Monday, February 28, 2011

KERJASAMA INTERNASIONAL UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI I

KERJASAMA INTERNASIONAL
UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
DAN INDUSTRI


Persyaratan penting yang erat kaitannya dengan upaya pemberantasan kemiskinan itu adalah masalah pembenahan infrastruktur sosial-ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang tidak adekuat akan mengurangi minat investasi dan pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Alasan mengapa Jepang dapat menutup kesenjangan antara Amerika Serikat dan Jepang sendiri, dan Jepang dapat menghasilkan output yang lebih baik, adalah karena Jepang memperhatikan aplikasi iptek yang sesungguhnya merupakan kunci bagi tercapainya pertumbuhan produktivitas kinerja nasional dengan kecepatan tinggi.

(B.J. Habibie)

Makin tampak dewasa ini, bahwa kita hidup dalam suatu sistem global yang sangat kompleks dan saling tergantung. Dalam sistem semacam itu, keberadaan suatu negara banyak begantung kepada hubungan-hubungan politik, ekonomi dan hubungan-hubungan fungsional lainnya dengan negara-negara lain.

Pada masa lalu, negara-negara biasanya saling bersaing untuk mendapatkan sumber kekayaan yang langka, agar dapat meningkatkan kekayaan, kekuasaan dan prestisenya. Kini, semua negara perlu saling bekerjasama, agar dapat memperkecil terjadinya konflik dan mendapatkan keun-tungan sebesar-besarnya bagi semua pihak yang terlibat.

Dengan berakhirnya Perang Dingin, kita perlu mengembangkan pendekatan-pendekatan baru untuk mempromosikan kerjasama internasional. Daripada mempertahankan sistem dikotomi atau membagi negara-negara menurut ideologinya, seperti terjadi sebelumnya, hubungan internasional kontemporer seharusnya lebih diarahkan untuk mendorong interaksi yang lebih konstruktif.

Menyadari bahwa di antara tantangan yang paling mendesak yang menghadang masyarakat dunia saat ini adalah akselerasi pembangunan dan pemberantasan kemiskinan, maka kita perlu mengatasi kesenjangan di antara negara-negara di dunia dan mengembangkan kerjasama serta kemitraan ekonomi internasional yang lebih tulus (genuine) demi kemajuan pembangunan bersama. Untuk itu, berbagai daya-upaya perlu dikerahkan untuk memperkuat upaya promosi lingkungan ekonomi internasional yang kondusif ke arah pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development).

Akhir-akhir ini orang banyak membicarakan masalah li-beralisasi ekonomi karena pada penghujung abad XXI mendatang blok-blok ekonomi dunia sudah sepakat akan melaksanakannya. Namun bagi kita, dalam konteks nasio-nal tidak akan ada liberalisasi sekurang-kurangnya sampai 25-50 tahun mendatang. Ini tidak berarti kita nasionalistis dan proteksionistis. Dalam 50 tahun merdeka, baru 27 tahun kita dapat mengalami kesempatan untuk memahami mekanisme ekonomi dan pengembangan prasarana ekonomi dan prasarana iptek. Sedangkan bangsa lain ratusan tahun telah mengalami kesempatan untuk mengerti, mengembangkan, menyesuaikan, dan mengkoreksi mekanisme ekonominya. Sasaran liberalisasi dalam konteks global adalah: siapa yang unggul akan dipakai dan yang tidak unggul akan tersisih.

Jadi kalau kita yang baru 27 tahun mengalami kesem-patan untuk membuat mekanisme ekonomi tiba-tiba dimasukkan bersama mereka yang sudah ratusan tahun mempersiapkan diri dan berpengalaman, dalam arena liberalisasi yang persis sama, bisa dibayangkan kita tentunya bakal mendapatkan kerugian, arus mundur, karena kekuatan mereka bukan saja dalam pengalaman dan teknologi tapi juga dalam ekonomi, daya tahan mereka lebih kuat, ketahanan nasional mereka lebih kuat karena mereka lebih lama mengalami kemerdekaan untuk membangun kekuatan sebaliknya kita tidak memiliki daya tahan seperti yang mereka miliki sehingga dalam pertandingan ini, kita bisa lekas lelah karena memang kurang persiapan, seperti orang yang ikut lomba lari cepat yang baru dilatih melawan orang yang sudah sering dilatih dalam beberapa tahun, tentu orang yang baru dilatih kalah.


Apabila seseorang harus lari sedangkan dia menghadapi suatu hambatan sehingga dia terus harus loncat, maka ener- ginya akan cepat habis dan untuk sampai ke garis finish memerlukan waktu lebih lama. Sama halnya dengan bila kita punya arus air yang harus mengalir tapi setiap kali air mengalir membentur bendungan, maka akan lebih lama air itu mengalir, karena dia dihadapkan pada hambatan atau hlangan, maka agar air mengalir cepat, bendungan atau hambatan itu harus ditiadakan. Dalam ekonomi bendungan atau hambatan itu disebut kendala ekonomi dan hal itu hanya akan merugikan proses pembangunan. Karena itu harus dilaksanakan deregulasi agar proses pembangungan berjalan lebih efisien. Selain itu juga harus dilaksanakan proteksi, agar industri nasional dapat menjual produknya kepada masyarakat dan dapat bertumbuh dengan sehat. Perlu diketahui bahwa 60% produk Jepang dibeli oleh rakyatnya sendiri, karena mereka mampu membelinya. Pasar domestik sebenarnya merupakan satu-satunya kekuatan yang harus diandalkan dan dapat diandalkan untuk meningkatkan kualitas output ekonomi itu sendiri.

Kendati demikian, dalam menghadapi liberalisasi dalam konteks ekonomi makro global kita harus siap, kalau tidak kita akan diisolasi. Akan tetapi, di negeri sendiri jangan kita melakukan liberalisasi, yang boleh kita lakukan adalah deregulasi. Deregulasi tidak sama dengan liberalisasi. Sasaran deregulasi adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam proses pembangunan nasional.

Dengan demikian, deregulasi berarti mengurangi pera-turan yang ada. Dahulu ketika belum berlaku deregulasi, misalnya, untuk mendapatkan izin diperlukan waktu 3 bulan, tapi setelah ada deregulasi hal itu hanya memakan waktu 3 hari, dengan mengeluarkan kendala yang terlihat dan tidak terlihat.

Meskipun terdapat perbedaan yang nyata di antara dan di dalam negara-negara, khususnya di antara negara-negara kaya dan miskin, kedua belah pihak yang berbeda ini tidak boleh menjadi penyebab terjadinya konfrontasi. Pengkotakan negara kaya dan miskin tidak dapat dihilangkan hanya dengan, misalnya satu pihak mencoba memenangkan persaingan kekuasaan melawan pihak lainnya, seperti yang terjadi di masa lampau. Kita seharusnya mulai mengadakan diskusi internasional mengenai isu pembangunan berdasarkan minat dan kepentingan yang sama dengan tanggung jawab yang sama pula. Dengan melakukan hal itu, kita bisa mengadakan tukar-menukar pendapat yang lebih realistik dan jujur di antara seluruh bagian masyarakat internasional.

Dalam rangka mengembangkan kerjasama internasional yang produktif dan efektif, terutama antara negara-negara kaya di Utara dan negara-negara berkembang di Selatan (dialog Utara-Selatan), adalah penting bagi negara-negara berkembang sendiri untuk mengkonsolidasikan posisi mereka terlebih dahulu, melalui kerjasama antar negara-negara berkembang (kerjasama Selatan-Selatan) secara lebih erat. Dalam hal ini, negara-negara berkembang perlu merencanakan strategi bersama untuk menghadapi persoalan-persoalan yang ada dalam sistem internasional, guna menentukan isu-isu mana yang patut dibicarakan dengan negara-negara maju, dan untuk mengintegrasikan pelbagai aspek pembangunan dalam suatu perspektif global.


Untuk melaksanakan kerjasama Selatan-Selatan yang lebih efektif, negara-negara berkembang juga harus berusaha keras untuk menangani persoalan-persoalan kemiskinan, kelemahan-kelemahan infrastruktur ekonomi dan persoalan-persoalan sosial lainnya yang muncul dalam proses pembangunan.


Pembenahan Infrastruktur Ekonomi

Persyaratan penting yang erat kaitannya dengan upaya pemberantasan kemiskinan itu adalah masalah pembenahan infrastruktur sosial-ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang tidak adekuat akan mengurangi minat investasi dan pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pembenahan infrastruktur membutuhkan sejumlah besar dana yang seringkali tidak dapat dipenuhi oleh negara-negara berkembang sendiri. Bantuan luar negeri memainkan peranan yang sangat berarti dalam pengembangan infrastruktur di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, suatu dialog internasional semestinya dapat menemukan cara yang lebih baik agar pengembangan infrastruktur di negara-negara berkembang menjadi proyek yang menarik bagi investor-investor asing.

Infrastruktur fisik perlu dibangun, diperbarui, atau di- upgrade, dan bank-bank mempunyai peranan penting dalam pendanaan proyek-proyek ini. Bagi bank di mana saja, kurun waktu 10 tahun mendatang kemungkinan akan menyediakan kesempatan yang unik untuk meninggalkan predikatnya sebagai "babble banking" menjadi bank yang lebih positif. "Babble banking" membumbung tinggi di tahun 1980-an ketika bank-bank bergerak cepat menuju globalisasi, yang lebih didorong oleh ketatnya persaingan ketimbang oleh demand yang sesungguhnya. Akibatnya, bermilyar-milyar dana perbankan mengalir ke dalam pembangunan real estate yang bersifat spekulatif di seluruh dunia, dan khususnya di Jepang, dana tersebut masuk ke bursa saham.


Sementara itu, infrastruktur publik yang sesungguhnya amat dibutuhkan negara-negara berkembang dalam jumlah yang banyak selama akhir 1990-an dan tahun-tahun berikutnya kurang memiliki akses terhadap dana perbankan. Jalan raya, jembatan, pelabuhan, jalan kereta api, sistem telepon, pusat-pusat listrik untuk tidak menyebut sesuatu yang kurang glamor semacam penyediaan air, pipa pembuangan limbah dan saluran air, atau bahkan untuk sesuatu yang kurang tampak (intangible) seperti upaya pember-sihan udara dan polusi air bukanlah proyek-proyek yang diminati para investor. Bagaimanapun proyek tersebut harus didanai, dan ada konsensus luas mengenai kebutuhan yang mendesak untuk memulai suatu program yang luas dan massif dalam rangka menyediakan dan memperbaharui infrastruktur di negara-negara berkembang.

