Hal-hal yang saya uraikan di atas, hanya
bisa terjadi apabila pertumbuhan itu ada, dan pertumbuhan bisa terjadi
apabila modal dalam bentuk uang benar-benar bisa diserap, adanya SDM
yang menguasai iptek, serta tidak direkayasa atau ditentukan dalam
spektrum satu bidang saja, seperti hanya pertanian, hanya perkebunan,
atau hanya pertambangan. Maka untuk itu kuncinya bagi negara-negara Asia
adalah investasi dalam bidang iptek, pengembangan SDM, pegembangan
prasarana iptek, prasarana ekonomi dan tentunya pula stabilitas. Dengan
penjelasan ini, saya harapkan kita akan mendapatkan gambaran mengenai
keadaan ekonomi dunia yang akan datang, walaupun hal ini tidak bisa kita
anggap akan terjadi seratus persen, tetapi paling tidak kita dapat
melihat kecenderungannya dan secara kualitatif outputnya akan berkisar
seperti yang digambarkan ini.
Sebenarnya modal
yang ada di negara maju akan masuk ke negara berkembang, apabila ada
orang di negara maju mempunyai uang dan merasa uangnya tidak bisa tumbuh
di negaranya. Sebagai contoh, bila saya berada di negara maju dan
mempunyai uang tetapi karena ternyata tidak bisa tumbuh di negara
tersebut dan selain itu saya mengetahui bahwa ada pertumbuhan di
negara-negara Asia, maka uang itu akan saya pindahkan ke Asia. Hal itu
normal saja, dan tentunya dengan persyaratan risiko kecil. Tetapi hanya
risiko kecil saja belum menjamin negara-negara Asia bisa menyerapnya
karena tergantung pada kondisi iptek, SDM, prasarana ekonomi dan
prasarana iptek dari negara bersangkutan.
Apabila
negara tersebut tidak bisa menyerap, maka uang tadi akan dipantulkan
kembali ke negara maju atau masuk ke negara Asia lain atau akan masuk di
antara kelompok negara lainnya. Apabila ternyata tidak bisa masuk di
antara kelompok negara lainnya dan juga di negara-negara Asia, maka
terpaksa uang itu akan tetap hidup di negara maju, dengan kenyataan
bahwa modal tersebut tidak tumbuh atau paling jauh modal itu bisa tumbuh
dengan bunga bank yang rendah. Oleh karena itu, supaya modal yang
dipunyai investor di negara maju bisa tumbuh dan diserap di Asia dan
kelompok negara lainnya, maka negara-negara maju harus memberikan
bantuan teknis kepada negara-megara di asia dan kelompok negara lainnya
sebagai upaya pengkondisian SDM dan ipteknya, sehingga negara-negara
tadi mampu memberikan aprsiasi penyerapan modal yang berasal dari negara
maju, dan modal itu bisa mengalami pertumbuhan yang disebabkan karena
jumlah SDM di negara Asia yang sangat besar.
Sebagai
ilustrasi, bisa digambarkan perkembangan suatu produk kecamata baca.
Melalui perkembangan teknologi (lensa kontak)
ditemukan (lensa kontak) yang
dibuat dari plastik dengan harga yang cukup tinggi, maka direkayasa
sedemikian rupa sehingga (lensa kontak)
plastik itu harus bisa dipakai pembeli selama 2 atau 3 bulan, kemudian
baru diganti. Pada suatu kesempatan, saya mengetahui dari Ciba Geigy
(Swiss), bahwa (lensa kontak)
plastik seharga itu dibuat di Eropa (Swiss) dan hanya satu perusahaan di
Amerika Serikat, karena dengan pertimbangan bahwa yang mampu membayar
harga setinggi itu adalah orang Amerika.
