Monday, August 20, 2012

Presidential - Innovation Lecture Bacharudin Jusuf Habibie

Presidential - Innovation Lecture Bacharudin Jusuf Habibie 
Pada Acara HARI KEBANGKITAN TEKNOLOGI NASIONAL 2012 
Bandung, 10 Agustus 2012



Reaktualisasi Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Membangun Kemandirian Bangsa

Ysh. Gubernur/Kepala Daerah Propinsi Jawa Barat,
Ysh. Para Pejabat Kementerian Riset Dan Teknologi,
Ysh. Muspida dan Pejabat tingkat Propinsi Jawa Barat,
Bapak‐bapak dan Ibu‐ibu para peneliti, penggiat dan pemerhati Iptek yang saya cintai,
Hadirin yang terhormat,

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua.

HAKTEKNAS DAN N‐250 Hari ini tanggal 10 Agustus 2012, 17 tahun lalu, tepatnya 10 Agustus 1995, dalam rangka peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa kita telah menggoreskan pena sejarahnya dengan terbang perdana pesawat terbang canggih N‐250. Pesawat turboprop tercanggih ‐‐ hasil disain dan rancang bangun putra‐putri bangsa sendiri ‐‐ mengudara di atas kota Bandung dalam cuaca yang amat cerah,seolah melambangkan cerahnya masa depan bangsa karena telah mampu menunjukkan kepada dunia kemampuannya dalam penguasaan sain dan teknologi secanggih apapun oleh generasi penerus bangsa. 

Bandung memang mempunyai arti dan peran yang khusus bagi bangsa Indonesia. Bukan saja sebagai kota pendidikan, kota pariwisata atau kota perjuangan, namun Bandung juga kota yang menampung dan membina pusat‐pusat keunggulan Iptek, sebagai penggerak utama proses nilai tambah industri yang memanfaatkan teknologi tinggi (high tech). 

Kita mengenang peristiwa terbang perdana pesawat N250 itu sebagai Hari Kebangkitan TeknologiNasional (HAKTEKNAS), yang dalam pandangan saya merupakan salah satu dari lima “Tonggak Sejarah”bangsa Indonesia, yaitu: 

Pertama : Berdirinya Budi Utomo, 20 Mei 1908 (Hari Kebangkitan Nasional – 20 Mei); 
Kedua : Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 (Hari Sumpah Pemuda – 28 Oktober); 
Ketiga : Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 
(Hari ProklamasiKemerdekaan ‐ 17 Agustus); 
Keempat : Terbang perdananya pesawat paling canggih Turboprop N250 
(Hari KebangkitanTeknologi Nasional – 10 Agustus); 
Kelima : Diperolehnya “Kebebasan”, dengan dimulainya kebangkitan demokrasi pada tanggal 21 Mei 1998. 

Pada tahun 1985, sepuluh tahun sebelum terbang perdananya, telah dimulai riset dan pengembanganpesawat N250. Semua hasil penelitian dari pusat‐pusat keunggulan penelitian di Eropa dan AmerikaUtara dalam bidang ilmu dirgantara, ilmu aerodinamik, ilmu aeroelastik, ilmu konstruksi ringan, ilmurekayasa, ilmu propulsi, ilmu elektronik, ilmu avionik, ilmu produksi, ilmu pengendalian mutu (qualitycontrol) dsb, telah dikembangkan dan diterapkan di industri IPTN, di Puspitek, di BPPT dan di ITB.Dengan terbangnya N250 pada kecepatan tinggi dalam daerah “subsonik” dan stabiltas terbangdikendalikan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi “fly by wire”, adalah prestasi nyatabangsa Indonesia dalam teknologi dirgantara. Dalam sejarah dunia penerbangan sipil, pesawat N250adalah pesawat turboprop yang pertama dikendalikan dengan teknologi fly by wire.

