Sunday, August 2, 2009

SAPTA KRIDA ICMI



 
Oleh : Prof. B.J. Habibie
 

Dunia kita sekarang ini ditandai dan dipengaruhi oleh suatu gejala moneter yang global. Dampak gejolak moneter yang ditimbulkannya, bukan saja terasa di negara yang sedang berkembang, tetapi juga pada negara-negara yang sudah maju. Yang menyebabkan gejolak moneter tersebut adalah karena ketidakpastian secara global. 

Pertama terbentuknya European Economic and Monetary Union (EMU) pada 1 Januari 1999. Pada saat itu, pada sebelas negara Eropa, akan berlaku dua mata uang. Pertama mata uang tunggal Eropa (singgle currency) yang disebut Euro dan yang satunya mata uang masing-masing negara. Ini hanya berlaku dalam waktu tiga tahun. Pada 1 Januari 2002, secara sistematis mata uang setempat ditarik dan akan digunakan hanya Euro. Pertanyaan akan timbul, bagaimana kekuatan Euro itu terhadap mata uang setempat, Deutche Mark, misalnya, yang mempunyai perbandingan seratus atau mata uang Spanyol, yang mempunyai perbandingan sepuluh? Suatu ketidakpastian. 

Kedua, bagaimana perbandingan antara Euro terhadap dolar? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab, karena itu timbul ketidakpastian. Ketiga, bagaimana sinergi antara kesebelas negara Eropa tersebut? Apakah positif atau negatif? Bagaimana pencerminannya pada neraca perdagangan masing-masing, bagiamana pencerminannya pada neraca pembayaran berjalan? Pertanyaan-pertanyaan ini semua menimbulkan ketidakpastian. 

Secara singkat, Indonesia tidak bisa terlepas dari dampak gejolak moneter global seperti ini. Namun demikian, jangan hendaknya kita terpengaruh dan langsung kehilangan kepercayaan terhadap mata uang kita dan juga kepada para pemimpin kita, karena hal itu hanya akan merugikan dasar ekonomi negara kita. Pernah saya sampaikan bahwa Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia adalah ''tempat tidur bayi'' Demokrasi Pancasila. 

Karena di dalam ICMI bergabung para cendekiawan seluruh bangsa Indonesia yang bernafaskan Alquran dan As Sunnah. Yang kita maksudkan cendekiawan, bukan hanya mereka yang bertitel atau seorang profesor. Banyak orang bertitel atau profesor yang sudah mendapat hadiah penghargaan terhadap keahliannya, tetapi hanya peduli kepada karya dalam bidang ilmu pengetahuan. Mereka ini tidak peduli kepada lingkungannya, maka mereka hanya pakar, bukan cendekiawan. 

Alangkah baiknya kalau para cendekiawan itu juga seorang pakar. Kemudian cendekiawan yang bukan pakar bergaul dan bersatu dengan lainnya. Maka Insya Allah, kita akan menghasilkan terobosan yang sangat berorientasi kepada kepentingan rakyat banyak. Oleh karena itu, iman dan taqwa tidak bisa dipisahkan. Kalau bertaqwa tanpa mengenal tolok ukur dari Alquran dan As-Sunnah, tidak mungkin seseorang itu bertaqwa. Kalau hanya bertaqwa, tetapi tidak pernah mempunyai itikad untuk saling membantu dan menolong sesamanya, maka tidak ada gunanya. 

Karena itu ICMI mempunyai program 5K. Program 5K itu pertama adalah meningkatkan kualitas berpikir. Dari hasil pemikiran tersebut terangkum dan tercetus suatu karya yang menguntungkan lingkungannya. Karena kualitas karya tersebut kemungkinan masih abstrak, atau mungkin masih berupa gagasan, tetapi tetap harus menjadi kenyataan, maka perlu ditingkatkan kualitas kerja. Selanjutnya, jika kualitas kerja bisa terwujud dan dinikmati, maka insya Allah kualitas hidup meningkat pula. Sangat sederhana jawaban ICMI terhadap 5K. 

Hal ini pun bisa kita buktikan, setelah program 5K tercetuskan, maka timbullah bagaikan cendawan organisasi-organisasi dan badan otonom yang membawa kemaslahatan umat, seperti dengan adanya BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang diikuti dengan pembentukan BPR Syariah dan BMT, PINBUK serta ORBIT. Bank Muamalat dan lain-lainnya itu, mandiri tidak tergantung siapa pun. Yang ada hanya itikad baik tanpa paksaan. Hanya betul-betul berdasarkan keyakinan dari kita untuk kita, dari rakyat untuk rakyat. Karena program 5K adalah program sepanjang masa bagi ICMI. 

