Monday, March 28, 2011

Kebijakan Teknologi dan Nilai Tambah I

Kebijakan Teknologi dan Nilai Tambah

Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Riset dan Teknologi

 di Jakarta pada 11 Desember 1996.

 
Dalam kesempatan ini, saya ingin menekankan bahwa pembangunan dapat dikatakan berhasil apabila dalam proses pembangunan terjadi akumulasi nilai tambah. Pengertian nilai tambah tidak hanya terjadi dalam kegiatan fisik saja, tetapi meliputi seluruh proses kehidupan manusia. Proses nilai tambah tersebut bisa berlangsung cepat tetapi rendah, cepat dan tinggi, lambat dan rendah, atau lambat tetapi tinggi. Tinggi rendahnya atau cepat lambatnya proses nilai tambah tadi sangat bergantung kepada unsur ma-nusianya dalam memanfaatkan teknologi sehingga pengertian nilai tambah menjadi tidak terbatas.

Proses nilai tambah meliputi pula kegiatan non-fisik, dan untuk memahaminya kita perlu menggunakan istilah ekonomi tangible (yang bisa dipegang) dan intangible (yang tak bisa dipegang). Misalnya, dalam penyusunan undang-undang ketenaga nukliran yang kini sedang dalam proses penyelesaian akhir, untuk persiapan diperlukan waktu yang cukup lama sekitar 15 tahun. Dalam kegiatan pembahasannya di DPR telah dibentuk panitia khusus. Panitia Kerja dan Tim-Tim Kerja lainnya. Kalau kegiatan selama 15 tahun tersebut mau dinilai dengan rupiah, jelas harganya akan mahal. Sementara itu hasilnya mungkin hanya akan tertuang dalam 10 lembar kertas. Kalau dilihat dari jumlah lembar kertasnya mungkin harganya tidak seberapa, tetapi isinya luar biasa nilainya. Karena lahirnya undang-undang ketenaganukliran tersebut bisa mempengaruhi kesejahteraan manusia Indonesia yang akan datang. Dengan demikian dampak langsungnya akan bernilai jauh melebihi biaya persiapan yang telah dikeluarkan dalam melahirkan undang-undang tersebut. Jadi jelaslah, bahwa nilai tambah bukan sekadar yang biasa dipegang, tetapi juga yang tidak bi-sa dipegang seperti undang-undang, soft ware atau perangkat lunak, dan bentuk-bentuk produk kehidupan yang lainnya.

Dalam hidupnya manusia juga mengalami proses nilai tambah yang bisa terus meningkat (apresiasi) dan bisa merosot (depresiasi). Dalam diri manusia, proses nilai tambah tersebut akan berhenti, atau bahkan merosot apabila seseorang telah pensiun atau berhenti dari pekerjaannya. Namun, akumulasi nilai tambah akan terus berlangsung selama orang tersebut tetap bekerja dan tetap berpikir, terutama dalam bidang yang disenanginya. Misalnya saja, pada diri saya sendiri yang sudah mencapai usia lebih dari 60 tahun ini, apre-sia-si nilai tambah terus berlangsung, karena saya berpikir terus bagaimana menciptakan pesawat N-250 dan N-2130. Jadi, proses apresiasi nilai tambah pribadi saya masih terus berlangsung, karena pekerjaan yang saya geluti sesuai dengan bidang pendidikan yang saya kuasai dan saya minati. Dengan demikian jelaslah, bahwa nilai tambah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang dapat meningkatkan kemampuan orang yang mengalami proses tersebut.

Nilai tambah adalah sesuatu yang sangat dalam dan luas artinya. Tercakup dalam pengertian nilai tambah ini adalah peningkatan nilai materi, peningkatan kesempatan kerja, pe-ningkatan produktivitas dan peningkatan efisiensi. Berdasarkan pengertian nilai tambah seperti di atas, menurut saya sebuah perusahan industri belum bisa dikatakan mempunyai nilai tambah yang nyata, selama produksinya belum bisa dijual atau dipasarkan. Selama perusahaan tersebut belum bisa menjual produk-produknya, maka proses tersebut baru bisa dikatakan sebagai nilai tambah teori yang se-mu. Misal sebuah perusahaan X yang memproduk sebuah sepeda motor dengan nilai Rp 10 Milyar, maka nilai sebesar Rp 10 Milyar bisa menjadi riil kalau sepeda motor tersebut sudah berhasil dijual kepada para pembeli. Kalau sepeda motor tersebut masih di gudang perusahaan X, maka nilai tambahnya masih bersifat teoritis. Nilai tambah semu mempunyai arti bila produknya tadi telah dapat ditransfer kepada penggunanya sehingga terjadi nilai tam-bah riil. Tentunya nilai tambah riil tidak hanya bermuatan teknologi saja, tetapi juga harus mengandung unsur laba dalam upaya pe-ningkatan atau akumulasi materi agar sebuah perusahaan dapat tumbuh dan berkembang.