Tetapi
kemudian, sejak 2 tahun lalu Ciba-Geigy melakukan investasi di P. Batam
untuk satu perusahan yang membuat (lensa
kontak) dengan rekayasa bahwa yang ditemukannya, untuk
penggunaan hanya sekali pakai kemudian dibuang. Harganya bukan lagi
US$1. Programnya adalah bahwa 2-3 tahun, paling lama 5 tahun, perusahan
tersebut sudah bisa ekspor dari P. Batam sebesar US$ 1 trilyun.
Saya
tanyakan mengapa investasi P. Batam? Mengapa tidak menetap di Amerika?
Mungkin jawabnya gampang, yaitu karena SDM-nya murah. Pertanyaan saya
berlanjut, mengapa alasannya SDM murah padahal hampir semua otomatis
sehingga SDM yang diserap tidak terlalu banyak? Ternyata bukan itu
rahasianya. Jumlah manusia di Asia lebih banyak dibandingkan dengan
Eropa dan Amerika, dan selain itu GNP per kapita orang Asia akan
meningkat dan semakin besar, sehingga sebagian besar orang Asia sudah
mampu mengeluarkan US$I setiap hari untuk (lensa
kontak). Itu adalah kuncinya.
Jadi
dalam hal ini, pertumbuhan yang terjadi bukanya yang disebabkan oleh
salah satu keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif saja, bukan
karena keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif. Supaya jangan
salah dimengerti keunggulan kompetitif peranan teknologi dapat diabaikan
(negligble). Tipe keunggulan
komperatif adalah membuat sepatu dan membuat jeans. Tetapi apabila ke
dalam proses produksi sudah dimasukkan peranan teknologi, maka yang
menentukan adalah keunggulan kompetitif, dan dalam keunggulan kompetitif
yang menjadi peranan bukan hanya harga manusia atau biaya SDM, tetapi density atau kepadatan iptek yang dikuasai
oleh SDM tersebut di samping efisiensi produksi.
Keunggulan
kompetitif misalnya adalah dalam bidang teknologi tinggi bukan dalam
bidang comercial electronics tetapi
provison electronics atau dalam bidang dirgantara. Dengan perkataan
lain, yang menyebabkan driving-force
kapital ke negara-negara Asia atau kelompok negara lainnya, adalah
jumlah manusia di negara-negara tersebut yang mulanya bergerak karena
keunggulan komparatif di mana SDM-nya dapat mentransformasi sendiri
menjadi SDM yang lebih berkualitas, sehingga mereka bisa menguasai baik
keunggulan komparatif maupun kompetitif. Kita akan salah apabila dalam
merekayasa ekonomi seperti halnya membuat sekelar seri, keunggulan
komparatif terlebih dulu, kemudian dilanjutkan dengan keunggulan
kompetitif. Cara seperti ini sangat salah, karena lead-time, jenjang waktunya terlalu lama.
Oleh karena itu, yang harus dilaksanakan di bumi di Indonesia ini adalah
secara simultan dan rahasianya adalah Iptek.
Modal
dari negara-negara maju hanya akan masuk ke negara-negara Asia atau
kelompok negara lainnya, apabila kapital itu tidak dipantulkan. Bukan
saja karena mempu-nyai stabilitas politik, tetapi juga apabila SDM-nya,
prasarana ekonomi, prasana pengembangan SDM, prasarana iptek dan
penguasaan kadar iptek dalam kehidupan SDM-nya tinggi, sehingga mampu
mengabsorpsi. Oleh karena nega- ra-negara maju berkempentingan supaya "uang"nya tidak hanya masuk ke bank, maka
mereka memberikan TA (technical assistant)
kepada negara-negara Asia dan kelompok negara lainnya, supaya mampu
mengembangkan keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus
mengembangkan pasarnya. Kemudian masalahnya adalah tidak akan ada negara
yang dalam mengembangkan dirinya bersedia tetap dikendalikan oleh
negara-negara maju, oleh karena itu dalam hal ini perlu adanya
kebijaksanaan yang harus dibuat antar negara.
