Friday, May 28, 2010

PEMBANGUNAN BERDASARKAN NILAI TAMBAH DENGAN ORIENTASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI:

Ceramah Perdana Prof.Dr.lng.B.J.Habibie
PEMBANGUNAN BERDASARKAN NILAI TAMBAH
DENGAN ORIENTASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI:
DIALOG PEMBANGUNAN
CENTER FOR INFORMATION AND DEVELOPMENT STUDIES
8 Pebruari 1992
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Bapak Arifin Siregar yang saya hormati, Bapak Achmad Tirtosudiro, Bapak Sayidiman Suryohadiprojo, Bapak-bapak dan Ibu-ibu, CIDES merupakan suatu pusat untuk menganalisa dan memberikan informasi mengenai pembangunan. CIDES didirikan oleh Yayasan Abdi Bangsa. Yayasan Abdi Bangsa adalah suatu yayasan yang didirikan untuk mengabdi pada bangsa. Karena itu namanya Yayasan Abdi Bangsa, bukan abdi umat. Bahwa ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) yang mempersiapkan dan merekayasanya, itu adalah suatu kebetulan. Proses ini adalah wajar dan normal sebagaimana Persiapan dan perjuangan kemerdekaan adalah usaha seluruh bangsa. Para pendahulu kita berjuang dengan caranya masing-masing, sambil memanjat doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa apakah mereka itu Kristen, Katholik, Budha, Hindu, atau Islam. Jika seorang pejuang mengatasnamakan Budha atau yang lainnya, itu bukan berarti ia berjuang karena aspirasi dari agamanya semata-mata, tetapi karena aspirasi dari bangsanya. Sebagai orang yang berbudaya dan beragama, maka ia memohon agar diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga perjuangan bangsanya mencapai kemenangan. Sebagai manusia ia mendapatkan kekuatan dari Tuhan yang dipercayainya. Jadi, saudara-saudara jangan salah sangka dan salah mengerti mengenai berdirinya Yayasan Abdi Bangsa. Pendirian ini adalah atas inisiatif para tokoh bangsa ini, yang kebetulan beragama Islam. Bertindak sebagai pelindung adalah Haji Muhammad Soeharto, Bapak Presiden. Sedangkan para penasehat antara lain adalah Bapak Umar Wirahadikusumah dan Pak Sudharmono. Pendiri lainnya adalah Ibu Tien, Ibu Adam Malik, Ibu Sudharmono, Pak Arifin Siregar, Bapak Sayidiman Suryohadiprojo, Bapak Try Sutrisno dan banyak lagi rekan-rekan ICMI. Yayasan Abdi Bangsa didirikan pada tanggal 17 Agustus 1990 oleh 45 (empatpuluh lima) orang. Sebagai manusia Indonesia, kita selalu mengacu pada angka-angka bersejarah.
Saudara-saudara.
Saya ingin mengutarakan pengalaman saya dalam menyumbangkan pandangan-pandangan dan peranan aktif saya dalam pembangunan. Pertama kali, saya menjadi penasehat Bapak Presiden untuk bidang teknologi kedirgantaraan dan teknologi canggih pada bulan Agustus 1973. Tetapi, saya baru memulai tugas saya pada Januari 1974. Saya diberitahu pada Agustus 1973 oleh Bapak Presiden sendiri dan waktu itu saya masih di Jerman. Sedangkan Kabinet Pembangunan II ditetapkan pada April 1973. Kalau kita lihat ke belakang, 25 tahun yang lampau, maka Pak Arifin dan saya termasuk dalam anggota kabinet yang cukup lama membantu kepemimpinan Bapak Presiden, sebagai pembantu dekatnya atau penasehatnya. Seorang menteri memberikan nasehat dalam berapa hal yang kemudian diputuskan oleh Bapak Presiden. Sedangkan tugas yang bisa didelegasikan dapat diputuskan oleh seorang menteri. Walaupun pada waktu itu saya adalah penasehat untuk teknologi dirgantara, tetapi banyak langkah saya lakukan sampai terbentuknya industri dirgantara. Karena saya sebagai penasehat harus memutuskan melaksanakan pembangunan industri dirgantara. Oleh karena itu sekarang, satu tahun sebelum kita memasuki Repelita VI, dan satu tahun sebelum kita memasuki tahap Pembangunan Jangka Panjang II (PJPT II), saya rasa wajar kalau kita melihat kembali apa yang telah dicapai dan melihat ke depan apa yang ingin dicapai, dan membuat proyeksi dengan titik tolak tertentu. Jika tidak demikian, kita akan salah arah.
Baiklah saya mulai dengan apa yang telah kita capai. Sulit jika kita hanya berbicara menengenai GNP perkapita. Saya berikan contoh saja. seseorang yang hidup di New York dan mempunyai pendapatan US $ 600 per bulan akan kewalahan. Karena, dengan US $ 600 ia dianggap berada di bawah garis kehidupan normal, karena GNP perkapita di Amerika Serikat jauh dan lebih tinggi, Tetapi orang yang sama mendapat US $ 600 tinggal di Jakarta, adalah memadai, cukup memadai, apalagi jika ia di Bandung, dan lebih lagi di Sumedang. Jadi kita tidak bisa melihat pembangunan hanya dari kaca mata GNP perkapita. Sekalipun informasinya menarik, tetapi itu dapat memberikan kesimpulan-kesimpulan yang salah.
Selanjutanya, saya ingin berbicara mengenai perkembangan perusahaan. Saya ingin berbicara mengenai BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis), Kelompok industri ini telah membuat perhitungan rugi labanya. Pada saat kelompok industri ini akan dikelola menjadi satu perusahaan. Sekarang ini pajak dan lain-lainnya masih terpisah, tetapi nantinya akan menjadi satu, perhitungan labanya sudah menjadi satu. Untuk tahun 1992 saya belum rnengetahui laporan keuangannya karena sedang diperiksa oleh BPKP dan BPK untuk dinilai apakah BPIS itu mempunyai laba atau tidak, Tetapi, untuk tahun 1991 laporan keuangannya telah selesai, dan kita juga sudah melunasi pajak.
Saya ditanya orang dari luar Negeri, berapa turn over dari industri strategis pada 1991 ? Jika dihitung dalam US Dollar, jumlahnya kurang lebih mungkin US $ 2,8 milyar. Sebagai perbandingan, turn over MBB, perusahaan pesawat terbang Jerman, kurang lebih US $ 10 milyar atau US $ 12 milyar, Sedangkan pekerja BPIS adalah 47.000 orang dengan turn over hanya US $ 2,8 milyar, MBB mempunyai pekerja 60.000 orang, dengan turn over US $ 12 milyar. Jika kita tanya apakah MBB pada 1990 laba atau rugi, Toronto rugi. Sekarang tanyakan pada Habibie, apakah BPIS menurut pemeriksaan BPKP dan BPK laba atau rugi pada 1992?. Tanya saja Ir. Martiono. Pasti ia akan katakan BPIS laba 325 milyar rupiah. Dalam US Dollars sama dengan US $ 150 Juta. Seseorang dapat mengatakan Pak Habibie melakukan manipulasi, mengapa turn over MBB itu besar tetapi rugi, sedangkan turn over BPIS kecil tetapi laba. Mengapa demikian? Jawabannya adalah, biaya satu karyawan di MBB adalah sekitar US $ 200.000 per tahun, sedangkan biaya satu pekerja di IPI'N, misalnya, Rp 300.000 per bulan atau kurang lebih US $ 150, katakanlah US $ 200 dengan segala-galanya. Jadi US $ 200 x 12 bulan = US $ 2.400 per tahun. Jadi dari human resources cost saja hanya 1 0%. Belum lagi dari over head. Over head cost ditambah human resources cost menjadi sekitar US $ 6. 000 per tahun. Sedangkan MBB US $ 200.000 per tahun. Dari sini secara implisit kelihatan interpretasi GNP perkapita yang saya katakan US $ 600 per bulan di New York tidak cukup, tetapi memadai untuk hidup di Jakarta.
Jadi angka-angka yang menunjukkan besarnya besar turn over, jumlah pekerja, dan GNP perkapita memang menarik bagi tokoh perbankan seperti Pak Arifin Siregar. Ia adalah tokoh perbankan dan nasional. Ia pernah diabadikan sebagai the best bankir of the world pada tahun 1980 an, dan saya sangat bangga mempunyai kawan seperti Pak Arifin yang telah saya kenal lebih dari 35 tahun. Kita pernah sama-sama di Jerman, sehingga sering berbahasa Jerman. Tetapi bukan lalu menjadi orang Jerman, jiwanya tetap orang Indonesia, Saya ini sebenarnya merasa malu di depan seorang tokoh bankir dunia saya memberikan pandangan seorang insinyur. Tetapi, tidak ada salahnya, supaya beliau mengerti bahwa saya juga memahami permasalahan keuangan. Bagi seorang bankir, permasalahan ini sangat menarik karena turn over perusahaan tidak disimpan di dalam lemari perusahaan, tetapi disimpan di bank. Apakah itu negatif atau positif, bankir selalu mendapat fee, tidak peduli uang itu masuk atau keluar. Itulah hebatnya seorang bankir. Tetapi, ia harus pandai-pandai berusaha agar supaya pemilik uang tiba-tiba tidak melarikan diri, tidak ditipu dan terpercaya. Karena itu ia juga menentukan bunganya. Karena bunga mengandung risiko, dan ditentukan oleh bank yang mengelola uang itu, maka penentuan bunga bergantung pada jumlah uang yang beredar, tergantung pada permintaan uang, tertantung pada indikator investasi, dan tergantung pada indikator makro maupun mikro dari sistem moneter. Jika bunga telah ditentukan, maka bank lain tidak dapat menawarkan bunga lebih rendah, karena harus bersaing untuk menarik nasabah. Saya tidak mau menjelaskan lebih lanjut, Saya hanya ingin mengatakan bahwa bagi seorang bankir GNP perkapita is very interesting.
Saudara-saudara,
Saya ingin memberikan contoh lagi. Saya harus memberikan contoh, sebelum menilai pembangunan. Contoh berikutnya mengenai Taiwan dengan jumlah penduduk 20 juta. GNP perkapitanya tahun lalu, untuk pertama kalinya. melewati US $ 12.000. Menurut pakar ekonomi Taiwan yang saya temui di Teipeh tahun ini, mereka sudah tidak punya utang, karena itu tidak mempunyai masalah DSR (Debt Service Ratio) lagi. Cadangan devisanya mendekati US $ 90 milvar. Jika dilihat dari kreteria ini, maka Taiwan tergolong negara kaya di dunia ini. Tetapi jika dilihat dari GNP perkapita, Taiwan kalah dengan USA, Kalau dilihat dari jumlah manusia Taiwan kalah dengan USA, kalau dilihat dari GDP jelas kalah dan AS. Amerika GDPnya sekarang sudah mendekati US $ 6.000 milyar. Anggaran pembangunan pemerintah Amerika sudah melampaui US $ 1 trillion. Jadi besarnya atau kecilnya itu tidak menentukan; Ternyata apa yang menentukan adalah policy, strategy, dan filosofi dari pemban~unan ekonomi.
Sekarang saya ingin sedikit menjelaskan pengalaman 25 tahun yang lalu. Saya mendapatkan laporan, entah benar atau tidak, dari Deputy Bidang Industri BPPT, Satu lembar mengenai perbandingan GDP negara-negara ASEAN dengan new industrial society antara tahun 1965 sampai 1989. Saya lihat sumbernya ini adalah World Bank, yang diolah kembali oleh Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI). Saya meminta Bapak Billy Joedono untuk menceknya kembali. Apa yang menarik bagi saya ialah perkemhangan tahun 1965 samapai tahun 1989. Sebelum tahun 1965 saya rasa tidak ada gunanya karena Orde Baru dimulai sejak 1965. Kalau saya ambil tahun 1945, 1950, 1960 tidak banyak artinya, karena Orde Baru adalah yang pertama kalinya melaksakan pembangunan berdasarkan GBHN dan suatu Repelita, yang setiap lima tahun dibentuk dan ditetapkan bersama GBHN oleh sidang MPR, sekaligus dipilihnya Mandataris MPR. Mandataris MPR itu ditugaskan untuk melaksanakan pembangunan atas nama bangsa dan rakyat. Karena itu, saya hanya mulai tahun 1965 sampai 1989. Saya hanya ingin melihat apa hasilnya pada 1989, Saya tadak dapat melihat hasilnya pada 1992 karena saya tidak mempunyai datanya. Kita bandingkan tahun 1989 dengan tahun 1965. Saya tidak ingin melihat hanya GNP perkapita. Jadi lebih baik saya melihat saja GDP secara absolut, dan saya rasa tidak perlu saya jelaskan pengertian GDP di sini. GDP saya anggap sebagai suatu performance, suatu prestasi dari suatu bangsa, suatu masyarakat yang melaksanakan pembangunan ekonomi. Bagi saya pembangunan itu bukan saja pertumbuhan ekonomi yang diutamakan, tetapi juga pemerataannya. Sedangkan kalau saya memikirkan pertumbuhan ekonomi saja, bisa saja didapatkan double digit growth, Bahkan akan lebih baik kalau saya tidak diberikan beban untuk memikirkan nasib si A, si B dan sebagainya. Pada masa kolonial, economic growth mungkin lebih tinggi, tetapi orang Indonesia tidak mendapatkan apa-apa beri saja orang Indonesia uang sebenggol untuk makan. Pemerintah kolonial melaksanakan skenario ekonomi yang bertujuan mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi hasilnya disedot masuk ke kas Belanda.
Jadi, tidak ada masyarakat jika dalam kehidupan mereka tidak melaksanakan kegiatan ekonomi, kecuali masyarakat dalam jaman batu. Selama masyarakat itu memiliki uang, harus ada aktifitas ekonomi, tetapi aktifitas ekonomi tidak identik dengan suatu economic policy yang diarahkan apakah ke economic growth ataukah ke development growth apakah ke pertumbuhan ekonomi, semata-mata apakah kepada pertumbuhan pembangunan,
Saudara-saudara.
Saya tidak mau mengkritik Orde Lama, karena saya tidak memahaminya. Tentang itu mungkin saudara dapat bertanya kepada Pak Arifin Siregar karena beliau sudah di tanah air, tetapi saya kira beliau juga di Eropa seperti saya tahun 50an. Kalau mau tanya. tanyalah kepada Pak Cum, Pak Soemitro, karena ia lebih tahu, apakah pada waktu itu kita mempunyai economic policy. Saya tidak tahu, tetapi ini bukanlah yang ingin saya bicarakan. Jadi wajar kalau saya hanya melihat tahun 1965 sejak mulainya Orde Baru, karena kita harus melihat bagaimana prestasi Orde Baru. Kalau saya melihat GDP yang definisinya mencerminkan aktifitas ekonomi karena adanya policy for economic growth atau policy for development growth, maka saya tidak tahu apakah di Filipina sekarang ini terdapat policy pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan pembangunan, Itu masalahnya Presiden Fidel Ramos bukan masalah kita, tidak perlu turut campur. Tetapi saya harus mengetahui bagaimana prestasinya dalam bentuk berapa US dollar GDPnya dalam satu tahun.
Sekarang, jika saya melakukan perbandingan dengan membagi performance, katakanlah, GDP Filipina dibagi GDP Indonesia tahun 1965, GDP Thailand dibagi GDP Indonesia tahun 1965, GDP Malaysia dibagi GDP Indonesia tahun 1965, demikian juga Korea Selatan, Hongkong dan Singapura. Brunei belum lahir jadi tidak diperbandingkan. Apa yang menarik adalah, pada 1965, GDP Filipina dibagi dengan GDP Indonesia adalah 1,66, berarti GDP Filipina lebih besar daripada Indonesia. Jika saya melakukan perhitungan untuk tahun 1989, maka kelihatan GDP Filipina dibagi GDP Republik Indonesia tahun 1989 ukan 1,66 tetapi 0,47. Bagi saya terjadi kemunduran dari prestasi Filipina sebanyak minus 71,6% berdasarkan data terse but.
