Thursday, August 19, 2010

Islam dan Pengentasan Kemiskinan


Islam dan Pengentasan Kemiskinan

Disampaikan dalam Silaknas ICMI, di Surabaya pada Desember 1996.
 
Pada waktu Orde Baru memulai dengan Repelita, bangsa Indonesia hanya memiliki volume perdagangan sebanyak US$ 1,6 milyar. Dan dari US$ 1,6 itu sekitar 5% boleh dikatakan hasil dari selisih ekspor dan impor, berarti neraca dari perdagangan kita adalah positif. Dua puluh lima tahun kemudian, bangsa Indonesia bekerja keras, bangsa Indonesia sudah bi-sa menghasilkan volume perdagangan lebih dari 44 kali, yakni lebih dari US$ 70 milyar, sedangkan neraca perdagangan itu positif, kurang lebih 8% dari seluruh volume perdagangan bangsa.

Pemerataan dengan segala kekurangannya itu telah tercermin pada kenyataan, bahwa jikalau pada awal pembangunan hanya 35% saja yang bisa hidup di atas garis kemiskinan, maka setelah 25 tahun, 85% dari rakyat Indonesia hidup di atas garis kemiskinan. Dan, jikalau 85% itu benar-benar merata, dan 85% itu adalah umat Islam 85% dari 90% umat Islam maka jangan heran jikalau sekitar 72% lebih dari umat Islam Indonesia itu adalah yang bernafaskan Al Quran dan Sunnah yang hidupnya di atas garis kemiskinan dan menonjol dalam tingkat menengah dan menuju kepada pimpinan.


Itu adalah suatu pembangunan yang berorientasi kepada sumberdaya manusia yang kita kehendaki. Kenapa pembangunan pada awal dengan US$ 1,6 milyar volume perdagangan itu, 80% adalah kontribusi dari sumber daya manusia, sedangkan hanya 20% dari sumber daya yang lain. Sebaliknya, sekarang 80% datang dari sumber daya manusia dan hanya 20% datang dari sumber daya alam. Itu berarti telah terjadi suatu transformasi di dalam skenario pembangunan bangsa yang tadinya mengandalkan sumber daya alam, sekarang yang diandalkan adalah sumber daya manusia.

Oleh karena itulah, maka ICMI mempunyai program tunggal ialah 5K, 5K itu kaitannya hanya dengan sumber daya manusia. Karena hanya dengan kualitas iman dan taqwanya, kualitas pikirnya, kualitas kerjanya, kualitas karyanya, dan kualitas hidupnya sumber daya manusia bisa dikaitkan dengan pembangunan, dan bukan tanaman atau robot. Oleh karena itu, ICMI hanya mengenal satu program yaitu program utama 5K.


Mengenai demokrasi, saya minta jangan disalahartikan, bahwa saya datang mengambil tugas orang lain untuk menjelaskan. Telah saya jelaskan karena saya diminta dengan hormat oleh Presiden dari suatu bangsa yang terhormat. Saya jelaskan mengenai politik, saya sampaikan bahwa bangsa Indonesia sudah berumur 51.


Dalam 51 tahun umur bangsa Indonesia, kita masih tetap berada pada Presiden RI yang kedua, mencerminkan sekaligus kenapa 21 tahun pertama dari pada usia bangsa Indonesia merdeka itu, bangsa Indonesia telah memiliki dan sampai pada hari ini konsisten pada dasar negara Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dalam 21 tahun pertama, mencari penerapannya yang paling intens untuk dijadikan dasar dari kehidupan dan pembangunan bangsa Indonesia yang berorientasi kepada kepentingan manusia Indonesia. Karena bangsa kita pada periode awal belum berpengalaman.

Dalam 21 tahun pertama, ternyata parta-partai di bumi Indonesia ha-nya bisa bertahan rata-rata 10 bulan saja. Siapa yang bisa merencanakan dan mengimplementasikan suatu rencana dalam 10 bulan? Tidak ada. Oleh karena itu, dalam 21 tahun pertama itu, dengan ti-dak mampu mengamankan suatu perencanaan yang berkesinambungan apalagi pelaksanaannya yang berkesinambungan, maka pertumbuhan dari GNP kita lebih kecil daripada pertumbuhan penduduk kita. Karena penduduk kita pertumbuhannya lebih cepat, maka akibat dari itu bangsa Indonesia belum dapat menikmati proses kesejahteraan yang dialami adalah proses kemelaratan. Sejarah mencatat kenyataan itu bukan karangan dari Bacharuddin Jusuf Habibie, Ketua Umum ICMI, ataupun Menristek, itu fakta.


