$ 190.000 juta. Sementara itu, total impor pada 1969 adalah US$ 780.7 juta, dan pada 1994 meningkat 41.5 kali (US$ 32.384.3 ). Proyeksi total impor pada 25 tahun mendatang lebih dari US$ 170.000 juta.

Neraca perdagangan pada 1969 adalah US$ 73.3, dan neraca sedang berjalan adalah US$ 5.715.7. Namun, neraca pembayaran sedang berjalan negatif dan ini normal. Misalnya, neraca perdagangan Jepang selalu positif tapi neraca pembayaran sedang berjalan Jepang awal positif pada awal dekade 80-an. Dengan kata lain, Jepang memiliki neraca perdagangan positif juga neraca pembayaran positif pada dekade 80an, ini normal. Jika terjadi pembangunan, seseorang bisa mendapatkan keuntungan, sehingga banyak usaha dilaksanakan. Pada tahap pertama, industri membelanjakan uang lebih banyak daripada pendapatanannya.


Tapi sebagaimana terjadi di Jepang, jika ditiadakan hitam-putih (saturisasi) dan teknologi diciptakan, jumlah paten yang datang dari Jepang menjadi lebih besar daripada yang datang dari Eropa. Inilah sebabnya mengapa Jepang menikmati neraca perdagangan positif dan juga neraca pembayaran positif. Selain itu, juga kebijakan Jepang adalah pendelegasian kerja. Menurut skenario ini, Jepang masih kompetitif secara global.

Pertumbuhan industri Indonesia dalam 25 tahun terakhir menunjukkan 11.1%, dan diperkirakan akan lebih besar dari 9% dalam 25 tahun mendatang. Pertumbuhan agrikultur 3.3% dalam 25 tahun terakhir dan diperkirakan lebih tinggi dari 3 - 3.5% dalam 25 tahun mendatang. Kedua nilai tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bersih 6.5% dalam 25 tahun terakhir dan diperkirakan menjadi 6-7% dalam 25 tahun mendatang.

Pendapatan dari sumber daya alam 80% pada 1969, dan 20% pada tahun 1994. Nilai ini diperkirakan akan menjadi 10% pada tahun 2019. Pendapatan dari sumber daya manusia 20% pada 1969, dan menjadi 20% pada 1994. Nilai ini diperkirakan akan menjadi 90% pada 2019.

Penduduk Indonesia 115.2 juta pada tahun 1969, dan 192.2 juta pada 1994. Penduduk akan tumbuh sampai kurang lebih 250 juta pada 2019. Penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 95% pada 1969. Jumlah ini berkurang menjadi 13.67% pada 1994. Ini berarti bahwa penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan berkurang 51.33% dalam waktu 25 tahun. Jumlah ini diperkirakan akan menjadi kurang dari 1% pada 2019.
GDP Indonesia sebesar US$ 5.7 juta pada 1969, dan kurang lebih meningkat menjadi 140 juta pada 1994. Diperkirakan GNP Indonesia akan menjadi US$ 710 milyar dalam 25 tahun mendatang. Sementara itu, Indonesia per kapita adalah US$ 62.5 pada 1969, dan sebesar lebih dari US$ 756 pada 1994. Diperkirakan akan menjadi lebih dari US$ 2840.8

Indonesia memiliki GDP per kapita rendah, tetapi hal ini harus ditafsirkan secara hati-hati dikaitkan dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan dapat didefinisikan sebagai :
(1). kebutuhan manusia untuk hidup:
  1. 2100 kalori/ hari dari kurang lebih 52 komoditi makanan;
  2. Lebih kurang 46 komoditi non-makanan;
  3. fungsi budaya.
(2). Rata-rata jumlah uang yang diperlukan manusia untuk hidup:
Jakarta = US$ 13.6 / bulan.
New York = US$ 600 / bulan.

Menurut data statistik, orang di Jakarta dapat hidup pada garis kemiskinan dengan US$ 13.6 / bulan. Namun, orang hidup di New York membutuhkan US$ 600 / bulan. Untuk interpretasi lebih lanjut, Welfare Indicator atau Indikator Kesejahteraan (IK) didefinisikan sesuai persamaan berikut:

IK = GNP/kap.masyarakat : (NP/kap.) minimum

di mana:

NP/kap. sama dengan GNP dibagi penduduk keseluruhan.
(GNP/kap.) minimum adalah pendapatan minimum adalah pendapatan minimum yang diperlukan untuk hidup pada garis kemiskinan.

Karena, dimensinya sama (US$/kap/tahun), indikator kesejahteraan (IK) itu tidak berdimensi dan dapat digunakan sebagai suatu faktor keselamatan. Misalnya, jika saya merancang pesawat terbang, saya tidak diperbolehkan untuk mendapatkan faktor keselamatan lebih besar dari 1.2. Jika tidak demikian, pesawat terbang itu akan menjadi terlalu berat dan tak dapat tinggal landas. Karena itu, kalkulasinya sangat rinci. Untuk mendapatkan nilai 1.2 cukup untuk menjamin faktor keselamatan.

Indikator kesejahteraan semacam itu dengan rasio antara GNP/kap. dan GNP/kap. minimum memberikan faktor keselamatan tertentu. Itu berarti bahwa semua orang rata-rata dengan IK tinggi hidup di luar taraf hidup minimum atau jauh di atas garis kemiskinan minimum. Mereka dapat membelanjakan lebih banyak uang pada hal-hal lain seperti pada kegiatan budaya atau membantu masyarakat lain. Karena itu, pertama kita harus mencari IK masyarakat. IK suatu masyarakt harus setinggi mungkin. IK itu sesungguhnya merupakan fungsi budaya, tapi itu bukan satu-satunya indikator. Jumlah orang yang hidup di bawah GNP/kap. minimum ini harus serendah mungkin. Duapuluh lima tahun lalu 65% penduduk Indonesia hidup di bawah GNP/kap. minimum, tapi sekarang hanya 13.67% . Target kami dalam 25 tahun mendatang jumlah penduduk yang hidup di bawah GNP/kap. minimum diharapkan kurang dari 1%.

Berdasarkan definisi di atas dan penjelasan lebih lanjut, IK Jakarta dan New York dapat dihitung sebagai berikut:
IK(Jakarta) = US$ 756/kap. : US$ 163.2/kap. = 4.63
IK(New York) = US$ 22.000/kap. : US$ 7.200/kap. = 3.06
IK Jakarta / IK New York = 4.63 / 3.06 = 1.51
Nilai 1.51 mengindikasikan bahwa Jakarta adalah 51% lebih baik daripada New York dalam kesejahteraan. Angka ini mungkin tidak pasti tapi menunjukkan filosofi yang benar, cara berfikir yang benar, dan interpretasi yang benar.


Sebagai suatu gambaran, Presiden Lyndon B. Johnson pernah menyatakan bahwa perang melawan kemiskinan di AS pada dekade 60an sebagai 20% orang Amerika masih hidup di bawah GNP/kapita minimum berdasarkan tempat budaya mereka. Sekarang, sudah bisa diperkirakan bahwa sekitar 30% penduduk Amerika Serikat masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kenyataan ini menunjukkan kepada kita bahwa kita harus saling mempelajari satu sama lain. Kita dapat belajar dari yang lain untuk memecahkan masalah. Masalah kita tidak dapat dipecahkan dalam suatu bidang yang eksklusif. Bidang eksklusif bagi kita adalah dunia satelit. Untuk menyiasati masalah kemiskinan, antara satu negara dengan negara yang lain, karenanya, setiap negara harus bekerja sama dengan sebaik-baiknya. (Bersambung)

1 comment:

  1. Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
    pinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
    bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
    saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
    menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
    yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
    belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
    smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
    keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
    harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
    pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
    telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
    usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
    diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
    hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
    francasmithloancompany@gmail.com)

    ReplyDelete