Maka dalam suasana gejolak dan pengaruh global yang kita sebutkan tadi, ICMI perlu melaksanakan konsolidasi yang akan saya garis bawahi dan namakan Sapta Krida ICMI. Sapta Krida ICMI, yang cocok dan ''compatible'' dengan 5K, tetapi lebih rinci menghadapi globalisasi, menghadapi pembaruan yang dinamik secara global, regional, dan nasional. Pertama, ICMI tidak boleh buta terhadap masalah Hak Asasi Manusia (HAM). 

ICMI tidak boleh dalam hal ini hanya reaktif, harus proaktif tetapi tetap dengan tolok-tolok ukur budaya bangsa kita. Jangan sampai adikuasa dari luar atau kekuasaan ekonomi dari luar memanfaatkan HAM itu untuk merongrong stabilitas politik, ekonomi, dan pembangunan yang berkesinambungan bangsa Indonesia. Kita tidak akan gentar HAM disampaikan orang-orang dari negara maju kepada kita, karena kita yang telah merasakan HAM itu selama 350 tahun penjajahan. 

Tidak ada hak mereka untuk membeberkan di hadapan hidung kita apa artinya HAM. Karena itu, kita akan memasyarakatkannya dengan kesadaran dan dengan tolok ukur kita. Tetapi kita sadari, tidak mungkin seseorang hanya diberikan hak tanpa diimbangi dengan kewajiban. Berikanlah kesempatan untuk dibentuknya, counter partner HAM yaitu adanya kewajiban dan tanggung jawab manusia. Karena itu, kalau ada hak, maka harus diimbangi dengan KTM (Kewajiban dan Tanggung Jawab Manusia). 

Jangan lupa, kalau kita memberikan satu jari atas haknya, maka ada empat jari menunjuk kepada kita yang memper-ingatkan apa kewajiban kita untuk menghadapi tuntutan tersebut. Ide ini bukan ide baru, ide ini dicetuskan oleh pakar dan tokoh-tokoh pimpinan pemerintahan di dunia. Salah satu tokoh yang utama yang mengeluarkan KTM itu adalah Doktor Helmut Schmidt, mantan Kanselir Jerman Barat, dan masih banyak mantan-mantan presiden lainnya. 

Kita harus sadar akan adanya wahana ini dan kita harus sadar juga adanya pengakuan negara-negara adikuasa bahwa HAM itu tidak mungkin berkembang dan berjalan jikalau tidak diimbangi dengan kewajiban tanggung jawab itu. ICMI dengan hormat dituntut memasukkan ide yang pertama ini sebagai salah satu krida dengan kualitas HAM dan KTM yang harus seimbang dan terus ditingkatkan sebagimana kualitas iptek dengan imtaq itu bersama. Krida Kedua, pengembangan kualitas demokrasi Pancasila. 

ICMI adalah tempat bagi demokrasi Pancasila, karena para anggotanya adalah tokoh-tokoh partai politik, organisasi profesional, yang sangat peduli terhadap lingkungannya. Mereka itu semua berkarya nyata di dalam suatu suasana demokrasi Pancasila yang kita kembangkan bersama dan telah melahirkan dasar dan andalan bersama dengan sasaran yang convergence kepada cita-cita bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang adil dan makmur serta makmur dan adil. 

Krida Ketiga, memelihara kesinambungan pembangunan ekonomi. Dalam hal ini, hanya kesinambungan pembangunan ekonomi yang dapat menjamin adanya pengamalkan Pancasila, karena di dalam pembangunan ekonomi yang modern, Indonesia modern, tidak mungkin dan tidak ada suatu kesatuan ekonomi mampu berkembang jikalau tidak memperhitungkan dan mengembangkan atau tidak berpola terhadap pengembangan Sumberdaya manusia. SDM terbaharukan itu tidak ada artinya kalau tidak mempunyai kualitas iman dan taqwa yang tinggi yang seimbang dengan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi pula. 

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang berkesinam-bungan dalam menghadapi globalisasi tantangan regional global dari mancanegara, mau tidak mau kita harus meningkatkan daya saing ekonomi kita. Daya saing itu, hanya bisa ditingkatkan jikalau efisiensi dan produkti-vitas dan disiplin pelaku-pelaku ekonomi itu ditingkatkan pula kualitasnya. Tetapi bukan itu saja, kita perlu standardisasi yang sasarannya tidak lain peningkatan daya saing dan menekan biaya tinggi. 