Ada perkiraan kasar yang menyebutkan bahwa negara-negara berkembang harus mengeluarkan dana tambahan sebanyak 2% dari GDP-nya per tahun untuk pembaharuan infrastruktur pada tahun-tahun mendatang. Untuk Asia, bahkan memerlukan tambahan sebanyak 5% dari GDP mereka. Melihat pentingnya persoalan ini, ternyata tidak terdapat cukup data yang akurat mengenai jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai masalah ini.

Ada masalah lain yang menghadang. Kebutuhan terhadap rekonstruksi infrastruktur kelihatannya membawa te-kanan yang berat terhadap pasar tenaga kerja dan sumberdaya lainnya di negara berkembang, justru ketika fase lepas landas industrinya telah dicapai, seperti halnya di negara-negara Asia Tenggara. Akibatnya, hal ini bisa meningkatkan tekanan pada harga dan juga akan mendorong munculnya era baru dalam inflasi.

Salah satu pendekatan yang menjanjikan, sejauh berka-itan dengan upaya mengatasi masalah untuk memperoleh modal swasta asing yang berjangka panjang dan sumber-sumber swasta dalam negeri lainnya yang berkaitan dengan masalah pengembangan infrastruktur di negara-negara berkembang adalah apa yang disebut dengan formula "BOT" (Built, Operate, and Transfer). Mengenai hal ini baik World Bank maupun Asian Development Bank telah membantu memformulasikannya. BOT dipandang sebagai salah satu cara untuk menjembatani kesenjangan yang terjadi di negara-negara berkembang: yaitu antara membiayai perusahaan-perusahaan penghasil barang-barang ekspor atau membiayai proyek-proyek infrastruktur yang terutama menghasilkan barang-barang untuk pasar dalam negeri.

Beberapa Indikator Pertumbuhan dan Proyeksi

Pada 1969, ekspor total Indonesia adalah US$ 854 juta, dan pada 1994 meningkat 44.61 kali (US$ 38.100 juta ). Pada 25 tahun mendatang, peningkatan diproyeksikan menjadi lebih dari US$ 190.000 juta. Sementara itu, total impor pada 1969 adalah US$ 780.7 juta, dan pada 1994 meningkat 41.5 kali (US$ 32.384.3 ). Proyeksi total impor pada 25 tahun mendatang lebih dari US$ 170.000 juta.

Neraca perdagangan pada 1969 adalah US$ 73.3, dan neraca sedang berjalan adalah US$ 5.715.7. Namun, neraca pembayaran sedang berjalan negatif dan ini normal. Misalnya, neraca perdagangan Jepang selalu positif tapi neraca pembayaran sedang berjalan Jepang awal positif pada awal dekade 80-an. Dengan kata lain, Jepang memiliki neraca perdagangan positif juga neraca pembayaran positif pada dekade 80an, ini normal. Jika terjadi pembangunan, seseorang bisa mendapatkan keuntungan, sehingga banyak usaha dilaksanakan. Pada tahap pertama, industri membelanjakan uang lebih banyak daripada pendapatanannya.


Tapi sebagaimana terjadi di Jepang, jika ditiadakan hitam-putih (saturisasi) dan teknologi diciptakan, jumlah paten yang datang dari Jepang menjadi lebih besar daripada yang datang dari Eropa. Inilah sebabnya mengapa Jepang menikmati neraca perdagangan positif dan juga neraca pembayaran positif. Selain itu, juga kebijakan Jepang adalah pendelegasian kerja. Menurut skenario ini, Jepang masih kompetitif secara global.

Pertumbuhan industri Indonesia dalam 25 tahun terakhir menunjukkan 11.1%, dan diperkirakan akan lebih besar dari 9% dalam 25 tahun mendatang. Pertumbuhan agrikultur 3.3% dalam 25 tahun terakhir dan diperkirakan lebih tinggi dari 3 - 3.5% dalam 25 tahun mendatang. Kedua nilai tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bersih 6.5% dalam 25 tahun terakhir dan diperkirakan menjadi 6-7% dalam 25 tahun mendatang.

Pendapatan dari sumber daya alam 80% pada 1969, dan 20% pada tahun 1994. Nilai ini diperkirakan akan menjadi 10% pada tahun 2019. Pendapatan dari sumber daya manusia 20% pada 1969, dan menjadi 20% pada 1994. Nilai ini diperkirakan akan menjadi 90% pada 2019.

Penduduk Indonesia 115.2 juta pada tahun 1969, dan 192.2 juta pada 1994. Penduduk akan tumbuh sampai kurang lebih 250 juta pada 2019. Penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 95% pada 1969. Jumlah ini berkurang menjadi 13.67% pada 1994. Ini berarti bahwa penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan berkurang 51.33% dalam waktu 25 tahun. Jumlah ini diperkirakan akan menjadi kurang dari 1% pada 2019.
GDP Indonesia sebesar US$ 5.7 juta pada 1969, dan kurang lebih meningkat menjadi 140 juta pada 1994. Diperkirakan GNP Indonesia akan menjadi US$ 710 milyar dalam 25 tahun mendatang. Sementara itu, Indonesia per kapita adalah US$ 62.5 pada 1969, dan sebesar lebih dari US$ 756 pada 1994. Diperkirakan akan menjadi lebih dari US$ 2840.8

Indonesia memiliki GDP per kapita rendah, tetapi hal ini harus ditafsirkan secara hati-hati dikaitkan dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan dapat didefinisikan sebagai :
(1). kebutuhan manusia untuk hidup:
  1. 2100 kalori/ hari dari kurang lebih 52 komoditi makanan;
  2. Lebih kurang 46 komoditi non-makanan;
  3. fungsi budaya.
(2). Rata-rata jumlah uang yang diperlukan manusia untuk hidup:
Jakarta = US$ 13.6 / bulan.
New York = US$ 600 / bulan.

Menurut data statistik, orang di Jakarta dapat hidup pada garis kemiskinan dengan US$ 13.6 / bulan. Namun, orang hidup di New York membutuhkan US$ 600 / bulan. Untuk interpretasi lebih lanjut, Welfare Indicator atau Indikator Kesejahteraan (IK) didefinisikan sesuai persamaan berikut:

IK = GNP/kap.masyarakat : (NP/kap.) minimum

di mana:

NP/kap. sama dengan GNP dibagi penduduk keseluruhan.
(GNP/kap.) minimum adalah pendapatan minimum adalah pendapatan minimum yang diperlukan untuk hidup pada garis kemiskinan.

Karena, dimensinya sama (US$/kap/tahun), indikator kesejahteraan (IK) itu tidak berdimensi dan dapat digunakan sebagai suatu faktor keselamatan. Misalnya, jika saya merancang pesawat terbang, saya tidak diperbolehkan untuk mendapatkan faktor keselamatan lebih besar dari 1.2. Jika tidak demikian, pesawat terbang itu akan menjadi terlalu berat dan tak dapat tinggal landas. Karena itu, kalkulasinya sangat rinci. Untuk mendapatkan nilai 1.2 cukup untuk menjamin faktor keselamatan.

Indikator kesejahteraan semacam itu dengan rasio antara GNP/kap. dan GNP/kap. minimum memberikan faktor keselamatan tertentu. Itu berarti bahwa semua orang rata-rata dengan IK tinggi hidup di luar taraf hidup minimum atau jauh di atas garis kemiskinan minimum. Mereka dapat membelanjakan lebih banyak uang pada hal-hal lain seperti pada kegiatan budaya atau membantu masyarakat lain. Karena itu, pertama kita harus mencari IK masyarakat. IK suatu masyarakt harus setinggi mungkin. IK itu sesungguhnya merupakan fungsi budaya, tapi itu bukan satu-satunya indikator. Jumlah orang yang hidup di bawah GNP/kap. minimum ini harus serendah mungkin. Duapuluh lima tahun lalu 65% penduduk Indonesia hidup di bawah GNP/kap. minimum, tapi sekarang hanya 13.67% . Target kami dalam 25 tahun mendatang jumlah penduduk yang hidup di bawah GNP/kap. minimum diharapkan kurang dari 1%.

Berdasarkan definisi di atas dan penjelasan lebih lanjut, IK Jakarta dan New York dapat dihitung sebagai berikut:
IK(Jakarta) = US$ 756/kap. : US$ 163.2/kap. = 4.63
IK(New York) = US$ 22.000/kap. : US$ 7.200/kap. = 3.06
IK Jakarta / IK New York = 4.63 / 3.06 = 1.51
Nilai 1.51 mengindikasikan bahwa Jakarta adalah 51% lebih baik daripada New York dalam kesejahteraan. Angka ini mungkin tidak pasti tapi menunjukkan filosofi yang benar, cara berfikir yang benar, dan interpretasi yang benar.


Sebagai suatu gambaran, Presiden Lyndon B. Johnson pernah menyatakan bahwa perang melawan kemiskinan di AS pada dekade 60an sebagai 20% orang Amerika masih hidup di bawah GNP/kapita minimum berdasarkan tempat budaya mereka. Sekarang, sudah bisa diperkirakan bahwa sekitar 30% penduduk Amerika Serikat masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kenyataan ini menunjukkan kepada kita bahwa kita harus saling mempelajari satu sama lain. Kita dapat belajar dari yang lain untuk memecahkan masalah. Masalah kita tidak dapat dipecahkan dalam suatu bidang yang eksklusif. Bidang eksklusif bagi kita adalah dunia satelit. Untuk menyiasati masalah kemiskinan, antara satu negara dengan negara yang lain, karenanya, setiap negara harus bekerja sama dengan sebaik-baiknya. (Bersambung)

Friday, February 18, 2011

PEMBANGUNAN BERORIENTASI NILAI TAMBAH III

    Nilai Tambah dalam Konteks Sejarah Indonesia 
      Dalam konteks Indonesia sekarang ini, di mana sumberdaya alam semakin menipis dan peningkatan kesejahteraan buruh menjadi keharusan, perhatian terhadap upaya peningkatan nilai tambah perlu lebih ditekankan, meskipun memang perlu pengorbanan. Salah satu bentuk pengorbanan itu adalah kesabaran untuk menunggu hasil dari produk yang diolah oleh tangan-tangan terampil, sebelum dapat bersaing di pasar internasional. 22
        Penerapan proses nilai tambah dalam pembangunan di Indonesia sendiri sebenarnya telah dilaksanakan sejak ke-merdekaan, khususnya sejak pelaksanaan Pelita-Pelita, selama pemerintahan Orde Baru. Setelah berhasil melepaskan dirinya dari belenggu penjajahan dan memperoleh pengakuan internasional atas kemerdekaannya, maka langkah pertama, yang yang harus dilakukannya adalah menjadikan proses pembangunan seefisien mungkin dengan mengusahakan agar biaya tambah bisa dicapai serendah mungkin. Usaha ini dilakukan dengan upaya penyempurnaan dan pendayagunaan aparatur Pemerintah, aparatur negara serta aparatur swasta, agar mereka dapat melakukan tugasnya masing-masing dengan seefisien mungkin. 
          Hal ini meliputi perbaikan kelembagaan, perbaikan personalia, dan penyempurnaan prosedur. Sementara itu, proses nilai tambah di bidang produksi pertanian, perkebunan, industri, pertambangan dan sebagainya, serta di bidang jasa pemerintahan umum, pendidikan, kesehatan, dan jasa publik lainnya, diusahakan tetap berlangsung dan berkembang. Dapat dikatakan, terutama sejak pelaksanaan Pelita I, pembangunan yang kita selenggarakan, memberikan perhatian yang sangat besar pada proses nilai tambah dan proses biaya tambah pada bidang-bidang utama, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan pembangunan prasarana ekonomi. 
            Dengan dipenuhi kebutuhan dasarnya secara lebih baik, maka nilai kemanusiaan dan nilai ekonomi manusia Indonesia kian meningkat, sehingga semakin siap melaksanakan proses yang menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi. Selain itu, pelaksanaan proses produksi tersebut akan menjadikan taraf hidup Bangsa Indonesia semakin meningkat, sehingga permintaannya lebih dari sekadar mencukupi kebutuhan dasar, tapi juga keinginan untuk menikmati aneka makanan, hiburan, perhiasan, literatur, serta barang-barang konsumsi tahan lama seperti: berbagai macam alat elektronik, alat pengangkutan, dan lain sebagainya. Untuk memfasilitasi hal itu perlu adanya perluasan dan penyempurnaan prasarana ekonomi perluasan dan peningkatan informasi serta peralatan dan jaringan telekomunikasi: pos, telepon, telegrap, telex, telefax; perluasan dan peningkatan jaringan dan modus pengangkutan melalui darat, laut dan udara; serta perluasan dan peningkatan persediaan tenaga listrik.
              Dengan semakin terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan lingkungan hidup yang sehat; dan semakin lengkapnya prasarana ekonomi yang tersedia, akan makin siaplah Bangsa Indonesia menghasilkan produk-produk berupa barang dan jasa yang canggih dan bernilai tinggi untuk ditawarkan kepada para pembeli di pasar domestik dan luar negeri. Semakin besar kemampuan melaksanakan nilai tambah dalam taraf yang tinggi semakin meningkat pula penghasilannya. Dan semakin tinggi penghasilannya, semakin besar pula bagian pendapatan yang dapat diinvestasikan kembali ke dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan prasarana ekonomi, yang pada gilirannya akan lebih meningkatkan potensinya dalam melaksanakan proses nilai tambah yang lebih canggih lagi. Demikian seterusnya. 
              Teknologi telah dapat mempercepat proses ini. Dengan penggunaan teknologi yang tepat dan berguna, pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan penyempurnaan prasarana ekonomi dapat ditingkatkan lebih tinggi dalam waktu lebih pendek, sehingga pertumbuhan dalam nilai tambah dapat berlangsung dengan lebih cepat dan lebih banyak lagi modal yang dapat ditanamkan kembali ke dalam pemenuhan sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan lingkungan hidup yang sehat, dalam prasarana pengangkutan, informasi dan telekomunikasi serta penyediaan tenaga listrik, dan ke dalam prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi. 
              Dengan dilaksanakannya siklus-siklus tersebut secara bertahap di Indonesia, maka kemampuan bangsa kita untuk berdiri sendiri secara ekonomis semakin meningkat. Kita semakin mampu menghasilkan barang dan jasa keperluan sendiri serta barang dan jasa yang dibutuhkan di pasaran dunia untuk dipertukarkan dengan yang kita perlukan tetapi tidak dapat menghasilkan sendiri. Kita semakin berhasil membentuk dan mempertahankan identitas kebudayaan kita, dan semakin mampu mempertahankan integritas politik kita. Dengan perkataan lain, melalui pembangunan di kedua bidang itu beserta teknologinya, kita semakin tumbuh sebagai suatu bangsa yang mandiri. 23
              Nilai Tambah dalam Dinamika Pembangunan Ekonomi 
              Dari uraian di atas semakin jelaslah bahwa pembangunan ekonomi atau pembangunan sistem ekonomi suatu negara tiada lain merupakan pembentukan dan penyempur- naan sistem yang mampu menciptakan nilai tambah dalam arti seluas-luasnya. Kemampuan untuk meningkatkan nilai tambah adalah kemampuan untuk menciptakan dan melestarikan proses yang menghasilkan barang-barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi daripada jumlah nilai bahan mentah dan komponen aslinya. Sedangkan yang dimaksud dengan "arti seluas-luasnya" adalah kemampuan untuk berbuat demikian terhadap segala macam hasil produksi, baik hasil-hasil produksi yang berwujud maupun yang tidak berwujud; termasuk perangkat lunak dan bahkan perangkat otak (brainware)
                Di dalam arti yang digunakan di sini, hasil-hasil produksi berwujud meliputi baik barang-barang seperti sepatu, tekstil, dan bahan pangan terolah; maupun hasil-hasil produksi yang lebih rumit seperti kalkulator, mobil dan pesawat terbang. Hasil-hasil produksi yang tidak berwujud mencakup baik semua jenis jasa seperti pengangkutan, komunikasi, hiburan, dan sebagainya; maupun perangkat lunak, yang kami artikan sebagai perumusan peraturan, metode dan prosedur dalam bentuk matematik dan bukan matematik, seperti program komputer, peraturan perundang-undangan dan sebagainya, yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan dayaguna atau efisiensi proses nilai tambah yang terlibat di dalam penciptaan hasil-hasil produksi berwujud, jasa dan perangkat lunak itu sendiri. 24 
                  Biasanya, proses nilai tambah yang dipergunakan di dalam produksi barang-barang jadi berwujud dan tidak berwujud melibatkan baik perangkat keras maupun perangkat lunak dalam suatu sistem yang terpadu. Perusahaan-perusahaan penerbangan, misalnya, harus mengembangkan program komputer, kebijaksanaan, peraturan dan prosedur perusahaan yang diperlukan untuk memaksimumkan penggunaan yang paling produktif bagi pesawat terbang, komputer, dan sarana lainnya agar dapat menyediakan pengangkutan yang paling cepat, paling aman, paling terandalkan dan paling nyaman kepada para penumpangnya. Tetapi lebih dari itu, produksi dan penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak memerlukan jumlah, jenis dan tingkat keterampilan dan pengetahuan yang sesuai. Keterampilan dan pengetahuan ini terkandung di dalam otak manusia. Oleh karena itu, dapat dibayangkan suatu jenis proses nilai tambah yang lain lagi, yaitu proses pembentukan pemikiran manusia yang bernilai lebih tinggi melalui suatu sistem pendidikan formal dan informal yang kompleks yang diselenggarakan oleh keluarga, kelompok rekan seangkatan (peer groups), serta perkumpulan dan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan formal. Proses ini kami namakan proses nilai tambah pribadi. 25 
                    Proses ini dimulai sejak seseorang dilahirkan dan berlangsung selama ia secara bertahap dan sistematis disosialisasikan menjadi anggota suatu masyarakat dan belajar untuk menjalankan fungsinya di dalam masyarakat itu, dan idealnya, juga untuk menyempurnakan berjalannya fungsi-fungsi masyarakat itu sendiri. Proses ini berhenti pada saat seseorang secara mental dan fisik tidak sanggup lagi belajar atau meniadakan hal-hal yang telah pernah dipelajarinya Kebanyakan proses nilai tambah individual telah terprogram terlebih dahulu. Dalam arti, bahwa lazimnya, kebanyakan anggota baru suatu masyarakat memasuki sistem pengetahuan, sistem nilai, serta metode dan proses pengajaran yang telah ada dan yang telah terstruktur terlebih dahulu sebelum mereka memasukinya. Melalui sistem belajar-mengajar inilah para anggota baru itu mempelajari pengetahuan dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat tertentu. Ini tidak berarti bahwa proses ini bersifat statis. 
                      Malahan, salah satu perbedaan pokok antara masyarakat yang relatif tradisional dan yang relatif modern adalah bahwa masyarakat yang relatif modern telah berhasil menciptakan sistem yang stabil dan sekaligus dinamis, baik yang menyangkut pengetahuan dan nilai-nilai, maupun yang menyangkut isi dan metode pendidikan formal dan informal. Tujuan pokok penciptaan, pelestarian dan penyempurnaan proses nilai tambah adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan lebih memuaskan bagi lebih banyak manusia. Semua orang dalam semua masyarakat mempunyai keinginan untuk memperbaiki mutu kehidupannya. 
                        Karena alasan yang sangat sederhana inilah, semua masyarakat melakukan upaya-upaya untuk menyempurnakan proses nilai tambah dalam arti yang luas sebagaimana telah digambarkan tadi. Sekurang-kurangnya, setiap masyarakat berupaya untuk menyempurnakan proses nilai tambah guna menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari di dalam konteks suatu lingkungan fisik dan sosial tertentu. Lingkungan itu sendiri terus berubah, baik disebabkan oleh faktor alamiah dan geofisis maupun sebab-sebab sosial, ekonomi dan politik yang dibuat manusia. Lingkungan tersebut berubah karena manusia sendiri mengubahnya atau karena diubah orang lain. Dalam kaitan ini, sudah pada tempatnya jika kita melihat orang di mana-mana berupaya untuk menyempurnakan sistem yang dimilikinya dalam rangka menambah nilai pada benda. Sistem tersebut meliputi sistem untuk menambah nilai pada harta tidak berwujud dan sistem untuk menyempurnakan perangkat otak (brainware) yang dimilikinya.26 
                          Inilah yang disebut kemajuan. 
                            Dan apabila konsep ini dite-rapkan pada usaha untuk menyempurnakan mutu kehidupan material manusia, kita menamakannya pembangunan suatu sistem ekonomi. Tidak mungkin suatu perekonomian dapat menciptakan dan menyempurnakan sistem ekonominya tanpa berkaitan dengan atau terisolasi dari sistem ekonomi lain. Alasannya sederhana saja. Sumberdaya alam tidak tersebar secara merata. Kepadatan penduduk tidak sama di mana-mana. Tidak pula masuk akal atau praktis untuk menciptakan dan mempertahankan sistem ekonomi yang terisolasi sama sekali dan berswasembada dalam segala hal. Manusia, informasi dan pengetahuan tidak pernah tidak berpindah, malahan semakin lama justru semakin mobil. Karena itu, manusia selalu mencoba untuk mendapatkan dari tempat lain hal-hal yang tidak dapat atau akan tidak praktis jika dibuat di dalam negeri. 