Oleh karena itu, bangsa kita dalam 21 tahun yang pertama, hanya mam-pu melaksanakan satu kali saja Pemilu. Saudara bisa bayangkan bagaimana dengan hanya melaksanakan satu ka-li Pemilihan Umum kita hendak melaksanakan Demokrasi Pancasila yang memang kita kehendaki sesuai dengan budaya bangsa kita. Sungguh sulit.


Sekarang, dalam waktu 29 tahun dari Orde Baru atau ham-pir 30 ta-hun Orde Baru apa yang terjadi? Kita telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 5 kali. Kita melaksanakan pembangunan 5 tahun yang berkesinambungan, sudah lima kali, kini dalam proses keenam kali, bahkan sudah mampu menetapkan bersama-sama Garis Garis Besar Haluan Negara untuk 25 tahun yang akan datang sampai tahun 2019. Bukan itu saja, tidak lama kita sudah bisa menjadikan Pe-milihan Umum suatu mekanisme dari Demokrasi Pancasila yang dijadikan bagian terpadu dari budaya bangsa Indonesia.

Namun yang penting kita harus belajar, demikian penjelasan saya kepada Presiden Chirac. Yang penting bukan saja mekanisme demokrasi, melainkan adalah pelaku dalam demokrasi itu sendiri. Dan justru di sinilah pembangunan di Indonesia, menghasilkan manusia-manusia lebih banyak yang berkualitas tinggi, kehidupan di atas garis kemiskinan. Bahkan, sesuai dengan data-data yang masuk, sudah lebih dari 100 juta manusia Indonesia dapat digolongkan hidup dalam tingkat menengah.

Tingkat menengah adalah tulang punggung dari demokrasi. Dan kita mencatat, bahwa pertumbuhan dari GNP dan pertumbuhan penduduk itu bukan satu atau kurang dari satu, tetapi 4-5, itu berarti bangsa Indonesia benar-benar telah mampu melaksanakan proses kesejahteraan. Oleh karena itu, dengan adanya ma-nusia Indonesia yang telah melampaui critical mass, dalam arti jumlah manusia Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan yang wajar dan telah mampu mendapatkan informasi yang tepat dan berkualitas tinggi, maka Demokrasi Pancasila berjalan sesuai dengan cita-cita yang telah ditetapkan ber-sama atau dijadikan dasar dari kehidupan bangsa Indonesia melalui konstitusi bangsa kita sendiri.

Kesimpulannya ialah tidak ada alasan bagi kita untuk prihatin mengenai kesinambungan kehidupan politik di bumi Indonesia dan tidak ada alas-an untuk menjadi pesimis. Tidak ada alasan pesimis terhadap (Post Soeharto). Atau dalam bahasa Indonesia, pasca Soeharto dan abad yang akan datang, karena tidak ada manusia yang hidup kekal. Yang hidup adalah cita-cita, pemikiran, filsafat, strategi dan pemikiran manusia itu ribuan tahun. Manusia-manusia yang memiliki cita-cita dan memikirkan yang hidup seperti demikianlah dan di dalamnya adalah mandataris MPR, Bapak Presiden Republik Indonesia, bersama-sama dengan seluruh rakyat telah mampu melaksanakan kenyataan-kenyataan yang saya sebutkan tadi. Jika benar-benar bangsa kita cinta tanah air dan bertekad bulat untuk terus melaksanakan pembangunan tidak ada alasan untuk meragukan kesinambungan dari pembangunan kehidupan politik, stabilitas politik maupun ekonomi di bumi Indonesia dan tidak ada alasan untuk memikirkan atau memprihatinkan bagaimana jikalau mandataris MPR atau Generasi ’45 itu tidak ada lagi di kalangan bangsa Indonesia.

Karena yang abadi dari Generasi ’45 bukan tubuhnya, bukan keberadaannya, tetapi jiwanya yang selalu mekar dan hidup dari genarasi ke genarasi penerus; dan Bapak Presiden Soeharto adalah salah satu tokoh dan pada waktu itu tokoh di ujung tombak berpegang tangan mewakili Generasi ’45 yang telah melaksanakan suatu karya nyata menjadikan Indonesia yang seperti kita alami sekarang ini. Bangsa Indonesia siap untuk memasuki abad akan datang sesuai dengan jadualnya dan sesuai dengan kekuatan yang dipersiapkan oleh bangsa itu sendiri. Ini saya jelaskan kepada Presiden Chirac.