Kalau misalnya kita membuat sebuah gedung yang memanfaatkan batu, semen dan apa saja , standarnya selalu sudah ada. Jika kita membuat sebuah gedung yang semua bahannya harus dibuat khusus, maka gedung yang memanfaatkan standar itu akan lebih murah daripada gedung yang menggunakan bahan khusus. 

Standardisasi bukan saja di dalam perangkat keras, tetapi juga perangkat lunak, dalam jasa, kita hanya bisa meng-ekspor ke Jepang jikalau yang kita ekspor itu memenuhi standar-standar di Jepang. Apakah itu merupakan produk pertanian, perkebunan, apakah itu produk pangan, produk semen, produk elektronik harus selalu memenuhi standar. Kalau tidak ada standar tidak mungkin orang Jepang itu membutuhkannya. 

Oleh karena itu, ICMI harus memasya-rakatkan pelaku-pelaku ekonomi di Indonesia berorientasi kepada standardisasi. Dalam ekonomi, yang menentukan sesuatu adalah daya cipta kemampuan manusia berkarya,untuk menciptakan sesuatu yang baru. 

Karena itu, karyanya harus dihormati dan dilin-dungi. Itulah sebabnya kita harus memasyarakatkan dan menghormati hak karya intelektual, baik dalam konsep pemikiran maupun dalam sistem. Kalau itu terjadi, karya intelektual bangsa kita juga akan terlindung dan tidak bisa dicuri oleh siap pun. 

Orang yang berkarya di luar negeri, berani masuk ke Indonesia untuk mendapatkan sinergi. Karena karyanya itu mendapatkan perhatian dan perlindungan hukum dan semuanya ini akan menghasilkan ekonomi yang berbiaya rendah. ICMI harus melaksanakan tindakan-tindakan proaktif, menciptakan biaya rendah dalam arti ekonomi. Krida Keempat, harus proaktif dalam menciptakan lapangan pekerjaan. 

Dalam alam semesta ini, semua menga-lami depresiasi, penurunan harga. Nilai mobil, rumah akan mengalami depresiasi, dan hanya bisa dipertahankan apa-bila dilakukan pemeliharaan. Di alam semesta hanya satu yang mungkin bisa mengalami apresiasi (peningkatan) adalah sumber daya manusia. SDM bisa mengalami nilai tambah pribadi melalui pendidikan formal. Karena itu, masalah lapangan kerja harus mendapatkan perhatian. 

Krida Kelima, harus proaktif meningkatkan profesionalisme. Dalam hal ini, organisasi-organisasi profesi atau alumnus Persatuan Insinyur Indonesia, Persatuan Dokter Indonesia, Persatuan Sarjana Hukum Indonesia, atau organisasi alumni dimana saja, harus proaktif meningkatkan profesionalisme dengan membentuk suatu panitia atau apa pun namanya yang bisa memberikan sertifikasi kualifikasi keahlian. 

Krida Keenam, ICMI sudah memasuki desa melalui Orsat, Organisasi-organisasi otonom. Karena itu, wahana dan sistem ini harus pandai-pandai kita manfaatkan dengan memasukan teknologi dan prasarana ekonomi ke desa. 

Prasarana mikro ekonomi yang mempunyai kaitan dengan prasarana makro ekonomi yang diikuti dengan teknologi yang ada kaitannya dengan kehidupan di desa,serta lingkungan desa yang bisa memberikan lapangan pekerjaan. Krida Ketujuh, pemerataan kesempatan berkarya yang harus diberikan kepada bangsa Indonesia tanpa mengenal SARA. 

Pada Silaknas ke VI ini, ICMI untuk kedua kalinya masuk dalam kampus, pertama kalinya di Malang waktu dicetuskan ide untuk mendirikan ICMI. Waktu itu ICMI belum ada. Unibraw di Malang telah memberikan inspiration, memberikan ilham untuk melaksanakan long march dengan pegangan 5-K. Inspiration yang diberikan oleh IPB kepada ICMI tidak lain merupakan sesuatu yang membuat seseorang ikut bergetar menerima resonansi atas getaran-getaran jiwa para anggota ICMI dan rakyat Indonesia. 

*) Disarikan dari Sambutan Ketua Umum ICMI pada pembukaan Silaknas VI ICMI di Bogor, 23 Desember l997._

No comments:

Post a Comment