Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kunci untuk pembangunan bangsa. Hanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa dapat berkembang menjadi sumber daya manusia terbarukan yang mempunyai potensi ekonomis. Hanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa akan berguna untuk dirinya sendiri dan untuk bangsa-bangsa lain dan tidak hanya menjadi beban pada dunia serta menjadi sumber ketegangan sosial dan pertikaian. Untuk dapat memindahkan dan menyesuaikan teknologi secara berhasil, manusia harus memecahkan sendiri perso- alan-persoalannya.
Tidak mungkin manusia akan dapat berkembang dengan
membiarkan persoalan-persoalan mereka dipecahkan oleh orang-orang dari
negara lain yang teknologinya lebih maju. Melakukan hal ini mungkin
merupakan jalan yang paling cepat untuk memecahkan persoalan yang
bersangkutan. Tetapi cara ini sangat tidak berguna untuk mengembangkan
kemampuan suatu bangsa merealisasikan potensi ekonominya.
Suka tidak suka, satu-satunya pihak yang mampu mengembangkan manusia
menjadi suatu bangsa besar adalah mereka itu sendiri, melalui
usaha-usaha sendiri menyelesaikan problema mereka dengan penggunaan
teknologi apa saja yang telah dikembangkan dan dipakai oleh
bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Di lain
pihak, pemaksaan swasembada mutlak dalam produksi dan teknologi juga
sukar dibenarkan secara ekonomis dan politis. Berusaha mengembangkan
sendiri setiap metodologi dan setiap teknologi untuk semua keperluan
sangat mahal dilihat dari sudut waktu dan sumber-sumber daya. Dan
walaupun rakyat negara bersangkutan dapat berkembang menjadi suatu
bangsa yang ekonomis berdiri sendiri, strategi mengisolasi diri seperti
ini sangat tidak membantu dalam menjalin hubungan mesra dan bersahabat
dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
Satu-satunya jalan yang benar yang dapat ditempuh rakyat
suatu negara dalam proses pembangunan bangsa menurut paham saya adalah
sejak semula meletakkan dasar-dasar hubungan dengan rakyat negara-negara
lain di dunia, baik mereka yang telah lebih maju dalam proses
pernbangunan bangsanya maupun dengan yang masih sama-sama dalani
fase-fase permulaan dari proses itu.
Dengan bertindak demikian, negara bersangkutan akan bebas mencari ke
seluruh dunia teknologi-teknologi yang cocok untuk pemecahan
masalah-masalah yang dihadapinya dan dengan begitu dapat mempercepat
proses perubahannya menjadi suatu bangsa yang kuat.
Dengan demikian dunia kita di masa depan akan dapat terdiri
dari bangsa-bangsa yang kuat dan percaya pada diri sendiri,
masing-masing berkepribadian sendiri dalam kebudayaan dan sistem
politiknya akan tetapi semuanya sama-sama berpartisipasi serta
memberikan sumbangannya pada pertumbuhan ekonomi dunia sehingga
terciptalah suatu proses pemakmuran di seluruh dunia yang saling
menunjang.
Hanya melalui proses pembentukan suatu
sistem internasional yang terdiri dari kesatuan-kesatuan yang sama-sama
berhasil dengan caranya masing-masing membangun bangsanya dan dalam
proses itu mampu menyerap teknologi-teknologi bangsa lain serta berhasil
menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan bangsa-bangsa itu,
dapat dijamin pertumbuhan suatu ekonomi dunia yang senantiasa
berkembang.
Sampai dimana kita dapat berhasil
mencapai pertumbuhan bersama itu tergantung pada volume informasi yang
ke antara negara dan negara kita, besarnya hubungan ekonomis, besarnya
dan mendalamnya pengertian politik, meluasnya hubungan kultural, tingkat
pertukaran teknologi, volume kerjasama ilmu pengetahuan, pendeknya,
pada besarnya serta mendalamnya hubungan antar negara-negara di seluruh
dunia Menuju Dimensi Baru Kehidupan Bangsa
Mengingat adanya kendala-kendala bagi transformasi kita menjadi bangsa
berteknologi dan berindustri modern, timbul pertanyaan: terlalu cepatkah
kita melangkah ke arah transformasi teknologi dan industri? Pertanyaan
itu penting dan perlu dijawab.
Pada tanggal 14 November 1985 yang lalu, Presiden Soeharto memenuhi
permintaan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk berbicara di
Sidang FAO sebagai penghargaan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut
atas keberhasilan Indonesia mengatasi kekurangan pangannya.
