Thursday, October 28, 2010

INDUSTRIALISASI DAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN I

INDUSTRIALISASI DAN PEMBANGUNAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN 
 
 

Di masa depan, industri nasional akan menjadi sangat penting, karena fungsinya yang makin luas dan kompleks. Ia akan menjadi tulang punggung pengolahan sumber daya alam Indonesia; merupakan alternatif penyediaan lapangan kerja; penggerak pembangunan nasional; dan menjadi ajang yang tepat bagi pengujian dan penerapan teknologi dalam upaya meningkatkan nilai tambah. 
Yang perlu dipertimbangkan dalam kerangka industrialisasi ini adalah keselarasannya dengan upaya perlin-dungan lingkungan hidup. Karena bumi yang kita huni saat ini bukan hanya milik generasi masa kini, tapi juga diperuntukkan bagi generasi masa depan. Masalah ini harus ditangani oleh masyarakat dunia secara bersama. Karena dalam kenyataannya, hal itu tidak dapat diselesaikan oleh masing-masing negara secara sendiri-sendiri.
(B.J. Habibie) 

Jika kita renungkan hasil-hasil pembangunan yang telah kita capai dalam kurun sekitar 10 tahun terakhir, tam- paknya telah cukup kita letakkan landasan-landasan yang diperlukan untuk kembali memusatkan perhatian pada sasaran semula pembangunan di tanah air, yaitu pengembangan kemampuan bangsa Indonesia untuk menciptakan suatu kehidupan yang lebih produktif bagi dirinya sendiri dan melampaui hal itu, mencapai tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang semakin tinggi.

Sebagaimana kita ketahui, selama beberapa Repelita awal, prioritas Pembangunan Nasional lebih diarahkan pada usaha-usaha rehabilitasi, pemulihan kredibilitas Indonesia di luar negeri, serta pengembangan kemampuan kita memperoleh modal untuk pembangunan. Antara ketiga usaha tersebut jelas ada hubungan kait-mengait yang erat.

Rehabilitasi yang kita lakukan tidak hanya menyangkut rehabilitasi prasarana fisik di berbagai sektor pembangunan seperti: pertanian, perhubungan, pengangkutan dan lain sebagainya, tetapi juga menyangkut rehabilitasi prasarana non-fisik seperti: penyempurnaan kelembagaan dan prosedur baik di dalam aparatur negara maupun di dalam organi- sasi-organisasi masyarakat.

Bersamaan dengan itu, telah diusahakan pula pemulihan kembali serta pengembangan rasa kepercayaan luar negeri pada tekad serta kemampuan kita untuk melaksanakan pembangunan melalui penciptaan iklim yang menunjang pembangunan. Kedua hal tersebut sangat penting untuk menunjang keberhasilan kita di dalam usaha pokok yang ke tiga, yaitu pengembangan kemampuan dalam memupuk serta mengerahkan modal untuk pembangunan pada tingkat-tingkat berikutnya. Dengan telah dipulihkannya prasarana di berbagai sektor yang pen-ting, semakin mantapnya kepercayaan luar negeri dan rasa percaya diri kita, serta semakin meningkatnya reserve modal kita, maka Bangsa Indonesia kini telah semakin siap untuk mengalihkan perhatian kembali pada sasaran semula pembangunan, yaitu pembangunan kemampuan manusia Indonesia.

Dengan demikian pada Repelita-Repelita mendatang, persoalan yang menyangkut kelengkapan prasarana, kredibilitas kita di luar negeri serta tersedianya modal bagi pembangunan, tidak perlu lagi diberikan bobot urgensi setinggi seperti pada Repelita-Repelita sebelumnya. Ini tidak berarti bahwa faktor tersebut tidak perlu lagi dibina dan dikembangkan lebih lanjut. Namun sebagaimana telah menjadi tekad kita bersama dalam GBHN terkahir ini, usaha pemupukan modal serta usaha mempercepat laju per-tumbuhan ekonomi perlu lebih kita padukan dengan usaha peningkatan kesempatan kerja yang produktif serta usaha pemerataan kesempatan membangun dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Ini berarti suatu keharusan untuk melakukan investasi lebih banyak di dalam usaha-usaha meningkatkan keterampilan bangsa Indonesia.

Pembangunan dengan pemerataan akan lebih terjamin dengan adanya upaya mempertinggi kemampuan bangsa Indonesia untuk ikut serta secara aktif di dalam proses nilai tambah. Oleh karena itu, salah satu usaha pokok yang perlu dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesempatan kerja yang lebih produktif adalah menyelenggarakan program-program yang bertujuan agar bangsa Indonesia secara aktif dapat ikut serta dalam proses produksi atau proses nilai tambah; secara aktif dapat ikut menyempurnakan proses produksi; dan suatu ketika, secara aktif dapat merancang sendiri proses nilai tambah tersebut, termasuk merancang dan membuat peralatan dan mesin yang diperlukan bagi terselenggaranya keseluruhan proses tadi.

Upaya agar bangsa Indonesia dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses produksi yang dirancang orang lain dapat kita sebut "pengadaan" (acquisition) dan "penerapan" (application) teknologi. Usaha agar bangsa Indonesia dapat secara aktif ikut menyempurnakan proses produksi, termasuk penyempurnaan alat-alat produksi, dapat dinamakan "pengembangan teknologi". Dan usaha agar bangsa Indonesia dapat merancang sendiri proses produksi, termasuk merancang dan membuat peralatan dan mesin-mesin yang diperlukan dapat kita namakan "penciptaan teknologi".

Ketiga macam usaha tersebut bukanlah variabel eksogenous, yang bisa dikembangkan secara lepas dari proses produksi. Tetapi sebaliknya, optimasi pengembangan ketiga hal itu hanya dimungkinkan jika terintegrasi ke dalam proses produksi.

Mempertimbangkan semua itu berarti, bahwa kita me-merlukan suatu wahana yang secara adekuat dapat menampung upaya-upaya perluasan kesempatan kerja di satu sisi, sekaligus sebagai ajang pengembangan sumberdaya manu- sia dan penguasaan teknologi di sisi lainnya. Dengan memperhitungkan masalah muatan nilai tambah dan peningkatan keunggulan kompetitif Indonesia di masa depan, kita telah sepakat bahwa pada PJPT II nanti, wahana utama yang kita pilih untuk mengembangkan kemampuan ekonomi Indonesia akan lebih berorientasi pada sektor industri.

Urgensi Industrialisasi 
Perkembangan sektor industri nasional di masa yang akan datang akan menjadi sangat penting, karena memiliki fungsi yang makin luas dan makin kompleks, antara lain:
Pertama, industri nasional akan menjadi tulang punggung pengolahan sumberdaya alam Indonesia. Sumberdaya alam Indonesia sangat beraneka dan besar jumlahnya, yang sampai saat ini masih banyak yang belum dapat kita olah, karena belum dikaji secara teliti teknologi pengolahannya lagi pula belum diperoleh; dan manfaatnya bagi masyarakat belum diketahui. Sebagai contoh, masih ada data dari sumberdaya laut yang diperoleh lebih limapuluh tahun yang lalu sampai sekarang belum selesai diteliti. Oleh karena itu, industri nasional di masa yang akan datang harus berorientasi pada pengolahan secara maksimal sumber-sumber kekayaan alam Indonesia.

Kedua, industri nasional merupakan suatu alternatif penyediaan lapangan kerja. Sebagai akibat pertambahan penduduk, terjadi pertambahan angkatan kerja, yang diper- kirakan setiap tahunnya berjumlah rata-rata 2,4 juta orang. Masalah tenaga kerja ini perlu diatasi dengan mendorong majunya industri, sehingga dapat menampung besarnya demand terhadap lapangan kerja.

Sebagian orang melihat pertambahan penduduk sebagai masalah sosial yang besar. Sehubungan dengan itu saya hendak mengajak setiap kita berpikir secara lain, dan melihat pertambahan penduduk dari segi dan kacamata yang berlainan pula. Saya mengajak setiap kita memandang persoalan penambahan penduduk sebagai potensi nasional yang perlu dikembangkan, suatu sumber daya yang dapat dimanfaatkan.


Tetapi hal itu tidak mudah terutama karena kita belum rnempunyai pengetahuan yang cukup untuk itu. Kita sudah terlalu biasa memandang pertambahan penduduk sebagai masalah sosial. Oleh karena itu kita coba memecahkannya juga dengan cara-cara pendekatan sebagaimana kita memecahkan masalah sosial lainnya, seperti misalnya kita coba memecahkan pembiayaan pembersihan kota, dinas pemadam kebakaran, dan sebagainya, melalui pungutan pajak tertentu.

Selama kita melihat pertambahan penduduk dengan kaca mata demikian, selama itu pula kita tidak dapat me-ngatasi persoalan ini. Apakah dapat mengatasi persoalan pertambahan angkatan kerja sebesar 2,4 juta per tahun itu dengan demikian caranya? Jawabnya jelas tidak. Kita hanya dapat mengatasi persoalan itu jika kita mulai berpikir dan menganggap kependudukan tersebut sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam proses produksi, sebagaimana memanfaatkan suatu bentuk energi secara terarah pada sasaran-sasaran perjuangan bangsa Indonesia.

Dalam pengembangan dan pemanfaatan tenaga manusia kita harus memperhitungkan fakta bahwa sebagai makhluk Tuhan, manusia mempunyai perasaan, nilai-nilai etika, agama, estetika, tradisi dan kebudayaan. Peran industri untuk mengimbangi laju pertambahan penduduk sangat besar, karena dapat memberikan cukup lapangan kerja bagi orang-orang Indonesia, dan dengan demikian akan tercapailah tujuan pembangunan nasional kita. Universitas berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mempersiapkan tenaga-tenaga ahli yang dibutuhkan dengan kualitas dan kuantitas yang mencukupi kebutuhan tenaga-tenaga ilmiah dan peneliti Indonesia pada tahun 1985 dan 2000 untuk dapat mendorong dan memajukan industri nasional serta ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

Ketiga, industri besar peranannya sebagai penggerak pembangunan nasional. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa semua negara yang telah maju, mendasarkan pendapatan nasionalnya pada basis industrialisasi. Oleh karena itu kita selalu berusaha untuk mengubah negara kita yang bersifat agraris menuju negara yang bercorak industri. Dalam suatu negara industri, kita dapat mengembangkan proses nilai tambah yang berorientasikan pada produksi dan pemasaran barang-barang jadi yang dibutuhkan di pasar dalam dan luar negeri, dengan kemampuan sumberdaya yang dimiliki bangsa kita sendiri. Sambil melaksanakan proses industrialisasi, hendaknya kita usahakan agar "kandungan lokal" (local content) yang kita miliki benar-benar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, dengan menerapkan prinsip optimasi nilai tambah seperti yang telah saya jelaskan di muka.

