Sejauh yang menyangkut upaya
pengembangan riset dan teknologi ini, sebagai negara berkembang,
Indonesia masih menghadapi beberapa keterbatasan yang sangat mendasar,
yang lazimnya di sebut Tri-Kendala Risteknas.
Pertama, adalah keterbatasan yang menyangkut masalah dana.
Kedua, walaupun di berbagai bidang, teknologi kita sudah cukup memadai, namun pada umumnya teknologi yang kita miliki masih memerlukan banyak penyempurnaan. Masih banyak teknologi yang harus dialihkan dan dikembangkan lebih lanjut di Indonesia.
Ketiga, masih langkanya manusia berkualitas tinggi yang dapat menginterpretasikan, mengu- asai dan mengendalikan teknologi untuk proses nilai tambah.
Pertama, adalah keterbatasan yang menyangkut masalah dana.
Kedua, walaupun di berbagai bidang, teknologi kita sudah cukup memadai, namun pada umumnya teknologi yang kita miliki masih memerlukan banyak penyempurnaan. Masih banyak teknologi yang harus dialihkan dan dikembangkan lebih lanjut di Indonesia.
Ketiga, masih langkanya manusia berkualitas tinggi yang dapat menginterpretasikan, mengu- asai dan mengendalikan teknologi untuk proses nilai tambah.
Sungguhpun
demikian, ketiga kendala itu bukan merupakan keterbatasan yang tidak
dapat diatasi. Bumi dan air Indonesia mengandung sumber daya alam dan
energi dalam jumlah yang berlimpah-ruah, baik yang terbaharukan maupun
yang tidak.
Persediaan minyak dan gas bumi, barang tambang, sumber daya kehutanan, hasil bumi, kekayaan laut, dan semua kekayaan alam yang kita miliki, terbuka untuk dikelola dan dimanfaatkan guna menghasilkan dana- dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, termasuk pembangunan riset dan teknologi.
Persediaan minyak dan gas bumi, barang tambang, sumber daya kehutanan, hasil bumi, kekayaan laut, dan semua kekayaan alam yang kita miliki, terbuka untuk dikelola dan dimanfaatkan guna menghasilkan dana- dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, termasuk pembangunan riset dan teknologi.
Di samping itu,
perkembangan teknologi di dunia dewasa ini semakin pesat. Dengan
demikian, persediaan dunia akan teknologi di semua bidang semakin besar.
Lagi pula, bangsa di dunia dewasa ini, terutama yang mempunyai hubungan
persahabatan yang baik dengan Indonesia, pada umumnya semakin terbuka
bagi pengalihan teknologi atas dasar manfaat kedua belah pihak. Dengan
demikian, teknologi yang kita butuhkan untuk pembangunan bangsa cukup
tersedia di dunia sekeliling kita. Kembali terpulang pada kita sendiri,
apakah kita mampu atau tidak untuk mengadakan, mengalihkan, memanfaatkan
dan mengem- bangkannya di tanah air.
Selanjutnya,
penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 185 juta (paruh pertama
1990-an), cukup mengandung potensi untuk melahirkan sejumlah besar
tenaga ahli. Dan pengalaman menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dalam
waktu satu windu telah dapat menyerap teknologi yang paling mutakhir
sekalipun.
Mengingat hal itu, agaknya kita
tidak
perlu berkecil hati. Dengan semangat dan kerja keras, Insya Allah kita
akan dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan itu dalam waktu
sesingkat-singkatnya, sehingga pada waktunya, bangsa Indonesia akan
dapat mencapai cita-citanya menuju masyarakat maju, mandiri dan
berkeadilan.
Tentu saja tidak boleh dilupakan
bahwa
kita harus pandai-pandai menggunakan dana dan daya yang terbatas itu
seoptimum mungkin, dan dalam kombinasi yang baik dengan melakukan
pilihan teknologi yang setepat-tepatnya. Dana dan daya yang terbatas itu
harus digunakan untuk mengalihkan dan mengembangkan teknologi di dalam
proses nilai tambah yang mempunyai dampak penggandaan (multiplier effect) yang paling besar, dalam
arti mampu mendorong dikembangkannya berbagai teknologi di sebanyak
mungkin proses nilai tambah lainnya, melalui kaitankaitan ke muka dan ke
belakang.
Dana dan daya yang langka harus
dimanfaatkan untuk mengalihkan dan mengembangkan teknologi proses nilai
tambah. Di dalam hal ini dapat dilaksanakan rencana produksi progresif
yang mempunyai dampak penggandaan besar, sekaligus menghasilkan barang
dan jasa yang langsung dapat dipasarkan di masyarakat, baik masyarakat
dalam negeri, masyarakat regional ataupun masyarakat dunia.
Sungguh
menggembirakan bahwa alokasi dana untuk kegiatan riset dan teknologi di
Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat. Namun demikian, tetap
saja tidak boleh dilupakan bahwa besarnya anggaran bukan merupakan
ukuran satu-satunya untuk menakar kekuatan dan gairah hidup suatu
masyarakat ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ada tiga indikator lainnya yang lebih berbobot.
Dua indikator pertama tertuju dari masyarakat ilmiah ke masyarakat yang lebih luas; sedang yang ketiga menyang- kut bekerjanya masyarakat itu secara intern.
Ada tiga indikator lainnya yang lebih berbobot.
Dua indikator pertama tertuju dari masyarakat ilmiah ke masyarakat yang lebih luas; sedang yang ketiga menyang- kut bekerjanya masyarakat itu secara intern.
Indikator
pertama adalah penghargaan
masyarakat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi: sejauh mana masyarakat
umum memahami dan menghargai peran utama ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai daya penggerak pertumbuhan dan pembangunan masyarakat mereka.
Kedua
adalah kemampuan efektif masyarakat
ilmu pe-ngetahuan untuk memainkan peranan ini. Hal ini diukur dengan
kesediaan dan kemampuannya untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara berhasil guna dan produktif dalam rangka pemecahan
masalah kongkret masyarakat; serta kemampuan untuk menjadikan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai suatu hal nyata daripada sekadar
menghasilkan laporan-laporan indah mengenai masalah "ilmu pengetahuan
demi ilmu pengetahuan".
Indikator ketiga
adalah daya guna intern masyarakat ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri. Sejauh mana ia mampu menggunakan secara sistematis dan efisien
dana dan kelengkapan terbatas, dengan orientasi yang konsisten mengarah
pada tujuan dan sasaran yang jelas.
Bagaimana cara
memperoleh peningkatan dalam indikator-indikator ini?
Dua sifat masyarakat ilmiah berikut ini sepatutnya merupakan pangkal tolak dalam pengelolaan kebijaksanaan apa pun mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan terlebih dahulu perlu diingat bahwa betapa pun baiknya secara konseptual, tidak ada kebijaksanaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggerakkan dirinya sendiri. Setiap kebijaksanaan dilaksanakan oleh manusia-manusia kongkrit, oleh para ilmuwan dan tenaga teknisi dalam masyarakat ilmiah. Karena itu baik untuk diingat sejak dini bahwa:
Dua sifat masyarakat ilmiah berikut ini sepatutnya merupakan pangkal tolak dalam pengelolaan kebijaksanaan apa pun mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan terlebih dahulu perlu diingat bahwa betapa pun baiknya secara konseptual, tidak ada kebijaksanaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggerakkan dirinya sendiri. Setiap kebijaksanaan dilaksanakan oleh manusia-manusia kongkrit, oleh para ilmuwan dan tenaga teknisi dalam masyarakat ilmiah. Karena itu baik untuk diingat sejak dini bahwa:
Pertama,
semua ilmuwan tulen, di mana pun tanpa kecuali, yakin sedalam-dalamnya
bahwa ilmu pengetahuan yang mereka geluti serta kegiatan riset yang
mereka kembangkan itulah yang paling penting dan paling pokok di seluruh
dunia. Keyakinan inilah yang merupakan daya motivasi untuk dedikasi
mereka, sehingga bersedia mencu- rahkan waktu berlama-lama bahkan
menghabiskan seluruh hidupnya untuk usaha pemecahan masalah ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bahkan dalam keadaan penghasilan yang relatif
rendah, kelengkapan yang tidak memadai, kurang penghargaan, atau
keadaan yang kadang-kadang berbahaya, mereka tetap memegang
keyakinannya, demi mencari pendekatan pertama atau yang paling baik
dalam rangka mencapai kebenaran.
Kedua,
untuk mendapatkan hasil yang paling
baik, sepatutnya para ilmuwan tidak merasa dibatasi oleh kendala-kendala
bukan-ilmiah yang dibuat-buat. Seyogyanya mereka merasa bebas: bebas
dalam pikiran; bebas dalam tindak- an; bebas untuk membuat kekeliruan
yang murni. Mereka semestinya bebas dari ketakutan mendapatkan hukuman
karena kesalahan yang dibuat dalam riset. Hanya dalam lingkungan yang
bebas para ilmuwan akan memperoleh ruang kreasi yang kondusif bagi
pencapaian hasil yang maksimum dengan dana dan kelengkapan yang ada.
Hanya jika bebas, seorang ilmuwan dapat mengerahkan energi mereka
sepenuhnya untuk melakukan penjelajahan-penjelajahan ilmiah,
mengembangkan pemikiran yang orisinal, mengembangkan inovasi,
menciptakan terobosan-terobosan baru, memajukan ilmu pengetahuan, dan
memecahkan masalah kongkrit.
Tentu, ini tidak berarti bahwa
segala
kemauan mereka harus selalu dituruti. Agar kegiatan-kegiatan ilmiah yang
dilakukan para ilmuwan tersebut bisa berhasil dan berdaya guna, maka
perlu adanya pedoman dan orientasi yang jelas.
Di
sinilah perlunya manajemen dan manajer ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam menjalankan perannya, manajer ilmu pengetahuan dan teknologi harus
bersifat pragmatis. Manajer ilmu pengetahuan dan teknologi bertanggung
jawab untuk menunjukkan hasil tertentu: hasil yang relevan untuk
menyelesaikan masalah pembangunan kongkrit dalam masyarakat; hasil yang
harus didapatkan dalam waktu sesingkat mungkin. Manajer didesak untuk
menunjukkan hasil walaupun program yang ada bertumpang-tindih, tidak
konsisten dan tidak terkoordinasi.
Manajer harus menunjukkan hasil, tidak peduli penghargaan masyarakat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi tidak memadai. Manajer terdesak harus menunjukkan keluaran meskipun rendahnya penghasilan mereka mempersulit dedikasi penuh para ilmuwan dan tenaga teknisi pada tugas-tugasnya. Manajer terdesak untuk menciptakan penggunaan optimum sumber daya apa saja yang tersedia dan untuk menunjukkan dengan hasil kongkrit peran kunci ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses pembangunan bangsa.
Manajer harus menunjukkan hasil, tidak peduli penghargaan masyarakat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi tidak memadai. Manajer terdesak harus menunjukkan keluaran meskipun rendahnya penghasilan mereka mempersulit dedikasi penuh para ilmuwan dan tenaga teknisi pada tugas-tugasnya. Manajer terdesak untuk menciptakan penggunaan optimum sumber daya apa saja yang tersedia dan untuk menunjukkan dengan hasil kongkrit peran kunci ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses pembangunan bangsa.
Ketiga,
dengan memberikan lokasi tunggal
untuk pelak- sanaan riset multidisiplin, pusat ini membantu peningkatan
koordinasi program.
Keempat,
memusatkan manusia dengan bidang perhatian dan sikap serupa akan
membantu menciptakan lingkungan yang menunjang inovasi-inovasi dan
pertukaran bebas informasi.
Kelima,
pendapatan yang meningkat dari penelitian dan pemberian jasa-jasa
ilmiah, atas dasar kontrak yang dibayar oleh kalangan bisnis dan
pemerintah yang tertarik pada tersedianya peralatan modern dan
tersedianya personil berkualitas tinggi, akan meningkatkan penghasilan
masyarakat ilmiah di pusat-pusat penelitian.
Semua
itu berarti bahwa optimasi sumberdaya dan optimisasi kebebasan ilmiah
merupakan dasar utama kebijaksanaan riset dan teknologi di Indonesia.
Itulah sebabnya ketika saya untuk pertama kalinya mendapat kehormatan
menjadi pembantu Presiden Soeharto dalam merumuskan dan melaksanakan
kebijaksanaan ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air ini, saya
berketetapan hati bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan dikembangkan
di Indonesia hanya sepanjang hal itu menunjang perolehan dan
pengembangan teknologi yang tepat dan berguna untuk penyempurnaan proses
nilai tambah produktif, atau secara lebih umum, menunjang pemecahan
masalah kongkrit Pembangunan Nasional. Dengan perkataan lain, langsung
atau tidak langsung, ilmu pengetahuan dan teknologi harus menunjang
pembangunan nasional.
Bersambung
Sumber: Prof. B.J. Habibie
Bersambung
Sumber: Prof. B.J. Habibie
Foto oleh: Arip Nurahman
Lokasi: Desa Bangunharja
"Beban dan penderitaan kaum miskin harus menjadi prioritas dalam upaya memperbaiki nasib bangsa"
~Arip~