Lalu saya lihat bagaimana perbandingan dengan Thailand. dengan cara perhitungan yang sama, Ternyata pada 1965 GDP Thailand dibagi GDP Republik Indonesia, adalah 1,12, tetapi tahun 1989 perhitungan menghasilkan 0,746 atau minus 33,4%. Padahal, GNP per kapita Thailand itu tinggi. Lalu saya lihat Malaysia, GDP Malaysia dibagi dengan GDP Republik Indonesia tahun 1965 adalah 0,826. Untuk perhitungan yang sama tahun 1989 adalah 0,4 kali Republik Indonesia, Jadi performance-nya minus 51,6%. Saya terkejut membaca laporan ini.
Sekarang kita lihat Singapura, GDP Singapura tahun 1965, adalah 0,27 kali GDP Indonesia, dan GDP Singapura pada 1989 adalah 0,340 kali GDP Indonesia, berarti adalah prestasi Singapura meningkat sebesar 12,6%. Sekarang kita lihat Korea. Pada 1965 GDP Korea dibagi GDP Indonesia adalah 0,826 kali, tahun 1989 GDP Korea dibagi GDP Republik Indonesia adalah 2,27 kali. Prestasi Korea naik sebesar 174%. Sekarang Hongkong. Tahun 1965 GDP Hongkong dibagi GDP Republik Indonesia adalah 0,59, tahun 1989 rasio ini sebesar 0,563 atau performance Hongkong turun dengan minus 4,6%.
Saudara-saudara.
Berdasarkan perhitungan angka tersebut, saya tidak begitu memperhatikan angka GDP perkapita, karena sebagaimana yang telah saya jelaskan ini memberikan kesan yang membingungkan. Kesimpulan-kesimpulannya bisa saja salah. Belum tentu kesimpulan saya dari perhitungan terse but benar, tetapi lebih jelas.
Kemarin saya bertemu dengan Sir Rubin, chairrnan and chief executive officer dari perusahaan Roll Royce. Saya bertemu selama 3 hari dengan dia. Saya berikan angka tersebut padanya, Dia datang kemari dalam rangka kunjungannya ke seluruh Asia.
Kami bertukar pikiran mengenai Persiapan globalization strategy in the next century. Ia menyadari seluruh keuntungan Roll Royce rendah dalam kerangka strategi tersebut, padahal nama dan pengalamannya hebat-hebat. Kita belum ada apa-apanya dalam strategi industri. Ia setuju dengan angka-angka tersebut dan katanya, keadaan Filipina lebih buruk lagi. Kalau ia bandingkan dengan Taiwan, ia terkejut karena Taiwan lebih hebat. Tetapi ia katakan, " You are on the right direction. " Hanya, sekalipun Taiwan itu banyak uangnya, yang menarik bagi seorang bankir, tetapi sebagai planner of nation's big company there is limitation. The biggest 'limitation is human resources. The posibility to overcome the problem is to develop human recources and science and technology.
Karena itu ia melirik ke Indonesia, yang dari sudut pandangan bankir belum begitu menarik, tetapi projeksi untuk masa depan sangat meyakinkan.
Kebetulan juga, pada bulan Desember tahun yang lalu, saya bertemu dengan dua tokoh nasional warga negara Indonesia dalam bidang bisnis. Pertama namanya Eka Wijaya, Saya diskusi dengan Eka selama 2 hari mengenai perusahaan-perusahaannya, mengenai idei-denya dan sebagainya, dan belum selesai. Tokoh yang kedua adalah Liem Swie Liong yang bertemu pada 31 Desember 1992, Diskusi dengan Om Liem juga belum selesai. Setelah lebaran Cina akan saya lanjutkan. Om Liem di kantor saya selalu melihat model kapal terbang dan satu gelas. Ia merasa sudah tua dan sudah banyak bekerja membantu pembangunan ekonomi. Dalam perumpamaannya, gelas tersebut diisi terus dengan teh. Ia tahu caranya mengisinya, tetapi yang ia tidak tahu bagaimana membesarkan gelas ini, sehingga setiap kali ia isi tidak tumpah isinya. Ia merasa tidak mampu untuk itu, karena kemampuannya hanya mencari peluang pasar, yaitu mekanisme untuk mengisi gelas, Saya bekerja dengan berbagai cara dan pikiran didukung oleh pengalaman dan tim saya untuk membesarkan gelas itu. Apa kuncinya membesarkan gelas tersebut? Saya jawab, "Human resources development and science and technology, Science and technology can not be separated from the human resources." Tidak mungkin ilmu pengetahuan dan teknologi bisa dipisahkan daripada sumber daya manusia tidak mungkin sumber daya manusia bisa dipisahkan daripada ilmu pengetahuan dan teknologi, hanya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu membesarkan gelas (saya pakai perumpamaan Om Liem).
Saudara-saudara.
Bagi saya tidak ada bedanya, apakah ia itu pribumi atau nonpribumi, tidak ada bedanya, apakah ia Islam atau nonIslam. Apa yang terpenting adalah kepentingan bangsa, Sebagai seorang Bapak, saya tidak boleh membeda-bedakan anak. Tetapi kita harus memperhatikan secara khusus anak-anak yang masih lemah. Yang kuat kita banggakan dan kita ajari membantu adiknya yang lemah, karena adiknya itu juga anak sendiri. Karena itu saya selalu katakan, kalau kita lihat GNP per kapita di Indonesia dari sudut golongan, agama, atau dari sudut pri atau nonpri, maka tampak pemeluk agama apa, pri atau nonpri yang GNP per kapitanya paling rendah. Sebagai pemimpin saya harus memperhatikan yang paling rendah, walaupun pada prinsipnya tidak berarti saya tidak membina mereka yang GNP per kapita tinggi. Jadi, jika saya katakan yang harus dibina sebaiknya yang pribumi, karena yang nonpribumi itu sudah cukup mandiri dan kuat tanpa pembinaan sudah bisa bergerak. Kalau ia dibina lagi, gerakannya lebih cepat yang dapat memperbesar kesenjangan yang membahayakan, Karena itu sebagai pemimpin saya harus terus melakukan pembinaan. Saudara-saudara jug a turut serta dalam pembinaan.
Saudara-saudara.
Sekarang kita lihat mengapa Singapura meningkat 12,6% relatif terhadap Indonesia. Saya rasa tidak perlu berbicara lama mengenai masalah Singapura sebagai negara sangat kecil yang tidak mengalami masalah perhubungan logistik seperti Indonesia yang begitu kompleks, Jadi tidak bisa diperbandingkan. Bahkan semestinya Singapura dapat lebih baik, tetapi mungkin tidak dapat lebih baik, karena ada hambatan seperti Taiwan. Taiwan sekalipun tidak mempunyai DSR (Debt Service Ratio), tetapi tidak berarti tanpa masalah. Taiwan menghadapi masalah yang besar. Kurs mata uang Taiwan terhadap US dollar sudah meningkat hampir dua kali. Saya kira Pak Arifin lebih tahu. Selain apresiasi mata uang, biaya buruh juga melonjak, harga pengembangan teknologi melonjak tidak hanya satu dua kali bahkan gejalanya mungkin puluhan kali kalau Taiwan tidak hati-hati dalam mengelola perekonomiannya.
Saudara-saudara.
Itu adalah permasalahan Taiwan. Sekarang saya tanya, mengapa Korea bisa 174,8% lebih dari Indonesia? Saya rasa kita semua sadari bahwa untuk membangun, kita membutuhkan tidak hanya sumberdaya manusia, tetapi juga prasarana ekonomi. Prasarana ekonomi Korea berkembang karena Post Korean War, dalam rangka menghadapi Korea Utara yang pada waktu itu (sekarang pun masih) bernapaskan komunis, dan berkonfrontasi dengan Korea Selatan. Pengaruh komunis harus dibendung oleh super power Amerika, maka super power Amerika, demi kepentingannya, menginjeksi kapital ke dalam perekonomian Korea, bukan untuk ekonomi Korea, tetapi untuk kepentingan AS. Jadi dengan kenyataan ini Korea diuntungkan oleh kepentingan dari suatu super power, sehingga Korea tidak menghadapi permasalahan berat dalam prasarana ekonomi untuk tinggal landas. Kita tahu saudara-saudara waktu kita mulai membangun, prasarana ekonomi Indonesia sangat memprihatinkan, Kita harus membiayai sendiri, tidak ada jalan lain karena tidak ada pihak lain yang membiayai. Kita membutuhkan dana sangat besar untuk merehabilitasi, memperluas prasarana ekonomi, prasarana sumber daya manusia termasuk kebutuhan dasar sumberdaya manusia, prasarana Iptek, dan sebagainya.
Saudara-saudara.
Jika kita lihat pembangunan dalam 25 tahun yang lalu dengan segala kekurangannya, kita tidak punya hak dan tidak wajar untuk mengatakan pembangunan tidak berhasil. Keberhasilan ini berkat pimpinan Bapak Presiden yang dibantu oleh semua anggota kabinet, semua aparatur pemerintah, pihak swasta dan siapa saja di bumi Indonesia. Sekarang kita memasuki tahap kedua pembangunan, titik tolaknya lain dari pada 25 tahun yang lalu, yaitu penekanan pada manusia Indonesia, Penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah 17%, sedangkan pada 1965 sekitar 60%, bahkan saya pernah baca angka 67% yang tertinggi, dan 52-55% yang terendah, katakanlah 60%. Suatu prestasi yang luar biasa dapat menurunkan angka kemiskinan secara drastis, Jadi kalau pada awal tahun 65an manusia Indonesia tuntutannya adalah keinginan untuk diikutsertakan dalam pembangunan, sekarang tuntutan berubah, yaitu keinginan untuk menikmati hasil pembangunan. Kualitas manusiannya telah berbeda. Generasi penerus tidak pernah mengenal serba kekurangan relatif seperti tahun 1965. Kualitas hidup bukan saja dalam pengertian memakan protein dan karbohidrat lebih banyak, tetapi kualitas cara berpikirnya dan berkarya yang harus bersifat kritis dan berbudaya.
Saudara-saudara.
Kita harus sungguhsungguh dalam mengevaluasi apakah cara pembangunan yang kita laksanakan terdahulu sudah benar. Untuk hal itu saya harus menyinggung penjelasan ekonomi sekalipun saya bukan ahli ekonomi, Saya hanya sebagai manusia yang berusaha mengerti ekonomi, berusaha mengerti ekonomi moneter, nasional, perdagangan, industri makro dan mikro.
Karena saya memimpin banyak perusahaan yang harus membuat laba, maka harus mengerti ekonomi. Kalau saya tidak mengerti ekonomi saya tidak dapat mengambil kebijaksanaan untuk mendapatkan laba. Saya bukan ahli ekonomi kalau mau dikatakan ahli hanyalah ahli konstruksi pesawat terbang, karena latar belakang pendidikan saya.
Saudara-saudara.
Kita mengenal ekonomi mikro dan makro, kita mengenal nilai tambah (value added), mengenal apa yang dikatakan keunggulan komperatif (comparative advantage). Saya ingin meluruskan pengertian nilai tambah, sehingga koheren dan berbahasa yang sama. Saya telah sering kali, sebagaimana Bapak-bapak dan Ibu-ibu ketahui, menjelaskan nilai tambah, peranan teknologi, peranan ilmu pengetahuan dan peranan sumberdaya manusia. Saya selalu membuat suatu contoh yang sangat sederhana, sehingga mudah dimengerti. Saya berikan contoh, suatu mobil namanya si Kijang harganya 25 juta rupiah dan beratnya 1.000 Kg, Kijang ini katakanlah per Kgnya 2.5 juta dibagi 1,000 sama dengan 25.000 rupiah per Kg. Bandingkan dengan si Baby Benz harganya 250 juta rupiah beratnya 1.000 Kg, berarti, per Kgnya 250,000 rupiah. Siapa yang menentukan 250.000 rupiah per Kg untuk Baby Benz sedangkan si Kijang 25.000 rupiah per Kg bukanlah si pembuat? tetapi masyarakat dalam hal ini pasar. Karena konsumen yang membeli dan menilai, maka harga ditentukan ditentukan oleh pasar, bukan ditentukan pembuatnya. Sekarang kalau si Kijang dan si Baby Benz itu tabrakan di Jagorawi, yang selalu rawan kecelakaan, dan hancur menjadi besi tua, penadahnya dalam hal ini Krakatau Steel akan membeli besi tua tersebut harganya bukan 25.000 rupiah per Kg untuk si Kijang dan 250.000 rupiah per Kg untuk si Baby Benz, tetapi semua 250 rupiah per Kg, karena besi tua.
Saudara-saudara.
Dari situ saya mengambil kesimpulan, nilai 250 rupiah per Kg yang dibeli sebelum dijadikan si Kijang mungkin nilainya lebih rendah lagi atau menjadi lebih tinggi sedikit tidak lah menjadi soal. Tetapi rupanya nilai 250 rupiah per Kg itu bisa mengalami beberapa proses engineering, sehingga nilai tambahnya itu menjadi 250.000 rupiah untuk si Kijang, dan untuk Baby Benz nilai tambahnya itu 25.000 rupiah per Kg. Ini dapat terjadi karena, kadar ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kualitas manusia yang menciptakan nilai tambah lebih rendah pada Kijang dibandingkan dengan proses-proses nilai tambah pada Baby Benz. Jadi kita mengambil kesimpulan bahwa nilai itu adalah fungsi daripada teknologi, Science dan human resource. Sekarang orang bertanya, Habibie itu insibyur, sehingga hanya memikirkan kapal terbang dan mobil saja, bagaimana dengan bidang yang lain. Sebenarnya tanpa berpretensi menggurui dalam kacamata saya, semua aktivitas ekonomi menghasilkan nilai tambah tertentu. Saya berikan contoh, ada cost dari pelayanan (service) itu juga merupakan nilai dari pelayanan yang diberikan pada Anda. Jadi, sebenarnya dalam perekonomian ada proses-proses nilai tambah, perbedaaannya adalah ada proses nilai tambah yang hasilnya rendah, setengah menengah, menengah, tinggi dan tinggi-tinggi sekali. Kalau manusia membuat pakaian, manusia ini melaksanakan nilai tambah juga, ia beli kain dan sebagainya, mesin dan sebagainya dan baju yang dihasilkan di jual menghasilkan nilai tambah juga. Tetapi yang menentukan nilainya bukan produsen, karena bisa saja ia rugi, yang menentukan pasar. Karena, membuat celana jean atau textile atau pakaian jadi teknologinya relatif sederhana dan juga menghasilkan nilai tambah maka banyak orang yang bisa membuatnya, banyak negara yang bisa membuat jean dan sejenis garmen, karena banyak yang menawarkan maka di pasar yang permintaanya terbatas harganya ditentukan tidak sesuai dengan kehendak daripada si pembuat jeans tersebut. Dalam hal ini walaupun pasar yang menentukan, tetapi negara kaya jug a merasa bertanggungjawab sosial, yang kaya katakanlah pasar Eropa, pasar Amerika Utara, pasar Jepang. Tanggungjawab sosial negara kaya adalah harus membagi-bagi keuntungan. Karena banyak tawaran textile, maka diterapkan kuota. Bagi yang ingin bekerja lebih keras mereka tidak mungkin menerobos batasan ini. Negara-negara kaya secara global juga melaksanakan pembangunan di dalam arti pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kepada negara sedang berkembang hanya penekanan pada pemerataan itu terlalu rendah. Menurut Pak Harto negara-negara kaya berjanji 0,47% daripada GDP akan dipergunakan membantu negara berkembang. Tetapi sampai sekarang Amerika hanya mengeluarkan 0,2% dari GDPnya. Hanya negara-negara Skandinavia menurut Pak Harto yang telah mencapai 0,47% dari GDPnya. Jadi masalah global tidak bisa mendukung secara luas orientasi ekspor produk dengan nilai tambah rendah.