Dalam sejarah dunia dirgantara sipil, pesawat Jet AIRBUS A300 adalah yang pertama kali menggunakanteknologi fly by wire, namun AIRBUS 300 ini terbang dalam daerah “transsonic” dengan kecepatantinggi, sebagaimana kemudian juga Boeing‐777. Fakta sejarah mencatat bahwa urutan pesawat penumpang sipil yang menerapkan teknologi canggihuntuk pengendalian dan pengawasan terbang dengan “fly by wire” adalah sebagai berikut: 

1. A‐300 hasil rekayasa dan produksi Airbus Industri (Eropa) 

2. N‐250 hasil rekayasa dan produksi Industrie Pesawat Terbang Nusantara IPTN, sekarangbernama PT. Dirgantara Indonesia (Indonesia) 

3. BOEING 777 hasil rekayasa dan produksi BOEING (USA) 

Fakta sejarah dunia dirgantara juga mencatat bahwa 9 bulan sebelum N250 melaksanakan terbangperdananya, pada hari Rabu tanggal 7 December 1994 di Montreal Canada, kepada tokoh yang dianggappaling berjasa dalam industri dirgantara sipil dunia diberikan medali emas “Edward Warner Award ‐ 503Tahun ICAO”. Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka memperingati 50 tahun berdirinya“International Civil Aviation Organisation atau ICAO”, yang didirikan pada hari Kamis tanggal 7 Desember 1944 di Chicago – USA oleh Edward Warner bersama beberapa tokoh industri dirgantara yang lain. 

ICAO didirikan dengan tujuan membina perkembangan Industri dirgantara sipil di dunia. Upacarapenghargaan tersebut dihadiri oleh para Menteri Perhubungan Negara yang anggota PerserikatanBangsa Bangsa.Dalam upacara yang sangat meriah, khidmat dan mengesankan tersebut, Sekretaris Jenderal ICAOPhilippe Rochat yang didampingi oleh Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros‐Ghali, menyerahkanmedali emas “Edward Warner Award 50 Tahun ICAO” oleh kepada putra indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie. 

Bukankah kedua Fakta Sejarah Dirgantara ini telah membuktikan bahwa kualitas SDM Indonesia sama dengan kualitas SDM di Amerika, Eropa, Jepang dan China? Dengan peristiwa tersebut kita dapat membuktikan kepada generasi penerus Indonesia serta masyarakat dunia, bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan dan kualitas yang sama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) secanggih apapun yang sekaligus dilengkapi dengan kokohnya iman dan taqwa (Imtaq). 

Peningkatan jumlah dan kualitas manusia Indonesia yang terdidik tersebut juga melahirkan kesadaran akan peran dan tanggung jawab mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di kalangan generasi muda.

Para hadirin yang berbahagia Bukan hanya Pesawat Terbang N250 yang dipersembahkan oleh Generasi Penerus sebagai hadiah Ulang Tahun Kemerdekaan ke‐50 kepada Bangsa Indonesia 17 tahun yang lalu, tetapi mereka juga menyerahkan Kapal untuk 500 Penumpang dan Kereta Api Cepat, yang semuanya dirancang bangun oleh Generasi Penerus. Hal yang sekarang patut kita tanyakan adalah: Hadiah HUT Kemerdekaan ke 67 apa yang dapat kita persembahkan pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, 17 Tahun setelah prestasi yang membanggakan itu? 

Bagaimana keadaan Industri Strategis yang telah menghasilkan produk andalan yang membanggakan 17 Tahun yang lalu? 

Bagaimanakah keadaan industri Dirgantara dan Industri penunjangnya sekarang? 

Bagaimana perkembangan pusat keunggulan Ilmu Aerodinamik, Gadynamik, Getaran (LAGG), Ilmu Konstruksi Ringan (LUK), Elektronik (LEN) dsb. yang telah dimulai puluhan tahun yang lalu? 

Bagaimana keadaan pendidikan SDM yang mampu menguasai teknologi secanggihapapun? Masih banyak pertanyaan yang patut kita berikan dan jawab! 4 Pertanyaan tersebut di atas dapat dijawab dengan mengkaji fakta dan kecenderungan sebagai berikut: Produk pesawat terbang, produk kapal laut dan produk kerata api yang pernah kita rancangbangun‐‐ dalam “eufori reformasi” telah kita hentikan pembinaannya atau bahkan sedangdalam “proses penutupan”. Misalnya PT. DI yang dahulu memiliki sekitar 16.000 karyawan,sekarang tinggal kurang‐lebih 3.000 karyawan, yang dalam 3 sampai 4 tahun mendatangdipensiun karena tidak ada kaderisasi dalam segala tingkat. Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang mengkoordinir 10 Perusahaan yang pada tahun1998 memiliki kinerja turn‐over sekitar 10 Milliard US$ dengan 48.000 orang karyawan, kemudian dalam “eufori reformasi” dibubarkan! Pembinaan Industri Dirgantara, Industri Kapal,Industri Kereta Api, Industri Mesin, Industri Elektronik‐Komunikasi dan Industri Senjata, dsb.tidak lagi mendapat perhatian dan pembinaan! 