Sekarang jelas bagi kita semua, bahwa proses perubahan nilai tambah mengalami dua tahap. Tahap pertama, nilai tambah itu sendiri, tahap kedua terjadi transformasi dari suatu nilai teoritis menjadi nilai riil.

Pertanyaan berikutnya mengapa dalam produksi yang sama (misal, sepeda motor) perusahaan A lebih unggul dari perusahaan B? Hal ini bisa terjadi karena perusahaan A telah mampu memenuhi beberapa persyaratan antara lain berproduksi secara massal, mengendalikan suatu produksi, melaksanakan proses produksi tersebut dengan biaya yang serendah-rendahnya, dan menyelesaikan proses produksi tepat pada waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan. Apabila sebuah perusahaan tersebut bisa unggul dibandingkan perusahaan sejenis lainnya.

Untuk menghasilkan suatu produksi bernilai tambah rendah, menengah atau tinggi sangat ditentukan oleh kuantum teknologi yang dibutuhkan untuk melaksanakan proses produksi yang diinginkan. Kuantum teknologi terdiri dari kuantum-kuantum kecil yang beraneka ragam yang memang dibutuhkan khusus untuk meningkatkan nilai tambah dari sua-tu produk khusus. Setiap kuantum berbeda-beda bergantung kepada disiplin ilmu penge-tahuannya dan data-data kuantum tek-nologi yang ada didalamya, ba-ik proporsi maupun jumlahnya. Misalnya saja, kuantum teknologi untuk produk se-peda motor, berbeda dengan kuan-tum teknologi untuk produk mobil, pesawat terbang, pupuk dan elektronika. Teknologi merupakan resultan multidicipline of science yang sudah proved applied science yang terkait dalam keselamatan dan pasar (market oriented).

Kalau teknologi tidak proven, dan juga tidak unggul, maka produksinya tidak akan laku untuk dijual. Jadi seluruh investasi yang telah ditanam tidak akan ada artinya. Dalam kaitan ini maka peranan sumber daya manusia adalah penguasaan Iptek sedemikian rupa sehingga mereka bisa melaksanakan produksi yang dimaksud. Juga untuk formulasi dari produksi tersebut sebelumnya harus dilaksanakan suatu analisis marketing atau studi kelayakan terlebih dahulu yang sebenarnya merupakan suatu mata rantai proses nilai tambah itu sendiri yang harus dibiayai. Selain itu sistem informasi juga merupakan salah satu prasarana dari seluruh skenario yang diarahkan untuk meningkatkan proses nilai tambah.


Dalam melaksanakan pembangunan di semua bidang, apakah itu pertanian, perkebunan, kehutanan, farmasi, jasa perbankan, atau turisme, kesemuanya itu harus dilihat dari hubungannya dengan proses nilai tambah dan transformasinya yang memenuhi standar kualitas tinggi biaya rendah dan jadwal yang tepat sesuai rencana. Jadi seluruh pembangunan itu harus dilihat dari konteks kacamata yang demikian.

Sekarang banyak orang mempermasalahkan keperluan pengembangan teknologi rendah, teknologi menengah, teknologi tinggi, dan teknologi canggih. Bagi saya yang penting dalam pemilihan tersebut hanya satu yaitu kemampuan sesuatu teknologi untuk menaikkan nilai tambah, yaitu teknologi yang tepat dan berguna supaya proses nilai tambah, apakah itu rendah, menengah tinggi atau tinggi sekali bisa saya laksanakan dengan kualitas, biaya dan jadwal yang paling menguntungkan. Dengan kata lain pemanfaatan teknologi yang rendah, menengah atau tinggi tersebut seharusnya dapat meningkatkan nilai tambah suatu produksi sehingga dapat mendapatkan laba yang setinggi mungkin.

Di muka telah saya singgung, bahwa jadwal suatu proses produksi harus tepat, tidak boleh terlalu cepat dan apalagi terlambat, terutama jika terkait dan menentukan proses produksi selanjutnya. Kalau terlambat ia akan kehilangan kesempatan. Be-lum lagi kerugian yang diderita karena harus menanggung beban biaya bunga yang tinggi kalau ia menggunakan dana bank. Sistem produksi yang mem-perhitungkan jadwal untuk pertama kalinya diterapkan pada industri-industri di Jepang yang populer dengan sebutan sistem kan-ban. Pada sistem kan-ban, waiting time daripada vendor items secara rinci, jam per jam. Sistem ini diakui telah memberikan kontribusi be-sar terhadap produk-produk Jepang dalam memenangkan persaingannya di pasaran internasional.