                              Untuk maksud ini telah dibangun hubungan politik dan berbagai macam hubungan pertukaran antar berbagai masyarakat, menyangkut pertukaran informasi, pengetahuan, nilai-nilai budaya, serta pertukaran barang dan jasa. Umumnya, pertukaran ini telah mendatangkan manfaat bagi semua orang sehingga orang dengan sengaja melakukan usaha-usaha untuk mempermudah, menyempurnakan dan meningkatkan pertukaran-pertukaran tersebut. Perangkat keras dan perangkat lunak komunikasi dan pengangkutan telah sangat disempurnakan. Bersamaan dengan itu telah disempurnakan pula sistem pasokan dan penyerahan energi. 
                                Hambatan-hambatan hukum dan politik terhadap pertukaran informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, barang dan jasa telah dikurangi. Melalui proses peningkatan hubungan antar masyarakat dan sistem ekonominya, setiap masyarakat telah semakin mampu untuk melakukan optimasi antara barang apa yang sebaiknya dibuat di dalam negeri dan barang apa yang sebaiknya diperoleh dari tempat lain, agar secara keseluruhan dapat menciptakan suatu mutu kehidupan masyarakat yang lebih baik. 27 
                                  Di samping itu, dengan dikembangkannya ekonomi secara optimum di mana-mana, dan dengan berlangsungnya pertukaran barang dan jasa antara ke semua ekonomi tersebut, maka secara bersama-sama masyarakat dunia akan mampu meningkatkan mutu kehidupan bagi semua kalang- an di dalam suatu lingkungan yang damai, hubungan baik dan keuntungan bersama. Bagi kami, inilah cara pandang modern terhadap pembangunan ekonomi di dunia saat ini. Kebanyakan barang, jasa dan lain-lain hal yang bernilai bagi manusia, proses untuk menciptakannya, serta sistem ekonomi di mana proses itu berlangsung, tidak jauh dari langit. Kesemuanya itu dengan sadar dibuat oleh manusia. Buatan manusia ini tidak cuma-cuma. Mereka menghabiskan waktu, sumber daya alam, energi manusia, pemikiran dan perbuatan, perangkat keras dan perangkat lunak. Pengeluaran-pengeluaran ini harus diganti dan karena itu harus diperlakukan sebagai biaya dan dinyatakan dalam satuan uang atau satuan nilai lainnya. Karena itu, seperti telah disinggung, bahwa produksi atau proses nilai tambah itu memiliki dua aspek. Aspek pertama adalah aspek penciptaan atau penambahan nilai. Aspek lainnya adalah aspek pengeluaran biaya.
                                    Di dalam setiap proses nilai tambah, terdapat dua tujuan yang berlawanan. Yang pertama adalah tujuan untuk memaksimalkan nilai tambah pada material dan komponen. Kedua adalah untuk meminimalkan biaya tambah sepanjang keseluruhan rantai kegiatan dari pengembangan produk, proses pembuatan dan seterusnya hingga penempatan produk di dalam pasar. Ini berarti bahwa esensi setiap dan semua proses produksi adalah memperoleh kombinasi yang paling optimal dalam kerangka memaksimalkan nilai tambah dan meminimalkan biaya tambah, dalam biaya total setiap produk. Semakin tinggi perbandingan antara nilai tambah dan biaya tambah dalam biaya total setiap produk, makin tinggi pula manfaatnya bagi konsumen dan masyarakat. Walaupun vitamin C, misalnya, mempunyai nilai tambah yang sama, produk tersebut dapat dijual dalam bentuk yang berbeda, dalam warna yang berbeda, dalam kemasan yang berbeda, dan dijual dengan nama merk yang berbeda. Kesemua ini merupakan biaya tambah. Dan meskipun tidak menambahkan pada nilai "sebenarnya" vitamin C tersebut, sangat mungkin akan meningkatkan harga bagi pembeli. 28 
                                      Hal ini berlaku bagi setiap proses nilai tambah, bagi kombinasi proses nilai tambah di dalam suatu perusahaan, dan bagi kombinasi perusahaan-perusahaan di dalam suatu sistem ekonomi secara keseluruhan. Dengan demikian dapat dibedakan antara proses yang relatif "bernilai tinggi" dan proses yang relatif "berbiaya tinggi"; dan secara implikatif, antara ekonomi "bernilai tinggi" dan ekonomi "biaya tinggi". Perekonomian yang dikelola secara baik dan mampu berdaya saing secara internasional adalah perekonomian di mana, kecuali untuk hanya sedikit kasus (singularitas) tertentu, nilai tambahnya secara konsisten selalu lebih tinggi daripada biaya tambah. 
                                        Nilai Tambah dan Produktivitas Prestasi Total 
                                          Baik pada tingkat mikro-ekonomi atau perusahaan maupun pada tingkat makro-ekonomi atau tingkat masyarakat, kunci bagi keberhasilan proses nilai tambah adalah apa yang dinamakan dengan "produktivitas prestasi total". Di dalam ilmu mikro-ekonomi dan di dalam pengertian teknologi, produktivitas prestasi diartikan sebagai kombinasi antara produktivitas multifaktor (produktivitas tenaga kerja bersama dengan produktivitas modal), dan faktor lain. Tenaga kerja dan modal tidak hanya dapat diukur produktivitasnya pada lantai produksi, tetapi juga di dalam ruangan rancang-bangun, bengkel rekayasa, kantor pema- saran, serta dalam kegiatan administrasi dan manajemen.29 
                                            Gabungan antara produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal dinamakan "produktivitas multifaktor". Sedangkan "produktivitas prestasi" adalah hasil interaksi antara produktivitas multifaktor dan faktor faktor lain yang bersifat budaya, seperti kemampuan innovatif, kewirausahaan, kerja keras, disiplin, dan professionalisme atau "naluri kecermatan kerja" (sense of workmanship). 30 
                                              Dengan demikian, penyempurnaan di dalam produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal akan meningkatkan produktivitas multifaktor, yang merupakan ukuran gabungan mengenai seberapa efisien suatu perusahaan dan suatu ekonomi menggunakan masukan tenaga kerja dan modal. Dan apabila peningkatan-peningkatan produktivitas digabungkan dengan inovasi, kewirausahaan dan faktor lain, hasil akhirnya adalah tercapainya peningkatan besar di dalam produktivitas prestasi total suatu perusahaan atau suatu negara. Produktivitas tenaga kerja, produktivitas modal, produktivitas multifaktor, dan produktivitas prestasi dapat diukur pada tingkat pabrik dan tingkat perusahaan. Produk- tivitas prestasi nasional suatu negara adalah integrasi dari produktivitas prestasi semua perusahaan dan sektor-sektor industrinya. 
                                                Produktivitas prestasi di dalam bengkel, pada tingkat perusahaan, dan pada tingkat nasional adalah ukuran bagi kemampuan sumberdaya manusia suatu negara untuk berperan serta di dalam proses nilai tambah dan biaya tambah yang menghasilkan dan menyerahkan barang dan jasa yang memuaskan bagi konsumen di pasar dalam negeri, regional dan internasional, dan yang mampu berdaya saing dalam mutu dan harga. Produktivitas prestasi nasional adalah suatu ukuran mengenai tingkat produktivitas suatu negara dalam menggunakan modal yang tersedia baginya untuk menghasilkan surplus-surplus netto di dalam neraca perdagangan dan neraca pembayarannya, sehingga dapat mengumpulkan asset-asset asing. Karena itulah ia merupakan faktor kunci keberhasilan bagi daya saing internasional. Peningkatan dan penyempurnaan dalam produksi hanya dapat dijelmakan menjadi pendapatan dan kemakmuran melalui pasar. Dan keberhasilan dalam arena persaingan internasional tidak diukur dengan jumlah absolut penduduk, besar produk nasional, atau besar pendapatan nasional suatu negara. Keberhasilan tersebut diukur dengan melihat surplus dan cadangan mata uang asing suatu negara relatif terhadap produk dan pendapatan nasionalnya. 31
                                                  Pencapaian produktivitas prestasi yang tinggi memerlukan suatu sistem ekonomi yang memberi peluang bagi setiap perusahaan untuk dapat mengelola dirinya secara inovatif, professional, dan dengan semangat kewira-usahaan. Peningkatan produktivitas juga tergantung pada perbaikan dalam mutu sumberdaya manusia. Kewirausahawanan, inovasi dan wawasan jangka panjang merupakan hasil sumberdaya manusia bermutu tinggi. Dengan perkataan lain, peningkatan produktivitas prestasi total perusahaan dan bangsa apapun tergantung pada kemampuannya untuk menyempurnakan sumberdaya manusia yang ada. 
                                                    Nilai tambah, SDM, Iptek dan Keseimbangan Struktur Ekonomi 
                                                      Selama duapuluh tahun yang lalu, kita telah menyaksikan bahwa beberapa di antara negara-negara industri utama di dunia telah dapat meningkatkan daya saing internasionalnya, sementara daya saing negara-negara lain telah menurun. Ada penelitian yang mengemukakan bahwa perbedaan ini dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam produktivitas prestasi nasional negara-negara itu yang pada gilirannya berkorelasi dengan perbedaan dalam perhatian yang diberikan pada pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua negara, khususnya negara-negara sedang berkembang, harus belajar dari pengalaman ini. Pengalaman ini memberi pelajaran pada kita, untuk memberi perhatian lebih banyak pada pendidikan ilmu pengetahuan dan rekayasa. Pendidikan ilmu pengetahuan dan rekayasa harus memperoleh porsi yang lebih besar dari anggaran pendapatan dan belanja nasional. Jumlah lulusan ilmu pengetahuan dan rekayasa yang dihasilkan setiap tahun harus meningkat. Manajer pabrik (manufaktur) yang paling baik pun tidak dapat memberikan prestasi yang baik kecuali mereka didukung oleh suatu piramida orang-orang yang inovatif dan berketerampilan dalam rancang bangun, pengembangan produk, rekayasa, dan produksi. 32 
                                                        Semua negara, khususnya negara-negara sedang berkembang, harus melakukan kajian ulang yang berani terhadap upaya pendidikannya pada semua tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi baik umum maupun kejuruan. Mereka harus berbuat lebih banyak agar dapat memadukan kebutuhan industri terhadap orang terampil, yang mampu menerapkan disiplin ilmu pengetahuan pada masalah produksi kongkrit di satu pihak; dengan kebutuhan dunia pendidikan terhadap dana, sarana, dan kesempatan-kesempatan bekerja sambil belajar di lain pihak. Negara-negara sedang berkembang memahami benar bahwa hal ini akan menimbulkan suatu beban yang besar. Karena adanya kebutuhan terhadap laboratorium-laboratorium dan peralatan ilmu pengetahuan, biaya per kapita pendidikan ilmu pengetahuan dan rekayasa lebih besar daripada biaya pendidikan di dalam bidang-bidang pengajaran yang lain. Tetapi tidak ada pilihan lain. 
                                                          Dalam mempersiapkan dirinya terhadap tantangan abad yang akan datang, semua negara harus mencamkan apa yang diajarkan oleh ilmu ekonomi dan apa pula yang telah ditunjukkan oleh sejarah ekonomi belakangan ini. Bahwa peningkatan kekayaan dan kemakmuran berakar pada peningkatan produktivitas, dan bahwa kunci bagi produktivitas adalah ilmu pengetahuan dan rekayasa. Negara-negara sedang berkembang harus memperhatikan dua pelajaran sejarah pokok: pertama, apabila mereka ingin mengejar kemajuannya, maka tingkat produktivitas prestasinya harus lebih tinggi daripada tingkat yang telah dicapai oleh negara-negara yang unggul dalam persaingan ekonomi dunia. Dan kedua, untuk mencapai tingkat ini, jumlah orang yang terlatih dalam ilmu pengetahuan dan rekayasa harus mengalami peningkatan yang cukup besar. 33 Produktivitas prestasi yang tinggi hanyalah salah satu dari sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh suatu sistem ekonomi nasional. Sifat yang perlu (esensial) lainnya adalah bahwa strukturnya harus seimbang. 
                                                            Sehubungan dengan itu, saya pribadi tidak dapat diyakinkan oleh pandangan mereka yang menyatakan bahwa perekonomian negara-negara industri utama di dunia sekarang ini pada suatu ketika akan berkembang menjadi ekonomi jasa dan informasi. Yaitu sistem ekonomi yang didasarkan hanya pada jasa, perangkat lunak dan informasi. Telah saya katakan bahwa setelah melewati suatu revolusi industri dalam abad yang silam, dan suatu masa pasca-industri selama beberapa dekade yang lalu, beberapa negara telah mengalami suatu revolusi mikro-elektronik yang membawa implikasi segera digantikannya otot manusia dan sekurang-kurangnya sebagian pikiran manusia oleh mesin-mesin, yang kemudian menyebabkan timbulnya ekonomi baru yang terutama didasarkan pada jasa dan informasi. Sungguh agak sulit untuk membayangkan hal ini. 
                                                              Ada dua alasan pokok. Pertama, menurut hemat saya, hanya sedikit negara yang akan membiarkan, apalagi secara sadar mendorong perkembangan sistem ekonomi nasionalnya menjadi suatu perekonomian yang sama sekali tidak memiliki sektor pertanian dan sektor manufakturnya. Dalam lain perkataan, menjadi suatu sistem perekonomian nasional yang tanpa keseimbangan. Semua bukti yang telah kami lihat menunjukkan adanya keinginan semua negara untuk mencapai keseimbangan dalam perekonomiannya. 
                                                                Malahan selalu berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada hanya satu atau dua sektor ekonomi saja. Kecuali apabila dipaksa oleh keadaan yang tidak dapat dikuasai, semua masyarakat akan berkeinginan untuk mengembangkan perekonomian nasionalnya secara seimbang, lengkap dengan perangkat keras, perangkat lunak dan perangkat otak (brainware) yang diperlukan semua sektor yang sentral bagi pemenuhan kebutuhan dasar kehidupannya, termasuk keamanan.
                                                                  Keseksamaan keseimbangan itu dalam setiap kasus, akan ditentukan oleh setiap masyarakat tergantung pada alas sumberdaya alam dan manusianya yang potensial, dan pada pandangannya sendiri mengenai seberapa jauh masyarakat itu bersedia tergantung pada masyarakat lainnya. 34 Memang terlihat adanya beberapa negara berpenduduk relatif kecil dengan alas sumberdaya (resource base) yang terbatas, yang seolah-olah dipaksa oleh situasinya berkembang menjadi ekonomi jasa yang bertumpu pada perdagangan, jasa keuangan, hiburan dan pariwisata. Namun sukar untuk memandang ekonomi negara-negara kecil ini sebagai gelombang masa depan bagi semua sistem per- ekonomian, khususnya ekonomi negara-negara besar. Kedua, bagaimanakah negara semacam Amerika Serikat akan membayar biaya bahan pangan, energi dan barang-barang manufakturnya apabila ia harus mengimpor segala keperluannya dari luar negeri? 
                                                                    Jasa apa yang harus dijual dan kepada siapa jasa tersebut harus dijual? Kita hanya perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesederhana itu untuk menunjukkan bahwa pada skala besar, sedikit sekali negara-negara yang telah mampu mengembangkan suatu sektor jasa dan keuangan yang kuat tanpa suatu landasan dalam "ekonomi riil", yaitu, sektor-sektor yang menghasilkan produk-produk yang bisa dilihat (tangible). Pada akhirnya, produktivitas dalam ekonomi riil pertanian, bahan mentah, energi, manufaktur atau hasil-hasil pabrik itulah yang menghasilkan peningkatan di dalam pendapatan yang dibelanjakan (disposable income), dan yang merupakan dasar bagi pengembangan sektor jasa dan keuangan di dalam suatu perekonomian. 
                                                                      Dari gambaran mengenai suatu sistem ekonomi, sifat- sifatnya, dan kekuatan-kekuatan yang mendasari sistem itu, kiranya secara implisit sudah jelas kebijaksanaan yang di-perlukan untuk mengembangkan dan melestarikan sistem semacam itu. Untuk membangun suatu sistem semacam itu dan mempertahankan daya saingnya di pasar dalam negeri dan pasar dunia, perlu ditanam sejumlah besar sumberdaya manusia dan alam dari suatu masyarakat selama waktu yang cukup panjang. Sebagaimana halnya di bidang fisika, juga di dalam masyarakat tidak dapat diciptakan sesuatu dari kehampaan. Setiap masyarakat harus bersedia mengeluarkan biaya untuk pendirian sistem ekonominya sendiri serta barang dan jasa yang dihasilkan oleh sistem itu. 
                                                                        Apabila suatu masyarakat menghendaki suatu sistem ekonomi yang efisien dan seimbang, masyarakat itu harus bersedia untuk melakukan investasi di dalam pendidikan formal dan informal, dalam rangka menanamkan nilai-nilai kewirausahaan, kesungguhan bekerja, kerajinan dan perhatian pada yang detail. Di samping itu juga perlu memberikan bobot yang cukup besar pada pengetahuan dan keterampilan di bidang ilmu pengetahuan dan rekayasa. 35 
                                                                          Setiap masyarakat harus pula bersedia melakukan investasi dalam sarana dan peralatan yang diperlukan oleh ilmu pengetahuan dasar dan dalam pengembangan barang serta jasa baru yang lebih baik dalam bidang-bidang yang pokok bagi eksistensinya sebagai suatu masyarakat, dan bagi berfungsinya masyarakat itu sebagai entitas yang mampu berdaya saing, dan karena itu menjadi anggota yang berguna dalam sistem internasional pertukaran informasi, pengetahuan, barang dan jasa. Seberapa banyak biaya harus diinvestasikan oleh sebuah masyarakat dan berapa tahun lamanya, tergantung pada alas sumberdaya yang ada, tingkat pembangunan dan kendala-kendala yang dihadapinya. Masyarakat dengan tingkat pembangunan yang berbeda akan menghadapi kendala yang berbeda. 
                                                                            Masyarakat berpendapatan tinggi menghadapi masalah dalam memberikan paket insentif keuangan yang menarik, yang dapat merangsang orang-orang kompeten untuk memasuki karier di dalam penelitian dasar, pengembangan, manufaktur, dan rekayasa sistem; dan keluar dari posisi yang memberikan penghasilan lebih tinggi dalam jasa hukum, jasa keuangan, atau real estate. Sedangkan masyarakat berpendapat lebih rendah menghadapi kendala-kendala yang lebih sulit lagi, yaitu keharusan untuk segera mengembangkan prasarana dasar di bidang pendidikan, Iptek dan ekonomi, yang merupakan dasar bagi suatu sistem ekonomi untuk dapat berfungsi dengan baik. 36 
                                                                              Berapa banyak yang harus diinvestasikan oleh suatu masyarakat sebagai landasan demi berjalannya suatu sistem ekonomi secara baik, juga tergantung pada posisi daya saing internasional masyarakat yang bersangkutan serta waktu yang tersedia baginya untuk mampu berdaya saing secara internasional atau mempertahankan daya saingnya. Di dalam penilaian saya sendiri, Amerika Serikat, misalnya, tidak memiliki terlalu banyak waktu lagi untuk mempertahankan daya saing internasionalnya dalam bidang elektronika konsumen, optika konsumen, mobil, atau bahkan pesa- wat terbang berbadan lebar.
                                                                                Nilai Tambah dan Indonesia Masa Depan 
                                                                                Lalu bagaimana dengan Indonesia? Di ujung spektrum yang lain, Indonesia harus dapat mengejar kemajuan dalam waktu satu generasi, apabila ingin menciptakan suatu keunggulan kompetitif dalam industri tertentu yang bertumpu pada tenaga kerja tingkat tinggi, seperti pesawat terbang berbadan sedang, kapal, barang elektronika berharga murah-sedang, dan industri rekayasa. Juga di dalam industri beralaskan tenaga kerja tingkat rendah, seperti tekstil dan barang-barang konsumen tahan lama (consumer durables) dan tidak tahan lama (non-durables) lainnya, yang didasarkan atas kombinasi tenaga kerja dan sumber daya alam. Bagaimanapun bangsa Indonesia telah bertekad untuk melakukan investasi-investasi yang diperlukan. Investasi ini sudah selayaknya disesuaikan dengan kondisi sosial dan geografis masyarakat Indonesia sendiri. Wilayah Indonesia mencakup 17.508 buah pulau dalam suatu kawasan seluas 2 juta kilometer persegi yang terbentang sepanjang 5.000 kilometer dari Sabang hingga Merauke. 
                                                                                  Penduduknya saat ini kurang lebih mencapai 185 juta orang, dan pada tahun 2000 nanti, penduduk Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 216 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk masih cukup tinggi, sekitar 2,1 persen per tahun. Setiap tahun penduduk bertambah dengan sekitar 3 juta orang. Dan yang lebih penting, setiap tahun pencari kerja baru di Indonesia bertambah sekitar 2,4 juta orang. 37 Angka-angka statistik sederhana ini saja sudah menunjukkan bahwa masalah utama bagi Indonesia adalah memenuhi kebutuhan dasar bagi penduduknya: bahan pangan, kesehatan, pendidikan, udara bersih, perumahan dan lingkungan hidup yang sehat, serta menyempurnakan prasarana ekonominya, yaitu pengangkutan darat, laut dan udara, telekomunikasi, dan energi. Pada saat ini, Indonesia memang telah berswasembada dalam beras, pupuk dan racun hama. 
                                                                                    Namun agar dapat mempertahankan berlanjutnya keberhasilan Indonesia dalam menyelesaikan masalah pertaniannya, khususnya di bidang pangan, tetap ada keperluan untuk terus-menerus menyempurnakan rekayasa industri dan industri peralatan pertanian. Guna meningkatkan nilai tambah hasil-hasil pertanian di masa datang, Indonesia bermaksud hendak menerapkan bioteknologi tumbuh-tumbuhan untuk meningkatkan mutu gizi beras, untuk mengembangkan teknologi penyatuan sel (cell fusion) dan produksi clone kelapa hibrida dan tanaman keras lainnya. Sementara di bidang peternakan, sedang dikembangkan percobaan alat-alat pembantu diagnosa (test diagnostics) untuk penelitian berbagai penyakit tertentu dengan prevalensi tinggi.38 
                                                                                      Hal ini telah mendorong kita untuk menggunakan semua teknologi yang tersedia di dunia, termasuk teknologi canggih sekalipun. Dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar penduduk, khususnya bahan pangan, Indonesia telah lama menggunakan teknik-teknik penginderaan jarak jauh. Dalam pada itu, sifat geografis Indonesia telah menjadikan metode-metode konvensional pemetaan, inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam sukar dilakukan, terlalu mahal, dan terlalu banyak makan waktu. Karena itu digunakan fotografi udara dan gambar rekaman radar dan satelit (Landsat)
                                                                                        Sedangkan untuk memantau cuaca digunakan satelit cuaca NOAA dan GMS (geostationary meteorological satellite). Data GMS juga digunakan untuk memantau arus laut, kawasan-kawasan bertelur dan lain-lain data oseanologis yang relevan untuk perikanan. Dalam penerapan bioteknologi kesehatan, direncanakan pengembangan pembantu diagnosa, vaksin-vaksin terhadap virus hepatitis B, penerapan teknologi fermentasi mutakhir untuk produksi vaksin anti rabies, dan pembangunan sarana-sarana produksi tetracycline dan antibiotika lainnya. Apa yang saya uraikan di atas semua ini menunjukkan betapa perlunya kita melaksanakan pembangunan berorientasi nilai tambah. 
                                                                                          Dalam mempersiapkan diri menghadapi tantangan abad mendatang, semua negara tak terkecuali Indonesia harus merencanakan apa yang diajarkan oleh ilmu ekonomi dan apa pula yang ditunjukkan oleh sejarah ekonomi belakangan ini, bahwa peningkatan kekayaan dan kemakmuran berakar pada peningkatan produktivitas, dan bahwa kunci bagi produktivitas adalah ilmu pengetahuan dan rekayasa.39 Selain itu kita juga dituntut untuk mengembangkan gagasan baru dan visi jauh ke depan.

                                                                                        Thursday, February 17, 2011

                                                                                        INDUSTRIALISASI DAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN III

                                                                                        Industrialisasi dan Pemeliharaan Lingkungan 
                                                                                        Pertimbangan keempat dalam usaha industrialisasi yang telah disebutkan di atas, mengingatkan kita akan pentingnya masalah pelestarian dan pemeliharaan lingkungan.

                                                                                        Pada tahun-tahun terakhir, masalah perlindungan lingkungan hidup ini semakin hangat dibicarakan dan menjadi isu global, dalam apa yang disebut dengan agenda "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development).


                                                                                        Masalah-masalah ini memang harus dihadapi oleh masyarakat dunia secara bersama. Alasannya, karena persoalan tersebut hampir tidak mengenal batas-batas nasional, dan karena itu tidak dapat diselesaikan oleh masing-masing negara secara sendiri-sendiri. Lagi pula, tidak ada satu negara pun yang cukup kebal menghadapi masalah-masalah tersebut dan dapat menghindari akibat-akibatnya. Juga Indonesia, tidak luput dari dampak dan peliknya persoalan yang dibuat sendiri oleh umat manusia itu.

                                                                                        Ada beberapa dasar kekhawatiran yang membuat semakin perdulinya umat manusia, khususnya Bangsa Indonesia, pada masalah ini. Seperti akan kita jelaskan pada uraian berikut:

                                                                                        Pertama: Trend Kependudukan Semesta dan Perkem-bangan Ekonomi 
                                                                                        Dasar kekhawatiran pertama adalah adanya hubungan timbal balik yang tak terelakkan antara kehidupan sosial, ekonomi dan politik antar-bangsa yang diciptakan oleh dua kekuatan semesta buatan manusia: pertama, kemajuan cepat di bidang teknologi komunikasi dan pengangkutan; dan kedua, pertumbuhan terus-menerus penduduk dunia. Dengan adanya kedua hal itu, apa yang terjadi di satu sudut dunia mempunyai dampak terhadap kejadian-kejadian di bagian dunia yang lain.
                                                                                        Oleh karena kemajuan-kemajuan teknologi, terutama di bidang pengangkutan, informasi dan telekomunikasi, dunia telah menjadi lebih kecil. Sebaliknya, peningkatan cepat di dalam kesejahteraan ekonomi dan sosial yang berhubungan dengan perkembangan ini telah menyebabkan peningkatan secara cepat di dalam permintaan dan penggunaan energi.
                                                                                        Perkembangan ini saling kait-mengait. Penggunaan energi telah meningkat karena kemajuan cepat di bidang industri, pengangkutan, perumahan dan permintaan-permin- taan yang berhubungan dengan perumahan. Karena meningkatnya persaingan dan makin baiknya tingkat hidup lahiriah, permintaan dan penawaran informasi dan telekomunikasi pun telah meningkat. Wisata domestik dan internasional telah tumbuh dengan sangat menakjubkan. Sebagai akibatnya, emisi C02 dan gas-gas berbahaya lainnya ke dalam atmosfir, dan dampak negatif lainnya terhadap lingkungan hidup bumi terus meningkat.
                                                                                        Trend perkembangan ekonomi dan meningkatnya kesejahteraan lahiriah serta semakin menurunnya mutu lingkungan hidup ini akan terus berlangsung di masa depan yang dapat diramalkan.
                                                                                        Total penduduk dunia, yang terus meningkat sejak permulaan abad ini, akan tumbuh lebih lanjut sebelum transisi demografik dunia, yang tengah berlangsung dewasa ini, selesai dalam beberapa waktu setelah pertengahan abad ke-21. Penduduk dunia telah tumbuh dari 1,3 milyar menjadi 5,2 milyar jiwa antara 1900 - 1990, dan diperkirakan akan mencapai 10 milyar jiwa di tahun 2040.
                                                                                        Pertumbuhan penduduk dan hasrat wajar terhadap tingkat hidup yang lebih baik telah dan akan tetap merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Antara tahun 1900 dan tahun 1990, produk ekonomi dunia meningkat 20 kali. Hal ini memerlukan peningkatan energi sebanyak 30 kali dan sebanyak 50 kali di dalam pertumbuhan industri. Berdasarkan trend penduduk sekarang ini, pada tahun 2020 dunia akan memerlukan pertumbuhan produk ekonomi sebesar 13 kali, energi 20 kali, dan 33 kali dalam kegiatan industri. Jelas bahwa tuntutan pada skala sebesar ini akan menimbulkan beban yang semakin besar pada sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan hidup semesta.
                                                                                        Sebahagian besar penduduk semesta (77% pada tahun 1990 dan 83% pada tahun 2020) berada di Dunia Ketiga. Secara keseluruhan tertinggal jauh di belakang negara-negara maju di dalam pertumbuhan dan kondisi ekonominya. Negara-negara ini harus melipatgandakan upayanya untuk mempercepat pertumbuhan dan dalam banyak kasus hanya berusaha mempertahankan hidupnya dalam jangka pendek dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia.
                                                                                        Dengan adanya ledakan penduduk dan peningkatan pendapatan di negara-negara berkembang, penggunaan per kapita energi dan bahan mentah akan turut meningkat juga. Dengan demikian, pertumbuhan penduduk dunia secara langsung dan segera akan menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lingkungan hidup dan sumberdaya alam milik negara-negara berkembang.