KEPPRES No. 1 tahun 1980 tentang ketentuan penggunaan produk pesawat buatan dalamnegeri dihapus dan PTDI tidak lagi didukung secara finansial maupun kebijakan industripendukung lain. PTDI berupaya untuk tetap bertahan hidup (survive) dengan berkonsentrasi kepada penjualanproduk yang ada a.l. CN235 dan pesawat lisensi NC212 dan helikopter. 

Di lain pihak, biaya pengembangan pesawat – termasuk pendidikan SDM terampil ‐‐ dianggaphutang kepada Pemerintah, yang mengakibatkan pembukuan PTDI buruk di mata perbankansehingga menyulitkan industri untuk dapat beroperasi dan tidak memungkinkan industriberinvestasi. PTDI melakukan diversifikasi usaha di berbagai bidang a.l., jasa aerostructure, engineeringservice dan maintenance‐repair‐overhaul dan tidak lagi menitikberatkan pada rancang bangundan produksi. 

Dengan terpuruknya program pengembangan dalam negeri, banyak design engineers yangmemilih pergi ke luar negeri (a.l. Amerika, Eropa) untuk bekerja di industri pesawat terbanglain. Sebagian besar dalam beberapa tahun pulang, setelah negara setempat mendahulukanpekerja lokal dibandingkan dengan pekerja asing (kasus: Embraer). Dengan berjalannya waktu, tanpa program pengembangan, PTDI tidak dapat melakukanpergantian/regenerasi karyawan engineering, yang pada gilirannya mengancam kapabilitasdan kompetensi PTDI sebagai produsen pesawat. 

Apa yang dialami oleh PT. Dirgantara, dialami pula oleh semua perusahaan yang dahuludikoordinir oleh Badan Pengelolah Industri Strategis, BPIS. Segala investasi yang dilaksanakan pada perkembangan dan pendidikan SDM yang trampil tanpakita sadari telah “dihancurkan” secara sistimatik dan statusnya kembali seperti kemampuanbangsa Indonesia 60 tahun yang lalu! Prasarana dan sarana pengembangan SDM di Industri, di PUSPITEK, di Perguruan Tinggi (ITB, ITS,UI, UGM, dsb.) serta di pusat‐pusat keunggulan yang dikoordinasikan oleh Menteri Riset danTeknologi dialihkan ke bidang lain atau dihentikan, sehingga teknologi ‐‐ untuk meningkatkan“nilai tambah” suatu produk secanggih apapun ‐‐ yang dibutuhkan oleh pasar domestikdikurangi dan bahkan dihentikan pembinaannya dan diserahkan kepada karya SDM bangsa laindengan membuka pintu selebar‐lebarnya untuk impor! Pasar Domestik yang begitu besar di bidang transportasi, komunikasi, kesehatan dsb.“diserahkan” kepada produk dimpor yang mengandung jutaan “jam kerja” untuk penelitian,pengembangan dan produksi produk yang kita butuhkan. Produk yang dibutuhkan itu harus kita biayai dengan pendapatan hasil ekspor sumber daya alamterbaharukan dan tidak terbaharukan, energi, agro industri, pariwisata, dsb. 

Ternyata potensiekspor kita ini tidak dapat menyediakan jam kerja yang dibutuhkan sehingga SDM di desa haruske kota untuk mencari lapangan kerja atau ke luar negeri sebagai TKI dan TKW. Akibatnya,proses pembudayaan dalam rumah tangga terganggu dsb. dsb. Proses pembudayaan(“Opvoeding, Erszeihung, Upbringing”) harus disempurnakan dengan proses pendidikan dansebaliknya, karena hanya dengan demikian sajalah produktivitas SDM dapat terus ditingkatkanmelalui pendidikan dan pembudayaan sesuai kebutuhan pasar. 

Pertumbuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seharusnya dipelihara setinggimungkin untuk dapat meningkatan “pendapatan bruto masyarakat” atau peningkatan“kekayaan national” atau “national wealth”. Namun pemerataan pemberian kesempatanberkembang, pemerataan pendidikan‐pembudaaan dan pemerataan pendapatanlah yang padaakhirnya menentukan kualitas kehidupan, kualitas kesejahteraan dan kualitas ketentraman yangmenjadi sasaran tiap masyarakat. 

Bukankah jam kerja yang terselubung pada tiap produk yang kita beli itu pada akhirnyamenentukan tersedianya lapangan kerja atau mekanisme proses pemerataan dalam arti yangluas itu? Kita harus pandai memproduksi barang apa saja yang dibutuhkan di pasar nasional dan memberiinsentip kepada siapa saja, yang memproduksi di dalam negeri, menyediakan jam kerja danakhirnya lapangan kerja.

Potensi pasar nasional domestik kita sangat besar. Misalnya, pertumbuhan penumpang pesawatterbang sejak 10 tahun meningkat sangat tinggi, sekitar 10% ‐ 20% rata2 tiap tahun. Produksipesawat terbang turboprop N250 untuk 70 penumpang ‐‐ yang sesuai rencana pada tahun 2000sudah mendapat sertifikasi FAA ‐‐ dan Pesawat Jet N2130 untuk 130 penumpang – yang sesuairencana akan mendapat sertfikasi FAA pada tahun 2004 – adalah jawaban kita untuk memenuhikebutuhan pasar. Kedua produk yang dirancang bangun oleh putra‐putri generasi penerus iniyang mengandung jutaan jam kerja, bahkan harus dihentikan. 

MENGAPA? ? ? Demikian pula dengan produksi kapal Caraka Jaya, Palwobuwono dan kapal Container yangharus dihentikan. Produksi kerata api harus pula dihentikan. Walaupun pasar domestik nasional begitu besar, namun sepeda motor, telpon genggam dsb. ‐‐yang semuanya mengandung jam kerja yang sangat dibutuhkan ‐‐ nyatanya barang‐barangtersebut tidak diproduksi di dalam negeri. 

MENGAPA? MENGAPA? MENGAPA? 

Memang kesejahteraan meningkat, golongan menegah meningkat dan pertumbuhan meningkatpula, namun proses pemerataan belum berjalan sesuai kebutuhan dan kemampuan kita. Ini hanya mungkin jikalau jam kerja yang terkandung dalam semua produk yang dibutuhkanitu secara nyata diberikan kepada masyarakat madani Indonesia. 

Oleh karena itu padakesempatan untuk berbicara di hadapan para peserta Sidang Paripurna MPR tanggal 1 Juni 6 Tahun 2011, saya garis bawahi pentingnya kita menjadikan NERACA JAM KERJA sebagaiIndikator Makro Ekonomi disamping NERACA PERDAGANGAN dan NERACA PEMBAYARAN. 

Para hadirin yang berbahagia Pada peringatan HAKTEKNAS tahun 2012 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi peran Iptek dalam kehidupanberbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka meningkatkan daya saing dan produktivitas nasional,serta untuk menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, dan hal tersebut akan mensyaratkan solusi yang tepat, terencana dan terarah.Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk. 

Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk‐produk ke Negara asal,sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo‐colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru". (Hal tersebut telah saya sampaikan pada Pidato Peringatan Kelahiran Pancasila di hadapan Sidang Pleno MPR RI tanggal 1 Juni 2011 yang lalu).

Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus‐kampus serta di lembaga‐lembaga kajian dan penelitian lain untuk secara serius merumuskan implementasi peran iptek dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan.Terkait dengan hal tersebut, saya sangat menghargai upaya Pemerintah dalam membentuk Komite Inovasi Nasional (yang dikenal dengan KIN) dan Komite Ekonomi Nasional (yang dikenal dengan KEN)dengan tugas sebagai advisory council untuk mendorong inovasi di segala bidang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Saya mengetahui bahwa KIN maupun KEN telah merumuskan berbagai strategi dan kebijakan dan agenda aksi, khususnya yang menyangkut perbaikan ekosistem inovasi dan pengembangan wahana transformasi industri. 

Apa yang ingin saya ingatkan ialah, jangan sampai berbagai konsep yang dirumuskan oleh KIN maupun KEN tersebut hanya berhenti ditingkat masukan kepada Presiden saja, atau pun di tingkat rencana pembangunan saja, namun perlu direalisasikan dalam kegiatan pembangunan nyata. 

Jangan kita merasa puas dengan wacana maupun berencana, namun ketahuilah bahwa rakyat menunggu aksi nyata dari kita semua, baik para penggiat teknologi, penggiat ekonomi,pemerintah maupun lembaga legislatif.Saya juga menyarankan agar Pemerintah maupun Legislatif perlu lebih proaktip peduli dan bersungguhsungguhdalam pemanfaatan produk dalam negeri dan “perebutan jam kerja”. 

Kerjasama Pemerintah Daerah dan Pusat bersama dengan wakil rakyat di lembaga Legeslatif Daerah dan Pusat perluditingkatkan konvergensinya ke arah lebih pro rakyat, lebih pro pertumbuhan dan lebih pro pemerataan.7Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan pesan dan himbauan, hendaknya kita pandaipandaibelajar dari sejarah. 

Janganlah kita berpendapat bahwa tiap pergantian kepemimpinan harusdengan serta‐merta disertai pergantian kebijakan, khususnya yang terkait dengan program penguasaandan pernerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita mengetahui bahwa dalam penguasaan,pengembangan dan penerapan teknologi diperlukan keberlanjutan (continuity). 

Jangan sampaipengalaman pahit yang dialami industri dirgantara dan industri strategis pada umumnya ‐‐ sebagaimanasaya sampaikan di atas ‐‐ terulang lagi di masa depan! Jangan sampai karena eufori reformasi ataukarena pertimbangan politis sesaat kita tega “menghabisi” karya nyata anak bangsa yang dengan penuhketekunan dan semangat patriotisme tinggi yang didedikasikan bagi kejayaan masa depan Indonesia. Para hadirin yang berbahagia Kita dapat bersyukur bahwa bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang multi etnik dan sangat pekaterhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Allah subhana wata’alla. 

Oleh karena itu PANCASILA adalah falsafah hidup nyata bangsa ini yang dari masa ke masa selalu disesuaikan dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dan peradaban yang dikembangkan dan diterapkan oleh kita bersama.Dapat kita catat, bahwa saat ini bangsa kita sudah keluar dari “euforia kebebasan” dan mulai kembali ke“kehidupan nyata” antara bangsa‐bangsa dalam era globalisasi. Persaingan menjadi lebih ketat dan berat. Peran SDM lebih menentukan dan informasi sangat cepat mengalir. Kita menyadari bahwa tidak semua informasi menguntungkan peningkatan produktivitas dan daya saing SDM Indonesia. 

Budaya masyarakat lain dapat memasuki ruang hidup keluarga. Kita harus meningkatkan “Ketahanan Budaya”sendiri untuk mengamankan kualitas iman dan taqwa (Imtak) yang melengkapi pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang diberikan dalam sistem pendidikan dan pembudayaan kita, yang menentukan perilaku, produktivitas dan daya saing Generasi Penerus.Kita sudah Merdeka 67 Tahun, sudah Melek Teknologi 17 Tahun, sudah Bebas 14 Tahun.

Kita sadar akan keunggulan masyarakat madani yang pluralistik, sadar akan kekuatan lembaga penegak hukum(Yudikatif) dan informasi yang mengacu pada nilai‐nilai PANCASILA dan UUD‐45 yang terus disesuaikandengan perkembangan pembangunan nasional, regional dan global. Saya akhiri sambutan ini dengan ucapan: 

REBUT KEMBALI JAM KERJA! WUJUDKAN KEMBALI KARYA NYATA YANG PERNAH KITA MILIKI UNTUK PEMBANGUNAN PERADABAN INDONESIA! BANGKITLAH, SADARLAH ATAS KEMAMPUANMU! 

