Saturday, February 18, 2012

KEBIJAKAN UMUM RISET DAN TEKNOLOGI VI

Kendala Ristek dan Pemecahannya 


Sejauh yang menyangkut upaya pengembangan riset dan teknologi ini, sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi beberapa keterbatasan yang sangat mendasar, yang lazimnya di sebut Tri-Kendala Risteknas.


Pertama, adalah keterbatasan yang menyangkut masalah dana.


Kedua, walaupun di berbagai bidang, teknologi kita sudah cukup memadai, namun pada umumnya teknologi yang kita miliki masih memerlukan banyak penyempurnaan. Masih banyak teknologi yang harus dialihkan dan dikembangkan lebih lanjut di Indonesia.


Ketiga, masih langkanya manusia berkualitas tinggi yang dapat menginterpretasikan, mengu- asai dan mengendalikan teknologi untuk proses nilai tambah.


Sungguhpun demikian, ketiga kendala itu bukan merupakan keterbatasan yang tidak dapat diatasi. Bumi dan air Indonesia mengandung sumber daya alam dan energi dalam jumlah yang berlimpah-ruah, baik yang terbaharukan maupun yang tidak.



Persediaan minyak dan gas bumi, barang tambang, sumber daya kehutanan, hasil bumi, kekayaan laut, dan semua kekayaan alam yang kita miliki, terbuka untuk dikelola dan dimanfaatkan guna menghasilkan dana- dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, termasuk pembangunan riset dan teknologi.

Di samping itu, perkembangan teknologi di dunia dewasa ini semakin pesat. Dengan demikian, persediaan dunia akan teknologi di semua bidang semakin besar. Lagi pula, bangsa di dunia dewasa ini, terutama yang mempunyai hubungan persahabatan yang baik dengan Indonesia, pada umumnya semakin terbuka bagi pengalihan teknologi atas dasar manfaat kedua belah pihak. Dengan demikian, teknologi yang kita butuhkan untuk pembangunan bangsa cukup tersedia di dunia sekeliling kita. Kembali terpulang pada kita sendiri, apakah kita mampu atau tidak untuk mengadakan, mengalihkan, memanfaatkan dan mengem- bangkannya di tanah air.

Selanjutnya, penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 185 juta (paruh pertama 1990-an), cukup mengandung potensi untuk melahirkan sejumlah besar tenaga ahli. Dan pengalaman menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dalam waktu satu windu telah dapat menyerap teknologi yang paling mutakhir sekalipun.
Mengingat hal itu, agaknya kita tidak perlu berkecil hati. Dengan semangat dan kerja keras, Insya Allah kita akan dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan itu dalam waktu sesingkat-singkatnya, sehingga pada waktunya, bangsa Indonesia akan dapat mencapai cita-citanya menuju masyarakat maju, mandiri dan berkeadilan.

Tentu saja tidak boleh dilupakan bahwa kita harus pandai-pandai menggunakan dana dan daya yang terbatas itu seoptimum mungkin, dan dalam kombinasi yang baik dengan melakukan pilihan teknologi yang setepat-tepatnya. Dana dan daya yang terbatas itu harus digunakan untuk mengalihkan dan mengembangkan teknologi di dalam proses nilai tambah yang mempunyai dampak penggandaan (multiplier effect) yang paling besar, dalam arti mampu mendorong dikembangkannya berbagai teknologi di sebanyak mungkin proses nilai tambah lainnya, melalui kaitankaitan ke muka dan ke belakang.

Dana dan daya yang langka harus dimanfaatkan untuk mengalihkan dan mengembangkan teknologi proses nilai tambah. Di dalam hal ini dapat dilaksanakan rencana produksi progresif yang mempunyai dampak penggandaan besar, sekaligus menghasilkan barang dan jasa yang langsung dapat dipasarkan di masyarakat, baik masyarakat dalam negeri, masyarakat regional ataupun masyarakat dunia.

Sungguh menggembirakan bahwa alokasi dana untuk kegiatan riset dan teknologi di Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat. Namun demikian, tetap saja tidak boleh dilupakan bahwa besarnya anggaran bukan merupakan ukuran satu-satunya untuk menakar kekuatan dan gairah hidup suatu masyarakat ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ada tiga indikator lainnya yang lebih berbobot.

Dua indikator pertama tertuju dari masyarakat ilmiah ke masyarakat yang lebih luas; sedang yang ketiga menyang- kut bekerjanya masyarakat itu secara intern.
Indikator pertama adalah penghargaan masyarakat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi: sejauh mana masyarakat umum memahami dan menghargai peran utama ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai daya penggerak pertumbuhan dan pembangunan masyarakat mereka.

Kedua adalah kemampuan efektif masyarakat ilmu pe-ngetahuan untuk memainkan peranan ini. Hal ini diukur dengan kesediaan dan kemampuannya untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara berhasil guna dan produktif dalam rangka pemecahan masalah kongkret masyarakat; serta kemampuan untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu hal nyata daripada sekadar menghasilkan laporan-laporan indah mengenai masalah "ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan".

Indikator ketiga adalah daya guna intern masyarakat ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Sejauh mana ia mampu menggunakan secara sistematis dan efisien dana dan kelengkapan terbatas, dengan orientasi yang konsisten mengarah pada tujuan dan sasaran yang jelas.

Bagaimana cara memperoleh peningkatan dalam indikator-indikator ini?