Saudara-saudara.
Saya perlihatkan pembuatan celana jean yang memanfaatkan teknologi yang relatif rendah. Itu menghasilkan nilai tambah yang rendah, karena banyak persaingan dan pasar yang menentukan harganya,sehingga produksi jenis ini sulit berkembang. Lain dengan satelit, kapal terbang yang harganya ditentukan oleh pembuatnya, karena tidak banyak yang menguasai, tidak ada hambatan-hambatan pasar. Sekarang kita membahas pesawat terbang.
Menurut perkiraan yang diumumkan oleh Boeing, dalam 20 tahun yang akan datang, jumlah penumpang antar benua akan meningkat 400%. Ada suatu formula empiris berdasarkan pengalaman bahwa jika pesawat terbang untuk perhubungan antar benua permintaannya meningkat dengan angka 100, maka pesawat terbang yang membawa penumpang flyer airline atau commuter air line akan meningkat dengan angka 2 sampai 3 kali, bahkan ada teori yang mengatakan 4 kali pun sebetulnya normal. Karena, orang yang terbang dari Jakarta dengan Boeing 747 pergi ke Amsterdam semuanya bukan orang Jakarta, tetapi dari Malang, Surabaya, Semarang, Palembang. Medan, dan lain-lain. Jika si penumpang dapat membiayai penerbangan Jakarta Frankfurt/Amsterdam, misalnya, maka ia juga dapat membiayai penerbangan commuter. Jadi jika terjadi peningkatan 100 pesawat terbang antar benua itu, maka commuter air line akan meningkat 200-300 bahkan 400. Sekarang kita bertanya, siapa yang menciptakan pasar tersebut? Di dunia pesawat terbang antar benua, terdapat 3 pesawat terbang buatan Air Bus Industries dari Eropa, Boeing dan Mc Donnell Douglas dari AS, tidak ada yang lain. Tahun yang lalu saya bertemu 4 kali dengan John Mc Doneld, 2 kali di Indonesia, 1 kali di Eropa, dan 1 kali di Amerika. Pertanyaan ialah apakah industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) bersedia bekerjasama dengan Mc Donnell Douglas mengembangkan MD12. Saya bilang tidak. Ia terus membujuk dengan berbagai statistik, Sampai sekarang ia belum give up. Paling jauh saya hanya bersedia untuk subkontrak, tetapi saya tidak mau ikut berperan serta, Saya hanya ingin kita berkembang dalam industri pesawat terbang commuter yang pasarnya jelas seperti yang saya katakan. Sekarang ini Mc Donnell Douglas hampir bangkrut, karena subjoin besar bergantung pada pertahanan, antara lain berupa kapal-kapal terbang tempur yang sangat sukses, belum lagi peroketan militer. Ketergantungan Boeing pada pesanan militer hanya 20%-25%. Airbus sama sekali tidak ada. Jadi dalam perhitungan, saya kira-kira dalam abad yang akan datang, hanya akan ada dua perusahaan yang membuat kapal-kapal terbang antar benua walaupun mungkin saja akan ada perusahaan yang ketiga. Yang ketiga itu mungkin datang dari Rusia, tetapi mereka ada masalah internal dan external: internal, Rusia harus konsolidasi; dan external, sampai sekarang tidak bisa mendapatkan dan tidak pernah -- sejak dari awal -- memperhatikan, regulasi Federal Aviation Agency (FAA). Berbeda dengan IPTN yang memilih C-212 sebagai fase pertama, sebagaimana yang saudara ketahui. FAA regulation dari C-212 itu berlaku sama seperti FAA regulation untuk Boeing 747. Kalau saya mengambil misalnya dalam kelas pesawat seperti yang dibuat Australia untuk jenis pesawat kecil, katagori ini tidak berlaku untuk pesawat terbang yang besar. Jadi sebagai penasehat Bapak Presiden. saya menyadari proyeksi ke depan untuk menjadi subkontraktor perusahaan pesawat terbang ukuran besar dan membuat pesawat-pesawat terbang commuter, maka saya rancang tahap pertama itu adalah pesawat terbang yang paling kecil, tetapi harus memenuhi persyaratan untuk pesawat terbang yang besar. Kalau saya ambil F-27 biayanya lebih rnahal daripada C-212, jadi untuk mengalihkan teknologi lebih banyak yang harus saya bayar, dan yang membiayai adalah pasar domestik.
Saudara-saudara.
Sekarang kita lihat commuter airplane. Perusahaan Fokker, produknya adalah F-50, F-100. Saya berbicara sebagai ahli konstruksi pesawat terbang. F-50 itu adalah konsep aerodinamika tahun 1950-an, dan F-100 adalah konsep aerodinamika tahun 1960-an. Hid up matinya pesawat terbang tergantung dari konsep airodinamika. Apa yang dikatakan sebagai F-250 adalah F-27 dengan cockpit baru dan motor baru, tetapi airodinamikanya sama. Saya mendengar dari pimpinan Fokker bahwa kemungkinan akan menghentikan produksi F-50. Perusahaan lain adalah Aerospatile dari Perancis dan dengan Alinia, dari Italia dengan pesawat terbang ADT-42 dan commuter ADT-72. Ini adalah konsep pada ahir tahun 1960-an, dengan baling-baling type-nya F-27 tetapi konsepnya pada ahir tahun 1960-an. Selain itu Canon sekarang hanya berkonsentrasi pada DARD-8, sedangkan DARD-7 sudah ditinggalkan. DARD-8 ini adalah konsep tahun 1966. Bristish Aerospace memproduksi ATP, tetapi ini adalah konsep tahun 1990 sama dengan N-250. Masih ada satu lagi dari Brazil yang belum berkembang karena masalah-masalah ekonomi tidak menunjang, dan bisa kita abaikan.
Saudara-saudara.
Saya sampaikan di sini, kita sedang merancang N-250 untuk memasuki pasar tahun 1997, sampai sekarang prosesnya masih sesuai jadwal. Peluncuran pertama November 1994, dan penerbangan pertama antara Januari dan April 1995, sertifikasi diperkirakan dalam 1996, penyerahan pertama pada airlines Desember 1997, Pesawat terbang jenis ini direkayasa sedemikian rupa sehingga dengan hanya memo tong di depan sayap dan di belakang sayap terus dimasukkan bagian tertentu di depan dan di belakang dan kemudian dipotong antara sayap luar, dipotong badannya di depan sayap dan ditaruh bagian tertentu di antaranya dan disambung lagi, dan pada sayap kiri dan kanan dipotong bagian tengah ditaruh bagian sedikit kita bisa dengan tidak merubah apa-apa dapat delivery on the same production line pada 1997 pesawat baru jenis N-270.
Pesawat terbang kita itu adalah yang dinamakan pesawat terbang yang memanfaatkan teknologi fly by wire. Pesawat terbang itu bisa bergerak dalam tiga dimensi, gerakan apa saja, sedemikian rupa sehingga bisa mensimulasi atau membuat gaya-gaya yang menggerakkan seluruh pesawat terbang itu. Informasi diberikan oleh manusia melalui sistem kabel dan sistem hidraulik dan seterusnya, seperti pada Boeing 747, MD 11 dan sebagainya, hanya pada Airbus A-20 dan pada Triple 7 yang akan datang, dan pada SAB, tetapi SAB itu hanya satu sumbu, bisa.fly by wire. Informasi diberikan bukan melalui kabel dan hidraulik tetapi melalui electrical wire yang memberikan informasi itu adalah elektron yang memasuki semua permukaan sayap, buntut dan bisa mensimulasikan.
Apa perbedaan antara pemberian informasi melalui kabel dan hidraulik dengan melalui elektron. Pada sistem kabel manusia yang harus konsentrasi, tetapi kalau melalui elektron, maka antara manusia dan gerakan kapal terbang itu bisa dimasukkan komputer, dan komputer ini yang menyaring semua gerakan dan bisa mensimulasi sehingga seluruhnya aman, nyaman dan sebagainya. Saya hanya memperlihatkan bahwa ini the high technology. N-250 bergerak sepenuhnya dengan fly by wire. Sekarang sedang dilakukan testing yang akan selesai pada bulan Desember 1933. Di Amerika, ada suatu perusahaan yang mempunyai suatu pesawat terbang, pesawat terbang mempergunakan soft ware electronic, yang kalau kita merekayasa gerakan secara matematis, pilot yang mengemudikan pesawat terbang itu bisa melaksanakan simulasi penerbangan seperti dissimulator yang tidak bergerak, tetapi ini bergerak di udara. Kita sudah memakai 3 tes pilot di situ untuk terbang 9 jam dan member US $ 800.000. Informasi yang kita dapatkan dari situ ialah bahwa pesawat terbang, itu clean aerodynamic, longitudinal stability-nya hebat sekali, Karena begitu hebat dan clean maka sangat sensitif. Karena fly by wire N-250 itu dengan komputer, maka tidak akan terasa semuanya itu. Saya tidak ingin memberikan kuliah dalam hal itu, saya hanya ingin memperlihatkan bahwa anak-anak kita itu mampu menguasai semua itu. Anak-anak kita itu adalah sumberdaya manusia terbarukan di bumi Indonesia, yang mampu menguasai teknologi dan mampu mengimplementasikannya.
Saudara-saudara.
Saya sampaikan, skenarionya begini. Kita membuat dan anda menginvestasi, mungkin dua milyar US dollar. Investasi saya adalah transfer teknologi pada Anda. Saya akan perlihatkan bagaimana membuat pesawat terbang fly by wire. The latest state of the art yang telah saya kembangkan hampir 10 tahun, sejak tahun 1987, yang penyerahannya pada 1997. Saya perlihatkan laporan-laporannya. Anda harus tahu kalau pembuatan Casa 212, tidak memanfaatkan computation full dynamic untuk merekayasa seluruh bentuk pesawat terbang dan hanya meniupnya di terowongan angin sebanyak kurang lebih 600 jam. N-250 direkayasa dengan memanfaatkan the latest state of the art of technology dalam aerodynamic, memanfaatkan computation of full dynamic, memanfaatkan super computer, dan sebagainya, di mana adik-adik kita menjadi lebih pintar dan sekarang sudah melampaui 6,000 jam di tiup di terowongan angin untuk benar-benar sampai ke detail rekayasa, Prof Gerlach dari The National Science Council yang pakar dalam aerodynamic datang kemari dan setelah mengamati lebih dari 1 tahun ia datang kepada saya. Ia katakan sebagai the most beautiful aerodynamic design airplane. Pendapat ini juga disampaikan oleh pakar-pakar Amerika waktu di simulator pesawat terbang.
Saudara-saudara.
Perlu saya jelaskan, keunggulan komparatif dan value added is hand in hand in the whole economy, Hanya, yang harus diperjuangkan adalah value added yang mana, yang membuat jeans atau kapal terbang, That is the question, Kalau jeans banyak yang memproduksi, dan masalahnya saingan besar. Tetapi kalau suatu produksi tidak ada saingannya, bisa menjadi singularity in your economy.
Saudara-saudara.
Saya ingin menegaskan untuk tidak mempertajam perbedaan antara ekonomi yang berdasarkan nilai tambah dan ekonomi yang berdasarkan keunggulan komparatif, karena kedua-duanya adalah hand in hand, That is economics, any economy berkisar pada dua unsur yang penting itu. Bedanya ialah kita harus kembali dengan eksperimen mobil kijang, apakah kita tetap hanya dengan teknologi-teknologi yang rendah dan menengah, atau kita lari yang tinggi, Saya telah menjelaskan konsekuensinya dalam pemasaran, sekarang saya mau menjelaskan konsekuensinya dalam pembangunan. Saya kembali, 25 tahun yang lalu produksi pupuk di Indonesia saya hafal itu karena Pak Harto selalu menyebut hanya 100,000 ton, dan beliau mengatakan produksi pupuk sekarang 6 juta ton. Kita telah mencapai swasembada pangan. Kalau ditanya berapa produksi padi,beras, jawabnya 34 juta ton, Sekarang kita tahu juga makronya setiap tahun penduduk meningkat 1,9%, mungkin kita bisa tekan 1,5%. Dengan pertumbuhan 1,5% per tahun maka pada ahir Repelita tahap 25 tahun yang akan datang jumlah manusia Indonesia mencapai 270 juta.
Kenapa kita sekarang swasembada pangan? Karena produksi beras kita tinggi. Kenapa produksi beras kita tinggi? Karena kita berhasil meningkatkan produksi sawah untuk menghasilkan beras. Mengapa produktivitas sawah itu bisa ditingkatkan? Karena kita berhasil meningkatkan produktivitas sawah untuk menghasilkan beras. Mengapa produktivitas sawah itu bisa ditingkatkan? Karena kita bisa mengembangkan bibit unggul dan bisa memberikan pupuk secara reguler dan kita memiliki pestisida yang bisa menghindari hama wereng dan sebagainya. Kita bisa bayangkan pada ahir Pelita X itu tidak lagi 6 juta ton pupuk yang kita butuhkan karena manusianya lebih banyak, maka produksinya harus lebih tinggi, lebih banyak dibutuhkan pestisida dan pupuk, mungkin 10 atau 12 juta ton. Kita juga harus terus menerus mengadakan riset untuk mengembangkan padi unggul.
Salama 25 tahun produksi pupuk dapat kita tingkatkan menjadi 6 juta ton, Katakanlah 6 juta ton itu terdiri daripada 20 unit misalnya dengan setiap unit memproduksi 300.000 ton, atau 40 unit dengan 1 unit menghasilkan 150,000 ton, Kita mengetahui bahwa teknologi bekerja secara efisien dan produktif dalam waktu terbatas, Misalnya, kalau kita beli mobil yang baru tidak akan banyak permasalahan, tetapi kalau mobilnya sudah 10 tahun maka akan banyak kerusakan, apalagi kalau usianya 30 tahun cari spare part-nya saja susah sekali. Demikian juga dengan pabrik pupuk, pabrik pupuk itu yang 1 unit saya katakan memproduksi 150.000 ton, kalau kita ingin memproduksi 6 juta berarti kita membutuhkan 40 unit . Pabrik dengan 40 unit itu setiap 30 atau 40 tahun habis, tidak bisa dipakai lagi, dengan asumsi bahwa gas alam kita masih tetap ada. Berarti kita harus selalu mempersiapakan uang untuk menggantinya, misalnya tahun ini 3 unit akan kita tutup, kita harus ganti dengan 3 unit baru. Supaya on stand 3 unit yang baru itu harus 5 tahun yang lalu sudah dipersiapkan. Jika saya ingin mempertahankan produksi 6 juta ton, tetapi jika, saya ingin meningkatkannya karena rakyat saya bertambah, maka tidak mungkin lagi hanya 40 unit, mungkin saya butuhkan 70 unit, jadi pertambahannya itu bertambah banyak. Jadi pengeluaran untuk pabrik itu senantiasa harus ditingkatkan, karena dua hal yaitu adanya pertumbuhan penduduk dan adanya depresiasi atau penyusutan dari alat-alat itu, logikanya begitu.
Apakah pabrik pupuk itu dibeli oleh swasta, atau perusahaan pemerintah, bagi Pak Arifin sama saja, Karena beliau ahli moneter, ahli bank, Karena semuanya itu, dalam pandangan bankir, apa itu BUMN, apa itu swasta, tidak ada bedanya, ia hanya mengawasi agar supaya produksinya tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit, tidak ada stagnasi, Tetapi tidak juga mengakibatkan inflansi, tidak mengakibatkan seribu satu macam permasalahan,
Pada tahap pertama 25 tahun yang lalu, kita memiliki minyak dan gas yang bisa menyediakan dana. Produksi kita juga masih akan tinggal landas, dan rakyat kita tidak memberikan hambatan. Dahulu rakyat cukup diikutsertakan, sekarang ingin ikut menikmati, dan jumlah rakyat lebih banyak lagi. Dahulu kita mempunyai mekanisme untuk mendapatkan dana-dana secara murah, ada yang namanya grant dihibahkan tetapi itu kecil, tidak mungkin suatu bangsa menghibahkan prasarana ekonomi pada bangsa lain, tidak mungkin. Kalau pun dihibahkan ada maksud di belakangnya. Atau bantuan dalam bentuk kredit dengan bunga yang berbeda-beda, yang lunak, yang setengah lunak, yang komersial atau yang kombinasi komersial dan lunak, pokoknya selalu ada bunganya, yang jelas bunganya itu tidak nol. Prinsipnya dapat uang, kalau bisa dengan biaya semurah mungkin, kalau bisa tenggang waktu pengembaliannya diundurkan, kalau bisa 20 tahun baru kita mulai mengembalikan, sekalipun bunganya harus kita bayar. Semua itu diperhitungkan di kelola dengan baik.
Katakanlah saya mengeluarkan dana sejumlah US $ 1 milyar untuk pupuk yang direkayasa salami 30 tahun, setelah itu saya tutup. Setelah 30 tahun harus saya ganti, Untuk membiayainya katakanlah saya berhasil mendapatkan kredit dengan bunga 3% dan tenggang waktu 20 tahun, Pada saat masa operasi pabriknya sudah habis (nol) saya masih harus membayar angsuran kreditnya, berarti kapital yang US $ 1 milyar itu tidak didepresiasi sepertinya tidak menyusu. Permasalahannya kita mungkin mendapatkan pinjaman tidak hanya dari satu negara untuk membiayai produksi pupuk tetapi dari manca negara. Akibatnya kita menderita, karena perubahan valuta membebani komitmen kita pada orang lain. Kalau saya lihat dari situ, maka akan terjadi peningkatan komitmen untuk membayar pinjaman, sedangkan asset kita menurun nilainya dan masalahnya kita harus menambah besarnya asset itu, karena pertumbuhan jumlah manusia Indonesia, Sulitnya lagi kalau 30 tahun kemudian saya datang mengetok pintu untuk mengadakan tender, maka harga satu unit itu tidak lagi sama, mungkin 25, mungkin 50, mungkin 100 persen tergantung dari seberapa tinggi inflansi.
Saudara-saudara.
Saya baru saja bicara mengenai pabrik pupuk, tetapi juga berlaku untuk industri lain seperti, kereta api, kapal terbang, telekomunikasi, perusahaan negara, semen, dan lain-lain, Semua ini adalah program-program atau proyek-proyek dalam ekonomi yang melalui berbagai proses dengan nilai tambah tinggi, kita harus sedini mungkin mempersiapkan diri agar supaya mandiri. Kebutuhan itu bisa direkayasa dan dibuat oleh kita sendiri, sehingga tidak ada commitment yang memberatkan. Kalau membutuhkan dana, saya bukan ahli ekonomi dan tidak tahu mengenal modal, saya rasa bisa saja dananya itu disediakan 100% dari dalam negeri dalam arti rakyat harus kencangkan ikat pinggang. Rakyat harus menabung seperti masa Hitler dahulu dengan program kemandiriannya. tidak apa itu kebijaksanaan tersendiri.
Jadi di sini saya ingin garis bawahi perbedaan dengan skenario berdasarkan pemikiran mayoritas bahwa menyelesaikan masalah-masalah prasarana ekonomi dalam arti yang luas dan masalah-masalah prasarana kebutuhan dasar manusia dalam arti yang luas, tidak bisa lagi kita selesaikan hanya dengan memperhatikan kendala-kendala moneter. Tidak bisa !, karena kita akan menghadapi masalah khusus. Permintaan atau dalam negeri meningkat dan kalau kita tidak menguasai teknologi tidak memiliki human resource untuk mengatasinya, maka satu-satunya jalan adalah belanja dari luar negeri. Kalau demand-nya meningkat dan belanja dari luar, commitment juga meningkat berupa kewajiban kita dalam mengembalikan pinjaman. Kita bisa kehilangan kontrol, oleh karena itu saya berpendapat sudah sampai waktunya kita belajar dari pengalaman 25 tahun terdahulu sampai di mana kita telah berhasil sebagai satu bangsa yang telah lulus berbagai ujian. Dengan kendala-kendala baru kita harus menghadapi pembangunan 25 tahun yang akan datang. Jelas kita masih membutuhkan kredit, sebagaimana pemerintah Amerika juga menjual surat-surat berharga. Untuk membiayai sebagian dari program-programnya,
Saudara-saudara.
Saya berpendapat, kita dapat banyak belajar dari pengalaman 25 tahun yang lalu -- how to make it better, Bukan karena itu jelek, karena kondisinya sudah berubahe kendala-kendala nasional, regional, dan global berubah. Saya tadi mendemonstrasikan contoh mengenai high technology dengan contoh IPTN untuk memperlihatkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia di bumi Indonesia dan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia itu bukan suatu yang tidak mungkin, Kemarin saya melihat kurva mengenal IPI'N sejak 1987-1993, Insya Allah tahun ini pertama kalinya revenue atau penjualan IPN melampaui 1,1 trilyun rupiah. Tahun lalu kita sudah malampaui 800 sekian milyar rupiah. Saya punya angka-angkanya.
Kesimpulannya, saya minta Anda untuk merenungkan kembali arti nilai tambah dan tidak terlalu mempertentangkan nilai tambah dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) karena dalam ekonomi nilai tambah adalah dan keunggulan komparatif juga normal. The problem is how to increase value added and how to increase your technology and your recources together to get the highest value added. Ini yang. saya perlihatkan dengan contoh IPTN bahwa IPTN bisa menghasilkan the same work With less money dari pada saingannya. Selain itu saya minta dengan hormat untuk memperhatikan kesimpulan saya, terutama untuk para ekonom, bahwa modal di dalam suatu perekonomian definisinya bukan saja uang tetapi juga ide, seseorang tidak punya uang, dan tidak punya ide, tetapi dia punya apa yang dalam bahasa Jerman disebut beziehung atau relasi atau ia mempunyai hubungan yang erat dengan orang yang membuat keputusan apakah dalam perusahaan A atau B -- maka orang itu mempunyai modal, Saudara tahu bahwa modal dalam ekonomi itu luas sekali artinya, tetapi saya ingin katakan bahwa dalam 25 tahun yang lalu, modal lebih banyak diartikan sebagai uang. Itu benar, tetapi berdasarkan skenario yang saya katakan tadi, saya minta dengan hormat untuk direnungkan karena saya berpendapat pada 25 tahun yang akan datang mekanisme yang sudah ada harus dimanfaatkan dan disempurnakan jangan diganggu. Hubungan antara comparative advantage dan nilai tambah tetap diperlihatkan. Saya mohon perubahan penekanan di dalam memberikan perhatian dalam detail modal yang artinya dalam ekonomi begitu luas. Kalau dahulu perhatiannya khusus pada masalah moneter, karena kita masih mengalami permasalah inflasi dan sebagainva, sekarang saya berpendapat bahwa perhatian pada modal memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu tetap pada moneter, ditambah dengan pengembangan dan keuntungan pengembangan sumberdaya manusia dan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saudara tahu bahwa di Bappenas ada apa yang namanya section 15 dalam APBN yang tahun ini saya tahu jumlahnya 660 milyar rupiah atau US $ 330 juta, dan Bappenas mengeluarkan program-program unggulan dalam pengembangan sumberdaya manusia pada Menneg Ristek. Bappenas mempunyai program-program khusus untuk pendidikan. Jadi dari makro ekonomi arahnya sudah ke situ. Memang itu yang saya tekankan berdasarkan pengalaman 15 tahun sebagai Meneg Ristek dan 4 tahun 8 bulan sebagai penasehat Presiden. Saya terus berkecimpung dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pembangunan. Saya tidak akan pernah mengabaikan Iptek. Di dalam prasarana tinggal landas itu termasuk prasarana pendidikan dan ilmu pengetahuan,
Saudara-saudara.
Saya berikan contoh, selama saya memimpin IPTN dan memberi nasehat pada Bapak Presiden sering kali saya berbicara pada para ekonom dahulu -- dengan Pak Ali Wardana, Pak Radius, Pak Sumarlin -- khususnya mengenal permasalahan keuangan. Saya juga sering sekali berdiskusi dengan para Dirjen. Saya selalu mengatakan pentingnya dukungan pada pengembangan sumberdaya manusia. Di Jerman, MBB dan Krup menganggarkan pengembangan pendidikan 5% dari turn over dan untuk ilmu pengetahuan dianggarkan 6% atau 10% dari turn over, Katakanlah 5% untuk pendidikan ditambah 6% untuk riset menjadi 11%, dan pemerintahnya menyanggupi bahwa yang dikenakan pajak bukan 100% dari turn over tetapi Ia dikurangi 11 %, hanya 89%. Itu kan merupakan insentif, agar supaya perusahaan-perusahaan itu memikirkan sumberdaya manusia dan pelaksanakan research and development Inilah caranya menjawab dan melaksanakan pertanyaan dari Om Liem, bagaimana membesarkan gelasnya. Untuk mencegah penyalahgunaan, pengawasannya harus ketat, Untuk itu manusia Indonesia yang dipemerintahan pun, baik di Departemen Keuangan maupun di departemen teknis yang lain, harus ditingkatkan kualitas kerjanya dan itu besar sekali kaitannya dengan know how, Iptek plus efisiensi, iptek and efficiency means money, Kita harus menaikkan pendapatan mereka,
Saudara-saudara.
Saya mohon untuk diperhatikan pentingnya penjelasan saya tersebut. Saya mempunyai dua kesempatan lagi untuk bertukar pikiran dan juga mendapatkan bahan masukan dari saudara dalam Konvensi Nasional Pembangunan Regional, pada 16-17 Februari 1993. Insya Allah pada hari kedua atau yang terakhir saya sudah bisa membawakan curve revenue IPTN yang saya sebutkan untuk Anda lihat sendiri, Saya hanya memberikan pengantar mengenal dasar berpikir dari seorang yang telah mendapatkan kesempatan empat Repelita dari yang telah dilaksanakan untuk lima Repelita ikut secara terusmenerus mengembangkan bidang science and technology dan juga human resource development dalam rangka melaksanakan tugas pembangunan bangsanya. Karena kita hanya dan harus bekerja mungkin swampy umur 65 tahun, dan usia saya sekarang 56 tahun mau ke 57 tahun, jadi mungkin saya masih 1() tahun lagi untuk menjabat Menneg Ristek, kalau masih dibutuhkan, dan Ketua BPPT. Sehingga, dalam 10 tahun itu masih bisa merampungkan, bersamasama dengan generasi penerus, tugas mengamankan kesinambungan sehingga benarbenar Insya Allah -- seperti Bapakbapak dari generasi yang telah mempersiapka,n pembangunan 25 tahun yang pertama juga bisa lulus summa cum laude.
Saudara-saudara,
Maksud dan tujuan dari Dialog Pembangunan CIDES ini tidaklah untuk mengadu dombakan dan mempertanyakan siapa yang salah atau yang benar, Itu tidak penting. Yang penting kita cari kebenaran yang paling menguntungkan bangsa dengan prinsip-prinsip yang sehat dan profesional.
Terimakasih atas perhatian Saudara-saudara.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb

Persatuan dan Kesatuan Umat untuk Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Persatuan dan Kesatuan Umat
untuk Memperkokoh
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
 
Disampaikan dalam acara Halal Bi-Halal yang diselenggarakan oleh KAHMI
pada 19 Pebruari 1997 di Jakarta.
 
Ketika Kabinet Pembangunan V ini berakhir, tepat 20 tahun lamanya, saya telah melaksanakan tugas sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi. Saya tiga kali mendapatkan kehormatan untuk menyusun bersama Undang Undang tahun 1978-1979, saya rasa  yang hadir di sini ada dari Komisi 10 yang juga hadir waktu itu. Kami harus mengundang-undangkan pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai (masalah Nuclear Non Proliferation Treaty). Selain itu, kami ditugaskan untuk membuat undang-undang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia yang diketuai Prof. Dr. Widjojo Nitisastro. Dipandang dari sudut ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah kesehatan, pertanian, industri sampai tenaga listrik, sangat kompleks. Meskipun demikian, proses membuat undang-undang berjalan lancar. Ini berarti, bahwa demokrasi Pancasila dalam 20 tahun makin hari makin mantap, manusia makin hari makin kritis, makin hari makin cendekia, makin hari makin profesional, makin hari makin obyektif, dipandang dari sudut multi disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidangnya masing-masing, tetapi selalu subyektif terhadap kepentingan rakyat dan bangsa. Sehingga masalah itu bisa menjadi sederhana, convergence, lancar jalannya, tanpa ada voting, tetapi melalui musyawarah dan mufakat, sesuai dengan jiwa demokrasi Pancasila dan jiwa umat Islam.
Sekarang suatu kejadian lain, terjadi pada saya yang juga sangat mengharukan. Untuk pertama kalinya saya mendapat kehormatan bertatap muka dengan sekian banyak cendekiawan muslim di bumi Indonesia, dari seluruh penjuru dan dari daerah yang memiliki kemampuan dalam bidangnya masing-masing dengan potensinya masing-masing dengan amplitudo dan iramanya masing-masing, namun dengan frekuensi resonansi yang sama atas aspirasi bangsa Indonesia yang justru 90% adalah nafasnya Al Quran dan Sunnah. Sebelumnya, saya ingin menyampaikan pula selamat atas 50 tahun HMI, semoga HMI benar-benar konsisten dan setia pada cita-citanya, tidak merupakan organisasi eksklusif, tidak terlalu banyak membuat kendala-kendala politik, juga tidak terlalu banyak dikendalakan oleh kendala-kendala politik. Yang penting adalah visi, itikad niat dan segala tindakan harus berdasarkan perhitungan. Saya berani mengatakan ini dihadapan para tokoh HMI dan saya berani menyampaikan di hadapan banyak tokoh-tokoh muda, walaupun saya tidak pernah menjadi anggota HMI. Itu tidak berarti yang bukan anggota HMI tidak mempunyai visi, bahwa tidak berarti getaran jiwa seseorang yang kebetulan bukan anggota organisasi tersebut tidak dekat dengan rakyat, tidak dekat dengan organisasi apapun juga, karena Saudara adalah rakyat pula termasuk saya sendiri. Jadi, saya mau kembalikan pada proporsi yang merupakan harapan bangsa, karena organisasi apapun, termasuk HMI, sudah seharusnya menjadi organisasi yang berorientasi kepada pengembangan sumber daya manusia.
Pengembangan sumber daya manusia yang kualitasnya tinggi dan beriman kepada Al Quran dan Sunnah, serta bertaqwa. Orang yang beriman adalah orang yang selalu berusaha mencari terobosan untuk membantu sesama manusia tanpa bertanya, tanpa perhitungan apapun juga, karena memang didorong oleh niat dan itikadnya, karena imannya. Namun, dalam membantu itu harus ada tolok ukurnya. Jangan membantu dengan mengambil kebijaksanaan yang tidak halal, yang haram. Oleh karena itu, orang beriman harus bertaqwa dan merujuk kepada tolok-tolok ukur yang menentukan mana yang halal dan mana yang haram. Karena itulah taqwa harus berdasarkan pada Al Quran dan Sunnah. Manusia yang bertaqwa dan merujuk kepada tolok-tolok ukur budayanya masing-masing itulah manusia yang kita kehendaki. Bukankah budaya itu juga sangat ditentukan oleh agama? Dan jikalau budaya bangsa Indonesia yang 90% adalah budaya manusia yang bernafaskan Al Quran dan Sunnah itu, maka tentu budaya tersebut sangat banyak ditentukan oleh tolok-tolok ukur yang tersirat secara langsung maupun tidak langsung di dalam Al Quran dan Sunnah. Itu normal, itu biasa,  bukan sesuatu yang ajaib. Oleh karena itu saya pernah menyampaikan, jika kita telah melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan lebih dari 25 tahun dan berorientasi kepada potensi manusia yang terbaharukan, dan sekarang ternyata banyak sekali tokoh-tokoh Islam muncul pada permukaan dalam jajaran pimpinan puncak, menengah maupun rendah itu bukan identik dengan Islamisasi, itu berarti keberhasilan demokrasi Pancasila, karena 90% dari rakyat adalah umat Islam. Tidak mungkin keberhasilan itu terjadi walaupun andaikata yang 3,5% semua jenius.
Jangan kita mengira, bahwa saya menyampaikan hal ini hanya kepada Anda di sini, saya sampaikan ini sudah beberapa kali kepada Bapak Presiden, dan Bapak Presiden membenarkan. Memang itulah maksud pembangunan yang ditujukan kepada pengembangan sumber daya manusia terbarukan. Jauh daripada prasangka, bahwa saya mau berbicara tentang SARA; tidak ada SARA di dalam buku kamus bangsa Indonesia, SARA tidak ada. Kita bangsa Indonesia tidak pernah mengenal SARA dalam bentuk apapun, dan saya sebagai bangsatidak akan mentolerir, apalagi sebagai umat Islam, tidak mengenal SARA pula. Saya rasa umat-umat yang lainpun tidak mengenal SARA, tiap agama tidak mengenal SARA. SARA itu mungkin dibuat-buat oleh orang yang justru tidak beragama.
Saya mau menyampaikan suatu analisis. Analisis mengenai kejadian-kejadian terakhir mulai dari pembakaran masjid dan pembakaran gereja di Timor-Timur, setelah itu pembakaran gereja di Situbondo dan seterusnya. Waktu saya keluar dari gedung DPR, saya dikeroyok wartawan yang mengajukan banyak pertanyaan, antara lain mengenai kejadian-kejadian itu. Saya katakan, sampai saya sudah berumur 60 tahun, tahun ini 61 tahun, di kota kecil Pare-Pare di Ujung Pandang (Makasar), di Bandung tidak pernah saya melihat gereja, masjid maupun vihara dibakar, karena bangsa kita selalu merupakan bangsa yang berbudaya kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila bukan dikarang oleh Bung Karno, tetapi digali oleh Bung Karno. Digali dari mana? Dari tubuh budaya bangsa Indonesia. Jadi, sebenarnya dalam sepanjang masa tidak pernah terjadi apa yang terjadi dalam hanya beberapa bulan terakhir ini. Kalau itu terjadi hanya dalam beberapa bulan, terus berturut-turut, maka hal itu tidak alamiah. Kalau dikatakan kejadian itu timbul karena SARA, saya sangat meragukan, karena kita tidak berbudaya SARA, dalam arti tidak akan mentolerir orang melaksanakan SARA dalam bentuk apapun juga. Kalau dikatakan karena kesenjangan sosial, hanya di surga tidak ada kesenjangan sosial. Di dunia selalu ada kesenjangan sosial dan tidak bisa diselesaikan dalam masa satu generasi, ia membutuhkan waktu. Kita jangan hanya selalu melihat ke depan, harus berani pula melihat ke belakang: apa yang telah dicapai dalam 50 tahun lalu, apa yang telah dicapai dalam 30 tahun, apa yang telah dicapai dalam 10 tahun, bahkan apa yang telah dicapai dalam 5 tahun lalu. Tadi telah saya berikan contoh, tiga kali saya mengusulkan undang-undang.
Saya merasakan bagaimana pesatnya perkembangan potensi ma-nusia Indonesia, jadi bukan pula karena kesenjangan sosial, bukan karena SARA. Karena apa? Kenapa tiba-tiba terjadi? Betulkah begitu? Apakah itu bukan usaha untuk menjatuhkan mandataris MPR? Sebelum saya jawab, baiklah saya berikan suatu analisa, untuk pertama kalinya di depan umum saya menyampaikan dan supaya diketahui, analisa ini telah saya sampaikan pula kepada mandataris MPR H. Mohammad Soeharto. Ada tiga pendekatan. Pendekatan yang saya namakan mau mengubah peta politik ideologi. Pendekatan kedua mau mengubah peta politik kebudayaan. Pendekatan ketiga bukan mau mengubah tapi mau mempertahankan status quo peta politik ekonomi.
Baiklah saya mulai dengan pendekatan pertama. Abad yang lalu umat manusia memulai revolusi yang namanya revolusi industri dengan penemuan mesin uap. Untuk pertama kalinya manusia bisa melipat gandakan kekuatan manusia. Bukan cuma melipatgandakan, melainkan menjutakalikan kekuatan manusia, sehingga hasil-hasilnya bisa ditingkatkan dengan cepat dan modal dalam arti teknologi, uang dan sumber daya manusia terus menjadi perhatian umat manusia.Waktu itu revolusi berkembang mulai di Inggris pindah ke Jerman, Prancis, kita kenal istilah yang disampaikan oleh Bung Karno, "exploitation de I'homme par I'homme", manusia menghisap manusia untuk mengambil hasil maksimum demi kepentingan segelintir manusia itu sendiri. Akibat daripada itu, timbul reaksi konsolidasi dari mereka yang belum mendapatkan kesempatan untuk berkembang. Mereka mengkonsolidasi dengan memunculkan ide-ide dari Engels, setelah itu menganut ide-ide Marx, setelah itu dikembangkan menjadi politik komunis dan sosialis. Keduanya berlawanan, secara global bisa diisolir di tempatnya masing-masing tetapi bertemu di tempat di mana mereka mencari ladangnya. Pertemuan itu bisa terjadi di dalam dan di luar negeri. Di dalam dan di luar negeri terjadi perubahan, mereka yang ekstrim kanan masuk ke menengah dan yang ekstrim kiri masuk ke menengah, kadang saling mempengaruhi. Yang tadinya kapitalis seperti di Jerman berubah menjadi social market economy, ekonomi sosial yang berorientasi pada pasar dan yang di Amerika pun berubah ke arah situ yang semula masuk ke pakar ekonomi yang berorientasi pada perencanaan terpusat yang selalu ditentukan oleh suatu sistem, suatu pimpinan yang terdiri dari beberapa konglomerat, bukan konglomerat kapital tetapi konglomerat kekuasaan (power), power dalam arti politik dan politik bisa diidentikkan dengan kapitalis, ternyata mereka pun baru beralih menjurus kepada orientasi pada pasar, tetapi sebelum mereka mengadakan peralihan itu sistem ekonomi komunis bangkrut. Walaupun mereka mempunyai Sputnik, mempunyai intercontinental balistic missile, mempunyai pesawat terbang Sukhoi yang diperlihatkan pada pameran dirgantara tahun lalu di bumi Indonesia canggih sekali tetapi mereka ambruk. Kenapa mereka bangkrut? Karena, mereka punya senjata canggih tetapi tidak punya uang untuk membiayai hamburger saja, sehingga akhirnya ambruk seluruhnya. Itu terjadi pada tahun 1988, imperium komunis yang terdiri dari Rusia sebagai induknya dan negara-negara satelit di Eropa ambruk. Dan juga ia berusaha mempunyai negara satelit di Asia termasuk di Asia Tenggara.
Ketika hancur seluruhnya apa yang terjadi? Pertama, Jerman Timur, negara yang tadinya 40 tahun di garis depan dalam mengglobalisasikan ide komunis, hanya dalam satu tahun disedot kembali oleh sistem yang namanya kapitalisme masuk ke Jerman Barat, menjadi satu Jerman.  Itu berarti suatu budaya yang direkayasa dalam 46 tahun atau 50 tahun pun tidak bisa mengeliminasi suatu budaya yang telah berkembang secara evolusioner dalam ratusan, bahkan ribuan tahun. Itu bukan berlaku untuk Jerman saja itu berlaku untuk siapapun juga termasuk Indonesia. Tipe pertama lepas tersedot oleh budayanya sendiri, hilang dari Emperium Rusia. Kedua apa yang terjadi seperti di Chekoslowakia, Yugoslavia? Chekoslovakia pecah menjadi Cheko dan Slovakia. Yugoslavia pecah di Baltik, terpecah dalam enam negara kecil. Apa yang terjadi dari pecahan-pecahan itu? Pertama ada seperti Cheko yang langsung mandiri, konsolidasi dan bisa menstabilisasi keadaan, ekonomi dan politiknya dan memproklamasikan diri menjadi suatu negara sosialis ataupun negara yang berorientasi kepada pasar sosial seperti Jerman. Oleh karena itu, dalam hal ini tipe seperti Cheko berani mengetok pintu untuk masuk ke jajaran European Common Market, ikut dalam persekutuan Eropa di mana Jerman, Prancis, Inggris, Belanda dan sebagainya berada. Bahkan kalau bisa masuk ke dalam NATO. Demikian juga Polandia, dari perpecahan itu masih berada pada tipe kedua, yaitu negara yang bisa konsolidasi, matang dan mau menggabung dengan ekonomi sehat supaya ia ikut kecipratan kesejahteraan. Tipe ketiga yang tadi terpecah dari tipe kedua, adalah Slovakia yang masih mengambang (floating), masih tidak tahu bagaimana meraba dan masih mencari definisinya, tetapi belum menentukan untuk mengetok pintu masuk ke European Common Market, tetapi sudah ia tentukan bahwa ia juga mau masuk ke suatu sistem ekonomi berorientasi kepada pasar sosial, tipe ketiga. Tipe keempat adalah Rusia sendiri. Akibat dari satelit-satelit Rusia sendiri yang terpecah dalam beberapa negara-negara. Ada yang setia pada ideologi komunis, namun supaya mereka tidak dibawa arus jatuhnya ideologi komunis, karena bangkrut, maka mereka rubah wajahnya. Mereka juga masih memikirkan untuk menentukan sikap dan perubahan, tetapi bukan antara sosialis dan kapitalis, melainkan antara sosialis dan komunis. Jadi, ada lima tipe.
Kalau kita mempunyai perusahaan atau organisasi kita harus sudah tahu satu tahun sebelumnya, atau paling telat tiga tahun sebelumnya, bahwa ia akan mendapat lampu merah, bahwa ia mau bangkrut karena tidak sehat. Itu normal. Pengusaha harus tahu itu. Oleh karena itu, bangkrutnya imperium komunis sudah diketahui sekurang-kurangnya tiga tahun sebelumnya, bahwa akan mengarah ke situ. Saya bisa bayangkan orang yang tetap berideologi keras dan percaya bahwa ideologinya yang paling tepat, ia sudah konsolidasi dan mempersiapkan diri bila terjadi bangkrut bagaimana ia kembali lagi untuk berada ke irama yang sehat dengan wajah dan cara yang mandiri dan canggih, tetapi dengan ideologi yang sama. Itu wajar, dalam kasus itu pada tahun 1988 ia bangkrut, pada tahun 1989 ia sudah konsolidasi, pada tahun 1990 ia mulai bergerak, pada tahun 1991 ia mulai bertindak, tentunya ia konsentrasi pada imperiumnya. Kelima tipe tersebut tidak termasuk mereka yang ada di Afrika, bukan itu dulu yang ia konsolidasi. Tetapi ia hadapi suatu masalah yang nyata. Masalah ideologi yang sangat meragukan mereka. Masalah itu adalah Indonesia.
Sekarang Anda tanya mengapa Indonesia? Dalam sejarah umat manusia yang menghadapi dua pola itu tadi hanya satu bangsa dan negara yang secara mandiri dan tidak dibantu dari luar, namun bisa mengatasi masalah-masalah komunis, mengembalikan kepada semuanya, kepada UUD 1945 dan Pancasila, mengembalikan kepada irama perjuangan bangsanya, bukan saja baru 20 tahun ataupun 40 tahun, atau 52 tahun lalu, diproklamasikan ketika kemerdekaan. Bukankah perjuangan bangsa itu bukan mulai pada tahun 1945? Bukankah kita mengenal Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, dan seterusnya? Bukankah dalam kebudayaan kita mengenal pujangga baru, kita mengenal angkatan 1945, dari Chairil Anwar, dan seterusnya? Bukankah juga kita mengenal pahlawan-pahlawan pada abad yang lalu? Berdirinya ICMI pun bukan masalah lahirnya di mana  beberapa puluh tahun yang lalu didirikan, sama halnya dengan HMI dan sebelumnya didirikan organisasi yang lain. Tokoh-tokoh HMI  menjadi pengasuh ICMI seperti pendirinya, Pak Ahmad Tirtosudiro yang sebenarnya bagi saya sendiri sebagai kakak. Sebelum ICMI berdiri, sebelum saya tahu namanya ICMI, beliau beberapa kali bersama dengan Bapak yang kita cintai, Bapak Alamsyah meminta perhatian dari tengah-tengah kesibukan saya.
Saya mau sampaikan apa kaitannya semua ini dengan Indonesia yang seperti digambarkan tadi mengenai peta politik ideologi. Ternyata Indonesia pertama kali pada tahun 1966 melarang ideologi kom
unis dan apa saja yang berkaitan dengan komunis dilarang di bumi Indonesia. Pak Harto pernah menyampaikan pada saya waktu di pesawat terbang. Beliau berkata, tahukah pada tahun 1966 itu saya mencari modal agar kita bisa membangun. Rakyat kita belum bisa mendanai, walaupun tanah air kita subur tetapi produksi beras tidak mencukupi. Beliau pergi ke Kamboja, ke Myanmar, dan ke negara-negara yang lain. Beliau sering menceritakan pada saya tatkala sedang berdua saja karena masih banyak masalah-masalah yang harus didiskusikan, 5 jam saya berapat dengan beliau. Di sela-sela diskusi keluar cerita-cerita yang dengan cerita itu tiap manusia Indonesia yang menganggap dirinya keturunan pejuang bergetar jiwanya dan dipanjatkan doa agar supaya bapak-bapak kita yang telah menjadikan negara kita merdeka tidak akan kecewa dengan karyanya, karena kita akan meneruskan perjuangannya, memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, dan berdasarkan itu kita melaksanakan cita-cita bangsa Indonesia yang tersirat di dalam UUD 1945. Beliau menjelaskan kepada saya, dibandingkan dengan Kamboja dan Laos ternyata kita jauh lebih kaya. Dahulu kita jauh lebih miskin dari Cheko dan dari Yugolsavia. Sekarang kita jauh lebih kaya, tidak perlu saya sebut angka-angka, kita sama mengetahuinya, tetapi perlu diketahui oleh generasi yang baru lahir dalam Orde Baru dan susah membedakan, mungkin terpesona oleh angka-angka yang dimanipulir.
Mengapa berani mengambil kesimpulan dalam 10 menit dari ucapan-ucapan dan menganggap manusia Indonesia seperti Pak Widjojo Nitisastro, Pak Ali Wardhana, Pak Emil, Pak Habibie, Pak Ahmad, semua yang puluhan tahun membantu madataris MPR. Mandataris itu hanya satu tugasnya melaksanakan visi bangsa Indonesia yang tersirat, ditetapkan dalam GBHN. Mengapa tiba-tiba berani mengambil kesimpulan tentang apa kaitan semua ini dengan apa yang tadi saya katakan: mengubah peta politik ideologi. Dilema yang dihadapi negara yang tadi mau recover, negara-negara di Eropa itu mengatakan  Indonesia 30 tahun yang lalu lebih miskin dari saya, sekarang lebih kaya. Kenapa ia lebih kaya, karena ia keluarkan komunis dan sekarang memasukkan ko-mu-nis ke tempat semula lagi, ini bukan suatu lelucon. Saya sampaikan ini karena saya berhadapan dengan tokoh-tokoh di dunia. Ini adalah first class information. Normal, jangan kira gangguan-gang-guan selesai setelah Sidang Umum tahun 1998, pada 2003, 2010 pun akan terus menerus, karena ini masalah-masalah ideologi, saya minta perhatian bahwa mengubah peta politik itu ada beberapa alternatif. Mereka mau menolong ekonominya tidak mungkin karena ekonomi kita sudah mandiri sudah melampaui critical mass, kredibilitas sudah sangat tinggi, percaya diri bangsa Indonesia sudah sangat tinggi, manusia Indonesia sudah lebih cendekia, manusia Indonesia lebih kritis, media massa Indonesia juga lebih kritis. Di dalam hal itu digunakan pendekatan untuk merongrong bangsa ini. Kenapa? Karena mau membuktikan kepada orang yang mau diajak kembali kepada jajaran komunis itu.
Untuk menggagalkan pembangunan yang berkesinambungan itu, mereka menggunakan cara merongrong. Mereka tidak bisa merongrong dengan angka-angka rasional, ekonomi, teknologi, karena kita telah memiliki kebangkitan teknologi nasional yang ditandai dengan terbangnya Gatotkoco, rekayasa putra-putri Indonesia, pesawat terbang yang tercanggih yang direkayasa secara mandiri, berhasil mengudara. Tidak ada lagi alasan mengatakan mereka bisa merongrong melalui makro, mikro ekonomi. Satu-satunya di mana ia bisa rongrong adalah sesuatu yang sulit dikuantifisir dan gampang dimanipulasi, yaitu keadilan, hak asasi manusia, kesenjangan, dan 1001 macam isu, karena itu mereka menjurus ke arah itu.
Di situlah lahannya. Dalam mencari lahan, mereka sudah mempelajari bumi Indonesia untuk mencari: apa ada golongan yang satu jiwa dan satu visi dan satu ideologi dengannya, tetapi tidak berideologi Pancasila dan UUD 1945, dan yang satu ini juga berkepentingan untuk merongrong kerjasama. Tetapi saya yakin kalau berhasil maka ia akan bertabrakan. Kalau terjadi tabrakan apapun yang menderita rakyat, yang menikmati pembangunan juga rakyat yang mempunyai wawasan dan visi adalah rakyat, yang menentukan visi dan mengkuantifikasikan dalam ketetapan MPR antara lain berupa GBHN  adalah rakyat dan rakyat juga melalui MPR memilih seorang Indonesia yang dianggap paling canggih, paling tepat untuk memimpin pelaksanaan GBHN itu untuk diberikan mandat memimpin bangsa ini. Kita menamakan dirinya mandataris dan ia mempunyai hak prerogatif sebagai presiden. Wakil presiden pun di dalam sistem demokrasi Pancasila tidak berbeda dengan menteri, sama saja harus membantu mandataris MPR, cuma bedanya ia dipilih oleh MPR, selain pula harus membantu mandataris MPR, setelah ada persetujuan dari mandataris terpilih, bahwa ia dengan mandataris bisa bekerjasama, itu konstutisional. Mekanisme demokrasi kita demikian. Jadi, siapa yang mau merongrong mandataris MPR tidak lain sasarannya merongrong terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan yang justru pembangunan ini adalah satu-satunya cara mengamalkan dan memasyarakatkan Pancasila dan UUD 1945. Itu jawaban saya terhadap perkembangan terakhir ini.
Kita harus menyadari, apakah kita mau membiarkan begitu saja orang merongrong mandataris? Tentu kita tidak akan mau, kalau kita laksanakan itu atau membantu terjadinya itu berarti kita akan merongrong diri kita sendiri, karena mandataris tidak lain adalah pelaksana seluruh amanat MPR untuk menyukseskan pembangunan sesuai dengan GBHN. Dan berdasarkan GBHN yang ditetapkan MPR pemerintah menyusun Repelita. Setiap tahun pemerintah di bawah pimpinan mandataris MPR bersama dengan anggota DPR bekerjasama sebagai mitranya menyusun APBN. Penyusunan APBN pun harus sesuai dengan undang-undang, semua itu ada caranya. Jadi, kalau menembak mandataris MPR tidak lain berarti menggagalkan pembangunan itu sendiri. Menggagalkan pembangunan itu sendiri berarti menghambat proses kesejahterahan, proses pemerataan, proses tercapainya cita-cita seluruh bangsa Indonesia, saya garisbawahi, seluruh bangsa Indonesia, apakah ia umat Budha, Hindu, Kristen Katholik atau Kristen Protestan atau Islam, sama saja. Itu latar belakang yang saya namakan visi politik ideologi.
Sekarang dari visi politik budaya, khususnya bertalian dengan analisis dan kutipan media massa yang menyebutkan ada masalah SARA. Saya menggarisbawahi, SARA di dalam kamus bangsa Indonesia tidak dikenal. Kita tidak akan mentolerir SARA dalam bentuk apapun. Semua tahu, kalau saya sekarang membawakan pandangan yang tampak seperti SARA, itu tidak berarti pola dari bangsa kita melainkan pola dari orang lain. Ada seorang analis dari Mesir. Hasil analisanya diterbitkan 4 kali dalam bahasa Arab dan telah diterjemahkan oleh ICMI, Orwil Afrika dan Orsat Kairo ke dalam bahasa Indonesia. Terjemahan analisis itu telah saya berikan sendiri kepada Bapak Presiden. Analis tersebut ditulis Saudara Fahmi Huwaidi dari Harian Al-Ahram. Saudara Fahmi Huwaidi menulis artikel 4 seri tentang kebangkitan cendekiawan muslim serta ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, serta makna pembentukan IIFTIHAR, IIFTIHAR adalah singkatan daripada Islamic International Forum for Science Technology and Human Resources Development, disingkat IIFTIHAR. IIFTIHAR da-lam bahasa Arab artinya kebanggaan. Saudara Fahmi Huwaidi, pertama kali ke Indonesia pada tahun 1970, saat itu merupakan masa awal Orde Baru, baru saja dua tahun kabinet pembangunan dan Repelita I baru satu tahun berjalan. Dalam Repelita I ia mengalami bagaimana prihatinnya Indonesia, tetapi ia merasakan bagaimana ramahnya manusia-manusia di Indonesia, karena budayanya. Setelah itu ia tidak pernah kemari. Ia mendapat undangan dan mewakili rombongan dari Mesir untuk menghadiri seminar me-ngenai pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilaksanakan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan diikuti lebih dari seratus negara termasuk Ame-rika, Jerman, Prancis, dan sebagainya. Ia datang kemari antara tahun 1970 dan 1976. Dalam masa 25 tahun ia melihat suatu perubahan di Indonesia dan ia membuat analisis.
Secara singkat saya simpulkan dari analisis itu, bahwa ada upaya mengubah peta politik berdasarkan kebudayaan. Dalam peta politik kebudayaan, ada beberapa orang, kekuatan-kekuatan di Barat setelah negara-negara bekas jajahan bisa lepas, merdeka dan mandiri. Mereka berusaha untuk tetap bisa mempengaruhi. Satu caranya adalah pendekatan struktural, dan satu lainnya adalah pendekatan kultural. Saya berbicara sekarang ini bukan termasuk pendekatan struktural. Penjelasan demikian seharusnya datang dari Menko Polkam, atau Menpen Harmoko.
Saya selama ini lebih banyak berbicara tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi bisa juga termasuk dalam analisa bidang ilmu sosial dan politik. Jadi, di dalam hal itu saya berbicara bukan dalam pendekatan kultural. Dan jangan dikira pendekatan struktural lebih penting daripada pendekatan kultural. Dalam 20 tahun sa-ya mendampingi Bapak Presiden, persisnya 23 tahun plus sebagai penasehat presiden, sebagai menteri 19 tahun. Dalam masa 23 tahun atau 24 tahun berturut-turut saya mendampingi beliau. Saya sangat menyadari betapa pentingnya pendekatan kultural itu. Pendekatan struktural itu nanti hanya bersifat formal saja setelah pendekatan kultural diselesaikan. Salah satu kendala Barat dalam pendekatan kultural adalah Indonesia dianggap besar. Memang kita bangsa besar dengan 200 juta jiwa.
Kepulauan Indonesia sering kita namakan dengan istilah baru Benua Maritim Indonesia. Besarnya seperti suatu benua dari Timur ke Barat, lebih besar dari San Fransisco, New York. Dari utara ke selatan hampir sama besarnya dari Kanada sampai Teluk Mexico. Di situ terdapat 17 ribu pulau diberi nama oleh ilmuwan Amerika Serikat "the Maritime Continent of Indonesia" diterjemahkan Benua Maritim Indonesia. Benua Maritim Indonesia ini rupanya memang penting. Penting dalam skenario global pada abad yang akan datang tetapi masalahnya ada perbedaan kalau mereka mendekati belahan Utara dari kita.
Pendekatan kultural lebih enak dilakukan terhadap orang Filipina, didekati oleh orang Spanyol, oleh orang Eropa, oleh orang Prancis daripada terhadap bangsa Indonesia yang budayanya lain, karena ditentukan oleh agama yang notabene 90%, tolok ukurnya Al Quran dan Sunnah.
Oleh karena itu, mereka memaksakan pada detik awal untuk mempengaruhi skenario mempertahankan status quo politik, peta politik ekonomi. Untuk mempertahankan dan untuk mempengaruhi Indonesia berlangsung alot, karena pendekatan budaya bo-leh dikatakan susah. Budaya sudah ratusan atau ribuan tahun di bumi Indonesia berkembang, dan sudah 700 tahun bernafas Al Quran dan Sunnah di dalamnya, sulit mau dihilangkan dalam 50 tahun atau 30 tahun, kecuali kalau peta politik budaya Indonesia hampir sama seperti peta politik di Filipina. Kalau itu terjadi tentunya lebih mudah untuk melaksanakan pendekatan kultural yang nantinya akan disusuli dengan pendekatan struktural. Untuk kepentingan apa? Kepentingan mereka menikmati ratusan tahun superioritas dalam ekonomi dan mereka mau mempertahankan status quo-nya. Oleh karena itu, ini yang ditulis oleh Fahmi, ia me-ngatakan alangkah sedihnya waktu itu Presiden Republik Indonesia H. Mohammad Soeharto yang mewakili umat Islam tersebar di muka bumi ini dalam satu negara (lebih banyak umat Islam di Indonesia daripada di seluruh Timur Tengah) datang ke negara lain untuk meminjam uang untuk mendapatkan modal kerja, untuk pembangunan yang berkesinambungan itu. Negara-negara Muslim kita yang tercinta tersenyum melihat kenyataan itu dan tidak bergerak untuk membantu satu sen pun. Namun yang begerak adalah justru mereka dari Eropa. Kita tahu IGGI dan yang lain, tetapi di belakangnya tentu saja ada usaha-usaha terselubung atau nyata untuk mengubah peta politik budaya bangsa kita. Ini kita harus sadari, oleh karena itu lahirnya ICMI mendapatkan tantangan bukan main. Saya dituduh 1001 macam, dikatakan Masyumi modern, ada yang mengatakan Habibie itu adalah fundamentalis keras, lebih keras daripada Khomeini dan Sadam Hussein. Tetapi untuk apa bereaksi? Sejarah akan membuktikan, tindakan dan tingkah laku ICMI akan membuktikan, bukan dari Habibie, tetapi dari semua bangsa Indonesia. Bukan Habibie yang penting. Tadi saya katakan, dalam melaksanakan sesuatu harus berdasarkan keyakinan dan bukan berdasarkan perhitungan. Perhitungan saya nol sungguh, tetapi keyakinan maksimum dan komitmen maksimum saya berdasarkan keyakinan, bukan berdasarkan perhitungan, komitmen berdasarkan perhitungan bisa menyimpang, dalam menghadapi plin-plan, dalam menghadapi masalah, menghitung keadaan, saling menghitung untuk bertahan atau melarikan diri. Kita harus konsisten, konsisten pada cita-cita seluruh bangsa Indonesia 100%.
Oleh karena itu dalam menghadapi segala isu, bahwa pimpinan ICMI itu fundamentalis seperti Sadam Hussein dan juga seperti Khomeni dan sebagainya, maka dengan seijin Bapak Presiden, saya dengan kawan-kawan, berusaha mempersatukan para cendekiawan dari segala umat di bumi Indonesia. Banyak yang terjadi sebelumnya, tetapi akhirnya syukur Alhamdullillah, pada tahun 1994 kita berhasil menandatangani perjanjiannya para cendekiawan Indonesia itu. Saya bacakan saja.
Dengan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami mensyukuri proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai momentum kebesaran sejarah berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Maka sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia dengan ini menyatakan, bahwa kami akan terus menerus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang trampil dalam bidangnya, dengan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai perwujudan tanggung jawab dalam membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia, serta berorientasi pada kepentingan nasional dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa sepanjang masa.
Ditandatangani Ketua dan Sekretaris Umum Forum Cendekiawan Hindu Indonesia, Ketua dan Pelaksana Harian/Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, Ketua dan Sekretaris Jenderal Keluarga Cendekiawan Budhis Indonesia, Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia. Disaksikan mewakili umat Budha mewakili umat Hindu, diwakili dan disaksikan mewakili umat Islam Bapak Ahmad Tirto Sudiro, mewakili umat Kristen Bapak Mustika, mewakili umat Katholik, walaupun umat Katholik waktu itu belum berkenan menandatangani peryataan ini, karena masalah teknis, umat Katholik merasa belum mantap, tetapi sekarang sudah ikut di dalamnya.
Dengan keluarnya pernyataan ini maka prasangka mengenai berdirinya konsolidasi para cendekiawan yang berazaskan Al Quran dan Sunnah itu hilang lenyap dan menjadi tidak benar. Secara rutin tiap tiga bulan atau empat bulan saya bertemu ketua ikatan Forum Cendekiawan Hindu, Keluarga Cendekiawan Budha, Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia dan Ikatan Sarjana Katholik, duduk bersama bermusyawarah dan bermufa-kat bagaimana kita melaksanakan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, judul uraian saya ialah "Dengan hikmah Idul Fitri 1417 H, kita tingkatkan persatuan dan kesatuan umat guna mem-perkokoh persatuan dan kesatuan bangsa", tepat umat Islam harus berada di garis depan, tepat sekali. Jadi, apa yang saya sampaikan dari Saudara Fahmi Huwaidi itu, dengan berdirinya ICMI ada kelompok yang melakukan usaha-usaha terselubung untuk mengubah peta politik berdasarkan budaya yang nantinya mirip seperti di Filipina, sehingga bisa ditempuh dengan mudah pendekatan kultural untuk mempegaruhinya. Lihat saja Filipina 20 tahun yang lalu menurut pernyataan Presiden Ramos yang disampaikan di pesawat terbang kepada saya: "Bapak Habibie 20 tahun yang lalu, Filipina berada lebih jauh dari Indonesia, sekarang Indonesia 20 tahun lebih jauh dari Filipina sekarang ini. Di mana letak masalahnya? Saya tidak tahu, tetapi satu yang saya tahu bangsa Indonesia telah berada di jalan yang benar dan berlari sesuai dengan kepentingan daripada bangsanya.
Mengapa Indonesia bisa berkembang demikian? Karena tidak ada pendekatan-pendekatan kultural yang mampu mengirim "torpedo kiri kanan" dan mengacau, karena tidak sesuai dengan kepentingan mereka yang sejak ratusan tahun menikmati kekayaan alam di bumi nusantara ini. Oleh karena itu, dahulu tidak ada pembakaran-pembakaran. Bisa saja yang kewalahan  mengatakan itu sebagai SARA: "Habibie, itu pokoknya SARA dan 1001 macam tuduhan". Sekarang perkataan tersebut dijawab dengan adanya pernyataan bersama dan tidak ada masalah dengan Saudara-saudara kita sebangsa karena mereka sama saja nafasnya dengan kita, budayanya sama dan kita hanya mengenal satu Tuhan Yang Maha Esa, apalagi kita tahu bahwa kita dengan umat Kristen adalah satu, satu usul, namanya agama samawi Yahudi, Kristen, Islam berasal dari Ibrahim. Tolok-tolok ukur mereka mengenai moral identik dengan tolok-tolok ukur tatkala kita berbicara mengenai iman dan taqwa, kriterianya, taqwanya sama, kriteria mengenai halal dan tidak halal. Saya mau menyampaikan ini karena kita bisa lihat, bahwa kewalahan orang-orang yang mau mengubah peta politik berdasarkan ideologi maupun yang mau mengubah peta politik berdasarkan kebudayaan. Waktu ICMI didirikan ada satu cetusan ucap-an dari Pak Alamsyah. Pak Alamsyah pada muktamar tersebut mengucapkan sesuatu yang sangat penting dan saya rasa yang mendengar itu membenarkan. Ia mengatakan sebelum perang jaman penjajahan, orang malu mengaku menamakan dirinya Islam sehingga ia takut. Tetapi sejak berdirinya ICMI manusia Indonesia tidak malu, tidak takut, bahkan bangga menamakan dirinya Islam.
Karena prestasi pembangunan yang nota bene adalah prestasi dari seluruh bangsa Indonesia dan di dalam bangsa Indonesia justru 90% rakyatnya adalah umat Islam. Jadi, kalau muncul tokoh-tokoh Islam dalam jajaran pimpinan, hal itu bukan Islamisasi. Itu berarti suksesnya pembangunan yang berorientasi kepada kepentingan manusia Indonesia, kepada rakyat. Kalau sepanjang masa yang bermunculan hanya golongan yang 1% atau 3, 5% berarti pembangunan gagal total. Jangan dikira, Pak Habibie bisa berkata begini dan tidak berani menyampaikan pada Pak Harto. Beberapa kali saya sampaikan dan Pak Harto membenarkan dan Pak Harto mengatakan: "Memang pembangunan itu untuk manusia Indonesia." Beliau pernah mengatakan kepada saya pada tahun 1974: "Saya tahu persis pada tanggal 28 Januari jam setengah delapan malam, hari Senin pada tahun 1974." Di dalam ruang kerjanya beliau menyampaikan kepada saya, waktu itu saya berusia 37 tahun.
Beliau berkata: "Saudara Habibie, saya sudah memutuskan, bahwa Saudara jika Allah menghendakinya, akan mendampingi saya membawa bangsa ini tinggal landas memasuki abad yang akan datang dengan membawakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam masyarakat bangsa Indonesia yang harus kita andalkan adalah manusia." Saya catat itu.
Lalu beliau mengatakan pula: "Kamu masih muda, 20 tahun saya berikan waktu".
Mulai Januari 1974 beliau berikan kepercayaan itu sampai ta-hun 1994. Karena mau memasuki apa? Karena Januari 1974 adalah justru 3 bulan sebelum Repelita II dimulai, di mana Repelita I dikonsentrasikan pada konsolidasi menghadapi inflasi yang tinggi dan membuat rehabilitasi prasarana ekonomi makro dan mikro Indonesia dan aparatur pemerintah. Saya pada tahun 1971 sudah diberitahu oleh Pak Harto dan pada Desember 1973 dipanggil, yang memanggil saya Pak Ibnu Sutowo, Direktur Utama Pertamina. Waktu itu kami tidak dimasukkan dalam kabinet, tetapi jadi penasehat presiden. Kantor saya dua. Di Jalan Perwira dekat Pak Ibnu dan di Binagraha dekat Pak Harto. Program saya tidak ma-suk dalam Kabinet, karena tidak ada anggaran. Namun, Pak Harto mempunyai visi yang beliau terjemahkan dari visi rakyat yang ditetapkan dalam GBHN dan beliau mandatarisnya. Di dalam menerjemahkan itu, beliau telah memutuskan, saya bertanya pada beliau: "Pak Harto, mengapa saya yang Bapak pilih? Banyak orang-orang yang lebih hebat, lebih tua, lebih berpengalaman daripada saya." Beliau tersenyum, beliau buka tasnya dan ditaruh setumpuk surat-surat, mungkin dari Pak Achmad. Pak Achmad waktu itu Duta Besar, dan dari mana saja beliau taruh di atas meja saya, nama Habibie.
Pak Harto mengatakan "Kalau kamu bisa membantu, menerjemahkan visi bangsa lain jauh ke depan sehingga menjadi mandiri dan unggul dalam bidang high technology, masa kamu tidak bisa membuat untuk bangsamu sendiri".
Saya menjawab Pak Harto: "Saya ini ahli konstruksi pesawat terbang yang saya buat adalah pesawat terbang."
"Silahkan buat saja, " kata beliau.
"Saya butuhkan banyak ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjadikan suatu pesawat terbang yang lebih berat dari udara tapi bisa terbang dan terkendali dalam segala cuaca dan dalam kecepatan yang tinggi."
Kemudian kata beliau: "Silahkan buat, tidak ada larangan".
Setelah itu beliau mengatakan: "Tetapi, kalau kamu buat kapal terbang, saya titip juga yang lain."
"Apa?"
"Ya apa saja semua yang dibutuhkan rakyat."
Kemudian kata beliau pula: "Saudara Habibie, dalam Repelita yang lalu, saya sangat tergantung pada konsultan, karena BAPPENAS memanfaatkan konsultan, ada yang baik ada yang tidak baik. Konsultan yang tidak baik, kalau dituntut, lari dan bangkrut. Sedangkan konsultan yang baik ia mengatakan itu karena saya".
Pemanfaatan konsultan itu mahal, high cost economy dan susah dipertanggungjawabkan.
Lantas beliau bertanya: "Apakah bisa kamu membuat suatu organisasi yang bisa mengkonsultasi diri kita sendiri yang bertanggung jawab kepada mandataris dan kepada DPR?
"Baik, akan saya dirikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi."
Beliau bertanya kepada saya: "Habibie kapan saya bisa melihat ini semua terjadi?"
Saya jawab: "Insya Allah 10 tahun lagi."
Dan pada tanggal 28 Januari 1984 saya akan datang kemari dan melaporkan kepada Bapak di ruang yang sama, bahwa semua yang saya janjikan sesuai dengan jadwal yang tepat dengan kualitas yang telah ditentukan. Saya membawa laporan dari tahun 1974 sampai tahun 1984. Laporan itu telah dicetak. Saya berikan laporan itu, saya bawa lagi pada tahun 1994, 20 tahun kemudian. Saya datang di situ dan saya laporkan, bahwa pesawat terbang rekayasa Indonesia bersama dengan Spanyol yang namanya Tetuko, terbang pada Desember 1993. BPPT telah bisa mengendalikan pemanfaatan teknologi mulai dari air minum sampai masalah dirgantara. Selain itu kaderisasi dalam Iptek juga sudah berjalan, telah didirikan Dewan Riset Nasional, saya jelaskan semuanya. Saya diberikan suatu kenang-kenangan yang bersifat pendekatan budaya. Di dalam hal itu, saya datang lagi pada beliau pada tahun 1994 juga pada 28 Januari, tetapi saya tidak datang sendiri, saya didampingi oleh 8 atau 10 orang, semua asisten saya sejak saya mulai melaksanakan tugas dari Pak Harto, mereka teman saya sejak SMA, dan saat itu mereka sudah S-3, doktor, insinyur dalam bidangnya masing-masing yang menyusun laporan 20 tahun. Mereka adalah kader dan generasi penerus ini saya laksanakan tanpa banyak bicara, tidak usah diperhitungkan, saya laksanakan berdasarkan keyakinan. Untuk apa? Untuk memberikan kepada rakyat dan tidak mengambil dari rakyat, pada saat itu tahun 1974. Telah saya catat itu semua.
Pak Harto berkata: "Saudara Habibie, saya minta dengan hormat, Saudara di bumi Indonesia membuat apa saja insya Allah sesuai dengan kemampuan saya, akan saya bantu, akan saya amankan, saya memberikan dukungan 100%, apa saja, tapi dengan satu persyaratan jangan sekali-sekali membuat sesuatu yang mengakibatkan suatu revolusi, karena revolusi itu merugikan rakyat, mereka yang untung dalam suatu revolusi adalah kekuatan-kekuatan politik. Kekuatan politik itu seperti yang tadi saya sebutkan. Ada dua pendekatan, pendekatan ideologi dan pendekatan peta budaya. Mereka langsung mengambil kapital dan yang sengsara adalah rakyat. Rakyat Indonesia itu tidak neko-neko, tidak rewel, sangat sederhana, yang dikehendaki hanya satu: kehidupan yang wajar sesuai dengan budayanya, aman, sentosa dan sejahtera dan berbudaya."
Syukur alhamdulillah, saya bisa bertahan sampai hari ini. Dan di dalam hal itu saya selalu setia pada prinsip-prinsip yang tadi saya katakan berdasarkan keyakinan dan bukan berdasarkan perhitungan. Saya serahkan perhitungannya pada Allah SWT. Sekarang saya mau menjelaskan yang ketiga, mempertahankan status quo peta politik berdasarkan prioritas ekonomi, saya mulai dengan angka-angka, supaya mantap. Saya mulai pada tahun 1994. Menurut laporan Bank Dunia pada tahun 1996, jumlah penduduk di seluruh dunia terdiri dari 209 termasuk kesatuan ekonomi. Misal, bumi Indonesia merupakan satu kesatuan ekonomi, Malaysia satu kesatuan ekonomi. Memang, di sini dikatakan 209, ada kesatuan ekonomi tetapi ia belum merupakan suatu negara yang bebas. Jumlah penduduk dunia sebanyak 5, 603 milyar manusia. Seluruh dunia menghasilkan GNP sebanyak US$ 25.793 milyar atau mempunyai rata-rata GNP US$ 4.603. Tetapi kenyataannya lain, 56, 7% atau sebanyak 3.1/6 juta manusia, atau 3.178.000 manusia hanya mempunyai rata-rata GNP US$ 390, padahal rata-rata GNP dunia US$ 4.603. 56, 7, 28, 1% atau sebanyak 1, 576 milyar orang mempunyai rata-rata GNP US$ 2.554. Indonesia sendiri memiliki GNP US$ 1.000 termasuk ke dalam golongan 56, 7%. Sedangkan 15, 2% atau 843 juta orang memiliki pemasukan rata-rata US$ 24.170.
Dengan demikian timbul persoalan di mana keadilannya? Orang yang mengerjakan sesuatu tidak memanfaatkan teknologi canggih yang sederhana, gajinya lebih tinggi daripada orang yang berpendidikan dari ITB atau MIT yang mendapatkan ketrampilan yang tinggi. Mengapa bisa begitu? Ini merupakan salah satu dilema. Karena itu apa yang mereka hadapi sekarang? Banyak yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan. Kenapa tidak mendapatkan lapangan pekerjaan? Karena karya-karya yang tadinya dilaksanakan oleh mereka yang sebenarnya sumber daya manusia yang tidak unggul, dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih rendah daripada negara-negara berkembang dan apalagi dari Asia yang kualitasnya tinggi dan canggih dan bisa memasuki pasar mereka. Akibat daripada itu timbul persaingan, dan selanjutnya, timbul suatu masalah. Masalahnya ialah lapangan pekerjaan tidak tersedia lagi.
Gedung ini, mobil, kereta api, kapal terbang, semua mengalami suatu depresiasi, hanya satu yang bisa mengalami apresiasi, ialah sumber daya manusia dengan catatan, bahwa sumber daya ma-nusia ini mengalami suatu proses kemandirian, mendapatkan lapangan pekerjaan dan bekerja sesuai pendidikannya dan tiap hari makin terampil, makin unggul, tiap hari nilainya bertambah. Oleh karena itu, kalau orang tidak memiliki lapangan pekerjaan atau mendapatkan pekerjaan tetapi tidak sesuai dengan pendidikannya, maka orang itu akan mengalami stagnasi dan depresiasi. Dan ini adalah masalah ekonomi yang dihadapi negara Eropa, Amerika maupun Jepang.
Saya baru saja ke Itali, saya tanya berapa pertumbuhan in-dustrinya di sini? Pertumbuhan di Itali 1, 5% per tahun. Untuk meningkatkan 1 lire menjadi 2 lire diperlukan waktu 25 tahun atau 30 tahun, karena pertumbuhan yang 1, 5%. Kalau lire-lire Anda datangkan ke tempat saya (Indonesia—red.) untuk menjalankan kerjasama ekonomi dalam bidang pertanian tidak mungkin, karena Anda tidak unggul dalam pertanian tropikal, Anda akan datang dalam high tech. Kalau Anda mau kerjasama dalam high tech, pertumbuhan industri di bumi saya (Indonesia—red.) ada-lah rata-rata 15%, kalau Anda canggih, bahkan bisa 30%, berarti lire Anda menjadi 2 kali, bukan setelah melampaui masa 25 tahun atau 30 tahun tetapi dalam 3 tahun sudah bisa kembali.
Dari kacamata ini tidak ada alasan untuk tidak berinvestasi di Indonesia dan jangan takut bahwa Itali akan membesarkan bangsa Indonesia karena perdagangan bilateral ini terjadi antara negara miskin dengan negara miskin, lebih kecil keuntungannya daripada antara negara kaya dengan negara kaya. Jadi, kalau Anda memasuki bumi Indonesia, Anda akan membuktikan:  pertama, adanya stabilitas politik dan ekonomi, ada pertumbuhan ekonomi atau pembangunan nasional yang tinggi yang berkesinambungan, ada pemerataan yang terjadi dan juga terbentuknya pusat-pusat keunggulan dalam bidang modal. Modal dalam arti teknologi, sumber daya manusia dan uang, maka dalam keadaan demikian, risiko untuk 1 lire hampir tidak ada, karena dalam waktu hanya 3 tahun untuk pertumbuhan satu lire sudah kembali dan Anda memiliki suatu mekanisme yang membantu bangsa saya untuk terus bertumbuh cepat. Tetapi, bukan itu saja, Anda juga bisa ikut menikmati pertumbuhan itu.
Pandangan saya ini, diterima dengan baik. Kemarin saya menerima Menhankam Itali, ia datang ke tempat saya dan kebetulan Perdana Menteri Itali itu sudah saya kenal, mungkin sudah 30 tahun, seperti Prof. Dr. Erbakan Perdana Menteri Turki, saya kenal sudah 42 tahun, sama-sama satu almamater, sebelum Erbakan menjadi Perdana Menteri. Dan pada waktu Pak Harto datang ke Itali, saya lupa melaporkan kepada Pak Harto, bahwa saya kenal Perdana Menteri Itali itu. Begitu beliau datang ke istana dan bertemu dengan Perdana Menteri, beliau mulai bercerita mengenai Tetuko dan Gatotkaca, "Dua pesawat itu hasil karya Habibie kawan lama saya", sahut PM Itali. Pak Harto kaget, karena Habibie tidak pernah cerita. Saya tidak cerita karena pada waktu itu saya berkonsentrasi kepada kesehatan istri saya, Ainun. Jadi, saya tidak sampai menjelaskan itu semua kepada Pak Harto.