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh 

Bandung, 10 Augustus 2012 

Bacharuddin Jusuf Habibie

Saturday, August 18, 2012

High Advance Technology

 

 

1. Futures Studies & Forecasting:

Singularity University is a profoundly and uniquely futures-oriented institution. Its very purpose is to identify and use exponentially-accelerating technologies to create better conditions for everyone on Earth; to heal and nurture the planet itself; and to guide humanity as it reaches beyond the limits of Earth and of humanity’s historical evolution on Earth. It is the mission of the Futures Studies and Forecasting Track to help see that this positive futures-orientation is foremost in everything we do by presenting, discussing, critiquing, and infusing the theories and methods of futures studies throughout the curriculum and in all SU activities. Ray Kurzweil, Paul Saffo, James Canton, and Jim Dator–futurists who have had years of practical, applied, as well as academic experience in futures studies–serve as co-chairs of this track.

TRACK CHAIRS & ADVISORY (Futures Studies & Forecasting)
  • Co-Chair: Ray Kurzweil, Founder, Kurzweil Technologies, Inc.
  • Co-Chair: James Canton, CEO and Chairman of the Institute for Global Futures
  • Co-Chair: Jim Dator, Prof & Dir of the Hawaii Research Center for Futures Studies
  • Co-Chair: Paul Saffo, Visiting Scholar in the Stanford Media X research network
  • Advisor: Jerome Glenn, Director, The Millennium Project
  • Advisor: John Smart, Founder & President, Acceleration Studies Foundation
  • Advisor: Peter Bishop, Associate Professor, College of Technology, University of Houston
  • Advisor: Will Wright, Creator: SimCity, Spore; Founder, Maxis (Electronic Arts)

2. Policy, Law & Ethics:

This track will examine the role of government, law and ethics in dealing with the implications of the technologies covered in other tracks, including reinventing patent law, the patentability of concepts developed by AI, nanotechnology, and biotech/biomedical research; the future legal status of AIs, robots, cyborgs, and non-terrestrial resources and possible off-Earth civilizations; dealing with cybercrime and possible AI manipulation of financial markets; preventing risks from unfriendly AI, nanotech, and genetics; negative scenarios (surveillance, police states, etc.); the precautionary principle vs. the proactionary principle; policy and legal issues of environment crisis, and ethical issues around anticipated human manipulations, brain enhancements, AIs, self-replicating nanotech, brain uploads, cryogenics and re-animation. The track will also consider the promises in addition to the perils: what are the downside risks if we do not develop certain kinds of biotechnology, AI, or nanotech?

TRACK CHAIRS & ADVISORY (Policy, Law & Ethics)

3. Finance & Entrepreneurship

The exponential growth of technology, while most visible in the fields of computing and the sciences, has had an equally dramatic effect on every facet of the business world. From the long tail reverberations of virtual goods, through the outsourcing of every aspect of creation and production, to the explosive development of personal brands and the potentially culture-changing introduction of micro-finance, the approaching Singularity is revolutionizing our global economic system. 

This track will begin in the first trimester with a rapid trip through the dramatic changes in business already caused by accelerating technologies, include an introduction to business structures and principles, provide tools and insights for monetizing the new technologies, and culminate with cross-track workshops on both the Essence of Entrepreneurship and Presentation and Communications Skills. 

During the second trimesters, topics that will be covered in collaboration with other tracks include understanding the new workforce and personal branding, private financing of space travel, the economics of knowledge, green financing through carbon ‘cap & trade’, virtual market economics, microfinance and the concept of money as information. 

A field trip to the Google campus as well as special guest lectures and hands on case studies will help Fellows come to grips with the immediate, real-world effects of high velocity business in the age of the Singularity.

TRACK CHAIRS & ADVISORY (Finance & Entrepreneurship)

4. Networks & Computing Systems:

Calling on the rich resources of leading-edge companies and academics in Silicon Valley, this track covers the explosive growth of computer power and networks, focusing on three key revolutionary areas:

(1) Emerging and future computational and storage technologies, including 3D molecular computing, nanocomputing, DNA/RNA computing, plasmonics, spin storage, memristors, optical storage, photonics, quantum computing, pico- and femtotechnology, and autonomic computing, addressing important issues such as reversible computing, the limits of information representation, scalable computing systems, and future petascale and exascale supercomputers;

(2) Future user interfaces, such as augmented reality, virtual reality. virtual worlds, blended reality, virtual agents, bots, lifelogging, breakthroughs in computer graphics, holographic and 3D displays, teleimmersion, telepresence, haptic interfaces, personalized learning, and extracting knowledge from massive volumes of data via data analysis, data mining, and information visualization; and

(3) Intelligent networks, including nth-generation Internet, smart search engines, the semantic Web, smart grid, shared vs. dedicated Lightpath Internet, cyber-physical systems and sensor networks, security and privacy vs. transparency, mobile and location-based computing, cloud computing, Interplanetary Internet, ubiquitous wireless networks and ubiquitous computing, mesh networks, adaptive networks, embedded networks, and the global physics grid.