Lalu beliau bertanya bagaimana mengenai Islam, beliau mengatakan: "Saya menaruh banyak perhatian kepada umat Islam, mengapa? Karena umat Islam di Perancis cukup besar jumlahnya dan Perancis sendiri erat kaitannya dengan negara-negara di Timur-Tengah dan Afrika dan mereka sebagian besar adalah negara Islam". Beliau sangat peduli terhadap keadaan nasib dan wawasan dari umat Islam. Saya sampaikan, bahwa kami menyadari 25% dari umat manusia seluruh dunia adalah umat Islam dan 25% itu bisa menghasilkan kurang 5% dari GNP dari umat manusia. Kalau kita mau proporsionalkan, maka umat Islam yang 25% jumlahnya dari umat manusia seharusnya memberikan kontribusi sebanyak 25% dari GNP dunia.


Oleh karena itu, ICMI harus berorientasi kepada pengembangan sumber daya manusia, harus berorientasi kepada pelaksanaan program tunggal dari ICMI, 5K, harus mengembangkan prasarana dari pengembangan sumber daya manusia, prasarana dari ilmu pengetahuan dan teknologi dan umat Islam harus bersatu dan sama-sama hidup sejajar, bertanggung jawab, sayang-menyayangi dan tidak mengenal pula SARA dan bekerja secara efisien untuk bisa menghasilkan karya-karya nyata yang bisa dinikmati oleh umat manusia pada umumnya, khususnya umat Islam yang ternyata prihatin dibandingkan dengan umat yang lain itu karena kehidupan GNP per kapitanya jauh lebih rendah.


Mengenai ICMI, mengenai program tunggal ICMI, bahwa ICMI ha-nya punya satu program adalah 5K dan itu diperuntukkan untuk memerangi kemiskinan dan ketidakpedulian. Atau ICMI telah menyatakan perang dan akan berperang melawan kemiskinan dan ketidak pedulian terhadap umat. Bahwa ICMI telah mengambil prakarsa bersama ikatan cendekiawan dari umat-umat yang lain untuk menandatangani suatu pernyataan cendekiawan Indonesia yang mutiara-mutiara pemikirannya seperti disampaikan tadi, tersirat di dalamnya secara eksplisit dan implisit. Dan itu memperlihatkan, bahwa bangsa Indonesia yang berbudaya Pancasila benar-benar tidak mengenal SARA dalam bentuk apapun juga. Dan kalau diperhatikan lebih dalam memang umat Islam yang nafasnya al-Qur’an dan Sunnah, tidak mengenal SARA dalam bentuk apapun juga. Ini saya sampaikan kepada Presiden Chirac.

Kita berhasil pula bersama umat Islam yang lain mendirikan suatu "International Islamic Forum for Science Technology and Human Resources Development" dan saya jelaskan, bahwa sasarannya tiada lain adalah pengembangan sumber daya manusia untuk memberikan darma bakti kepada terjadinya peningkatan kesejahteraan di antara umat yang hidup da-lam perdamaian dan kesejahteraan di dunia ini.


Sekarang saya minta perhatian terhadap beberapa isu. Pertama-tama, kita sebentar lagi menghadapi Pemilihan Umum dan SU-MPR, kita sebagai organisasi Cendekiawan Muslim se-Indonesia dan juga menjadi anggota organisasi-organisasi yang lain, baik yang politik maupun tidak politik yang ikut mendirikan ICMI dan memanfaatkan ICMI sebagai katalisator untuk lebih meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi, hen-dak-lah kita berkarya di bumi Indonesia ini, apakah itu organisasi Islam Muhammadiyah, ula-ma ataupun yang lain seperti pesantren atau LSM di mana pun Anda berada, ICMI tempatnya di mana kita datang bersama bertukar pikiran untuk me-ning-katkan keterampilan kita dan menghindari ada-nya distorsi dari informasi yang mengakibatkan mengadu domba antara kita satu sama lain dan kita meningkat terus efisiensi dan produktivitas kita bekerja dan berkarya.

ICMI adalah tempatnya kita ber-ada bersama untuk tukar pikiran dan bersama-sama meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia itu sesuai de-ngan program 5K. Oleh karena itu, melalui jaringan ICMI Orwil-Orsat dan organisasi-organisasi yang lain, kita harus bersama-sama mensukseskan pemilihan umum dan Sidang Umum MPR. Kita harus mendukung langkah-langkah.


Di dalam penjelasan saya kepada Presiden Perancis, saya telah berusaha menjelaskan bahwa bangsa Indonesia dalam 28 ta-hun terakhir ini sudah berhasil menjadikan mekanisme Demokrasi Pancasila sebagai bagian terpadu daripada budaya bangsa. Dan manusia yang berada di dalam mekanisme itu ternyata sebagian besar adalah umat Islam dan sebagian besar pula adalah tokoh-tokoh dari masyarakat. Tetapi, jangan lupa sebagian besar pula yang masih hidup di bawah garis kemiskinan adalah juga bagian dari umat Islam. Oleh karena itu, kita sebagai ICMI tidak bisa melakukan pengkhianatan, kita jangan lupa asal kita dari mana? Dari bawah. Dari bawah naik ke atas, itu prosesnya. Bukan dari atas turun ke bawah, malah turun dan jadi negatif.