Sekarang ia sudah berubah, setelah 15 tahun tidak bertemu, ia berjanji Itali akan agresif masuk ke ekonomi Indonesia dan saya minta Korps Alumni HMI mendapatkan informasi dari BPPT, dari BPIS, ikutlah menjadi mitra negara-negara yang kita ajak masuk kemari. Karena apa yang kita harus kembangkan untuk masa depan Indonesia, bukan sedekah, bukan pemerataan, tetapi kesempatan berkembang. Tetapi sebelum mendapat kesempatan berkembang ia harus dipersiapkan, harus diberikan program pendidikan yang tepat, karena itu program tunggal dari ICMI adalah 5-K. Meningkatkan kualitas iman dan taqwa, kualitas berpikir, kualitas berkarya, kualitas bekerja, dan kualitas hidup manusia Indonesia. Maksudnya tidak lain jika mereka melampaui suatu critical mass, bisa diberikan kapital untuk merebut secara mandiri setiap kesempatan yang akan diberikan oleh ibu pertiwinya sendiri. Itu sasaran yang jelas.
Sasaran yang jelas ialah suatu hari bangsa Indonesia yang 95% umat Islam itu akan digolongkan ke tingkat menengah, hanya 5% yang miskin atau yang kaya sekali, dan yang kaya sekali tidak akan bertahan te-rus menerus, kalau ia kurang pandai ya turun lagi. Dan kalau memang ia pintar dan masih menengah, tingkat menengah, bisa saja ia naik ke tingkat atas, sama saja dengan di Jepang.
Saya kebetulan kenal dengan Dr. Toyoda dan Dr. Toyota, adik kakak itu yang satu adalah Ketua Dewan Komisaris dan yang lainnya adalah Presiden Toyota. Seumur dengan saya, saya kenal 30 tahun lebih. Sering, kalau saya ke Jepang saya makan dengannya. Kalau ia datang ke Indonesia saya ajak makan bersama-sama. Dan saya tanya Toyoda: "Kenapa kamu kerja mati-matian?" dijawabnya: "Kalau saya tidak kerja apa yang terjadi nanti? Saya warisi apa anak saya itu?" Lanjutnya: "Di Jepang banyak potongan pajak. Dan kalau saya tidak kerja lagi, saya tidak unggul pada keturunan ketiga, saya sama seperti orang Jepang di pinggir jalan." Sebenarnya, di bumi Indonesia hal yang sama juga sudah terjadi, lihat saja masalah Astra. William dalam sekejap juga bisa gulung tikar. Jadi, ekonomi kita sudah berada di jalan yang benar, pemerataan terlaksana, tetapi kalau mau naik ke gunung 3.000 m, tidak bisa dalam satu langkah untuk terus sampai di gunung 3.000 m, membutuhkan beberapa langkah. Dan setiap langkah harus mantap, dan tidak mengambil langkah yang penuh dengan resiko karena eksperimen.
Kemarin, saya bicara mengenai Natuna. Kira-kira 100 orang dari luar negeri sudah terpesona, ingin mendapat order, karena dalam 8 tahun, kurang lebih 20 bilyun atau US$ 20 ribu juta, akan ditenderkan untuk mengembangkan fasilitas di Natuna. Mereka hadir karena ingin mendapatkan order. Tetapi kami sampaikan yang mendapat order hanya mereka yang sudah berdomisili di Indonesia dan tidak mendapatkan fasilitas. Yang mendapat prioritas utama adalah mereka yang sudah berada di bumi Indonesia terdaftar sebagai perusahaan, agar manusia Indonesia bisa mengembangkan ketrampilannya melalui lapangan pekerjaan dan mengalami apresiasi, bukan depresiasi. Dan, kalau itu ia laksanakan ia akan mendapatkan insentif, yang menang adalah mereka yang sudah berdomisili di bumi Indonesia dan yang ditolak adalah yang belum. Kita akan memenangkan mereka yang sudah berdomisili di bumi Indonesia. Itu ada peraturannya, ada undang-undangnya. Saya sampaikan, bahwa hal ini bisa terjadi, karena ada stabilitas yang dinamis yang dapat dipertahankan, kendati ada kelompok yang mau mengubah peta politik berdasarkan ideologi dan kebudayaan. Dan, ada satu kelompok yang ingin mempertahankan status quo peta politik berdasarkan superioritas dalam ekonomi.
Bangsa Indonesia saat ini sudah memiliki superioritas dalam teknologi, bahkan teknologi canggih. Buktinya, ketika pada 10 Agustus 1995 N-250 mengudara, hanya 20 hari setelah itu bursa di Amsterdam harus ditutup, karena pada 10 Agustus 1995 itu, harga satu saham dari Fokker seharga 24 Gulden, 20 hari kemudian turun di bawah 6 Gulden. Waktu turun di bawah 6 Gulden, distop, ditutup bursanya. Untuk mencegah bangkrut, langsung disuntik dengan kapital. Kapital yang disuntikkan itu lebih banyak dari seluruh investasi yang diberikan oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan IPTN. Tetapi bukan itu saja, 2 minggu sebelum Fokker bangkrut, saya ditelepon oleh Menteri Ekonomi Wherles dari Belanda, dan juga ditelepon oleh Jerman menanyakan: "Apakah saya mau mengambil alih Fokker kalau mau akan diberi cuma-cuma. Dan, diberikan juga uang USD 500 juta kontan dan seluruh tabungan. Saya jawab, saya akan menghadap Bapak Presiden, saya minta maaf saya tidak tertarik. Mengapa? Andaikata kita ambil dan kita miliki kita akan memikul tanggung jawab. Tidak bisa kita ambil dan bawa lari uangnya, maka hilang kredibilitas kita. Tanggung jawab itu berarti saya harus mengamankan kembali, membuat Fokker mekar lagi dan untuk pesawat terbang yang sudah kedaluarsa dipandang dari aspek aerodinamis itu saya harus membuka pasar domestik, sehingga seluruh produk Fokker masuk dan mematikan Gatotkaca, kebanggaan negara-negara berkembang, dan kebanggaan umat Islam. Oleh karena itu, saya katakan saya tidak mau. Kenapa? Kalau Fokker dipertahankan, itu berarti saya bukan mengeluarkan USD 500 juta melainkan USD 1 milyar per tahun. Itu berarti saya harus tombok jika harus saya masuki. Setelah ia berusaha berunding dengan negara yang lain, Korea. Tetapi Korea lain, Korea harus bayar, tidak bayar cuma-cuma. Kenapa? Karena dua hal, pertama, Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, Korea tidak. Kedua, Indonesia telah melampaui critical mass dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kalaupun ada terlambat mungkin 1 bulan atau 1 tahun dengan proyek A dan B. Artinya satu tahun dalam perhitungan ratusan tahun ke depan, tidak ada apa-apanya. Dan kita harus sadari dari 200 lebih negara-negara itu, hanya 7 negara yang bisa membuat pesawat terbang seperti itu, termasuk Indonesia satu-satunya negara di Asia.
Saya tidak mau cerita lebih banyak, nanti ada yang menuduh Habibie hanya menyombongkan pesawatnya, dan saya mau menggarisbawahi, karena karya yang dihasilkan IPTN para insinyur dan karyawannya 95% sampai 98% adalah umat Islam. Hal ini membangkitkan semangat umat Islam. Semua prasangka yang tadi mengatakan, bahwa Islam adalah salah satu penghambat kemajuan dibuktikan tidak benar oleh kejadian itu. Akibat dari itu lahirlah IFTIHAR itu, dan IFTIHAR yang berarti "kebanggaan" dalam bahasa Arab, didirikan, ditandatangani oleh tokoh-tokoh Islam sedunia termasuk Amerika, dan Prancis dan Jerman dan Inggris. Mereka telah bermusyawarah dan mufakat, memilih mengeluarkan deklarasi tentang pengembangan sumber daya manusia. IFTIHAR dikenal juga dengan deklarasi Jakarta. Dan pada deklarasi Jakarta itu ditetapkan, bahwa pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia ditugaskan kepada seluruh bangsa Indonesia. Ini suatu kehormatan khususnya bagi umat Islam, salah satunya kebetulan bernama Baharudin Jusuf Habibie yang diberi tugas untuk penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, mekanisme dan sebagainya, daripada organisasi Islam yang terbesar yang baru lahir tersebut.
Dengan uraian ini jangan terus mengatakan, bahwa Habibie bercerita karena ia yang menjadi ketuanya, tidak Habibie hanya merupakan resultante dari semua perjuangan di muka bumi Indonesia, juga termasuk dari mereka yang tidak beragama Islam yang benar-benar jujur mencari ketentraman dalam naungan demokrasi Pancasila. Oleh karena itu saya menggarisbawahi, betapa pentingnya kita sadari ketiga skenario tadi. Dari mass media, kita bisa membaca indah dan manis dan meyakinkan, tiga skenario tadi. Jawaban atas persoalan skenario itu hanya satu, ialah jangan mau diadu domba, jangan mau gampang dihasut. Harus kita tingkatkan kewaspadaan dalam segala lapisan. Jangan cepat percaya, cek dan cek sekali lagi, jangan sampai tanpa kita sadari kita tergelincir dan masuk ke dalam perangkap, karena ketiganya itu sasarannya satu, ialah menggembosi roda pembangunan Indonesia yang jalannya boleh dikatakan diakui oleh manca negara sebagai sesuatu yang wajar dan patut dijadikan contoh.
Sikap kita hanya satu, tingkatkan kewaspadaan nasional, sukseskan mekanisme demokrasi Pancasila. Tidak perlu pertanyaan-pertanyaan apakah Pak Habibie siap jadi Wapres? Bukan itu pertanyaannya. Serahkan itu kepada mekanisme. Pertanyaannya adalah pada diri kita sendiri: "Di manakah kita harus berada untuk bisa memberikan bakti yang maksimal untuk kepentingan bangsa? Jadikan mekanisme demokrasi Pancasila itu budaya bangsa Indonesia, seluruh bangsa Indonesia, kehidupan bangsa Indonesia, budaya bernegara, budaya beragama, budaya berkarya, apa saja, jadikanlah itu bagian terpadu dari keseluruhannya. Kalau kita melaksanakan semua itu, insya Allah prediksi banyak orang-orang pintar di muka bumi ini akan terbukti, ialah pada abad yang akan datang Indonesia termasuk the top ten, ada yang mengatakan the top five. Ada pula yang mengatakan the top three, tetapi cukuplah kalau kita bisa menempati the top ten, sudah lumayan.
Baiklah, sebenarnya banyak saya mau menceritakan, saya belum mau menceriterakan mengenai visi-visi yang dilihat, saya mau menjelaskan sedikit angka saja. GDP seluruh dunia pada tahun 1994 kurang lebih US$ 27 juta atau 27 trilyun. Pembagian kue tersebut, adalah 67% dinikmati oleh Amerika Serikat, European Common Market, dan Jepang. Asia termasuk Indonesia menikmati 20, 8%. Sedangkan rakyat yang lain, negara-negara yang lain, Afrika, Timur Tengah, Australia, dan Rusia dan sebagainya, itu hanya 12, 2%. Pertumbuhan Amerika, dan Eropa dan Jepang rata-rata 2%. Pertumbuhan dari Asia rata-rata 8%. Sedangkan pertumbuhan dari negara yang lain 3, 5%. Sekarang kita lihat, apa dan bagaimana skenarionya untuk tahun 2019. Saya ambil tahun 2019, kenapa?, karena pada tahun 2019 adalah tahun terakhir Repelita ke-10, 25 tahun yang akan datang. Di situ GDP dunia sudah meningkat dari tadinya hanya US$ 27 juta menjadi US$ 75,9 milyar. Karena pertumbuhan Asia lebih tinggi, kelihatan kuenya yang tadinya dinikmati oleh Eropa, Amerika dan Jepang sebanyak 67%, maka pada tahun 2019 hanya bisa dinikmati sebanyak 39,1%. Sedangkan Asia termasuk Indonesia sudah menikmati 50,7%. Dengan catatan, bahwa pertumbuhan pembangunan berjalan berkesinambungan dan itu hanya mungkin jika ada stabilitas politik dan ekonomi, itu hanya mungkin kalau kita bisa meningkatkan ketahanan nasional, ketahanan regional dan tidak mau diadu domba. Bukan saja berlaku di Indonesia tetapi di manapun juga, termasuk di Korea dan di tempat-tempat lain.
Sekarang saya mau jelaskan, bahwa Indonesia khususnya pada tahun 1969 sampai 1994, 25 tahun lamanya, rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia 17, 1%, impor bertumbuh dengan 14, 32%. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6, 5%. Pertumbuhan pertanian rata-rata 3, 3%. Dan pertumbuhan industri rata-rata 11, 1%. Ini angka yang jelas dengan bukti-bukti kami dari BPPT dan BAPPENAS yang sudah mengadakan proyeksi, bahwa ekspor itu tidak akan mencapai 17, 1%, katakanlah turun menjadi 14, 6% sangat konservatif, lebih kurang 25 tahun yang akan datang impor le-bih kurang sedikit dari 14, 37% menjadi 14, 22%. Pertumbuhan eko-nomi berkisar antara 6% sampai 7%. Walaupun sekarang su-dah 8%, sangat konservatif. Pertumbuhan pertanian 3% sampai 3, 5%. Dan pertumbuhan industri di atas 9%. Dan kita merekayasa agar pada tahun 1969 pendapatan kita datangnya 80% dari kekayaan alam dan 20% dari sumber daya manusia dan industrinya. Insya Allah sudah berubah sekarang ini, pada tahun 1994 pendapatan 20% dari kekayaan alam, sedangkan 80% sudah dari ekspor, da-ri sumber daya manusia, dari industri. Dan, sasarannya pada tahun 2019, pendapatan dari kekayaan alam 10% dan 90% dari industri. Manusia yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 1989 kurang lebih 65%, pada tahun 1994 menjadi 13, 67%, dan sasaran kita pada tahun 2019 insya Allah lebih kecil dari 1%. Sekarang saya jelaskan kembali dengan angka-angka perhitungan tadi pada tahun 1969 ekspor kita hanya US$ 854 juta. Pada tahun 1994 sudah meningkat menjadi US$ 38, 1 milyar. Dengan perhitungan itu insya Allah pada tahun 2019, ekspor kita sudah meningkat menjadi US$ 190 milyar, import juga meningkat, kami sangat harapkan meningkat dari US$ 32, 3 milyar menjadi US$ 170 milyar. Namun, masih ada surplus perdagangan yang tidak tradisional menjadi US$ 20 milyar.
Saya punya angka-angka ini realistis, dan kita melaksanakan pembangunan dipandang dari sudut teknologi, makro ekonomi dan mikro ekonomi, semua menjurus pada keberhasilan ini semua. Untuk itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan, jangan mau diadu domba oleh siapapun juga, jangan cepat-cepat percaya periksa dan periksa ulang, jangan cepat-cepat mengambil asumsi bahwa orang seperti Pak Widjojo termasuk saya dan sebagainya kerjanya hanya tidur saja dan mengisap jari, dan menjual negara dan sebagainya. Tidak demikian, kita tidak mengenal lelah dan menyerah, kita tidak bekerja dengan perhitungan saja, tetapi juga berdasarkan keyakinan akan kebenaran demi kepentingan bangsa Indonesia.