Dunia telah mencatat bahwa Indonesia yang pada tahun 1968
baru menghasilkan 11,7 ton beras, pada tahun 1984 telah berhasil
menaikkan produksi berasnya sebesar 121% menjadi 25,8 juta ton, dan pada
tahun 1985 meningkat lagi menjadi sekitar 26,3 juta ton.
Kebutuhan beras per kapita per hari manusia adalah 400 gram. Jika pada
tahun l969, produksi beras Indonesia berjumlah 290 gram per kapita per
hari, pada tahun 1983 dapat dihasilkan 420 gram per kapita per hari dan
di tàhun 1984, 410 gram per kapita per hari. Kita swasembada beras.
Sementara itu, produksi gula per kapita per hari pun meningkat dari 17
gram pada tahun 1969 menjadi 29 gram di tahun 1984. Sedangkan produksi
minyak sawit per kapita per hari telah meningkat dari 45 gram tahun 1969
menjadi 17 gram tahun 1984.
Di samping itu telah diperoleh juga
kemajuan pesat di bidang kesehatan dan keluarga berencana serta
pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Ini berarti bahwa
pada saat ini, beberapa sasaran pokok awal pembangunan nasional telah
tercapai. Dengan kata lain, telah dicapai banyak kemajuan dalam usaha
kita mengembangkan potensi bangsa Indonesia menjadi sumber daya manusia
yang berpotensi ekonomi.
Dalam pada itu, stabilitas ekonomi, moneter dan politik tetap
terpelihara; cadangan devisa Indonesia cukup besar. Kredibilitas
Indonesia di dunia internasional cukup tinggi.
Upaya peningkatan kesejahteraan ini dikejar beriringan
dengan usaha menerapkan pola-pola pemerataan pendapatan sesuai dengan
konsep keadilan.
Konsep ini didasarkan pada pemikiran bahwa pada prinsipnya semua manusia
mengandung potensinya sendiri-sendiri yang perlu dikembangkan sehingga
semua anggota masyarakat dapat berperan serta dalam proses peningkatan
kemakmuran masyarakatnya sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Ketimpangan yang mencolok dalam pembagian pendapatan adalah
tidak adil dan merupakan sumber keresahan sosial yang mengganggu
mantapnya kehidupan bersama dalam masyarakat dan negara.
Jika bertambah dengan laju pertumbuhan 2,9% per tahun, tenaga kerja
Indonesia yang menurut Sensus 1980 berjumlah 52,4 juta jiwa pada tahun
1980, di tahun 2000 akan berjumlah 93,8 juta jiwa. Dengan mengikuti
metoda elastisitas kesempatan kerja, maka dengan menggunakan berbagai
praanggapan mengenai laju pertumbuhan ekonomi dan elastisitas kesempatan
kerja sektoral tertentu dapat diperkirakan bahwa di tahun 2000 tingkat
pengangguran terbuka akan berjumlah sekitar antara 9,9% sampai 19,6%.
Laju pertumbuhan sektor-sektor industri dan jasa harus ditingkatkan
sehingga dapat menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin. Tentu, secara
aritmatis dapat dikatakan bahwa dengan mengurangi tingkat produktivitas,
daya serap sektor-sektor tersebut akan makin besar.
Namun produktivitas rendah juga berarti pendapatan rendah;
dan bertentangan dengan rasa keadilan.
Maka dengan telah tercapainya beberapa sasaran pokok awal pembangunan
nasional pada satu pihak, dan dengan mengingat masih besarnya masalah
kesempatan kerja di kemudian hari, sudah semakin urgen ditingkatkan
usaha transformasi teknologi dan industri kita sehingga semua sektor,
terutama sektor industri dan jasa, menjadi makin moderen. Dan dengan
demikian tidak saja mampu menye-rap tenaga kerja sebesar mungkin tetapi
juga dapat menyediakan pekerjaan yang produktif dan berpenghasilan
tinggi. Tidak ada jalan lain yang sesuai dengan semangat perjuangan
nasional kita kecuali bergerak ke suatu dimensi baru kehidupan nasional
kita, yaitu Indonesia modern.
Setiap perubahan digerakkan oleh suatu aspirasi.
Daya geraknya adalah jiwa manusia: yang tergerak oleh
aspirasi masyarakat yang menghendaki kehidupan baru. Sedang aspirasi itu
sendiri timbul dari adanya kesengsaraan dalam hidupnya.