Teknologi sebenarnya tidak perlu dipertentangkan perbeda-an yang rendah, menengah maupun yang canggih. Yang penting teknologi itu dapat bermanfaat dan berguna untuk terlaksananya apa yang saya kehendaki. Bukan berarti kalau saya mempergunakan teknologi yang paling canggih, maka saya akan memperoleh laba. Belum tentu. Bisa saja dengan teknologi rendah kita bisa lebih banyak menghasilkan uang. Banyak faktor-faktor yang menentukan.

Kalau masalahnya demikian, wajar ada orang yang bertanya, apa itu teknologi canggih dan apa itu teknologi tinggi. Bagi saya, teknologi canggih adalah teknologi yang hanya dikuasai dan dimanfaatkan oleh sedikit kelompok perusahaan dan tidak ditularkan kepada perusahan lain. Misalnya, perusahaan yang mampu membuat satelit sekarang bisa dihitung dengan jari tangan. Oleh karena itu, bagi saya teknologi pembuatan satelit tergolong canggih. Sebaliknya untuk membuat motor, sudah banyak perusahaan yang mampu melakukannya, karena teknologi yang digunakan sudah bukan lagi teknologi canggih. Apakah ia itu unggul atau tidak, itu soal lain. Namun, meskipun teknologinya tidak canggih, tetapi bisa saja keuntungan membuat kendaraan bermotor mungkin lebih besar daripada satelit. Dengan demikian penggunaan teknologi harus mengacu pada produk yang akan dikembangkan dan kemampuan yang kita miliki, baik dalam pengendalian mutu, biaya mau-pun jadwal yang tepat.

Selain itu penguasaan teknologi pada bidang tertentu tidak boleh stagnan, kita harus selalu meningkatkan penguasaannya. Misalnya saja, kalau saya mengatakan bangsa Indonesia mampu melaksanakan operasi jantung. Teknologi operasi jantung telah dikuasai bangsa Indonesia. Kita melaksanakannya 4 x sehari, dan orang yang meninggal kurang dari 2%. Kalau kita sudah tahu teknologinya, sudah menguasainya, maka jangan berhenti. Kita memikirkan prasarananya supaya secara mandiri penguasaan teknologi kedokteran di Indonesia bisa meningkat.

Sekarang saya ingin membahas masalah pemanfaatan teknologi yang bisa saja berbeda, tergantung kepada penggunaannya. Misalnya, kalau AURI dan Sempati sama-sama membeli pesawat Boeing 737 dengan harga yang sama senilai US$ 100 juta untuk 3 buah pesawat, jelas akan berbeda penanganannya. Setelah membeli pesawat tersebut AURI akan dan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang dalam jangka waktu 20 tahun nilainya bisa melebihi 3 x harga pembelian pesawat itu sendiri, sekitar US$ 200-300 juta. Apabila pe-sawat itu digunakan sebagai pesawat tempur, maka biaya yang harus disediakan akan lebih besar lagi, karena bagi AURI masalah biaya pemeliharaan yang sangat mahalpun tidak menjadi persoalan yang penting menang perang. Sebaliknya bagi perusahaan Sem-pati, dalam jangka waktu 5 tahun mungkin uang senilai US$ 100 juta yang digunakan untuk membeli pesawat itu sudah kem-bali. Dan setelah 10 tahun uang yang diperoleh bisa lebih banyak lagi sehingga mungkin bisa membeli pesawat baru lagi ka-rena pembelian pesawat oleh Sempati dimaksudkan untuk kepentingan bisnis. Selain itu un-tuk pesawat komersial harus diasuransikan, tidak demikian untuk pesawat tem-pur. Selanjutnya perusahaan asuransi pun bersedia menandatangani kontrak dengan Sempati apabila pesawat tersebut sudah disertifikasikan keselamatan dan kenyamanannya.

Jaminan asuransi dan pemberian sertifikasi keamanan dari suatu produk tidak berlaku ke semua produk. Kalau pesawat terbang komersial wajib hukumnya, maka bagi komputer tidak perlu diasuransikan dan tidak perlu disertifikasikan keselamatannya. Jika meng-gunakan komputer, sebagai contoh 15 tahun yang lalu teknologi produk laptop tergolong canggih karena hanya dikuasai oleh sekelompok kecil perusahaan saja tetapi sekarang teknologinya sudah menjadi teknologi biasa ka-rena sudah banyak perusahaan yang mam-pu membuatnya. Apakah ia unggul atau tidak, misal antara Toshiba dan NEC. Kesemuanya tergantung kemampuan masing-masing perusahaan tersebut dalam memasukkan muatan hitech di dalam proses produksinya, sehingga teknologi itu tidak selalu tetap nilainnya. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment