PT IPTN Akan Sanggup Bersaing
Pabrik
yang dalam tahap awal memulai operasinya de-ngan asembling bahan baku
dan komponen yang diimpor, terjadi hampir di semua bidang industri.
Demikian juga halnya di PT IPTN, di pabrik-pabrik tekstil dan
pabrik-pabrik kendaraan bermotor. Maka pembangunan pabrik-pabrik
farmasi, misalnya, yang pada tahap pertama perkembangannya, masih
terbatas pada tingkat pembuatan formula-formula atau assembling, seperti
yang telah terjadi sampai saat ini, adalah sejalan dengan pengembangan
tingkat pertama dari industri-industri pada umumnya dan dengan demikian
sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk merangsang proses
industrialisasi dalam segala bidang di Indonesia.
Tetapi
jangan dilupakan, asembling bahan baku atau komponen-komponen yang
diimpor untuk membuat barang jadi, baru merupakan pelaksanaan tahap
pertama dari perkembangan industri tersebut. Untuk perkembangan industri
selanjutnya harus dipikirkan bagaimana mengganti, mengadakan atau
memproduksi komponen-komponen tersebut di dalam negeri. Sebagai contoh,
sekali lagi saya ambil Industri Pesawat Terbang Nusantara bahwa memang
benar pada tahap pertama perkembangannya, dimulai dengan assembling
pesawat dengan komponen-komponen yang seluruhnya diimpor dari CASA
Spanyol, tetapi pada saat ini PT IPTN sudah dapat membuat sendiri
seluruh komponen, bahkan beberapa komponen buatan PT IPTN diekspor ke
Spanyol.
Semua perkembangan ini menunjukkan bahwa
dalam jangka waktu relatif singkat, industri ini telah membuktikan
dirinya sebagai suatu wahana yang tepat bagi transformasi bangsa
Indonesia menjadi suatu bangsa yang mampu mengembangkan industri maju
dengan teknologi tinggi. Bahkan pengalaman menunjukkan bahwa wahana ini
bukan saja layak, tetapi juga merupakan wahana yang secara ekonomi
menguntungkan.
Membuat teknologi tinggi bukan seperti
main sulap dengan lampu Aladdin, begitu dikehendaki langsung jadi. Bahwa
saya dengan kawan-kawan bisa merekayasa tekno- logi tinggi dan membuat
itu semua bukan baru sekarang. Saya tamat SLA tahun 1954, lalu masuk
ITB, jadi saya sudah mempersiapkan diri sejak itu. Pada tahun 1955 saya
menghadap Bung Karno. Pada kunjungan pertama, beliau memegang kepala
saya, ini termasuk suatu kebetulan, sambil mengatakan: "Kamu yang akan
mengisi kemerdekaan. Ini adalah masa depan." Dengan kata lain, ini sudah
dibarengi dengan persiapan politik, dan ini dilanjutkan oleh Presiden
RI ke-2, Soeharto, karena beliau yakin bahwa ini benar.
Sekarang
saya ingin menjawab persoalan mengapa teknologgi tinggi, karena
teknologi tinggi menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi daripada
teknologi rendah. Sangat disayangkan jika kita tidak selalu membutuhkan
teknologi tinggi karena tidak mungkin negara dan bangsa yang besar ini
bisa survive tanpa pesawat terbang, helikopter, satelit, telekomunikasi,
listrik, dan ini semua teknologi tinggi. Kalau bangsa Indonesia hanya
menempati satu pulau seperti Singapura, sangat sulit hal ini
diceritakan, jadi saya kira alasannya sudah cukup jelas.
Saya
pun ditanya tentang pasar pesawat terbang. Tahukah kita bahwa jumlah
F-27 dan F-28 yang pernah dijual dan diekspor oleh Fokker, pasar
terbesarnya adalah Indo- nesia. Tahukah kita bahwa pasar terbesar
pesawat Twin Otter adalah juga Indonesia. Persoalannya: apakah kita rela
pasar kita yang harus kita bayar dengan kontan membuat anak bangsa lain
semakin hari semakin pintar dan semakin sejahtera, sedangkan anak kita
sendiri menjadi jagoan menggosok sepatu saja?
Jadi,
saya kira cita-cita Proklamator dengan kawan-kawannya dan seluruh
bangsa ini tidak lain ingin mencerminkan getaran jiwa bangsa Indonesia
yang mau menentukan nasibnya sendiri, dan tidak mau menyerahkan nasibnya
kepada orang lain.
Apakah anak cucu kita langsung berpikir
liberal begini? Tidak! Sementara itu, pewujudan/pelaksanaan pikiran itu
harus ditempuh secara konsisten dan profesional, karena hanya melalui
konsistensi, profesonialisme dan dedikasi yang tinggi serta bekerja
secara disiplin sebagaimana ditunjukkan oleh para karyawan PT IPTN,
insya Allah kita bisa melaksanakan itu semua dengan baik sesuai dengan
harapan rakyat.
Sejajar dengan kegiatan-kegiatan teknis,
PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara selalu siap menjalankan
tugas-tugas komersiilnya seperti melaksanakan penjualan, penyelenggaraan
dukungan produk, penyediaan suku-cadang dan pemberian pelayanan
purna-penjualan dalam rangka pemasaran pesawat di pasar dalam dan luar
negeri.
Memang benar bahwa pertumbuhan yang
sangat cepat ini telah dapat dicapai di bawah perlindungan pasaran
domestik karena semenjak ditetapkannya industri ini sebagai wahana pada
tahun 1980 impor pesawat-pesawat yang sama jenisnya dengan tipe pesawat
yang dibuat PT IPTN telah dibatasi. Namun perlu diingat bahwa
perlindungan ini telah dapat menghasilkan terjadinya suatu standardisasi
di bidang usaha ini untuk pertama kali dalam sejarahnya. Standardisasi
itulah yang kini memungkinkan PT IPTN beroperasi pada skala produksi
yang dapat membuat hasil-hasil produksinya dan dapat bersaing di pasaran
internasional. Dan saya percaya bahwa pada akhirnya persaingan bebaslah
yang merupakan wasit yang paling baik untuk menilai keberhasilan di
dalam dunia usaha, pada saatnya Indonesia akan terbuka pasaran Indonesia
untuk persaingan internasional sebagaimana Indonesia pun akan memasuki
pasaran dunia dengan semua hasil-hasil produksinya.
Apabila
di dalam dasawarsa pertama, pemasaran pro- duk-produk PT IPTN ditujukan
pada pasar dalam negeri, maka di dalam dasawarsa yang akan datang ini,
penjualan ke dalam negeri insya Allah akan diimbangi dengan pemasaran
ekspor umumnya, khususnya ke wilayah Asia-Pasifik, ASEAN, dan Timur
Tengah.
Dengan 17 CN-235 yang sudah diserahkan
kepada pembelinya, ditambah 71 lainnya yang sudah di menangkan dalam
tender, maka total semua yang yang sudah dime- nangkan adalah 88 pesawat
terbang, atau jumlah total pesanan untuk CN-235 kini sudah mencapai 170
pesawat terbang. Setiap pesawat terbang harga dasarnya adalah 10 juta
dollar, jadi seluruhnya bernilai US$1,7 biliun. Coba kita untuk ekspor
kayu atau rotan atau gaplek sebanyak itu se-karang, saya tidak mau
disalah mengertikan bahwa saya menghina komoditi alam tidak!
Saya
kembali ceriterakan itu semua hanya untuk memberikan motivasi betapa
pentingnya pasar domestik untuk perkembangan bangsa menjadi bangsa yang
modern. Ternyata dalam waktu singkat kita sudah dapat menyerahkan 300
pesawat terbang, yang semula untuk pasaran domestik, dan bahkan sekarang
kita sudah mengekspor dan setelah itu kita memberikan lapangan
pekerjaan untuk 16 ribu orang.
Dengan perkataan
lain, program kerja dan investasi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara
tidak saja ditujukan kepada sasaran menempatkan dirinya sebagai suatu
bisnis yang berdaya saing internasional dan yang mampu menghasilkan laba
bagi pemegang saham dan pajak bagi negara dalam suatu bidang usaha di
luar minyak dan gas bumi dan di luar bidang non-migas tradisional
sekaligus.
Saya masih ingat waktu peluncuran CN-235
saya lihat beberapa surat kabar nasional membuat suatu karikatur "kapal
terbang tidak bermotor"; ada yang mengatakan masa hanya peluncuran
saja, pesawat terbang itu tidak terbang. Tapi saya maklum karena orang
yang menulis itu tidak pernah memahami pengertian roll-out. Tidak ada
in- dustri pesawat terbang di manapun yang meroll-out (meluncurkan)
pesawat produksinya, lantas langsung pesawat itu terbang. Mengapa?