 
Jadi kita tidak lupa, bahwa 90% rakyat adalah umat Islam, maka tokoh-tokohnya sebagian besar umat Islam. Tetapi yang dhuafa yang membutuhkan bantuan juga adalah sebagian besar umat Islam. Dan justru merekalah yang harus kita perhatikan, supaya mereka dapat hidup dan menikmati kehidupan di atas garis kemiskinan. Bukan itu saja, tetapi umat Islam harus bisa memasuki masyarakat tingkat menengah sebanyak mungkin. Karena sasaran kita adalah 95% dari rakyat, insya Allah suatu hari nanti termasuk golongan tingkat menengah.


Oleh karena umat Islam itu sebagian besar adalah pribumi, maka jangan heran kalau yang hidup di bawah garis kemiskinan itu justru adalah pribumi dan adalah umat Islam itu sendiri. Bilamana kita melaksanakan perjuangan, lebih banyak lagi memperhatikan yang lemah dan membutuhkan perhatian khusus, jangan dianggap sikap itu sikap salah. Sikap itu adalah sikap demokrasi. Oleh karena itu, kalau saya mengatakan bah-wa program ICMI bukan saja mem-per-siap-kan kader untuk pimpinan tetapi juga mengambil peran secara luas untuk ikut meningkatkan kualitas hidup seluruh bangsa Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dan kalau ia sudah ke luar dari garis kemiskinan, maka manusia itu kita tingkatkan agar supaya mereka bisa menganggap dirinya hidup dalam tingkat menengah.


Itu adalah satu-satunya itikad keberadaan kita di dalam organisasi ICMI. Dan oleh karena itu kita sudah menggaris bawahi, sudah membuat komitmen untuk mensukseskan De-mokrasi Pancasila dan Demokrasi Pancasila itu berlandaskan pada adanya Pemilihan Umum dan Sidang Umum MPR.


Pemikiran Dasar Seorang Kader
 
Persiapan-persiapan yang dilaksanakan bertujuan agar kita berkualitas lebih tinggi. Sekarang ini kita sebagai kader, kader untuk pimpinan bangsa ini, pimpinan yang tertinggi, pimpinan yang tinggi, pimpinan yang paling menengah atas, paling menengah bawah, pimpinan di mana pun, sampai golongan dhuafa juga memerlukan kita. Dalam hal itu kita munculkan kader ICMI, kaderisasi harus dilaksanakan di masjid-masjid, bukan kaderisasi untuk satu partai atau satu golongan. Tetapi, apakah nanti ia lebih suka memilih partai apa saja atau-pun tidak berpartisipasi atau hanya mau ja-di profesor, tetapi sikapnya tetap sama saja.

Kita persiapkan ini karena kita melaksanakan program 5K. Catatan saya mengenai pemikiran dasar untuk sikap kader dari ICMI. Saya sebutkan dasar pemikiran un-tuk sikap kader, adalah sebagai berikut:

Pertama, pentingkanlah berdialog dan bukan monolog.

Kedua, perhatikan pimpinan kolektif dan bukan pimpinan kelompok atau pimpinan perorangan.

Ketiga, tanggung jawab kolektif dan bukan tanggung jawab kelompok atau perorangan.

Keempat, jangan lupa mu-syawarah dan mufakat dan bukan konflik, atau pertentangan yang dibuat-buat dan hasilnya pun harus melalui pemungutan suara, tetapi harus musyawarah dan mufakat.

Kelima, pemerataan yang kita pentingkan dan bukan monopoli.

Keenam, kerjasama yang kita utamakan dan bukan konfrontasi.

Ketujuh, saling ketergantungan dan saling mengisi dan bukan dalam hal ini individualistik.

Kedelapan, keadilan yang berdasarkan satu tolok ukur yang sama dan bukan keadilan berdasarkan tolok ukur yang ganda.

Kita merasakan memperjuangkan keadilan, tetapi untuk bertindak adil kadang-kadang kita lupa tolok ukurnya. Kadang-kadang sudah biasa bertolok ukur yang tidak konsisten. Di sinilah kita bekerja saling meng-un-tungkan dan bukan diskriminasi dan eksploitasi satu sama lain, ini yang kesembilan, Dan kesepuluh, demokrasi yang kita perjuangkan ada-lah demorkasi Pancasila dan bukan demokrasi liberal komunisme atau demokrasi ala budaya orang Barat. 

No comments:

Post a Comment