Dua sifat masyarakat ilmiah berikut ini sepatutnya merupakan pangkal tolak dalam pengelolaan kebijaksanaan apa pun mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan terlebih dahulu perlu diingat bahwa betapa pun baiknya secara konseptual, tidak ada kebijaksanaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggerakkan dirinya sendiri. Setiap kebijaksanaan dilaksanakan oleh manusia-manusia kongkrit, oleh para ilmuwan dan tenaga teknisi dalam masyarakat ilmiah. Karena itu baik untuk diingat sejak dini bahwa:

Pertama, semua ilmuwan tulen, di mana pun tanpa kecuali, yakin sedalam-dalamnya bahwa ilmu pengetahuan yang mereka geluti serta kegiatan riset yang mereka kembangkan itulah yang paling penting dan paling pokok di seluruh dunia. Keyakinan inilah yang merupakan daya motivasi untuk dedikasi mereka, sehingga bersedia mencu- rahkan waktu berlama-lama bahkan menghabiskan seluruh hidupnya untuk usaha pemecahan masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan dalam keadaan penghasilan yang relatif rendah, kelengkapan yang tidak memadai, kurang penghargaan, atau keadaan yang kadang-kadang berbahaya, mereka tetap memegang keyakinannya, demi mencari pendekatan pertama atau yang paling baik dalam rangka mencapai kebenaran.

Kedua, untuk mendapatkan hasil yang paling baik, sepatutnya para ilmuwan tidak merasa dibatasi oleh kendala-kendala bukan-ilmiah yang dibuat-buat. Seyogyanya mereka merasa bebas: bebas dalam pikiran; bebas dalam tindak- an; bebas untuk membuat kekeliruan yang murni. Mereka semestinya bebas dari ketakutan mendapatkan hukuman karena kesalahan yang dibuat dalam riset. Hanya dalam lingkungan yang bebas para ilmuwan akan memperoleh ruang kreasi yang kondusif bagi pencapaian hasil yang maksimum dengan dana dan kelengkapan yang ada. Hanya jika bebas, seorang ilmuwan dapat mengerahkan energi mereka sepenuhnya untuk melakukan penjelajahan-penjelajahan ilmiah, mengembangkan pemikiran yang orisinal, mengembangkan inovasi, menciptakan terobosan-terobosan baru, memajukan ilmu pengetahuan, dan memecahkan masalah kongkrit.

Tentu, ini tidak berarti bahwa segala kemauan mereka harus selalu dituruti. Agar kegiatan-kegiatan ilmiah yang dilakukan para ilmuwan tersebut bisa berhasil dan berdaya guna, maka perlu adanya pedoman dan orientasi yang jelas.

Di sinilah perlunya manajemen dan manajer ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam menjalankan perannya, manajer ilmu pengetahuan dan teknologi harus bersifat pragmatis. Manajer ilmu pengetahuan dan teknologi bertanggung jawab untuk menunjukkan hasil tertentu: hasil yang relevan untuk menyelesaikan masalah pembangunan kongkrit dalam masyarakat; hasil yang harus didapatkan dalam waktu sesingkat mungkin. Manajer didesak untuk menunjukkan hasil walaupun program yang ada bertumpang-tindih, tidak konsisten dan tidak terkoordinasi.

Manajer harus menunjukkan hasil, tidak peduli penghargaan masyarakat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi tidak memadai. Manajer terdesak harus menunjukkan keluaran meskipun rendahnya penghasilan mereka mempersulit dedikasi penuh para ilmuwan dan tenaga teknisi pada tugas-tugasnya. Manajer terdesak untuk menciptakan penggunaan optimum sumber daya apa saja yang tersedia dan untuk menunjukkan dengan hasil kongkrit peran kunci ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses pembangunan bangsa.

Ketiga, dengan memberikan lokasi tunggal untuk pelak- sanaan riset multidisiplin, pusat ini membantu peningkatan koordinasi program.
Keempat, memusatkan manusia dengan bidang perhatian dan sikap serupa akan membantu menciptakan lingkungan yang menunjang inovasi-inovasi dan pertukaran bebas informasi.

Kelima, pendapatan yang meningkat dari penelitian dan pemberian jasa-jasa ilmiah, atas dasar kontrak yang dibayar oleh kalangan bisnis dan pemerintah yang tertarik pada tersedianya peralatan modern dan tersedianya personil berkualitas tinggi, akan meningkatkan penghasilan masyarakat ilmiah di pusat-pusat penelitian.

Semua itu berarti bahwa optimasi sumberdaya dan optimisasi kebebasan ilmiah merupakan dasar utama kebijaksanaan riset dan teknologi di Indonesia. Itulah sebabnya ketika saya untuk pertama kalinya mendapat kehormatan menjadi pembantu Presiden Soeharto dalam merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air ini, saya berketetapan hati bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan dikembangkan di Indonesia hanya sepanjang hal itu menunjang perolehan dan pengembangan teknologi yang tepat dan berguna untuk penyempurnaan proses nilai tambah produktif, atau secara lebih umum, menunjang pemecahan masalah kongkrit Pembangunan Nasional. Dengan perkataan lain, langsung atau tidak langsung, ilmu pengetahuan dan teknologi harus menunjang pembangunan nasional.

Bersambung

Sumber: Prof. B.J. Habibie

Foto oleh: Arip Nurahman
Lokasi: Desa Bangunharja
"Beban dan penderitaan kaum miskin harus menjadi prioritas dalam upaya memperbaiki nasib bangsa"
~Arip~

No comments:

Post a Comment