Karena pesawat itu harus diuji lebih dahulu.
Waktu
saya lihat karikatur itu saya tidak marah, ma-lahan menjadi sedih
karena orang itu tidak mengerti. Ada yang mengatakan: The airplane never flies. Tetapi, ketika
mereka melihat terbang perdananya mereka kaget juga, kenapa bisa juga
bangsa kita membuat begini. Mereka heran. Tetapi tiba-tiba mereka
kemudian berkata: You never sell the airplane.
Tahun 1986 pesawat terbang itu mendapat sertifikasi dari FAA melalui
Spanyol saya jelaskan mengapa melalui Spanyol padahal pesawat itu milik
Indonesia dan Spanyol.34 Pertama kalau suatu pesawat terbang atau
sesuatu yang dimanfaatkan oleh umum mau dimasukkan ke dalam pasar
domestik dari negara tertentu, maka produk tersebut harus mendapatkan
izin kelaikan supaya orang yang memanfaatkannya tidak mengalami
kecelakaan. Kedua, karena semua pesawat terbang atau helikopter atau
kapal atau mobil semua harus masuk asuransi.
Ini
termasuk proses biaya tambah yang akan meminimumkan costnya dengan
risiko yang sekecil mungkin, kalau misalnya pesawat terbang atau mobil
itu tidak laik, maka orang tidak mau mengambil asuransi yang tinggi.
Tapi jika pesawat terbang itu baik dan hebat dia mau membuat insurance
karena dia memang mencari untung. Masalahnya kalau kita mau memasukkan
pasaran mana saja termasuk pasaran Amerika, kita membutuhkan sertifikat
kela- ikan, tetapi untuk bisa mendapatkannya, kita harus sudah mengikat bilateral airworthiness agreement (BAA) atau
perjanjian bilateral dalam bidang kelaikan udara. Persoalannya menjadi
antara G-to-G, pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan atau
Dirjen Perhubungan Udara dengan Dirjen Perhubungan Udara AS atau
Direktur Kelaikan Udarat Indonesia dengan Direktur Kelaikan Udara
Amerika Serikat. Dan, pada akhir 1986, kita mendapat sertifikasi dari
FAA.
Saya rasa siapapun bisa berpikir secara
ekonomis, berdasarkan semua ini apa salahnya kita ambil saluran Spanyol,
karena itu kita ajukan sertifikasi FAA melalui Spanyol. Tetapi kita
harus mengetahui untuk mendapatkan izin laik udara suatu pesawat terbang
itu ada beberapa syarat teknis yang harus dipenuhi. Harus sudah
mendapat izin laik terbang di negara yang bersangkutan yang membuat
pesawat terbang itu. 60% CN 235 dibuat di Bandung, hanya 40% di Madrid.
Semua pesawat terbang yang dijual oleh Spanyol 60% buatan kita karena
kita lebih unggul pada kualitas dan biaya. Di dalam hal itu jadi berarti
apa dijual melalui Spanyol tokh milik kita juga yang dijual, apakah
kita perlu tunggu lewat Indonesia?. Nanti kita bisa-bisa kehilangan
kesempatan.36 Ada yang mengatakan produk Indonesia kualitasnya jelek
karena itu tidak mendapat sertifikasi ini saya dengar juga tapi saya
tidak bodoh untuk ber- diskusi dengan orang bodoh.
Pada
tahun 1986 PT IPTN mendapatkan sertifikasi dari Boeing. Ini berarti PT
IPTN dikualifikasikan oleh Boeing sebagai salah satu perusahaan yang
membuat produk yang bisa dimanfaatkan di dalam semua pesawat terbang
yang dibuat oleh Boeing.
Nilai tambah paling tinggi seperti tadi
saya katakan kita kejar, dari 1 unit kalau bisa, misalkan, dinaikkan
menjadi harganya 1 juta, kalau kita mengeluarkan 1 unit terus harganya
hanya jadi dua kali lipat, tiga kali lipat apa yang dibagi? Apa yang mau
dibuat pemerataan. Jadi kita harus kejar nilai tambah yang besar. Dan
makin banyak teknologi yang canggih makin besar nilai tambahnya. Dalam
hal ini PT IPTN mendapatkan order dari Boeing untuk membuat primary structure, bukan sekunder dan
tersier. Saya baca salah satu surat kabar yang mengatakan salah satu
saingan yang terbesar dari PT IPTN adalah RRC, karena RRC sudah
mendapatkan ratusan ribu order roda dan sebagainya. Dia lupa bahwa
komponen struktur sekunder dan tersier nilai tambahnya tidak setinggi
seperti komponen struktur primer yang dibuat PT IPTN. Bukan karena RRC
itu bodoh, RRC pintar dan punya banyak orang, tapi RRC tidak bisa
mendapatkan teknologi canggih dan mesin-mesin yang canggih karena ada
larangan mesin canggih dari Amerika atau dari dunia NATO diberikan
kepada negara komunis.
Jadi, kita harus tahu bahwa dalam tempo
12 tahun saja PT IPTN sudah membuat pesawat terbang dan helikopter
bahkan sudah mengekspor komponen untuk industri pesawat terbang raksasa,
Boeing. Tahun 1986 waktu PT IPTN mendapat pengakuan dari Boeing sebagai
qualified bidder, dan mendapatkan
order sebesar US$ 7.000 setelah kita menyelesaikan order itu,
mendapatkan order berikutnya senilai US$ 30 juta.
Dan Dr. Yamada, Direktur Utama Kawasaki Heavy Industry, yang membuat pesawat terbang berkata kepada saya: "Yang Anda peroleh dari Boeing itu punya saya". Dr. Yamada protes kepada Boeing, Boeing meminta maaf. Hal ini dilakukan karena PT IPTN memberikan harga yang sangat kompetitif, sementara yen makin kuat saja.37 Boeing memberikan subkontrak waktu itu antara 22 s/d 27 milyar US Dollar sampai pada kurang lebih 3.000 perusahaan yang qualified untuk Boeing, diantaranya 60% dari Amerika Serikat, 31% dari Kanada, dan Eropa 9%.
Dan Dr. Yamada, Direktur Utama Kawasaki Heavy Industry, yang membuat pesawat terbang berkata kepada saya: "Yang Anda peroleh dari Boeing itu punya saya". Dr. Yamada protes kepada Boeing, Boeing meminta maaf. Hal ini dilakukan karena PT IPTN memberikan harga yang sangat kompetitif, sementara yen makin kuat saja.37 Boeing memberikan subkontrak waktu itu antara 22 s/d 27 milyar US Dollar sampai pada kurang lebih 3.000 perusahaan yang qualified untuk Boeing, diantaranya 60% dari Amerika Serikat, 31% dari Kanada, dan Eropa 9%.
Mitsubishi Heavy Industry dan Kawasaki
baru 10 tahun yang lalu mendapatkan Boeing dan General Dynamic qualification untuk membuat primary structure. Mereka sudah jauh, lebih
seratus tahun bekerja, dan pernah membuat Hayabusa, dan lain-lain.
Jepang ketinggalan karena tidak boleh membuat pesawat terbang setelah
kalah perang, dan sekarang mengejar kemajuan.
Tadi
saya singgung sedikit bahwa Indonesia adalah suatu negara yang tidak
menguasai proses nilai tambah dan biaya tambah dengan memanfaatkan high
technology untuk prasarana ekonomi dan juga untuk kebutuhan dasar
manusia.
Kebutuhan dasar manusia mendapat
prioritas yang lebih tinggi dari prasarana ekonomi. Tadi dikatakan kalau
kita dahulu mau membeli pesawat terbang apakah pesawat terbang militer
atau komersial kita selalu pertama menilai hal-hal teknis, apakah
memenuhi persyaratan kita atau tidak, kedua persoalan finansial, apakah
pembayarannya bisa menggunakan soft loan
atau kredit ekspor, ketiga soal
jadwal. Sekarang kita tambah kriterianya, yaitu pihak penjual harus
memberikan offset. Artinya, kalau kita membeli pesawat terbang F-16,
kita sebut angka supaya enak menghitungnya misalnya 100 juta US Dollar,
maka kita tahu bah- wa dari 100 juta US Dollar maksimum mungkin harus
didaur ulang (recycle) dalam ekonomi kita untuk lapangan pekerjaan di
bidang kedirgantaraan. Karena itu saat kita dahulu membeli 12 pesawat
terbang F-16 seharga lebih kurang 350 s/d 400 juta US dolar, kita
meminta offset senilai 35%.