                                                                                        Di lain pihak, perkembangan ekonomi di negara-negara industri dan pasca-industri berlangsung terus tanpa halangan. Pada tahun 1992 atau 1993, terbentuk suatu pasar bersatu di Eropa Barat yang akan sama dengan pasar domestik yang paling besar di mana pun di dunia. Dengan dimotori oleh Jepang, Amerika Serikat, negaranegara industri baru Asia Timur serta negara-negara anggota ASEAN, Kawasan Pasifik juga akan merupakan suatu pusat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dunia. Pasar bebas Amerika Utara (NAFTA) dan belakangan juga APEC, merupakan suatu kekuatan pertumbuhan yang amat besar.

                                                                                        Dengan demikian, baik negara-negara berkembang maupun negara-negara industri sama-sama memberikan sumbangan pada semakin beratnya beban lingkungan hidup. Dan walaupun negara-negara maju telah sampai pada laju pertumbuhan penduduk yang relatif stabil beberapa negara bahkan mempunyai laju pertumbuhan negatif tuntutannya pada sumberdaya semesta justru jauh lebih tinggi. Kebanyakan logam, bahan bakar fosil dan produk-produk intensif sumberdaya dikonsumsi negara-negara yang relatif lebih kaya. Mereka pulalah yang menyumbang kebanyakan bahan-bahan pencemar dan sumber-sumber penurunan mutu lingkungan semesta.
                                                                                        Namun demikian, akibat-akibat meningkatnya kesejahteraan lahiriah dan kemajuan ekonomi tidak hanya negatif belaka. Di samping semua perbaikan yang berarti lainnya di dalam mutu kehidupan suatu minoritas umat manusia yang semakin besar, kemampuan kita untuk mengumpulkan, menyimpan, menyampaikan dan menggunakan informasi me-ngenai cuaca semesta juga telah sangat disempurnakan. Dan kita pun telah mulai semakin sadar bahwa resep-resep kita untuk menyelesaikan persoalan lingkungan dunia harus didasarkan pada pertimbangan yang masuk akal dan berhati-hati mengenai pembatasan terhadap emisi C02, chlorofluorocarbon (CFCs), metan dan gas-gas rumah kaca lainnya. Di sini, umat manusia dituntut untuk senantiasa mempertahankan keseimbangan antara hak untuk memperoleh tingkat hidup yang lebih baik dengan keperluan untuk melindungi lingkungan hidup.

                                                                                        Sebagai pemakai dan pengekspor yang penting bahan bakar fosil, gas alam dan hasil-hasil hutan, Indonesia sungguh berkepentingan untuk memajukan dan melaksanakan pengkajian ilmiah yang diperlukan untuk membantu menentukan dan mempertahankan keseimbangan ini.

                                                                                        Dewasa ini, penggunaan energi per kapita di Indonesia masih sangat rendah. Meskipun demikian, telah dilaksanakan program untuk memperkecil penghamburan energi yang tidak perlu melalui program konservasi di dalam sektor-sektor industri, pengangkutan dan rumah tangga. Pemerintah Indonesia telah menempuh kebijaksanaan enegi untuk menjamin penggunaan secara bijaksana dan pemilihan terbaik sumberdaya energi dengan mempertimbangkan faktor sebagai berikut:
                                                                                        1. Ketersediaan sumberdaya energi dan upaya untuk melestarikannya.
                                                                                        2. Kemampuan untuk menggunakan dan mengelola sumberdaya energi.
                                                                                        3. Ketersediaan investasi untuk mengembangkan sumberdaya energi.
                                                                                        4. Dampak lingkungan produksi dan penggunaan energi.
                                                                                        Pilihan sumberdaya energi di Indonesia cukup luas. Di samping sumberdaya energi konvensional seperti batubara, minyak bumi, gas dan tenaga air, juga tersedia sumber-sumber energi lain seperti panas bumi, matahari, tenaga angin, panas lautan dan gelombang lautan. Indonesia sangat berminat melakukankerjasama dengan pihak asing, secara saling menguntungkan, guna mengembangkan sumberdaya energi terbaharukan ini secara ekonomis.

                                                                                        Pemilihan sumberdaya energi merupakan hal yang penting baik dari sudut daya guna (efisiensi) penggunaan energi maupun dari sudut alokasi strategis untuk masa depan. Secara kuantitatif, Indonesia sangat kaya akan sumberdaya energi. Pengelolaan sumberdaya ini akan ditujukan pada pengamanan persediaan energi untuk generasi yang akan datang. Luas wilayah kepulauan Indonesia memerlukan energi dalam jumlah yang besar untuk keperluan sektor pengangkutan, yang dewasa ini terutama menggunakan minyak bumi. Penggunaan minyak bumi untuk pengangkutan dibatasi oleh potensi emisi karbon dan semakin berkurangnya sumberdaya. Walaupun minyak bumi akan tersedia hingga lewat pergantian abad ini, namun akan lebih bermanfaat untuk menggunakannya sebagai bahan kimia kompleks daripada sebagai bahan bakar.

                                                                                        Untuk itu, Indonesia tertarik untuk ikut serta dalam upaya internasional dalam mengembangkan modus pengangkutan yang menggunakan energi lain daripada minyak bumi. Dewasa ini pengembangan mobil listrik atau dapat digantinya bahan bakar minyak sebagai penggerak mesin bakar dipandang sebagai suatu upaya yang cukup berguna.
                                                                                        Di dalam program "Maruta Jaya", misalnya, Indonesia telah mengembangkan suatu kapal layar 900 bbm untuk pengangkutan peti kemas antar-pulau, yang dirancang untuk sama sekali bebas dari bahan bakar karena menggunakan energi angin dan matahari. Kapal ini mulai berlayar pada akhir bulan Mei 1990. Kini sedang berlangsung pe-ngembangan lebih lanjut berupa kapal layar angkut peti kemas, kapal layar semi peti kemas, dan kapal layar pe-ngangkut barang umum sebesar 2.000 bbm.

                                                                                        Kedua: Masalah Hutan Dunia 
                                                                                        Dasar kekhawatiran kedua berkaitan dengan merebaknya kecenderungan penggundulan hutan (deforestasi) dan implikasinya terhadap kehidupan global.
                                                                                        Perhatian dunia terhadap masalah hutan tropika selama ini secara terlalu sempit memusatkan perhatian pada perusakannya serta implikasinya terhadap pemanasan semesta; dan karena itu, pada perlunya dilakukan rehabilitasi. Pada berbagai tingkat di masyarakat internasional telah di-usulkan berbagai tindakan termasuk penanaman kembali, penghentian perdagangan dan penggunaan hasil-hasil hutan tropika serta modus-modus tindakan yang serupa.
                                                                                        Pendekatan seperti itu jelas mengandung pandangan yang terlalu sempit mengenai persoalan hutan semesta, serta mengabaikan kepentingan negara-negara sedang berkembang. Padahal, masalah hutan semesta merupakan masalah kompleks dan tidak terbatas hanya pada berkurangnya "tutup" hutan di kawasan tropika dan rusaknya hutan tropika.
                                                                                        Bagi negara pemilik hutan tropika seperti Indonesia (selain Brazil, Zaire dan yang lainnya), selain memiliki pe- ran ekosistemis semesta, hutan juga mempunyai berbagai fungsi lainnya, diantaranya:
                                                                                        1. Sebagai potensi lahan. Hutan berfungsi sebagai cadangan lahan untuk dikonversi guna memenuhi permintaan lahan bagi pembangunan dan pertambahan penduduk, misalnya untuk perkebunan, pemukiman baru, dan sebagainya. Karena 85-90% penduduk tropika negara-negara berkembang bersifat pedesaan, selalu ada kebutuhan terhadap lahan tambahan untuk perluasan pertanian
                                                                                        2. Suatu sumber pemenuhan keperluan energi pedesaan, khususnya kayu bakar rumah tangga golongan miskin di pedesaan.
                                                                                        3. Suatu sumber bahan konstruksi dan lain-lain keperluan rumah tangga terhadap hasil-hasil hutan.
                                                                                        4. Suatu sumber penghasilan, pendapatan ekspor dan dana pembangunan yang dihasilkan oleh pemanfaatan hasil-hasil hutan untuk ekspor dan penggunaan lain.
                                                                                        Lahan hutan Indonesia seluas 144 juta hektar merupakan 74% total area lahan Indonesia yang luasnya mencapai 196 juta hektar. Luas ini dapat dibandingkan dengan 9,3% di Inggris, 0,8% di negeri Belanda , 21% di Belgia, 29,5% di Jerman Barat, 26,7% di Perancis dan 21,3% di Italia. Secara teknis, luas areal ini lebih dari mencukupi untuk mempertahankan mutu kehidupan dan keseimbangan ekosistem.

                                                                                        Dalam pemanfaatan hutan, kebanyakan negara-negara tropika memberikan bobot cukup besar pada pelestarian fungsi hutan sebagai suatu sumberdaya dan sebagai suatu komponen ekosistem. Di Indonesia, konversi hutan hanya diperkenankan setelah dilakukan pengkajian dampak lingkungan yang memadai; penebangan kayu dilakukan dengan tebang pilihan untuk mengamankan pemanfaatan yang dapat dipertahankan; dan areal hutan dengan luas yang cukup berarti secara ketat dipertahankan dalam keadaan aslinya sebagai hutan konservasi.

                                                                                        Kebijaksanaan ini sesuai dengan kepentingan Indonesia sendiri. Tidak hanya karena sadar akan sumbangan yang dapat diberikannya pada kenyamanan semesta, tetapi juga karena berbagai alasan dari sudut masa depan negara. Pertama, hutan tropika sebagaimana halnya dengan semua sumber daya alam lainnya bukan merupakan sumber daya untuk dimanfaatkan hanya oleh generasi sekarang, tetapi juga oleh generasi yang akan datang. Pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat dipertahankan tanpa sumber daya yang berlanjut. Kedua, secara potensial, jika dimanfaatkan sebagai sumber daya genetik, hutan tropika merupakan landasan sumberdaya yang lebih berharga daripada jika hanya digunakan sebagai sumber lahan pertanian dan hasil-hasil hutan tradisional seperti kayu bulat.

                                                                                        Menurut perkiraan para pakar, hutan tropika di Brazil, Zaire dan Indonesia mengandung 90 persen dari semua spesies di bumi ini, dengan total diperkirakan mencapai antara 5 juta hingga 30 juta spesies. Dan dengan demikian, hutan Indonesia dapat menawarkan sumber-sumber baru untuk bahan pangan, obat-obatan, bahan mentah dan sebagainya di masa depan. Dengan perkembangan bioteknologi, kekayaan berupa ke-anekaragaman biologis ini memiliki prospek yang sangat besar di masa depan yang tidak terlalu jauh.