Di
sini saya ingin menggaris-bawahi perbedaan dengan skenario berdasarkan
pemikiran mayoritas bahwa menyelesaikan masalah-masalah prasarana
ekonomi dalam arti yang luas dan masalah-masalah prasarana kebutuhan
dasar manusia dalam arti yang luas, tidak bisa lagi kita selesaikan
hanya dengan memperhatikan kendala-kendal moneter. Tidak bisa!, karena
kita akan menghadapi masalah khusus. Permintaan atau dalam negeri
meningkat dan kalau kita tidak menguasai teknologi tidak memiliki
sumberdaya manusia untuk mengatasinya, maka satu-satunya jalan adalah
belanja dari luar negeri. Kalau tuntutannya meningkat dan belanja dari
luar, komitmen juga meningkat berupa kewajiban kita dalam mengembalikan
pinjaman. Kita bisa kehilangan kontrol, oleh karena itu saya berpendapat
sudah sampai waktunya kita belajar dari pengalam 25 tahun terdahulu
sampai di mana kita telah berhasil sebagai satu bangsa yang telah lulus
berbagai ujian.
Dengan kendala-kendala baru kita harus
menghadapi pembangunan 25 tahun yang akan datang. Jelas kita masih
membutuhkan kredit, sebagaimana pemerintah Amerika juga menjual
surat-surat berharga. Untuk membiayai sebagaian dari program-programnya,
kita dapat banyak belajar dari pengalaman 25 tahun yang lalu bagaimana
membuatnya lebih baik bukan karena itu jelek, karena kondisinya sudah
berubah. Saya mendemostrasikan contoh mengenai teknologi tinggi dengan
contoh IPTN untuk memperlihatkan bahwa bahwa pengembangan sumberdaya
manusia di bumi Indonesia dan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia itu bukan suatu tidak mungkin.
Kesimpulannya
supaya direnungkan kembali arti nilai tambah dan tidak terlalu
mempertentangkan nilai tambah dengan keunggulan komparatif karena dalam
ekonomi nilai tambah adalah dan keunggulan komparatif juga normal.
Masalahnya bagaimana meningkatkan nilai tambah, meningkatkan teknologi
dan sumberdaya bersama-sama untuk mendapatkan nilai tambah yang setinggi
mungkin. Ini saya perlihatkan dengan contoh IPTN bahwa IPTN bisa
menghasilkan pekerjaan yang sama dengan biaya yang rendah (the same work with less money) daripada
saingannya. Selain itu, dengan hormat saya mohon perhatian, terutama
untuk para ekonom, bahwa modal suatu perekonomian, definisinya bukan
saja uang tetapi juga ide, seseorang tidak punya uang, dan tidak punya
ide, tetapi dia punya apa yang bahasa Jerman disebut beziehung atau relasi atau ia mempunyai
hubungan yang erat dengan orang yang membuat keputusan apakah dalam
perusahan A atau B maka orang itu mempunyai modal.
Modal
dalam ekonomi itu luas sekali artinya, tetapi saya ingin katakan bahwa
25 tahun yang lalu, modal lebih ba-nyak diartikan sebagai uang. Itu
benar, tetapi berdasarkan skenario yang saya katakan tadi, mohon untuk
direnungkan karena saya berpendapat pada 25 tahun yang akan datang
mekanisme yang sudah ada harus dimanfaatkan dan disempurnakan, jangan
diganggu. Hubungan antara keunggulan komparatif dan nilai tambah tetap
diperlihatkan. Saya mohon perubahan penekanan di dalam memberikan
perhatian dalam detil modal yang artinya dalam ekonomi yang begitu luas.
Kalau dahulu perhatiannya khusus pada masalah moneter, karena kita
masih mengalami permasalah inflasi dan sebagainya, sekarang saya
berpendapat bahwa perhatian pada modal memperhatikan tiga (3) hal, yaitu
tetap pada moneter, ditambah dengan pengembangan dan keuntungan
pengembangan sumberdaya manusia dan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Bersambung
No comments:
Post a Comment