Siapa yang memberikan offset yang
paling tinggi kita beli produknya. Kepada industri pesawat terbang kita
minta memberikan pekerjaan pembuatan primary
structure, Prancis memberikan 25%, Amerika 35%, maka kita
ambil Amerika. Tetapi kita harus tahu bahwa dari 12 pesawat ter- bang
dengan 35% offset untuk primary structure
itu kita tidak membuat untuk 12 pesawat. Saya telah menanda-tangani
offset dengan General Dynamic untuk membuat primary structure untuk 400
pesawat tempur Angkatan Udara Amerika Serikat F-16. Dalam hal ini kita
untung dalam ketrampilan.
Dulu kita hanya memikirkan membeli
dengan soft loan, sekarang kita memikirkan lapangan pekerjaan,
kesempatan bekerja untuk anak cucu kita untuk menjadi lebih pandai,
lebih trampil, lebih potensial, mempunyai kualitas lebih tinggi dan
nanti akan terus menjalar, dan ini sudah berhasil sekarang antara lain
melalui implementasi berbagai program produksi dan subkontrak di IPTN.
Itu
kemajuan satu langkah lagi, kita tidak memikir me-ngenai marketing
berkait dengan penjualan atau pembelian. Hanya dengan compatibility kita bisa merebut teknologi
canggih itu.
Tidak ada satu orang di dunia bisa
mengatakan bahwa produksi dalam negeri kita jelek karena produksi dalam
negeri kita ternyata dimanfaatkan oleh General Dynamic untuk kapal
terbang tempur yang paling canggih di dunia yaitu F-16 dari Amerika
Serikat. Tidak hanya itu saja, ternyata komponen pesawat terbang buatan
PT IPTN juga dimanfaatkan oleh semua pesawat terbang dari Boeing. PT
IPTN mendapatkan 30 paket pembuatan flap untuk 200 pesawat terbang.
Semua paket tersebut diselesaikan PT IPTN tepat pada waktunya dengan quality dan cost
seperti yang dijanjikan.
Usaha untuk memajukan sektor industri
terus diupayakan searah dengan program industrialisasi di tanah air.
Demikian pula halnya dengan program riset untuk menunjang kegiatan
industri dengan bekerjasama dengan luar negeri. Dalam kerjasama ini
dilakukan pertukaran timbal balik para sarjana ke dua negara yang
dilakukan sesuai dengan pelaksanaan program riset bersama yang telah
di-sepakati sebelumnya. Titik tolak untuk memiliki program riset bersama
adalah selalu pemanfaatan ekonomis dari hasil-hasil riset yang
diharapkan untuk keuntungan ke dua belah pihak.
Dengan
demikian, boleh dikatakan bahwa :
- Pada saat ini suatu proses reorientasi telah terjadi di bidang ilmu pengetahuan, riset dan teknologi. Proses tersebut pada masa mendatang akan meningkat pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
- Intensifikasi hubungan antara ilmu pengetahuan dan pembangunan ekonomi dapat terlaksana menurut model Perusahaan/Pabrik Pesawat Terbang PT IPTN, di mana insinyur-insinyur muda dan ahli-ahli kejuruan Indonesia secara terprogram, terarah, dan bertahap dapat langsung berpartisipasi dalam proses industrialisasi Indonesia.
- Pada tingkat antar-negara, perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani merupakan contoh efektif dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
- Reorientasi kerjasama dengan pihak luar negeri di bidang ilmu pengetahuan, riset dan teknologi harus berlandaskan kepentingan ekonomi ke dua belah pihak. Oleh karena itu pembangunan kapasitas riset secara bersama harus dikonsep untuk jangka waktu panjang.
- Partisipasi dunia usaha kedua belah pihak perlu makin dilibatkan dalam perumusan dan pilihan program riset bersama, sehingga pemanfaatan hasil-hasilnya untuk perkembangan ekonomi dapat dijamin.
Pengalihan teknologi seperti dalam kasus PT IPTN merupakan
bukti nyata bagi peranan ilmu pengetahuan sebagai jembatan antar bangsa.
Beberapa aktivitas dan proyek yang saya gambarkan tadi sekadar contoh
di mana sedang dilakukan investasi-investasi pada tingkat yang
diperlukan agar Indonesia dapat mengembangkan dan mengubah struktur
ekonominya menjadi sistem ekonomi yang lebih seimbang dan
berproduktivitas prestasi tinggi seperti yang telah digambarkan di atas.
Bersambung
Bersambung
No comments:
Post a Comment