                                                                                        Masyarakat internasional telah memandang hutan tropika sebagai suatu "ruang hidup bersama semesta" karena fungsinya terhadap cuaca dan air secara semesta. Dalam pandangan Indonesia, hutan tropika dan hutan di kawasan bersuhu sedang merupakan suatu sistem tunggal yang terintegrasi, dan mencatat bahwa kedua komponen sistem tersebut sedang terkena tekanan besar. Di samping penggundulan hutan berskala besar selama 100-200 tahun belakangan ini, baru-baru ini telah terjadi penggundulan hutan regional di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa Tengah yang telah berlangsung secara cepat. Penggundulan ini secara langsung diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil yang mengakibatkan hujan asam.

                                                                                        Karena itu, Indonesia menghimbau agar perhatian tidak hanya dipusatkan pada hutan tropika saja, tetapi juga pada sistem hutan semesta sebagai suatu keseluruhan; dan agar beban tanggung jawab untuk mengamankan hutan milik dunia tersebut dibagi secara adil antara negara-negara berkembang dan negara-negara industri maju.

                                                                                        Pandangan yang mengisyaratkan bahwa seolah-olah hanya hutan tropika saja yang merupakan "ruang hidup bersama semesta", yang tunduk pada suatu kewenangan lain selain kewenangan negara-negara tempat hutan-hutan itu berada, dengan jelas mengabaikan kedaulatan dan hak-hak milik negara-negara tropika. Tidak adil meletakkan beban dalam mengamankan hutan tropika hanya pada negara-negara tropika saja. Dan tidak proporsional pula menuntut negara-negara ini berhenti memanfaatkan hutan dan membiarkan penduduknya tetap tinggal dalam keadaan miskin; demi cuaca yang lebih baik dan udara yang lebih bersih untuk dinikmati oleh bangsa-bangsa di dunia, termasuk negara-negara maju yang telah menghancurkan hutan-hutannya di masa lampau, dan yang dewasa ini menyumbang gugusan gas-gas pencemar yang cukup berarti ke dalam atmosfir.

                                                                                        Keadilan menghendaki agar negara-negara maju yang telah memberikan sumbangan terbesar pada perusakan lingkungan semesta seyogyanya memberikan sumbangan secara proporsional pada upaya rehabilitasi fungsi-fungsi hutan tropika. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai cara yang pada dasarnya bertujuan memberi kompensasi pada negara-negara berkembang di kawasan tropika atas pemeliharaan sumberdaya hutannya dan membantu negara-negara itu mengembangkan kemampuan untuk mengelola dan memajukan hutan dengan lebih baik.
                                                                                        Alternatif yang dapat ditempuh, antara lain:
                                                                                        1. Dukungan bagi penghutanan kembali dan rehabilitasi. Indonesia mengeluarkan US$ 300 juta setiap tahun untuk menghutankan kembali 300.000 hektar lahan hutannya. Namun jika hanya pada tingkat ini, akan memer- lukan waktu 60 tahun untuk menyelesaikan tugas itu. Agar perusakan dapat dihentikan dan untuk mencegah perubahan cuaca semesta yang tidak baik, diperlukan sumbangan sebesar US$ 20 milyar dari negara-negara maju.
                                                                                        2. Kompensasi lingkungan. Negara-negara maju dapat membayar untuk kehilangan penghasilan negara-negara tropika, seandainya mereka menghentikan pemanfaatan sumberdaya hutannya.
                                                                                        3. Pemanfaatan sumberdaya genetik sebagai pengganti berkurangnya penghasilan yang kini diterima dari pemanfaatan kayu bulat.
                                                                                        4. Suatu struktur harga baru untuk hasil-hasil hutan, yang dapat memberikan motivasi untuk melakukan konservasi dan pelestarian. Rehabilitasi dan pembaharuan sumberdaya tercakup dalam harga.
                                                                                        5. Penerapan suatu strategi dan metoda pembangunan baru yang bersifat efisien dalam penggunaan lahan. Cara-cara baru untuk penggunaan sumberdaya dengan lebih baik dan lebih berdaya guna.
                                                                                        Untuk mengembangkan alternatif yang terbaik atau gabungan alternatif pemecahan, perlu dikembangkan penelitian gabungan ekonomi dan ilmu pengetahuan yang didukung oleh negara-negara industri. Hal-hal yang perlu mendapatkan penelitian dan pengembangan adalah:
                                                                                        1. Akuntansi lingkungan, yang mampu menghitung dan memperkirakan biaya sesungguhnya pemeliharaan hutan dengan berbagai ukurannya, antara lain biaya untuk menumbuhkan hutan, stock, perbedaan waktu; biaya masa lampau, sekarang dan di masa depan. Tidak hanya untuk hasil-hasil kayu bulat tetapi juga untuk species yang dikorbankan di dalam proses memperoleh produk.
                                                                                        2. Teknologi untuk pemanfaatan biodiversity sumberdaya genetik.
                                                                                        3. Teknologi untuk mendukung konservasi dan pembaharuan dasar sumberdaya.
                                                                                        4. Alternatif untuk sumber-sumber energi pedesaan dan kegiatan ekonomis lainnya yang tidak menimbulkan te-kanan yang berlebihan terhadap lingkungan hidup.
                                                                                        5. Cara-cara untuk mengembangkan struktur harga yang baik serta langkah-langkah lain yang diperlukan secara internasional; diikuti dengan kebijaksanaan domestik yang relevan, seperti kebijaksanaan untuk setiap sumberdaya di negara-negara yang bersangkutan.
                                                                                        Ketiga : Perubahan Cuaca dan Atmosfir Semesta 
                                                                                        Kekhawatiran lainnya yang cukup mendasar adalah terjadinya perubahan-perubahan cuaca dan atmosfir semesta. Sedemikian rupa sehingga jika kecenderungan-kecende- rungan yang terjadi saat ini berlangsung terus, maka diperkirakan suhu semesta akan meningkat dengan 4 sampai 5 derajat Celsius. Menurut WCED (World Commission on Environment and Development) hal ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan cuaca, peningkatan permukaan laut, tenggelamnya kota-kota pantai, berpindahnya pertanian ke kawasan yang lebih tinggi, serta banyak persoalan sosial dan ekonomi lain yang belum kita pahami sepenuhnya.

                                                                                        Bagi Indonesia yang terdiri dari 17.000 buah pulau, hal ini mungkin berarti menghilangnya cukup banyak pulau dan berkurangnya lahan. Karena kebanyakan dari kota-kota Indonesia berada di pantai, jumlah jiwa yang terpengaruh oleh kejadian ini mungkin cukup banyak. Dengan meningkatnya urbanisasi, pada tahun 2000 nanti, total penduduk empat kota metropolitan paling besar, yaitu Medan, Jakarta, Semarang dan Surabaya diperkirakan akan berjumlah 35 juta. Dan walaupun karena industrialisasi, pada waktu itu, bagian penduduk yang bekerja di sektor pertanian telah menurun, jumlah totalnya akan masih cukup besar. Padahal, mereka harus bertahan hidup dengan areal lahan tanam yang lebih kecil. Semua perkembangan ini akan menyebabkan perubahan-perubahan ekonomis dan sosial berskala besar yang memerlukan pengembangan teknologi baru serta kemampuan penyesuaian sosial-budaya yang baru pula.

                                                                                        Sementara itu perubahan juga terjadi pada atmosfir semesta kita. Atmosfir memainkan peranan pokok dalam persoalan pemanasan lingkungan semesta, hujan asam, dan gejala El Nino. Terdapat hubungan penting antara ekologi bumi dan cuaca semesta. Sifat dan besar persoalan ekologis ini berbeda dari lokasi ke lokasi. Sifat dan dampak ling-kungan persoalan sungai Amazon dan negara-negara industri Eropa saling berbeda. Namun keduanya mempunyai pengaruh yang penting terhadap cuaca.

                                                                                        Jika kita ingin mencapai sasaran, yaitu dapat secara tepat merumuskan keadaan bumi sebagai sistem yang terintegrasi, dan memiliki kemampuan untuk meramalkan trend suhu, serta dapat menentukan biaya ekonomis untuk menyesuaikan diri pada atau mengurangi perubahan semesta, maka kita harus melaksanakan pengukuran variabel-variabel semesta secara terus-menerus dan berjangka panjang; serta melibatkan diri di dalam pemantauan dan pengamatan ilmiah terhadap hubungan timbal balik antara lautan, atmosfir, dan daratan di khatulistiwa, serta antara khatulistiwa dan kedua kutub.

                                                                                        Walaupun perlindungan lingkungan hidup semesta kita merupakan masalah sangat penting yang memerlukan keputusan kebijaksanaan yang bersifat strategis, pemahaman kita mengenai lingkungan hidup bumi kita yang seyogyanya mendasari keputusan itu sebagian besar masih bersifat kualitatif. Padahal, pelaksanaan pengkajian yang lebih mendalam mengenai cuaca merupakan suatu hal yang sangat pokok. Kajian-kajian ini seyogyanya tidak hanya terbatas pada kawasan troposferik atmosfir tempat berlangsungnya kebanyakan cuaca kita sehari-hari. Tapi perlu juga dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang stratosfir, mesosfir dan ionosfir untuk memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai bagaimana cuaca matahari kita mempengaruhi cuaca di bumi. Pengetahuan yang lebih baik mengenai cuaca matahari dan cuaca ruang angkasa akan menghasilkan pengetahuan yang lebih baik mengenai cuaca di bumi. Selain itu, terdapat pula kebutuhan terhadap kajian-kajian yang lebih mendetil mengenai ruang angkasa untuk mencermati sebab-sebab dan mekanisme-mekanisme pemanas- an semesta serta persoalan lingkungan lainnya.

                                                                                        Dalam hubungan ini kita harus mencatat kenyataan sekarang bahwa dinamika atmosfir pada pertengahan khatulistiwa masih kurang cukup dimengerti. Khususnya, kurang dibuat pengamatan terhadap gejala-gejala seperti gelombang air akuatorial, pasang-surut, dan gelombang gaya berat dan turbulensi, serta terhadap sumbangannya pada momentum dan anggaran panas kawasan itu.

                                                                                        (Bersambung)