TRACK CHAIRS & ADVISORY (Networks & Computing Systems)
  • Co-Chair: Bob Metcalfe, General Partner, Polaris Venture Partners
  • Co-Chair: Kevin Fall, Principal Engineer at Intel Research Berkeley
  • Advisor: Vint Cerf, Vice President and Chief Internet Evangelist, Google Inc.
  • Advisor: Chris DiBona, Open Source Program Manager, Google Inc.
  • Advisor: Daniel Ford, Senior Mathematician, Google Inc.
  • Advisor: Larry Smarr, Dir, CA Institute for Telecommunications & Information Tech

5. Biotechnology & Bioinformatics:

This track covers the exponential growth in biotechnology and bioinformatics, focusing on four areas: 
(1) genome technologies (genomics and proteomics, ultra-rapid, low-cost gene sequencing, and statistical and computational extrapolations of large biological databases); 
(2) Personalized medicine (4P medicine: personalized, predictive, preventative, participatory; high-speed, full-genome, consumer-based sequencing; personal SNP analysis and ethics);

 (3) Intelligent design (ultra-rapid, low-cost DNA writing, selective gene manipulation/substitution, ethics of germline modification, RNA interference); and

 (4) Microfludics and single-molecule technologies.

TRACK CHAIRS & ADVISORY (Biotechnology & Bioinformatics)
  • Chair: Daniel Reda, Co-Founder, CureTogether
  • Advisor: Aubrey de Grey, Chairman & CSO, Methuselah Foundation
  • Advisor: David Haussler, Professor, Biomolecular Engineering, UC Santa Cruz
  • Advisor: Andrew Hessel, Founding Director, Pink Army Cooperative
  • Advisor: Stuart Kim, Professor, Developmental Biology, Stanford University

Sumber:

Singularity University

Thursday, August 2, 2012

Soekarno Library

Dr. (HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

"Maka karena itu jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat dan mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechvaardigheid ini yaitu bukan saja persamaan politik, harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama" 
  [Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]

 "Apakah kita mau Indonesia MERDEKA, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan?" 
[Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]

 "Saya katakan bahwa cita-cita kita dengan keadilan sosial ialah satu masyarakat yang adil dan makmur, dengan menggunakan alat-alat industri, alat-alat tehnologi yang sangat modern. Asal tidak dikuasai oleh sistem kapitalisme" 
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 115] 

 "Sosialisme berarti adanya paberik yang kolektif: Adanya industrialisme yang kolektif. Adanya produksi yang kolektif. Adanya distribusi yang kolektif. Adanya pendidikan yang kolektif"
 [Kepada bangsaku, hlm. 381] 

 "Dalam hubungan Internasionalpun kemerdekaan merupakan suatu jembatan, suatu jembatan untuk perjuangan bangsa-bangsa bagi persamaan derajat untuk pembentukan bangsa-bangsa dan negaranegara sehingga sanggup berdiri di atas kaki Beograd, politis, ekonomis,........." 
[KTT NON BLOK Beograd, 1- 9 - 1961] 

 "Masyarakat keadilan sosial bukan saja meminta distribusi yang adil, tetapi juga adanya produksi yang secukupnya" 
[Pidato HUT Proklamasi, 1950]

 "Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat yang sedikit. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa yang sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek"
 [Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 85] 

"Untuk menjadi "padang usaha" industrialisme, seluruh daerah Indonesia harus "Ekonomis" satu, dan supaya ekonomisnya menjadi satu, maka seluruh daerah Indonesia itu "Polltis" harus menjadi satu pula"
 [Kepada bangsaku, hlm. 395]