Dengan diterapkannya prinsip-prinsip ini, akan berkembang hasil-hasil sampingan berupa tumbuh dan berkembangnya industri penunjang yang akan mendukung industri utama, yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi; yang diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Dengan tumbuhnya berbagai hal itu, menjadi jelas bahwa di masa yang akan datang peranan industri dalam menggerakkan Pembangunan Nasional akan semakin meningkat.

Keempat, industri merupakan tempat pengujian dan penerapan teknologi. Seperti telah saya singgung di atas, adanya industrialisasi sangat erat hubungannya dengan penerapan teknologi, baik yang sudah lama kita kenal di tanah air maupun yang baru kita datangkan dari luar negeri.

Dengan adanya kemampuan dan keterampilan tenaga-tenaga ahli Indonesia yang bergerak dalam bidang industri tersebut, maka akan diperoleh pengalaman dan hal-hal baru, yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam penelitian laboratorium, di mana kemudian akan kita peroleh inovasi-inovasi dan modifikasi-modifikasi terhadap berbagai teknologi yang telah ada. Hasil-hasil ini bisa kita terapkan dan kita uji kebenarannya secara optimal dalam proses produksi, hanya jika kita telah mampu menyiapkan industri nasional yang kuat.

Kita menyadari bahwa kemajuan teknologi begitu pesat, dan sudah dapat dipastikan bahwa dimasa-masa yang akan datang kita hidup dalam suasana teknologi tinggi yang serba otomatis dan serba membutuhkan pasokan tenaga listrik sebagai tenaga penggeraknva. Oleh karena itu sejak sekarang kita sudah harus siap memikirkan nasib Bangsa dan Negara kita dari keadaan-keadaan yang demikian canggih dan rumit. Itulah sebabnya para tenaga ahli yang dididik di universitas-universitas harus selalu ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya, sejalan dengan kebutuhan-kebu- tuhan pembangunan nasional dan perspektif masa depan Bangsa Indonesia.

Dengan memperhatikan keempat urgensi pengembangan industrialisasi tersebut, semakin jelas betapa relevannya hal itu sebagai sarana pencapaian tujuan Pembangunan Jangka Panjang Kedua, yang bermaskud hendak mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, mandiri dan sejahtera.

 (Bersambung)

Kerjasama EKONOMI INTERNASIONAL DENGAN MODUS SEGITIGA PERTUMBUHAN

Kerjasama EKONOMI INTERNASIONAL
DENGAN MODUS SEGITIGA PERTUMBUHAN

Tatkala saya diberi tugas membangun P. Batam pada tahun 1978, saya mengemukakan dua gagasan. Gagasan pertama ialah "Teori Balon", yang mengisyaratkan adanya pembangunan ekonomi secara saling berkaitan di kawasan ini; yang kedua ialah mengenai gagasan pencip- taan persekutuan semacam Benelux, antara Singapura dengan daerah-derah di sekitarnya.
Bila kerjasama INSIMA dalam pembangunan Segitiga Pertumbuhan SIJORI dijalankan secara optimum, maka keseluruhan kawasan itu dapat dijadikan suatu pusat produksi serba canggih dengan gaya hidup serba kaya serta tingkat kesehatan, pendidikan, keselamatan dan mutu lingkungan yang mutakhir. Dan tak pelak lagi, hal ini akan merupakan unsur yang penting di dalam jaringan teknologi, produksi, perdagangan serta keuangan seluruh dunia. Ia akan merupakan suatu pusat wisata, kenyamanan, peristirahatan dan rekreasi untuk masyarakatnya sendiri serta untuk kaum wisatawan internasional.
(B.J. Habibie)
Selain faktor persiapan dan perencanaan yang matang, kerjasama dalam bidang Iptek hanya akan mencapai optimalisasinya jika hal itu terintegrasi secara langsung dengan sektor produksi secara konkret. Karena dalam kenyataannya teknologi bukanlah suatu variabel eksogen yang bisa dikembangkan sepenuhnya di luar "proses-proses produksi". Sebaliknya ia merupakan variabel endogen, yang bisa mencapai perkembangannya secara optimum, jika hal itu diintegrasikan ke dalam proses produksi.
Dengan kata lain, bentuk kerjasama internasional akan lebih berarti jika dikaitkan secara langsung dengan proses industrialisasi. Dalam kaitan ini ada beberapa bentuk kerjasama yang bisa dilakukan, seperti dalam bentuk joint venture, subcontracting, lisensi, bantuan manajemen, konsulta- si dan sebagainya, yang bisa dilakukan dengan berbagai negara tanpa memandang kedekatan geografisnya.
Kendati demikian, dari sekian banyak alternatif tersebut, ada bentuk kerjasama yang lebih erat, komprehensif dan mengandung dampak multiplier effect yang sangat besar; sehingga bisa menjadi driving force bagi perkembangan perekonomian masing-masing pihak yang terlibat. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama regional, antar wi- ayah-wilayah tertentu dari beberapa negara yang berdekatan, untuk membentuk apa yang disebut dengan "kutub-kutub pertumbuhan".
Belakangan ini, bentuk kerjasama pengembangan "kutub-kutub pertumbuhan" atau yang sering juga disebut kawasan segitiga, semakin banyak dijalin oleh berbagai perekonomian, terutama di kawasan Asia Timur dengan Jepang dan negara-negara industri baru (NIC's) sebagai lokomotifnya.
Di kawasan utara terdapat apa yang disebut Japan Sea Zone (JSZ), yang menyertakan kawasan Jepang sendiri dan Korea Selatan dan bahkan Vladivostok (Rusia). Di kawasan ini pula terdapat kawasan pertumbuhan Yellow Sea Zone (YSZ), yang melibatkan Korea Selatan dan Kawasan Cina bagian timur di antara Beijing dan Sanghai.
Ke bawah lagi muncul pula kawasan pertumbuhan Southern China Zone (SCZ), yang melibatkan Taiwan dan propinsi-propinsi Cina di sebelah selatan Sanghai. Di kawasan ini Taiwan ikut berperan dalam investasi yang semakin intensif di propinsi-propinsi tersebut, tetapi upaya Cina semakin meluas dengan mengundang investasi dari berbagai belahan dunia. Kebijakan insentif investasinya pun semakin dibuat menarik agar modal luar negeri semakin besar jumlahnya.
Reformasi dan rasionalisasi ekonomi di Vietnam sangat memungkinkan untuk menampilkan kawasan pertumbuhan baru dengan Thailand, yang kini mulai dikenal dengan sebutan Baht Economic Zone (BEZ). Artinya, setelah regim baru di Vietnam menyadari pentingnya perekonomian yang terbuka, maka kegiatan ekonomi di sekitar kawasan ini akan berkembang semakin intensif, apalagi ekonomi Thailand bertumbuh cukup baik dan dianggap sebagai salah satu calon NIC (New Industrializing Country).
Indonesia sendiri sejak jauh-jauh hari, bersama negeri- negeri jiran lainnya, telah memelopori hal yang sama dalam mengembangkan kawasan pertumbuhan yang sekarang sudah mapan, yaitu kawasan segitiga emas, Singapura-Johor-Riau (Batam), atau apa yang kemudian sering disingkat menjadi SIJORI.
Di kawasan ini sejumlah investasi sudah dikembangkan sedemikian intensif selama satu dekade terakhir, bahkan pernah mengalami boom, yang cukup menakjubkan. Keberhasilan ini akan segera disusul dengan pengembangan kawasan Northern Triangle (NT), yang akan menyertakan kawasan Sumatera Utara, Thailand bagian Selatan (Phuket) dan Malaysia bagian Utara. Kita juga tengah merintis kemungkinan pengembangan segitiga lainnya yang akan melibatkan Kalimantan Timur Laut, Malaysia dan Filipina; dan juga segitiga di sudut Tenggara Indonesia, yang akan melibatkan Indonesia, Australia dan Papua Nugini. Singkat kata, di Indonesia ini sesungguhnya banyak terdapat kawasan berpotensi yang dapat dikembangkan dengan modus segitiga, atas kerjasama dua atau tiga negara.
Apa yang menjadi dasar pertimbangan di balik pengembangan bersama kutub-kutub pertumbuhan ini, merupakan perhatian kita dalam uraian berikut.
Logika Pengembangan Segitiga Pertumbuhan SIJORI
Ketika gagasan pembentukan SIJORI diluncurkan sekitar tahun 1978, P. Batam hanyalah pulau di sekitar Riau, yang dihuni hanya sekitar 6000 jiwa. Pulau ini tidak memiliki kebudayaan yang khas, kecuali merupakan bagian dari rumpun kebudayaan Riau. Di sini juga tidak terdapat sumberdaya alam yang istimewa, kecuali cadangan pasir yang biasanya dijual ke Singapura. Memang benar P. Batam dan P. Bintan memiliki alam yang indah pemandangannya. Namun, ini tidak seberapa bila dibandingkan dengan kein-dahan alam Danau Toba, Gunung Bromo, ataupun pantai laut di Lombok dan banyak lagi pemandangan alam Indonesia.
Tetapi di balik keterbatasan ini, Batam memiliki kekuatan yang terpendam. Selain dari ketersediaan tanah, air dan tenaga kerja yang dapat diambil dari seluruh Indonesia, faktor terpenting di P. Batam dan P. Bintan ialah karena lokasinya yang berdekatan dengan Singapura, yang merupakan pusat industri, keuangan, perdagangan dan jasa-jasa, selain hubungannya yang erat dengan seluruh pusat perniagaan utama di seluruh dunia.
Saya pernah ditanya oleh tokoh masyarakat Riau, "Mengapa namanya SIJORI, Singapura-Johor-Riau, mengapa tidak Riau disebut terdahulu baru Johor, kemudian Singapura": Saya katakan "Saudara ini tidak memahami budaya Indonesia, budaya Indonesia yang kuat, yang besar memangku yang kecil dan lemah, bukan yang kuat menduduki yang kecil dan lemah. Karena yang kecil itu Singapura dan Johor, maka Indonesia mendapat kehormatan untuk memangkunya karena itu Riau disebut paling belakang; itulah kebudayaan kita.
Saya ingin sampaikan bahwa perkembangan segi tiga Sijori adalah fungsi dari prasarana mikro dan makro, fungsi dari sumberdaya manusia. Kedua fungsi itu menentukan tercapainya critical point dari sistem ekonomi yang antara lain terlihat dari high cost economy, walupun dengan high efficiency and productivity. Biasanya kalau sudah menghadapi cost economy, maka suatu masyarakat berusaha meningkatkan prestasinya bukan saja dengan menekan biaya tetapi meningkatakan kualitas pekerjaan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Tetapi jika produktivitas dan efisiensinya sudah 90 persen, biaya produksi meningkat tersus karena sudah mencapai batas atas masyarakat tersebut, sehingga tidak mampu bersaing lagi. Masyarakat tersebut hanya mampu bersaing jika mempunyai kemampuan tertentu sebagai contoh suatu bank dapat meningkatkan turn over-nya sebesar 100 persen dalam satu tahun, misalnya dengan captive contract tertentu. Tetapi itu tidak dapat dilakukan oleh suatu industri seperti PT IPTN, karena berbagai permasalahan yang membutuhkan waktu lama yang tidak dialami bank misalnya.
Singapura berbeda dari negara-negara tetangganya, yang secara geografis dan demografis jauh lebih besar daripadanya. Mengingat terbatasnya sumber daya manusia dan alam, serta kecilnya pasar domestik yang tersedia, ia seakan-akan terpaksa, tiada pilihan lain kecuali harus memandang ke luar batas-batas wilayahnya sendiri, maka infrastruktur ekonomi dan sosial yang dikembangkannya, perlu dikaitkan dengan wilayah-wialayah negara di sekitarnya dan disesuaikan dengan tuntutan pasar dunia, dan bukanlah dengan tuntutan pasar dalam negeri; dengan mengindahkan norma-norma dunia internasional, dan bukannya norma pasaran dalam negeri.
Berkat ketekunan kerja, disiplin serta kemampuan dan ketrampilan SDM yang dimilikinya, Singapura telah meraih sukses yang amat mengesankan. Ia telah berhasil mentransformasikan dirinya selama kurun waktu 25 tahun terakhir, dari sekedar pusat perdagangan dan pemindahan muatan kapal menjadi negara dengan perekonomian yang didasarkan pada industri manufaktur dan jasa-jasa modern, dengan menerapkan teknologi serba-canggih yang mengakar di dalam negeri, serta sepenuhnya disesuaikan dengan jaringan dunia perniagaan internasional.
Jalan pikiran dasar dari pembentukan SIJORI ialah bahwa sesungguhnya masuk akal bila negara-negara tetangganya seperti Indonesia dan Malaysia menarik manfaat dari peluang yang disediakan oleh negara yang berorientasi global seperti Singapura ini. Dengan menjalin kerjasama dengan Singapura, para pengusaha yang berpangkalan di Indonesia dan Malaysia akan memperoleh akses, pintu masuk, menuju pusat-pusat pemasaran dan pemasokan barang melalui perantaraan Singapura. Selain itu, tentu saja mereka pun dapat menghasilkan serta menjual barang di pasaran dalam negeri Singapura sendiri.
Itulah sebabnya mengapa Indonesia, Singapura serta Malaysia (yang selanjutnya disingkat menjadi INSIMA) menjalin kerjasama dalam usaha pembangunan SIJORI secara terkoordinasi. Kerjasama itu didasarkan kepada kepentingan dan manfaat bersama, dan usaha ini akan terus dilanjutkan selama masih memberi manfaat pada semua pihak. Dalam pada itu agaknya jelas pula, bahwa akan kurang bijaksana bila pembangunan seluruh daerah Indonesia secara khusus akan tergantung kepada fasilitas dan infra-struktur Singapura saja. Dengan demikian, digunakan atau tidaknya infrastruktur Singapura untuk memperoleh akses ke pusat-pusat permintaan barang-barang hasil Indonesia dan Malaysia, akan tergantung pada situasi dan kondisi setiap kasus tersendiri.6
Sesuai Keppres No.28 tahun 1992 Pulau Rempang dan Pulau Galang serta pulau-pulau kecil di sekitarnya telah dimasukkan ke dalam wilayah kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang untuk selanjutnya sesuai pengarahan Bapak Presiden dinamakan wilayah Barelang, yaitu wilayah Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru serta pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Untuk merealisasikan Keppres tersebut pada saat ini sedang dilaksanakan pembangunan 6 jembatan dan jalan Trans-Barelang sepanjang 54 km yang menghubungkan Pulau Batam sampai dengan Pulau Galang Baru di mana pembiayaannya diharapkan dari pendapatan Otorita Batam yang berasal dari sewa tanah di wilayah Barelang. Dengan demikian Otorita Batam berupaya untuk sesedikit mungkin membebani APBN.
Pulau Batam, terletak 20 km ke Tenggara dari Singapura dengan luas daerah 415 km2, yaitu persis dua pertiga daerah Singapura yang luasnya 620 km2. Di sekitarnya ada pulau Rempang dan Galang yang letaknya berdekatan yang dalam waktu singkat akan dihubungkan secara fisik dengan dua jembatan, sehingga kelak akan merupakan kesatuan BARELANG (611 km2) yang merupakan kawasan berikut atau "bonded". Pulau Bintan yang letaknya sebelah Timur dari Batam jauh lebih luas, yaitu 1.100 km2. Sedangkan ke arah selatan, ada Pulau Singkep yang berukuran luas 774 km2, lebih kecil dari Bintan, namun lebih besar dari Singapura atau Batam.
Dengan dihubungkannya Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Satoko, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru dengan 6 buah jembatan dan jalan Trans Barelang, maka jika semula luas Pulau Batam adalah 67% dari luas Singapura maka dengan penggabungan pulau-pulau tersebut sebagai wilayah Barelang akan mencapai luas sebesar 115% dari luas Singapura.
"Teori Balon" dan Gagasan Persekutuan Ala BENELUX
Pengembangan Pulau Batam dimulai sejak tahun 1971 dan secara garis besarnya dapat kita kenali tiga periode. Tahun 1971 s/d 1976 dapat dinamakan periode persiapan dan permulaan pembangunan. Periode persiapan ini di-selenggarakan di bawah pimpinan Dr. Ibnu Sutowo. Tahun 1976 s/d 1978 merupakan periode orientasi kembali; di bawah pimpinan Prof. J.B. Sumarlin. Sedangkan dari tahun 1978 hingga sekarang merupakan periode pelanjutan pembangunan yang diselenggarakan oleh Menteri Negara Ristek. Sejak periode terakhir ini telah diadakan beberapa penyempurnaan konsepsional serta penanaman modal besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur, yang kemudian disusul oleh membanjirnya penanaman modal swasta sejak tahun 1983, setelah digalakkan investasi dalam pembangunan infrastrukturnya.
Di dalam periode ini, pengembangan Pulau Batam dilakukan berdasarkan atas ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perencanaan dan pelaksanaan APBN untuk mengadakan beberapa macam prasarana minimum, meliputi: (1) prasarana jalan dan jembatan; (2) prasarana air minum; (3) prasarana kelistrikan; (4) prasarana telekomunikasi; (5) prasarana pelabuhan laut; (6) prasarana pelabuhan udara; serta (6) prasarana bangunan umum dan sosial.
Tatkala saya diberi tugas membangun P. Batam pada tahun 1978, saya mengemukakan dua gagasan. Gagasan pertama ialah "Teori Balon", yang mengisyaratkan adanya pembangunan ekonomi secara saling berkaitan di kawasan ini; yang kedua ialah mengenai gagasan penciptaan persekutuan semacam BENELUX, antara Singapura dengan daerah-derah di sekitarnya.
"Teori Balon" itu mengumpamakan Singapura serta daerah-daerah di sekitarnya sebagai suatu sistem interkoneksi balon-balon yang masing-masing dihubungkan de-ngan katup. Alasan untuk mengadakan hubungan berkatup di antara balon-balon itu didasarkan pada pertimbangan, bahwa bila suatu balon membengkak terus, maka pada suatu saat tekanannya akan mencapai titik genting sehingga balon itu akan meledak. Untuk mencegahnya, balon itu akan dihubungkan dengan balon lain melalui sebuah katup, sehingga balon yang kedua akan menampung "tekanan-lebih" dan mulai membengkak tanpa menyebabkan mengempisnya balon yang pertama. Lalu balon kedua pun pada gilirannya akan membengkak seperti halnya balon pertama sampai tercapai titik genting. Oleh karena itu, kelebihan tekanan udaranya harus disalurkan pada balon yang ketiga, dan demikian seterusnya.
Dengan demikian, masing-masing balon, yaitu masing-masing daerah, akan dapat tumbuh secara terus-menerus sampai saat tercapainya titik genting, tanpa meledak, dan tanpa menyebabkan mengempisnya balon yang lain.
Kita perlu memahami kalau saya berbicara mengenai SIJORI atau pun pertumbuhan segi tiga lain yang melibatkan Sumatera Utara, Malaysia dan Thailand, dan mungkin juga Sulawesi Utara atau Indonesia Bagian Timur dengan Filipina dan Malaysia bisa saja bentuknya segi tiga atau bukan segi tiga tetapi suatu pusat pertumbuhan. Karena kita memikirkan pusat pertumbuhan ekonomi untuk abad yang akan datang pada saat tinggal landas, maka kita perlu mempertimbangkan sungguh-sungguh apa yang telah saya jelaskan sebelumnya.
Tanggungjawab saya sebagai Ketua OPDIP Batam (Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam) menggantikan Bapak J.B. Sumarlin, Bapak Presiden mengatakan "Saudara Habibie saya tugaskan Anda untuk mengembangkan Pulau Batam." Lalu saya sampaikan, "Pak kalau saya ditugaskan mengembangkan Pulau Batam, maka skenario saya tidak akan sama dengan skenario Bapak Ibnu Sutowo. Karena Bapak Ibnu Sutowo membuat skenario yang indah dan tepat tetapi dari kacamata seorang Direktur Utama Pertamina. Beliau memproyeksikan bahwa pulau Batam itu menjadi salah satu basis industri minyak dan gas lepas pantai. Saya mohon diperkenankan untuk mengembangkan sesuai keyakinan saya ialah berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi yang lokasinya strategis didepan Singapura yang bisa berkembang menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia bahkan di Asean dan bisa memanfaatkan kekuatan ASEAN itu. Bapak Soeharto mengatakan: "Baik, silahkan". Begitulah mulanya proyek besar ini. Setelah itu saya mohon kepada Bapak Presiden untuk diperkenankan bertemu empat mata dengan Bapak Lee Kuan Yew Perdana Menteri Singapura tidak di Jakarta atau di Singapura tetapi di pulau Batam. Di Pulau Batam waktu itu belum ada jalan, belum ada pelabuhan udara, belum ada apa-apa, hanya ada perumahan yang dibangun oleh Pertamina yang sekarang namanya Wisma Batam dan sedikit jalan dibuat untuk kesitu, pelabuhan kecil untuk penye-berangan dari Batu Ampar ke Sekupang.
Tahun 1979 saya bertemu PM Lee Kuan Yew, hanya beliau dengan saya berbicara berdua. Saya jelaskan skenario. Beliau menanggapi dengan serius dan tampak kepandaiannya. Dia mengatakan: "Habibie you just look what you can get from Singapore. If there are any companies which can not survive the economic system of Singapore, the companies do not have the right to exist in Singapore".
Itu prinsip ekonomi bebas berorientasi kepada pasar. PM Lee Kuan Yew pada prinsipnya berpendapat, jika ada perusahaan tidak bisa lagi berkembang di Singapura dalam ekonomi yang berorientasi pasar, maka perusahaan itu tidak mempunyai hak untuk hidup di Singapura.
Saya katakan pada PM Lee Kuan Yew, bahwa saya melihat Singapura itu sebagai suatu balon yang terus membesar karena angin memasukinya. Jikalau angin terus-menerus menghembus ke dalam balon, maka balon itu terus membesar dan tidak bisa dihentikan hembusan angin ke dalam balon itu. Maka pada critical pressure balon itu akan pecah.
Sebagai seorang insinyur saya mengetahui bahwa udara tidak bisa berhenti memasuki balon tersebut, karena itu yang saya lakukan menciptakan balon kosong dan menghubungkan balon yang sedang ditiup itu dengan balon kosong melalui saluran ventilasi. Jika angin mendekati 80 persen dari tekanan kritis pada balon dan ventilasi terbuka, maka udara langsung masuk ke balon kedua yang kosong itu. Balon yang kedua itu pun memiliki critical pressure kalau itu tercapai, saya akan ciptakan balon ketiga yang juga de-ngan saluran ventilasi, sehingga pada saat critical pressure tercapai pada balon yang kedua yang belum tentu sama tingginya dengan critical pressure pada balon pertama. Ventilasi terbuka langsung masuk udaranya ke balon yang ketiga dan seterusnya sampai terjadi puluhan balon dengan kekuatan optimum dan terus berkembang.
PM Lee Kuan Yew berkata "Doctor Habibie I really at that time did not understand what you meant with your baloon ". Tetapi sekarang beliau memahaminya dengan baik, karena itu akhirnya pada tahun delapan puluhan dengan penuh semangat ia mempromosikan Batam dan pulau lainnya sebagai kawasan industri.
Kita dengan mudah dapat memperhitungkan critical pressure balon dan mengidentikkannya dalam sistem ekonomi critical pressure itu sebagai sistem ekonomi high cost atau low cost dan efisien, produktif atau tidak efisien dan tidak produktif.
Kalau suatu ekonomi terus menjurus menjadi high cost, maka pada suatu limit yang tertentu perusahaan tidak mampu berkembang atau menetap di sistem ekonomi yang high cost tersebut.
Apa pengertian high cost? yaitu pada suatu limit yang tertentu perusahaan tidak mampu berkembang atau menetap di sistem ekonomi yang high cost tersebut. Lantas, bagaimana Anda menentukan apakah suatu perekonomian high cost atau tidak.
Kita menyadari, kalau kita membangun suatu perusahaan kita membutuhkan prasarana ekonomi. Prasarana ekonomi itu penting apakah itu listrik, telepon, telefax, jalan, pelabuhan udara, segala macam yang bisa melancarkan bahan mentah masuk ke perusahaan, diolah dengan cepat dan dengan waktu sesingkatnya masuk ke pasar. Informasi dari pasar mancanegara langsung masuk untuk dimanfaatkan untuk dikerjakan, itu juga prasarana.
Prasarana ekonomi ada 2 macam:
  1. Prasarana ekonomi mikro ialah yang ada kaitannya dengan Batam sebagai wilayah ekonomi, misalnya di Batam dibangun jalan, lapangan terbang dan telepon. Saya punya data, tetepi itu tidak cukup, kita juga membutuhkan prasarana makro.
  2. Prasarana ekonomi yang memberikan kemampuan kepada puluhan perusahaan di dalam sistem mikro tersebut untuk berhubungan dengan pasar makro global.
Singapura dalam tahun enam puluhan berusaha dan berhasil mengembangkan prasarana ekonomi mikro dan sekaligus berhasil, karena strateginya dalam mengembangkan prasarana makro ekonomi global.
Oleh karena itu perwakilan perdagangan Singapura dalam tahun 1960an, 1970-an dan 1980-an semua berada di pasar Amerika Utara, pasar Eropa, pasar Jepang atau pasar Korea. Tetapi tidak pernah ada di Indonesia. Baru pada 1990, Singapura menaruh perhatian pada Indonesia. Sebelumnya, Indonesia tidak diperhitungkan Singapura karena kesibukannya mengembangkan prasarana ekonomi untuk menembus pasar global sekali pun tidak mempunyai bahan mentah. Tetapi Singapura adalah salah satu pengekspor terbesar, karena mempunyai standar mutu yang tinggi. Karena itu produk olahannya mampu memasuki pasaran ekonomi manca negara, karena quality control Singapura sudah terpercaya. Sedangkan Indonesia belum mampu memberikan jaminan kualitas.
Ini semuanya termasuk prasarana ekonomi makro. Apa yang terjadi kemudian pada Singapura? Singapura berhasil mengembangkan, menyempurnakan prasarana ekonomi mikronya dan berhasil mengembangkan prasarana ekonomi makronya, berhasil mengembangkan SDM tetapi menghadapi masalah. Sebelumnya saya telah jelaskan bahwa tidak ada sesuatu di dalam ekonomi yang tidak mengalami penyusut. Kalau kita mau mempertahankan nilai dari sesuatu yang mengalami penyusutan, maka kita harus menyediakan dana yang terus menerus diinvestasikan supaya nilainya sama. Kalau kita mau meningkatkan nilainya, maka investasi itu harus mencakup penyusutan ditambah growth yang kita kehendaki.
Jadi sehebat-hebatnya Singapura dalam mengembangkan sistem jalannya, sistem airnya, penghijauannya, telepon, termasuk listrik dan sebagainya semuanya itu mengalami penyusutan.
Artinya sehebat-hebatya Singapura harus menyediakan anggaran untuk membiayai supaya prasarana ekonominya tidak menyusut menjadi nol tapi terus meningkatkan kecanggihannya.
Kedua, masalah lain Singapura adalah penduduknya yang hanya 2,8 juta, menurut perkiraan, penduduk Singapura abad yang akan datang mungkin mencapai 3.6 juta manusia. Menurut perkiraan manusia Singapura tidak bersedia bekerja di industri. Itu dianggap pekerjaan kotor tetapi mereka lebih cenderung pada service, banking, shoping center dan perhotelan.
Dalam kasus Indonesia banyak pekerja yang masuk ke industri sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi. Di Indonesia, tamatan SMA sulit mencari pekerjaan dan begitu pula lulusan Sl. Sebenarnya kita mempunyai potensi te-naga kerja lebih baik untuk industrialisasi dari pada di Si-ngapura. Bukan karena manusianya lebih pintar, tetapi karena jumlahnya banyak sekali. Inilah pembatas yang diha-dapi Singapura.
Kebutuhan untuk menggantikan penyusutan dana yang dibutuhkan semakin lama semakin besar. Pertanyaannya adalah dana diperoleh dari mana? Bagi Singapura air minum dan sayur saja diimpor, pasir juga dibeli dari luar ne-geri. Satu-satunya sumberdaya yang dimiliki Singapura, adalah sumberdaya manusia yang terbarukan, itu pun terbatas. Lalu apa sumber lainnya? Pajak. Tetapi jika pajaknya tinggi, itu akan mempengaruhi terjadinya high cost economy. Akibatnya adalah perekonomian tidak kompetitif lagi, tambahan lagi dari pekerja yang bekerja di industri adalah tenaga kerja sisa yang kualitasnya rendah.
Apa yang saya jelaskan tersebut berkaitan dengan penyusutan modal, investasi dari suatu perekonomian yang kecil, baik prasarana mikro maupun prasarana ekonomi makro dengan sumberdaya manusia terbarukan walau pun tergolong terampil dan meningkat produktivitas dan efisiensinya tetapi ada batasnya. Jika batasan itu dicapai, itulah yang saya sebut sebagai critical pressure balon.
Sebagai manusia yang bertanggungjawab dan berbudaya kita harus menyadari Singapura itu ialah kawan dan saudara kita yang terhormat. Hubungan bangsa Indonesia dengan bangsa Singapura sangat baik dalam organisasi perda-gangan mau pun perorangan.
Singapura berada ditengah-tengah benua maritim Indonesia. Kondisi yang demikian ada kemungkinan balon itu akan pecah. Itu tidak boleh terjadi karena itu jauh sebelumnya balon Batam itu dipersiapkan. Karena itu pada 1979 saya jelaskan balon alternatif itu kepada PM Lee Kuan Yew dan 1980 beliau mulai mengerti maksud saya tersebut.
Kita tidak dapat membiarkan balon itu terjadi apa-apa. Kita tidak boleh mengorbankan balon megah Singapura itu. Harus diterima bahwa di sebelahnya ada balon megah serupa dan balon itu bukan hanya satu tetapi banyak.
Sekarang Batam sudah mulai dikembangkan, Rempang dikembangkan, Galang dikembangkan, Bintan sedang ditenderkan. Jembatan yang menghubungkan ialah pertama dari Batam-Setokoh, Setokoh-Rempang, Rempang-Galang, Galang-Galang Baru. Enam jembatan sedang diram- pungkan untuk menghubungkan balon-balon tersebut. Bintan dapat terus dikembangkan. Saya bisa bayangkan abad yang akan datang Bintan akan berkembang pesat dan akan membangun jembatan dari Batam ke Bintan. Ini adalah ventilasi baru.
Kita secara sistematis mempersiapkan ventilasinya, secara sistematis mempersiapkan prasarana ekonominya secara mikro, mempersiapkan pemanfaatan prasaran ekonomi makro yang telah dipelopori oleh Singapura demi kepentingan growth triangle.
Sekarang kita mempersiapkan pemanfaatan prasarana ekonomi makro atau global yang telah sejak tahun 1960-an secara sistematis dikembangkan oleh Singapura. Tetapi tidak berarti kita berhenti di situ, kita kembangkan lebih lanjut dalam abad yang akan datang. Prasarana global itu pusatnya bukan di Singapura tetapi di Barelang.
Pada setiap peristiwa, ukuran maksimum dari perekonomian daerah tersebut akan tergantung pada kendala yang ditentukan oleh sumber daya alam dan manusia yang tersedia. Dalam pada itu, jumlah serta mutu dari sumberdaya itu sendiri bukanlah tidak mungkin akan terus berubah. Dan tidak pula diasumsikan bahwa orang akan menghentikan usahanya untuk menarik manfaat maksimal dari sumber daya yang ada. Namun yang menjadi dasar pemikiran di sini ialah bahwa perekonomian masing-masing daerah akan dapat bertumbuh tanpa bahaya meledak, bila mereka saling dihubungkan satu dengan yang lain, dan kelak mungkin juga dengan daerah-daerah di luar itu.
Singapura akan dapat bertumbuh terus, jika ia dihubungkan dengan Johor dan Batam (Riau); dan ketiga kawasan tersebut kelak akan dapat dihubungkan pula dengan daerah-daerah lain, yang dapat menampung kelebihan pertumbuhannya.
Sementara Singapura bertumbuh terus, penduduknya akan terus-menerus naik pada tangga kemajuan: dari buruh "kerah-biru" (blue-collar) meningkat menjadi karyawan berkerah putih (white collar); dari kegiatan teknologi rendah beralih ke teknologi canggih; dari gaya hidup tingkat rendah ke arah gaya hidup tingkat tinggi.
Namun demikian, kemajuan ini mengandung masalahnya tersendiri. Masalahnya ialah bahwa setiap perekonomian akan membutuhkan buruh kerah-biru (buruh bangunan atau pabrik, sopir bis, pelayan restoran dan sebagainya). Sedangkan persediaan tenaga kerja kasar itu akan berkurang, seiring dengan meningkatnya penghasilan dan tingkat kehidupan. Akibatnya ialah meningkatnya tingkat upah, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya produksi. Barang dan jasa yang dihasilkan di Singapura akan kurang daya saingnya, sementara jumlah barang impor akan meningkat sesuai dengan kenaikan pendapatan penduduk.
Di sinilah arti pentingnya Indonesia. Di Indonesia ada berlimpah persediaan tenaga kerja berketrampilan rendah, dan cadangannya pun kian bertambah banyak. Jumlah angkatan kerja yang masuk pasaran kerja setiap tahun rata-rata berjumlah 2,4 juta, hampir sama dengan jumlah seluruh penduduk Singapura. Banyak di antara mereka memegang ijazah sekolah menengah atas ataupun gelar sarjana; namun tidak semua dapat ditampung oleh dunia perekonomian karena tidak berimbangnya sisi penawaran dan permintaan. Itulah sebabnya, banyak yang harus puas saja menerima pekerjaan yang tersedia. Di Indonesia akan jauh lebih mudah dan murah mendapatkan tenaga untuk pekerjaan "kerah-biru" berketrampilan rendah ketimbang di Singapura.
Cara berbuat yang masuk akal ialah mencocokkan kelebihan masing-masing perekonomian ini dan menarik manfaat dari sifat saling melengkapi, dan mencocokkan ketersediaan ruang dan tenaga kerah-biru dari Indonesia dengan segala fasilitas, jaringan niaga internasional serta karyawan kerah-putih dari Singapura. Fasilitas produksi di Indonesia dapat menarik manfaat dari fasilitas pemasaran, jasa-jasa keuangan, transportasi dan telekomunikasi di Singapura. Sebaliknya fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Singapura akan dapat memperoleh volume niaga yang lebih besar, dengan mengembangkan fasilitas produksi yang tersedia di Indonesia; dalam hal ini, yang ada di P. Batam dan di Provinsi Riau. Dengan demikian, jelas bahwa kian dekatnya letak suatu daerah dengan Singapura, semakin mudah akan terlaksana penyesuaian ini.
Untuk membantu pelaksanaannya, saya mengajukan saran untuk menerapkan peraturan seperti yang menghubungkan Belgia, Belanda dan Luxemburg, dengan mengembangkan suatu kawasan imigrasi dan pabean bersama, yang disebut BENELUX. Di mana di dalamnya, barang, orang dan jasa dapat bergerak secara leluasa dari negara yang satu ke negara-negara lainnya tanpa suatu hambatan.
Di dalam lingkungan persekutuan itu, lokasi untuk setiap jenis kegiatan ekonomis terutama akan ditentukan oleh pertimbangan biaya-manfaat ekonomis belaka. Peraturan semacam ini hendaknya dilaksanakan antara Singapura, Johor dan Riau. Segala aturan serta prosedur mengenai soal keimigrasian, pabean dan komunikasi haruslah diselaraskan, sehingga dapat memperlancar segala gerakan orang, barang dan jasa secara lebih mudah dan murah. Dengan demikian SIJORI akan tampil semacam BENELUX.
Sesungguhnya ada kesesuaian mendasar di antara masyarakat Singapura dengan masyarakat di Riau dan di Johor, yang bisa dijadikan alasan pokok untuk pengintegrasian ketiga wilayah itu menjadi suatu pangkalan investasi dan produksi bersama, untuk segala jenis barang hasil industri dan jasa. Gagasan pokoknya ialah agar kepada dunia usaha ditawarkan peluang untuk menempatkan fasilitasnya di Johor, di P. Batam ataupun di P. Bintan, sementara kantor pusatnya bertempat di Singapura.
Gagasan tersebut kini telah disempurnakan lagi dengan beberapa konsep lainnya. Singapura agar dijadikan lokasi untuk pusat-pusat Litbang (penelitian dan pengembangan) regional, dan juga sebagai lokasi kantor pusat operasi perusahaan-perusahaan multinasional, sedangkan pabriknya ditempatkan di Batam, Johor atau Riau. Selain itu, kepada warga Singapura ditawarkan kesempatan untuk memba-ngun rumah-rumah mewah dan fasilitas rekreasi akhir pekan di P Batam dan di Riau, sementara mereka tetap berbelanja di Singapura dan di Johor, dan menyekolahkan anaknya serta mencari perawatan kesehatan juga di Singapura.
Karena dengan meningkatnya tingkat upah buruh di Singapura, kaum industriawan terpaksa beralih kepada produksi barang yang lebih canggih dan bernilai tinggi. Dengan demikian, akan terjadi pembagian kerja pada industri-industri padat karya yang kemudian akan melakukan relokasi ke Johor atau ke Riau. Pabrik-pabrik didirikan di Riau untuk melayani pasaran Singapura serta pasaran internasional via Singapura. Sementara itu, perusahaan-perusahaan elektronika multinasional yang ingin memperluas usahanya di Singapura, tapi mengalami kesulitan untuk memperoleh tanah dan tenaga kerja, akan mendirikan cabang-cabang pabriknya di Johor dan di Riau.
Selain itu, segera terbayang bahwa kesempatan untuk memenuhi permintaan jasa-jasa liburan dan rekreasi di P. Batam dan di P. Bintan merupakan dorongan yang menyenangkan dan akan cepat memberi hasil untuk melaksanakan gagasan ini, dan pasti akan membawa manfaat bagi perekonomian kawasan P. Batam dan P. Bintan. Namun, secara konsepsional soal kepariwisataan bukan merupakan bagian utama dari gagasan ini. Kaum wisatawan yang menaruh minat pada kebudayaan, kesenian serta keindahan alam Indonesia atau Malaysia dapat dilayani secara lebih memuaskan di daerah-daerah lainnya.
SIJORI dalam Konteks Kerjasama ASEAN
Sepanjang tradisi, kerjasama ekonomi di antara negara-negara anggota ASEAN berlangsung sepanjang garis-garis sektoral yang mencakupi pertanian, urusan perbankan dan keuangan, kehutanan, perikanan, perindustrian, pertambangan dan energi, ilmu dan teknologi, perdagangan, pe-ngangkutan serta kepariwisataan. Pokok-pokok kesepakatan yang dikembangkannya ialah Proyek Perindustrian ASEAN (yang diterima pada tahun 1976), Peraturan Preferensi Perdagangan (1977), Rencana Komplementasi Perindustrian ASEAN (1981), dan Rencana Perkongsian atau Joint Venture Industri ASEAN (1982).
Proyek-proyek perindustrian ASEAN terdiri dari lima proyek perindustrian Joint Venture, dengan sebuah proyek bagi setiap negara anggota; yang hasil produksinya akan memperoleh perlakuan preferensial di dalam pasar setiap negara anggota, berdasarkan pada Peraturan Preferensi Perdagangan (Preferential Trade Arrangements). Berdasarkan peraturan tersebut, masing-masing negara anggota memberi marjin preferensi kepada masalah impor antar ASEAN, yang berkisar antara 10% sampai 50%. Rencana Komplementasi Perindustrian ASEAN menentukan aneka paket tertentu untuk produksi serta distribusi suku cadang otomotif yang akan diselenggarakan oleh negara-negara anggota yang berpartisipasi. Dan berdasarkan Rencana Patungan Perindustrian, perusahaan patungan yang didirikan antar warga negara dari paling sedikit dua negara anggota, akan diberi marjin preferensi sebanyak 90%, bila mengekspor hasil produksinya ke wilayah negara-negara anggota lainnya.
Masukan buat ASEAN
Dalam persaudaraan ASEAN dengan penduduk hampir 300 juta dan sumber daya yang melimpah, kita telah mengikat perjanjian bersama melalui Deklarasi Bangkok 1967, dan Bali Concord 1975, untuk mengharmoniskan upaya-upaya untuk memajukan ketahanan nasional masing-masing dan ketahanan regional secara keseluruhan. Tujuan ASEAN untuk memajukan kemampuan ekonomi nasional untuk mandiri secara ekonomi, dengan motivasi dan aspirasi memelihara identitas kultural, kekuatan untuk memelihara integritas politik dan ketahanan untuk memajukan kualitas hidup penduduk di kawasan ini.
Pertemuan Kepala-kepala Negara ASEAN IV di Singapura 1992 lalu, juga mengangkat kerangka persetujuan untuk memajukan kerjasama ekonomi, perjanjian tentang tarif preferensi bersama (Common Effective Preferential Tariff - CEPT) bagi kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) dan Deklarasi Singapura 1992. Itulah sebabnya sangatlah wajar bahwa tujuan CEPT dan AFTA direfleksikan dalam rencana dan tindakan ASEAN di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah bersama seperti standar harmonisasi, persamaan penilaian kualitas, sertifikasi sistem dan sertifikasi produk, kalibrasi, dan akreditasi laboratorium, dapat dikembangkan ke dalam proyek-proyek yang saling mengutungkan, namun yang juga dapat mendorong persaingan sehat ASEAN sebagai basis produksi utama, tapi juga meningkatkan perdagangan intra-regional dan internasional juga.
Deklarasi Singapura Februari 1992 tentang lingkungan dan pembangunan, dan kesepakatan bersama tentang Komisi PBB untuk Pembangunan Lingkungan (UNCED) serta kaitannya dengan isu-isu yang menekankan perlunya ASEAN mengarahkan kerjasama yang sedang dan akan berjalan dan kesepakatan bersama tentang isu pembangunan dan lingkungan global ke arah pembangunan berkesinambungan dan seimbang sesuai dengan tujuan utama Agenda 21 di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kendati ASEAN telah banyak membuat kemajuan, namun ASEAN juga menghadapi banyak masalah pada sekarang dan masa mendatang. Keharusan eksternal seperti perkembangan pesat integrasi ekonomi Eropa dan Amerika, munculnya dunia multipolar yang lebih kompleks yang melibatkan konsentrasi kekuatan ekonomi dan strategis yang besar, memerlukan platform bersama untuk menga- tasinya.
Begitu juga, kendati Perang Dingin telah berakhir, masalah keamanan di perbatasan wilayah ASEAN masih cukup menekan. Keharusan internal seperti transformasi yang tak dapat dielakkan dalam perekonomian ASEAN, liberalisasi perdagangan unilateral dalam ASEAN, dan munculnya pesaing-pesaing baru (RRC dan Vietnam) merupakan isu mendasar yang menghendaki perhatian dan penyelesaian segera.
Ketahanan nasional dan regional dalam upaya konsisten, panjang dan intensif diperkuat untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan regional, dan agar berhasil upaya-upaya ini, kemajuan pesat dalam kemampuan iptek termasuk penelitian dasar sangat dibutuhkan untuk mengembangkan sumberdaya manusia ASEAN, untuk memperoleh potensi intelektual , kultural dan produktif perlu dilakukan.
Karena bantuan bagi hubungan yang saling menerima dalam kerjasama iptek telah menjadi sesuatu yang berharga di masa lalu, kini cara-cara harus dikembangkan sebagai suatu mekanisme bagi ketahanan yang lebih besar dalam pendanaan proyek. Karena itu sangat wajar bahwa kita menggunakan sebagian waktu untuk mengkaji berapa besar dana ASEAN dan berapa dana untuk iptek ASEAN dapat digunakan secara optimum dan dengan cara yang sebaik mungkin.
Sehubungan dengan perhatian kita pada ketahanan yang lebih besar dalam pendanaan proyek-proyek ASEAN, upaya memajukan kerjasama swasta dan sektor publik ASEAN dan upaya mengadakan hubungan tripartite antara indutsri pemerintah dan institusi sektor publik ASEAN di-sarankan di Singapura 1992. Kendati kemajuan dalam bidang ini masih minimum dan terbatas hanya pada sedikit proyek, prospek masa depan tampaknya menjanjikan, misalnya program yang berpengaruh secara berhasil telah membuka kesempatan yang menguntungkan bagi sektor swasta ASEAN dan Eropa. Lagi pula, program tersebut telah meletakkan iklim yang sehat bagi investasi langsung, pembangunan industri dan alih teknologi di negara-negara ASEAN. Itulah antara lain masalah mendesak yang dihadapi ASEAN sekarang ini, yang menjadi dasar pula bagi upaya ke arah pemecahan yang mungkin.
Kerjasama INSIMA
Kerjasama persekutuan INSIMA dalam usaha memba-ngun Segitiga Pertumbuhan SIJORI merupakan suatu bentuk baru kerjasama ASEAN. Ruang cakupannya lebih terbatas, dan karena itu ia bersifat lebih kongkret. Sifatnya lebih pragmatis dan jauh kurang ciri formalitasnya. Ia be-kerja melalui serangkaian peraturan bilateral, dan bukan multinasional. Ia lebih dikelola oleh sektor swasta, dengan pihak pemerintah sekadar mengkoordinasi segala urusan investasi, pabean, imigrasi, serta bidang kebijakan rencana lainnya secara pragmatis sekadar untuk penyesuaian de-ngan ketentuan-ketentuan pasar.
Dunia perdagangan sekarang ini kian berminat dan mampu memilih lokasinya di mana saja yang cocok untuk melayani pasaran yang ditujunya. Dan untuk mencari lokasi yang cocok ini, terdapat dua perangkat syarat: pertama, cukup tersedianya sumberdaya ekonomi: tanah, tenaga kerja, dan sumber daya alam; kedua, tersedianya infrastruktur ekonomi dan sosial yang memadai: telekomunikasi, pe-ngangkutan, energi, fasilitas diklat, dukungan litbang, perumahan, keselamatan pribadi dan lain-lain.
Segitiga Pertumbuhan SIJORI merupakan satu di antara hanya beberapa lokasi di kawasan ASEAN, yang memiliki kedua perangkat syarat tadi di tempat yang sama.
Di kepulauan Riau, tersedia tanah cukup luas dan mudah diperoleh persediaan besar tenaga kerja yang terlatih ataupun layak latih dari daerah-daerah Indonesia lainnya. Sedangkan Singapura memiliki fasilitas perbankan dan keuangan yang mutakhir, telekomunikasi, pengangkutan dan beraneka fasilitas penunjang lainnya, juga lingkungan hidup yang cocok untuk dunia usaha. Lagi pula, ketiga masyarakat dalam lingkungan SIJORI bisa saling melengkapi, dan secara tergabung ketiga daerah itu menyediakan lokasi yang efektif-biaya untuk perusahaan yang ingin berkembang atau memulai kegiatannya, dengan menarik manfaat dari segala peluang yang disediakan oleh pasaran yang sedang tumbuh pesat.
Sebelum dasawarsa ini berakhir, P. Batam dan P. Bintan sudah akan berkembang sesuai batas sumberdayanya. Pusat P. Batam, Kota Tepi Laut atau Waterfront City, daerah perindustriannya, dan daerah rekreasi Nongsa, sudah akan selesai dibangun dan sudah memulai kegiatannya dengan sepenuhnya. Dengan demikian akan tercipta suatu masyarakat serba-baru, yang berwatak internasional, dengan berorientasi pada dunia luar, dan sudah terbiasa dengan beraneka teknologi produksi dan jasa-jasa, dengan pendapatan dan gaya hidup yang mendekati gaya hidup penduduk Singapura; mirip dengan masyarakat yang lazim terdapat di pusat-pusat metropolitan di seluruh Indonesia seperti Jakarta dan, sampai tingkat tertentu, juga Surabaya dan Bandung. Pulau Batam dan P. Bintan akan merupakan pusat-pusat kehidupan zaman modern dengan gaya hidup serba mutakhir dan serba-mewah, menyerupai keadaan Si-ngapura yang mendahului mereka. Struktur masyarakat serta tingkat kehidupannya pada gilirannya juga akan mendorong daerah-daerah lainnya di Indonesia untuk bertumbuh pula. Kebalikannya juga akan berlaku; seperti halnya Singapura yang menarik kaum wisatawan dari Indonesia dan Malaysia, keseluruhan kawasan SIJORI akan merupakan tempat tujuan wisata bagi para wisatawan dari Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Untuk mengembangkan SIJORI secara lebih optimum, ketiga negara, Indonesia, Singapura dan Malaysia perlu bekerjasama secara lebih erat. Mereka perlu menyeleraskan peraturan dan prosedurnya masing-masing. Bangsa-bangsa INSIMA secara bersama-sama harus membongkar setiap hambatan terhadap keleluasaan bergeraknya arus manusia, barang dan jasa beserta keleluasan untuk memilih lokasi di kawasan SIJORI. Tidak ada gunanya mempromosikan sesuatu unsur SIJORI; di dalam seluruh kawasan SIJORI setiap perusahaan hendaknya dapat dengan leluasa berlokasi di tempat yang lebih sesuai dengan keperluannya, entah letaknya di Singapura, Johor ataupun di Batam. Namun penyelerasan ini tidak berarti merupakan perpaduan sepenuhnya; tidak perlu diadakan mata uang bersama ataupun zona waktu yang sama. Namun akan menguntungkan bila ketiga masyarakat itu akan menggairahkan persamaan dalam ciri-ciri kebudayaannya masing-masing. Bahasa Melayu-Indonesia dapat digairahkan untuk menjadi bahasa perdagangan kedua, di samping bahasa Inggris sebagai bahasa pertama.
Bila kerjasama INSIMA dalam pembangunan Segitiga Pertumbuhan SIJORI dijalankan secara optimum, maka keseluruhan kawasan itu dapat dijadikan suatu pusat produksi serba canggih dengan gaya hidup serba kaya serta tingkat kesehatan, pendidikan, keselamatan dan mutu lingkungan yang mutakhir. Dan tak pelak lagi, hal ini akan merupakan unsur yang penting di dalam jaringan teknologi, produksi, perdagangan serta keuangan seluruh dunia. Ia akan merupakan suatu pusat wisata, kenyamanan, peristirahatan dan rekreasi untuk masyarakatnya sendiri serta untuk kaum wisatawan internasional.
Cita-cita ke arah itu bukan suatu hal yang mustahil. Dari capaian sementara bisa dilihat, bahwa P. Batam yang sebelumnya hanyalah sebuah pulau kecil yang kering dan gersang kini telah tumbuh secara eksponensial melebihi kepe- satan pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara keselu- ruhan.
Maksud pengembangan P. Batam itu sendiri ditujukan pada perwujudan pulau ini dalam mengembangkan beberapa fungsi sebagai berikut:
  1. Sebagai daerah alih kapal, untuk membantu meringankan beban pelabuhan Singapura.
  2. Sebagai tempat memproses dan meningkatkan mutu barang, utamanya barang ekspor; sebagai tempat penumpukan bagi pengusaha yang memiliki pasaran di Timur Tengah dan Asia Pasifik, di samping sebagai basis logistik untuk proyek-proyek besar di Indonesia.
  3. Sebagai daerah industri, baik industri ringan, sedang, maupun berat yang berteknologi tinggi, berorientasi ekspor dan yang tidak bersaing dengan industri sejenis di lokasi lain di Indonesia.
  4. Sebagai daerah wisata, melengkapi fasilitas pariwisata Singapura.
Fungsi-fungsi Pulau Batam tersebut ditentukan mengi-ngat: (1) lokasi Pulau Batam yang strategis; (2) tersedianya tanah yang cukup luas; (3) tersedianya tenaga kerja yang memadai; (4) kedudukan Pulau Batam sebagai derah 'Bonded Area'; dan (5) adanya pelbagai kemudahan investasi sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang penanaman modal.
Berbagai sukses yang dicapai dalam pembangunan di Batam selama ini dimungkinkan berkat adanya kerjasama yang erat dengan negeri-negeri jiran. Dalam hal ini, ketiga pihak pemerintah, yaitu Indonesia, Singapura dan Malaysia sama-sama membangun komitmen untuk menekan segala kendala terhadap arus bebas modal, barang dan jasa pada tingkat serendah mungkin; serta terhadap arus lalu-lintas perseorangan di wilayah SIJORI. Dengan berbuat demikian, ketiga pemerintah wilayah INSIMA itu akan menciptakan suatu lingkungan usaha, yang sejauh mungkin akan menyerahkan segala sesuatu kepada pribadi investor untuk memilih kombinasi lokasi yang dipandang lebih sesuai untuk keperluan usahanya. Sehingga dengan demikian, kerjasama tersebut benar-benar bisa bermanfaat dan mengem- bangkan semua pihak.
Kita harus sadari, saya tidak mau mengecilkan peranan Singapura, karena peranannya yang penting dalam perkembangan Barelang. Kalau dilihat dari Pulau Batam tidak sebaik dibanding pulau di Indonesia Bagian Timur atau Sumatera, termasuk dipandang dari sudut sumber daya alam dan sebagainya. Terus terang saja, dilihat dari sumberdaya, tidak ada sumber daya alam di Batam dan dilihat dari sumberdaya manusia, waktu kita mulai membangun hanya ada 6000 nelayan di Batam. Jadi alasan satu-satunya adalah Singapura. Karena adanya prasarana ekonomi yang makro global Singapura memainkan peranan utama bagi berkembangnya Barelang.
Peranan utama itu bukan dana fininsial, tetapi karena Singapura berhasil mandiri dalam mengembangkan keunggulannya. P.M. Lee Kuan Yew mengatakan pada saya untuk memanfatkan apa yang dapat kita manfaatkan dari Singapura. Jadi kita harus menyadari tidak mungkin Singapura mengangkat Indonesia karena Singapura negara kecil. Tetapi tidak mungkin, tidak akan, dan tidak boleh Indonesia menekan Singapura. Karena itu yang penting adalah iklim kepercayaan yang ada antara kedua negara.
Dalam kerjasama yang sedang dikembangkan juga terlibat hubungan historis yang kuat antara Malaysia dengan Indonesia. Hubungannya bukan saja historis, tetapi juga kultural. Satu bahasa satu rumpun, satu kebudayaan, oleh karena itu harmonislah tiga-tiganya di dalam SIJORI.
Dari sini kita mengambil kesimpulan bahwa suatu sistem perekonomian Singapura yang sudah mencapai tingkat produktivitas tertentu mau tidak mau harus merubah strategi pembangunannya dengan mengambil keuntungan bukan dari value added process tapi dari cost added process.
Di dalam ekonomi ada dua kelompok yaitu value added dan cost added, atau nilai tambah dan biaya bertambah. Cost added adalah jasa-jasa (services). Oleh karena itu jangan heran bahwa Amerika, Jepang dan Jerman dilihat dari PDB-nya semakin lama semakin besar bagian jasa-jasanya. Karena tidak dapat lagi meningkatkan nilai tambahnya di sektor industri, sehingga beralih ke biaya tambah di sektor jasa. Tetapi kecenderungan tidak selalu harus demikian, tergantung pada kemampuan sumberdaya untuk mengembangkan produk baru.
Oleh karena itu negara yang sudah maju walau pun industrinya maju, tetapi hight cost economy semakin meningkat produktivitas tidak bisa kompetitif lagi dan tidak bisa menyaingi negara lain. Jalan keluarnya satu yaitu membuat terobosan dalam keunggulan ilmu pengetahuan. Karena negara yang leading dalam produk tertentu, maka dapat menentukan pasar, walaupun harganya tinggi. Oleh karena itu Singapura menjalankan skenarionya ke sektor jasa dan terus ke sains dan human resources. Begitu pula Presiden Clinton di AS program pembangunan nasionalnya sekarang adalah pendidikan, sains dan teknologi. Sebagai suatu bangsa merdeka kita dibenarkan ikut di belakangnya. Kita sudah tahu seharusnya begitu, karena itu harus berani membuat perubahan. Jadi bukan sensasi seperti di surat kabar bahwa Habibie menuntut agar program pendidikan di-sesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Kita harus membeberkan permasalahan itu secara kons- truktif dan jangan konfrontatif. Pokoknya kita menjelaskan bahwa memang benar kuncinya adalah pada pendidikan yakni pada human resources, sumberdaya manusia, pada prasarana ilmu pengetahuan, karena itu tadi saya katakan kalau sudah jenuh dalam peningkatan value added suatu negara banting setir ke cost added, tetapi perkembangan sektor jasa saja tidak cukup diperlukan terobosan untuk meningkatkan science and technology. Prestasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengembalikan keunggulan sehingga negara tersebut kembali memimpin di dalam value added. Prinsip ini yang menurut saya yang perlu kita sadari dalam mendiskusikan perkembangan SIJORI itu.
Kerjasama Pengembangan Pulau Batam
Dalam masa lima tahun awal pengembangannya, antara tahun 1973 dan 1978, jumlah penduduk Batam meningkat lima kali lipat dari hanya 6000 menjadi 31.800; dan sejak itu terus meningkat hingga saat ini (1994) telah melampaui angka 107.000 jiwa.
Dilihat dari jumlah penduduk, maka perkembangan penduduk Batam adalah sebagai berikut:

Tahun Orang
1973
1978
1983
1988
1989
1990
1991
1992

6.000
31.800
43.000
79.000
90.000
95.000
107.564
123.035 *)
*) tahun 1994 : Batam 154.656 orang, Galang 185 Orang, Rempang 2.874 orang
Jumlah pekerja diperkirakan sebanyak 32.071 orang dalam pekerjaan pertanian, pertambangan, industri, listrik, gas, bangunan, perdagangan, perhotelan pengangkutan, keuangan, asuransi, jasa masyarakat, tidak termasuk pelayan toko dan sejenisnya. Kurang lebih 26% bekerja di sektor industri. Tahun 2006 diperkirakan penduduk Batam akan mencapai 700.000 orang. Kebutuhan air dapat dipenuhi oleh Batam sendiri untuk penduduk sebesar 700.000-800.000, dan untuk kebutuhan industri dan air minum. Bagaimana skenario Batam, Rempang, Galang dan Pulau lainnya dengan akan dikembangkannya pelabuhan di Kabil.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk serta semaraknya kegiatan industri dan perdagangan, permintaan akan tenaga listrik terus meningkat; dari 55 MW pada tahun 1989 menjadi 200 - 300 MW pada tahun 2000. Dalam pada itu, guna memenuhi kebutuhan air bersih, lima waduk /tandon air telah selesai dibangun dengan kapasitas ran-cangan sebanyak 800 liter per detik. Pesatnya peningkatan permintaan telah membuat pemasokan air merupakan suatu kendala pada saat ini pun. Sehingga rencana pembangunan waduk tandon yang keenam di Duriangkang pantai Tenggara berkapasitas 3000 liter/detik akan dipercepat. Dengan rampungnya waduk yang keenam ini pada tahun 1998, menjelang akhir dasawarsa ini, pemasokan air akan berjumlah 3.650 liter / detik. Pembangunan ini akan berlangsung secara bertahap, karena menyangkut pengo-lahan air payau menjadi air segar melalui proses alamiah.
Selain itu, seluruh jalan arteri dengan panjang keseluruhannya mencapai 69.55 km telah selesai dibangun. Sementara itu, dari sepanjang 263,97 km jalan kolektor yang akan dibangun, sekurangnya telah dirampungkan sepanjang 110,43 km. Dan hanya sebagian kecil saja (12,1%) dari rencana 175,62 km jalan lokal yang telah selesai diba-ngun, sebagian terbesar atas swadaya masyarakat; sedangkan sebagian besar dari sisanya akan dibangun oleh perusahaan real estate, dengan proyek-proyek wilayah permu- kiman, daerah perkantoran serta daerah perindustrian.
Sekurang-kurangnya telah dibangun sebanyak 94 gedung sekolah, termasuk 63 sekolah dasar, 10 SLTP, 3 SLTA, 1 sekolah perniagaan dan 1 sekolah teknik menengah. Selain itu terdapat 28 klinik dan Puskesmas, 5 pusat kebidanan dan 2 rumah sakit, juga terdapat 24 gereja, 82 mesjid dan 11 kuil. Sejumlah besar fasilitas olah raga juga tersedia, termasuk satu lapangan golf.
Di P. Batam terdapat tiga buah pelabuhan. Yang satu terletak di Sekupang, ujung barat-laut pulau; dengan dilengkapi dermaga sepanjang 77 meter, dan akan diperluas menjadi 1200 meter, sehingga akan dapat menampung kapal laut berukuran 10.000 DWT (yang akan diperluas sehingga akan dapat menampung kapal sebesar 15.000 ton bobot mati/dwt). Pelabuhan lainnya adalah Pelabuhan Batu Ampar, di tengah-tengah pantai utara P. Batam. Pelabuhan ini dapat melayani kapal berukuran 6000 DWT, dan direncanakan akan dapat menampung kapal berukuran 35.000 DWT; sehingga perlu diadakan perluasan galangan, dari sepanjang 1.200 meter menjadi 3600 meter. Pelabuhan Kabil di pantai timur kini merupakan pelabuhan terkecil dengan dermaga 100 m, yang dapat melayani kapal sebesar 3000 DWT. Namun kelak akan dijadikan pelabuhan Batam yang terbesar, dengan galangan sepanjang 5.500 meter, dengan kemampuan melayani kapal berukuran sampai 150.000 DWT.
Kapal yang berlabuh di P. Batam terus bertambah, dari 4.782 buah pada tahun 1982 menjadi 10.258 buah pada tahun 1989, dan sekonyong-konyong melonjak mencapai angka 37.802 kapal pada tahun 1990. Jumlah penumpang yang naik dan turun kapal bertambah 25 kali lipat dari 40.000 kedatangan dan 61.000 pemberangkatan pada tahun 1983, mencapai angka lebih dari satu juta orang yang datang dan berangkat pada tahun 1990 kira-kira 10 kali jumlah penduduk pulau Batam. Pemuatan dan pembongkaran barang juga terus meningkat. Jumlah barang yang dibongkar meningkat tiga kali lipat, dari 490.000 ton pada tahun 1983 menjadi 1,4 juta ton pada tahun 1990; yang mengindikasikan terjadinya kenaikan tingkat kegiatan investasi di pulau itu selama kurun waktu tersebut. Sementara itu jumlah barang yang dimuat tidak banyak bertambah: dari sekitar 303.000 ton pada tahun 1983 menjadi 439.000 ton pada tahun 1990; namun di sini terjadi peningkatan dalam nilai muatan itu sendiri, yang mencerminkan adanya penerapan teknologi tinggi pada perusahaan-perusahaan industri di P. Batam.
Pelabuhan Kabil mempunyai dermaga yang panjangnya 5.500 M dan juga dipersiapkan pembangunan container terminal. Jadi nantinya akan ada pelabuhan selain pela-buhan komoditi di Kabil, adalah pelabuhan untuk penumpang di Sekupang, di Batu Ampar, di Nongsa dan juga di Batam Center. Di Rempang, Galang dan Galang Baru tidak akan ada pelabuhan untuk komoditi, kemungkinan hanya akan dibangun pelabuhan-pelabuhan kecil saja, karena kita merencanakan pengembangan Rempang, Galang dan Galang Baru untuk pariwisata modern.
Pelabuhan udara Hang Nadim di P. Batam, dengan landasan berukuran 2500 x 45 m dan "apron" berukuran 25.000 m2, semula hanya dapat melayani pesawat jenis DC-9 dan A-300. Tapi mulai tahun 1993, dengan landasan berukuran 3600 m, dan apron seluas 112.500 m2, dengan tiga buah "aviobridge" (jembatan penumpang) dalam gedung terminal berukuran 22.531 m2, pelabuhan ini dapat menampung pesawat jenis B-747 DC-10. Kedatangan dan keberangkatan pesawat terus meningkat sampai 13 kali lipat dari 481 pada tahun 1983 menjadi 6.487 pada tahu 1990; sedangkan lalu-lintas penumpang meningkat dari 11.000 yang sampai dan 12.000 orang yang berangkat pada tahun 1983, menjadi 154.000 yang sampai dan 138.000 yang berangkat pada tahun 1990.
Kenyataan bahwa lebih banyak penumpang yang sampai dibanding yang berangkat tahun 1990, mungkin merupakan indikasi bahwa banyak penumpang menggunakan Batam sebagai pos persinggahan, sebelum meneruskan perjalanan ke Singapura dengan menumpang kapal tambang atau ferry. Sejalan dengan itu, lalulintas kargo udara juga meningkat dari 290.000 kg yang dibongkar dan 570.000 kg yang dimuat pada tahun 1985, menjadi masing-masing 1.300 kg dan 398.000 kg pada tahun 1989, sebelum melonjak mencapai angka tiga juta kg barang yang dibongkar dan 2.5 juta kg yang dimuat pada tahun 1990. Lonjakan angka yang begitu tinggi pada tahun 1990 itu, menunjukkan bertambahnya barang kargo volume-rendah tapi dengan nilai tinggi, yang masuk dan keluar dari P. Batam, sebagai akibat dari pengoperasian industri komponen elektronika sejak tahun 1990.
Jumlah wisatawan yang mengunjungi P. Batam pun meningkat dengan pesat, dari 60.161 pada tahun 1985 menjadi 579.305 orang pada tahun 1990, dengan angka kenaikannya rata-rata mencapai 60% per tahun. Dengan masa kunjungan rata-rata 1,3 hari, dan dengan rata-rata pembelanjaannya mencapai $ AS 104,20 per hari, telah dihasilkan pendapatan yang meningkat dari $ AS 8,1 juta pada tahun 1985 menjadi $ AS 78,5 pada tahun 1990. Kalaupun sebagai akibat resesi laju peningkatan kunjungan wisatawan menurun sampai hanya 30% P. Batam tetap mendapatkan kunjungan sekitar 753.096 wisatawan pada tahun 1991, yang berarti telah membawa penghasilan sejumlah seratus juta dollar AS lebih.
Sekarang saya ingin menyampaikan kendala-kendala yang dihadapi. Saya kira untuk membangun prasarana ekonomi itu, kendalanya adalah waktu dan dana oleh pemerintah. Untuk itu saya katakan terus terang saja, tidak mudah untuk mendapatkan dana mengembangkan Barelang. Pada masa awal Batam kita menghadapi masalah turunnya harga minyak. Dalam keadaan susah, untuk bertahan hidup kita membangun Pulau Batam dari menjual pasir ke Singapura.
Kendala tersebut dapat kita hadapi secara bertahap. Investasi total di Pulau Batam adalah US$ 3,88 milyar di mana pemerintah hanya menginvestasikan US$ 681. 447.000 atau sebesar 17,92%. Jadi kalau tahun 1980 ditanya berapa investasi di Pulau Batam adalah 100% pe-merintah, karena tidak ada yang bersedia melakukan investasi. Tahun 1985 investasi pemerintah mungkin sudah bukan 100% tetapi 70%. Tetapi kalau ditanya pada Desember 1992, investasi pemerintah, 17,92%, investasi swasta 82,08%.
Statistiknya dari investasi swasta yang 82,08% itu PMA adalah 34,8% dan PMDN itu masih 65,2%31*). Singapura hanya menginvestasikan sampai akhir tahun yang lalu US$ 200.000.000 melalui BATAMINDO. Dua ratus juta, investasi dari pemerintah Singapura dibandingkan dengan US$ 3,8 milyar investasi total, bandingkanlah. Jadi tidak benar suara tentang dominasi investasi Singapura.
Perhitungan sederhana, US $ 200 juta dibagi 33%, kurang lebih 6%, jadi total investasi dari Singapura hanya 6%, kalau memang dari apa yang terdaftar di dalamnya itu semua perusahaan dari Singapura. Tetapi beberapa perusahaan misalnya Thomson bukanlah perusahaan Singapura, tetapi melalui Singapura melakukan investasi. Thomson adalah perusahaan Prancis. Ada perusahaan ITT, NEC, Sumitomo melakukan investasi di Batam. Perusahaan tersebut mempunyai pabrik di Singapura selama 10-20 tahun. Mereka melakukan investasi dan terdatar seakan-akan sebagai perusahaan Singapura.
Selanjutnya ingin saya kemukakan jumlah investasi dan ekspor, sebab penting untuk mengetahui nilai ekspor dari Pulau Batam sejak tahun 1986.
Tahun 1986 ekspor dari Batam adalah US$ 20,9 juta hasil dari dukungan prasarananya yang kita bangun sejak 1978. Tahun 1987 naik menjadi US$ 26,8 juta, 1988 naik menjadi US$ 44,2 juta, tahun 1989 naik lagi menjadi US$ 33 juta, tahun 1990 naik cepat menjadi US$ 151,5 dan pada 3l Desember 1992 menjadi US$ 564,1 juta kenaikan sebesar 133%. Insya Allah satu atau dua tahun lagi ekspor akan melebihi pada akhir abad ini bisa mencapi US $ 10 trilyun. That is the growth!
Ekspor elektronika saja dari P. Batam pada tahun 1989 mencapai US$ 2,27 juta, pada tahun1991 meninggkat menjadi US$ 131,18 juta, dan pada tahun 1993 US$ 689,20 juta. Itu berarti bahwa ekspor elektronika dari P. Batam memberikan kontribusi sebesar 3,56 % dari ekspor elektronika nasional sebesar US$ 63.80 juta pada tahun 1989, dan 46,76 % dari ekspor elektronika nasional sebesar US$ 280,56 juta pada tahun 1991, dan 56,96 % dari ekspor elektronika nasional sebesar US$ 1.210 juta pada tahun 1993. Ini berarti pula bahwa kontribusi ekspor elektronika P. Batam terhadap produksi nasional mencapai 31,3 %.
Saya tegaskan lagi investasi total di Batam adalah US$ 3.802.747.900. Investasi pemerintah sebesar 17,92%, yaitu US$ 681.447.749,25, investasi swasta 82,08%, yaitu US$ 3.121.300.106. Dari investasi swasta sebesar US$ 3.121 juta, maka PMA sebesar US$ 1.088.385.929. Sedangkan PMDN dan non fasilitas, semua dari dalam negeri sebesar US$ 2.032.914.177.
Dilihat dari jenis kegiatannya, investasi sektor industri sebesar 49,47%, pariwisata 16,76%, real estate 17,76 %, jasa 12,13 %, agrobisnis 5,86% dan perdagangan 0,86%.
Sektor lainnya yang tumbuh pesat adalah bisnis properti. Sektor real estate menghadapi masa depan yang cerah di P. Batam. Dari tanah seluas 16.600 ha yang direncanakan untuk pembangunan di P. Batam, Rencana Induk Tata Kota atau Master Plan telah menjatahkan 17,7% atau 2.922 ha untuk keperluan real estate. Dari jatah itu, 83% atau 2.434 ha sudah dijatahkan kepada beberapa perusahaan real estate.
Dengan terus meningkatnya kegiatan di P. Batam, kesempatan kerja pun telah berlipat ganda hampir tiga kali lipat, yaitu dari 6.389 orang pada tahun 1985, menjadi 17.866 orang pada bulan April 1991. Jumlah tenaga kerja asing hampir tidak berubah, dari 230 orang pada tahun 1983, menjadi 252 orang pada tahun 1991, setelah sempat merosot menjadi 140 orang pada tahun 1989. Namun, sebagaimana sering saya tegaskan jumlah tenaga kerja di P. Batam ini tidak ada artinya dibandingkan dengan 80 juta tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Karena itu di pulau-pulau tersebut akan dikembangkan prasarana ekonomi untuk menunjang pariwisata dan sekaligus membuka kemungkinan untuk pembangunan business center yang berdesentralisasi terutama untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang software, karena semakin besarnya kebutuhan software. Software itu tidak mungkin dibuat oleh robot dan hanya mungkin dibuat oleh manusia. Karena itu kita harus membuat Rempang, Galang, Galang Baru dan Setokoh sebagai tempat yang menarik putra-putri Indonesia dengan kemampuan cemerlang yang menguasai teknologi dan mengadakan riset dan pengembangan untuk menciptakan teknologi baru dan software. Oleh karena itu jembatan yang dibangun tidak boleh dilewati container, tetapi hanya untuk manusia dan pariwisata. Jadi nantinya industri software dan pariwisata akan digabungkan.
Jadi saya membayangkanya Insya Allah, kita bisa membangun seperti Portofino di Italia atau San Fransisco, di mana orang-orang kita mampu mendapatkan inspirasi dan mempunyai pendidikan tinggi menghasilkan nilai tambah yang tinggi dengan nilai yang meningkat terus dan menghasilkan produk yang unggul dan kompetitif di mana saja.
Diperkirakan, kecenderungan meningkatnya jumlah eks- por akan berlanjut, dengan adanya 1.345 ha. lahan yang dialokasikan kepada delapan wilayah industri sektor swasta yang pada waktu ini didirikan di P. Batam kini dalam proses pembangunan menjadi lokasi industri yang siap pakai. BATAMINDO, salah satu estate itu, memperkirakan bahwa pabrik-pabrik yang akan didirikan di lokasi tersebut akan menyediakan kesempatan kerja bagi 60.000 orang di dalam jangka waktu empat tahun, terutama dalam bidang industri elektronika. Hal ini jelas menunjukkan pesatnya kegiatan pembangunan di P. Batam selama beberapa tahun terakhir ini, dengan didorong oleh industri teknologi tinggi, padat karya dan industri pariwisata.
Tidak dibenarkan lahan yang disediakan di Barelang itu diperjual-belikan dengan cara spekulasi. Lahan hanya diserahkan tidak diperjual-belikin. Otorita akan menindak tegas pelanggan dalam pemanfaatan lahan. Kita harus menjadikan Barelang sebagai tetap low cost economy, high eficiency and high productivity dengan almost unlimited human resource. Dalam bahsa Indonesia kita harus menjadikan ekonomi Barelang dan Bintan itu suatu ekonomi berbiaya rendah, mempunyai produktivitas dan efisiensi yang tinggi dan memiliki sumberdaya manusia yang terbarukan.
Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih dalam pembangunan di Pulau Batam, jelas bukan tanpa kekurangan dan tidak mengandung masalahnya tersendiri. Tapi dengan segala optimisme, kerja keras, manajemen yang bersih serta partisipasi semua pihak, Insya Allah problema-problema yang menghadang itu akan bisa diatasi.
Tapi jangan lupa, bahwa Batam hanyalah bagian kecil dari pembangunan kawasan di Indonesia. Pengalaman kita dalam membangun Batam perlu dijadikan pelajaran untuk mengembangkan kutub-kutub pertumbuhan lainnya, sehingga di masa depan, program transmigrasi yang dikembangkan di Indonesia, misalnya, tidak hanya dikaitkan dengan pengembangan pertanian, tapi bisa juga diintegrasikan ke dalam proses-proses industri. Dan ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang miskin, tapi juga dalam rangka mengalirkan sumberdaya manusia unggul di Pulau Jawa menuju sentra-sentra industri dan pusat-pusat keunggulan lainnya di seluruh pelosok Nusantara.
Semua itu dilaksanakan tiada lain, di samping dalam rangka memperluas kesempatan kerja, juga dalam rangka mengembangkan potensi-potensi wilayah di seluruh Nusantara, yang selama ini terasa masih timpang, dengan tekanan yang terlalu berpusat di Pulau Jawa. Dengan demikian, Pembangunan Nasional itu benar-benar bisa mengantarkan Bangsa Indonesia menuju masyarakat maju, mandiri, merata dan berkeadilan.