Demikian juga halnya dengan revolusi perjuangan nasional kita yang lahir
dari semangat bangsa yang hidup sengsara dan tertindas di bawah
belenggu penjajahan, dan karena itu mendambakan suatu kehidupan baru,
yang tidak mungkin bisa diraihnya dalam konstelasi masyarakat pada masa
penjajahan.
Semangat bangsa itu dipersiapkan pada zaman Boedi Oetomo 1908,
dilanjutkan dalam zaman Sumpah Pemuda 1928, lantas bergerak maju menuju
Proklamasi Kemerdekaan 1945 dan berlanjut terus hingga kini. Semangat
itu adalah semangat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Tugas kita sebagai pemikir adalah memberi bentuk nyata pada
semangat itu. Kita harus mempunyai ideal-ideal, bukan untuk diri kita
tetapi untuk bangsa kita. Kita wajib bermimpi tentang masa depan bangsa
kita. Kita wajib bermimpi tentang kehidupan yang lebih baik untuk
seluruh bangsa kita. Tetapi sebagai orang yang berpendidikan, kita harus
sadar bahwa mewujudkan impian itu membutuhkan kerja keras.
Melakukan transformasi teknologi dan industri berarti bergerak ke arah
dimensi baru dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Cepat atau lambat
dimensi baru bangsa Indonesia itu akan diakui dunia internasional.
Dimensi inilah yang sering tidak terlihat jika mengadakan perhitungan
mikro dan makro ekonomi yang lazim digunakan untuk menilai
layak-tidaknya pendirian industri.
Memang,
bergerak ke dimensi baru dalam kehidupan suatu bangsa mengandung risiko:
risiko pemikiran baru, risiko inovasi dalam pemikiran.
Sebagai bangsa, kita harus pandai melakukan kedua macam pemikiran:
berpikir untung-rugi, biaya-manfaat dan berpikir baru. Menggunakan
analisis biaya-manfaat sangat berguna untuk menghindari dilakukannya
investasi yang merugikan. Sedang melakukan inovasi memang dapat
mendatangkan kerugian besar. Namun, menghindar dari kemungkinan rugi
juga dapat berarti melepaskan kesempatan beralih ke dimensi baru dan
tetap terpaku pada posisi lama yang jelas akan merugikan dari sudut
idealisme dan semangat perjuangan.
Untuk
mencapai tingkat kemahiran industri yang memadai secara internasional
diperlukan waktu: waktu untuk mengikuti suatu kurva belajar (learning
curve). Hidup tidak mungkin menggantungkan harapan pada jatuhnya jenius
dari langit. Lazimnya, Meister von Himmel gefallen tidak ada. Pada
umumnya, semua manusia di dunia ini harus menjalani suatu proses
belajar, belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan dan
keberhasilan sendiri. Dan dalam belajar, lazimnya dibutuhkan energi yang
lebih banyak dan investasi lebih besar dari energi dan investasi yang
dilakukan oleh yang sudah mahir.
Pendekatan kita kepada wahana transformasi industri harus dan akan
selalu pragmatis.
Namun, di dalam wahana yang sedang
ditumbuhkan itu, kita berada dalam gerakan ke atas. Dan seperti
galibnya, suatu gerakan ke atas selalu membutuhkan energi yang lebih
banyak.
Untuk itu, masyarakat seyogyanya rela memberi pada industri-industri
nasionalnya yang sedang tumbuh, waktu untuk belajar, waktu untuk
memperoleh pengalaman, membuat kesalahan, dan mengatasi berbagai
penyakit anak. Di tahun 1994, kita mulai memasuki era tinggal landas.
Di tahun 2026, industri-industri wahana transformasi
Indonesia insya Allah sudah akan beroperasi dengan sangat efisien,
produktif, dan optimum. Pada saat itu, daya penggerak industrialisasi
kita tidak akan terbatas pada pasaran domestik kita saja. Daya penggerak
industrialisasi kita akan mencakup pula pasaran regional dan pasaran
internasional.
Apakah suatu hal yang berlebihan jika para produsen Indonesia diberi
waktu sesingkat itu untuk mengejar dimensi baru kehidupan bangsanya?
Sumber: Prof. B.J. Habibie
Foto oleh: Arip Nurahman
Lokasi: Desa Bangunharja
"Semoga dengan merencanakan masa depan kita dapat menujunya"
~Arip~