 "Saya teringat akan apa yang dikatakan oleh Perdana Menteri Kim Il Sung di tahun 1947: "In order to build a democratic state, the foundation of an independent economy of the nation must be established ......... without the foundation of an independent economy, we can either attain independence, nor found the state, nor subsist". "Untuk membangun suatu Negara yang Demokratie, maka satu ekonomi yang Merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang Merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita tetap hidup".
 [Pidato HUT Proklamasi, 1963]

 "Rakyat padang pasir bisa hidup-masa kita tidak bisa hidup! Rakyat Mongolia (padang pasir juga) bisa hidup masa kita tidak bisa membangun satu masyarakat adil-makmur gemah ripah loh jinawi, tata tentram kertaraharja, di mana si Dullah cukup sandang, cukup pangan, si Sarinem cukup sandang, cukup pangan? Kalau kita tidak bisa menyelenggarakan sandang-pangan di tanah air kita yang kaya ini, maka sebenarnya kita Beograd yang tolol, kita Beograd yang maha tolol.
 [Pidato Konperensi Kolombo Plan di Yogyakarta th. 1953]

 "Ekonomi Indonesia akan bersifat Indonesia, sistem politik Indonesia akan bersifat Indonesia masyarakat kami akan bersifat Indonesia, dan emuanya itu akan didasarkan kokoh kuat atas warisan kulturil dan spiritual bangsa kami Beograd. Warisan itu dapat dipupuk dengan bantuan dari luar, dari seberang lautan, akan tetapi bunganya dan buahnya akan memiliki sifat-sifat kami Beograd. Maka janganlah tuantuan mengharapkan, bahwa setiap bentuk bantuan yang tuan berikan akan menghasilkan cerminan dari diri tuan-tuan Beograd" [Pidato HUT Proklamasi, 1963]

 "Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak"
 [Pidato HUT Proklamasi, 1963] 

 "Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja, para kawula iyeg rumagang ing gawe, tebih saking laku cengengilan adoh saking juti. Wong kang lumaku dagang, rinten dalu tan wonten pedote, labet saking tan wonten sansayangi margi. Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku. Bebek ayam raja kaya enjang medal ing panggenan, sore bali ing kandange dewe-dewe. Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya, warengnya-udeg-udegnyagantung siwurnya. Bekerja bersatu padu, jauh daripada hasut, dengki, orang berdagang siang malam tiada hentinya, tidak ada halangan di jalan. Inipun menggambarkan cita-cita sosialisme" 
 [Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960]

 "Dan sejarah akan menulis: di sana di antara benua Asia dan Australia, antara Lautan Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula-mula mencoba untuk kembali hidup sebagai bangsa, tetapi akhirnya kembali menjadi satu kuli di antara bangsa-bangsa kembali menjadi : een natie van koelies, en een kolie onder de naties. Maha Besarlah Tuhan yang membuat kita sadar kembali sebelum kasip"
 [Pidato HUT Proklamasi, 1963] 

 "Suatu bangsa hanyalah menjadi kuat kalau patriotismenya meliputi patriotisme ekonomi. Ini memang jalan yang benar kearah kekuatan bangsa, jalan yang jujur, jalan yang tepat.
 [Pidato HUT Proklamasi, 1963] 

"Kalau bangsa bangsa yang hidup di padang pasir yang kering dan tandus bisa memecahkan persoalan ekonominya kenapa kita tidak? Kenapa tidak? Coba pikirkan ! 
1. Kekayaan alam kita yang sudah digali dan yang belum digali, adalah melimpah-limpah.
 2. Tenaga kerja pun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta manusia. 
3. Rakyat indonesia sangat rajin, dan memiliki ketrampilan yang sangat besar, Ini diakui oleh semua orang di luar negeri. 
4. Rakyat memiliki jiwa Gotong-royong, dan ini dapat dipakai sebagai dasar untuk mengumpulkan Funds and forces. 
5. Ambisi daya cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi di bidang politik tinggi, di bidang sosial tinggi, di bidang kebudayaan tinggi, tentunya juga di bidang ekonomi dean perdagangan. 
 6. Tradisi Bangsa lndonesia bukan tradisi, "tempe". Kita di zaman purba pernah menguasai perdagangan di seluruh Asia Tenggara, pernah mengarungi lautan untuk berdagang sampai ke Arabia atau Afrika atau Tiongkok. 
 [Pidato HUT Proklamasi, 1963]